Latar Belakang Masalah Perilaku Junshi Para Tokoh Cerita Dalam Novel Kisah 47 Ronin Karya John Allyn

4 BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Masyarakat Jepang merupakan bagian dari masyarakat yang mudah terpengaruh dengan keadaan sekitar yang dapat membuat mereka merasa tertekan. Tekanan terhadap lingkungan sekitar ini sering menjadikan orang Jepang tersebut berkeinginan untuk mengakhiri hidup mereka http:wikipedia.orgwikibunuhdiri. Salah satu cara yang paling populer bagi masyarakat Jepang untuk mengakhiri hidup adalah dengan melakukan bunuh diri. Fenomena bunuh diri ini ternyata mendapat prioritas perhatian yang lebih dibandingkan dengan permasalahan yang lainnya. Di Jepang sejak tahun 1998 secara konstan jumlah bunuh diri pertahun lebih dari 30.000 kasus. Tercatat tahun 2006 terdapat 32.155 orang yang mencabut nyawanya dengan sengaja http:wikipedia.orgWikiBunuhdiri . Penyebab atau latar belakang masyarakat Jepang melakukan bunuh diri terdiri atas beberapa faktor, yaitu : 1. Bunuh diri dianggap sebagai jalan untuk mempertahankan harga diri 2. Dikucilkan dari pergaulan seperti Sekolah, Kantor, ataupun keluarga 3. Stress karena masalah kesehatan atau menjadi pengangguran 4. Adanya literatur yang menggambarkan bunuh diri sebagai sesuatu yang indah 5. Pandangan beragama yang kurang dalam masyarakat, mereka lebih meyakini akan adanya reinkarnasi, yaitu keyakinan bahwa mereka akan terlahir kembali setelah kematian. Universitas Sumatera Utara 5 Perilaku masyarakat Jepang ini merupakan pencerminan dari berbagai pola masyarakat Jepang yang terdahulu. Sikap kepatuhan atau malu bila tidak bisa memberikan yang terbaik kepada satu kelompok membuat orang Jepang melakukan bunuh diri sebagai jalan terakhir daripada hidup dengan menanggung malu. Pengintegrasian sikap ini menjadi peraturan tersendiri dalam kelompok tersebut, apabila kode etik group menuntut mereka untuk merelakan nyawanya maka mereka harus rela membunuh dirinya demi satu kepentingan dan keyakinan bersama. Alasan untuk melakukan bunuh diri juga bisa dikarenakan pemecatan pekerjaan, orang Jepang beranggapan apabila mereka dipecat dari suatu perusahaan, mereka merasa dikhianati oleh perusahaan tersebut, karena kesetiaan yang selama ini mereka berikan tidak dihargai. Perasaan malu dan harga diri yang jatuh serta keadaan keluarga yang semakin sulit karena pemecatan tersebut, juga menjadi alasan bagi orang Jepang untuk melakukan bunuh diri. Sikap masyarakat Jepang yang sering melakukan bunuh diri bukan sebagai sikap yang tidak bertanggung jawab, justru sikap ini merupakan wujud rasa pertanggungjawaban mereka atas perilaku yang telah mereka lakukan sebelumnya. Perilaku masyarakat Jepang ini dapat terlihat dari sikap para nenek moyang Jepang terdahulu yang sering melakukan bunuh diri. Salah satunya adalah Junshi yang banyak dilakukan pada zaman Edo. Junshi dapat diartikan sebagai jalan kematian karena kesetiaan. Sikap ini merupakan salah satu jalan kematian yang banyak dilakukan masyarakat Jepang untuk membuktikan kesetiaan pengabdian atau kepatuhan mereka kepada majikan. Perilaku ini umumnya dilakukan oleh golongan samurai sebagai bukti loyalitas pengabdian mereka. Para Universitas Sumatera Utara 6 samurai mengikuti jalan kematian majikannya ketika atasan mereka meninggal dalam pertempuran ataupun tidak. Junshi ini merupakan tradisi pada zaman Chinese Wei untuk memberikan penghormatan kepada Yamato sekitar abad ke 646. Junshi dilakukan para kaum samurai melalui seppuku sebagai salah satu cara kematian yang umum dilakukan untuk Junshi. Perilaku ini banyak terjadi pada masa pemerintahan Tokugawa, ketika peperangan banyak terjadi, Junshi menjadi terkenal dikalangan samurai untuk mengikuti kematian majikan mereka. Sikap yang berlandaskan atas kesetiaan ini adalah salah satu bukti pengabdian mutlak para samurai kepada majikan mereka. Keinginan untuk mengikuti kematian majikan ini adalah pandangan kaum samurai pada saat itu yang beranggapan mereka tidak dapat hidup tanpa majikannya dan perasaan menanggung malu karena harus turun kelas menjadi Ronin, samurai yang tak bertuan. Karena keadaan inilah yang kemudian menjadikan para samurai berkeinginan untuk mengikuti jalan sang majikan dengan melakukan bunuh diri. Budaya Junshi yang paling banyak terjadi adalah ketika masa pemerintahan feodal, yaitu sistem politik yang menekankan ketergantungan antara Raja serta tuan tanah. Hubungan ketergantungan ini merupakan penyerahan diri seseorang ke tangan orang lain sekedar untuk memperoleh perlindungan dan pemeliharaan. Keterikatan hubungan inilah yang menimbulkan satu hubungan yang hirarkis yaitu antara kaum bawah yang lemah dengan kaum yang atas yang berkuasa. Sikap kepatuhan dan kesetiaan para samurai dalam mengabdikan dirinya sebagai seorang bushi dapat terlihat pada salah satu cerita legendaris Universitas Sumatera Utara 7 masyarakat Jepang yaitu 47 Ronin yang terdapat pada salah satu novel Kisah 47 Ronin karya John Allyn. Novel sebagai salah satu karya sastra, bukan cerpen atau roman, merupakan medium yang sangat ideal untuk mengangkat peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan. Novel mempunyai keterbukaan sendiri untuk mengetengahkan digresi sehingga jalan cerita bisa mencapai beratus halaman. Karena sifatnya yang demikian, maka novel dapat digunakan untuk mengangkat kehidupan baik beberapa individu maupun masyarakat luas. Tak jarang pula novel sering diperankan untuk menyampaikan ide-ide pembaruan. Novel adalah media dalam penuangan pikiran, perasaan, dan gagasan penulis dalam merespon kehidupan sekitarnya. Novel- novel bertemakan kehidupan sosial mempunyai nilai lebih dalam kontekstual, persoalan sosial yang ada pada zaman tersebut menjadi tema umum pada novel-novel. Tema mengenai korupsi, mental kepemimpinan, watak-watak kolektif golongan, keterbelakangan, kebodohan, kemiskinan, adalah tema-tema yang menyangkut kondisi sezaman. Novel-novel demikian menjadikan dirinya bersifat universal apabila penggalian masalah mencapai sifat-sifat dasar kolektif manusia di suatu masa di suatu tempat. Novel pada saat ini, pada umumnya terdiri atas dua unsur yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur instrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri atau dengan kata lain unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita. Unsur-unsur ini diantaranya tema, plot, latar, penokohan, sudut pandang cerita, bahasa atau gaya bahasa dan lain- lain. Unsur ini merupakan nilai yang muncul dari mediumnya yaitu melalui penggambaran sensoris dan empiris berdasarkan unsur-unsur yang terdapat di atas. Universitas Sumatera Utara 8 Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur- unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi karya sastra tersebut. Dengan kata lain unsur-unsur ini dapat mempengaruhi bangun cerita dari suatu karya sastra. Unsur-unsur ekstrinsik tersebut meliputi kebudayaan, sosial, psikologis, ekonomi, politik, agama dan lain-lain yang dapat mempengaruhi pengarang dalam karya tulisnya. Dalam analisis ini akan di bahas salah satu unsur intrinsik dalam novel, yaitu tokoh yang terdapat dalam novel Kisah 47 Ronin karya John Allyn. Aminuddin 2000 : 79 mengatakan bahwa tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin sebuah cerita. Tokoh-tokoh yang di ceritakan dalam suatu cerita tentu mempunyai peranan yang berbeda-beda. Tokoh yang mempunyai peranan yang penting dalam suatu cerita merupakan tokoh utama. Sedangkan tokoh yang mempunyai peranan yang tidak penting karena kemunculannya hanya membantu disebut tokoh pembantu. Penentuan tokoh yang ditampilkan pengarang dalam karya fiksi tersebut merupakan kebebasan kreatifitas pengarang. Oleh karena pengarang yang sengaja menciptakan dunia dalam fiksi miliknya sendiri, maka para pengarang pun mempunyai kebebasan penuh untuk menampilkan tokoh-tokoh cerita sesuai dengan keinginannya sendiri, termasuk bagaimana perwatakan dalam cerita tersebut, merupakan kebebasan pengarang. Novel Kisah 47 Ronin karya John Allyn ini merupakan novel sejarah mengenai kehidupan pada zaman Edo. Ke 47 Ronin atau Akouroshi adalah peristiwa pembalasan dendam 47 Ronin dari Ako di bawah pimpinan Oishi Kuranosuke Yoshitaka yang membalas dendam atas kematian majikannya Asano Universitas Sumatera Utara 9 Takumi no Kami dengan cara melakukan penyerbuan ke rumah kediamaan Kira Kozuke no Suke Yoshihisa. Peristiwa pembunuhan ini dikenal sebagai Genroku Ako Jiken Peristiwa Ako era Genroku. Disebut Genroku karena terjadi pada tanggal 14 bulan 12 tahun ke-15 era Genroku, atau 30 Januari 1703. Ako merupakan sebuah kota yang terletak di perfektur Hyogo yang merupakan tempat asal 47 Ronin. Sebelum perang dunia ke II, kisah ini dikenal dengan Akogishi perwira setia dari Ako dan dijadikan teladan kesetiaan samurai kepada majikannya. Seusai perang dunia ke II, kisah ini lebih dikenal sebagai Akoroshi Ronin dari Ako atau Shijushichishi 47 samurai. Namun dalam budaya populer jepang sekarang ini kisah ini dikenal dengan Chusingura yang lebih menonjolkan kepahlwanan 47 ronin dari Ako sekaligus mencerca Kira Kozuke no Suke. Tahun 1703 para Akouroshi di Akou yaitu nama salah satu wilayah di Jepang, Ro yang berarti tidak bertuan atau tidak memiliki majikan, sedangkan shi yang berati bushi atau lebih dikenal dengan sebutan Ronin. Ronin adalah sebutan untuk samurai yang kehilangan tuannya atau terpisah dari tuannya. Berpisah dari tuannya bisa dikarenakan si majikan meninggal atau akibat hak atas wilayah kekuasaan sang tuan dicabut. Samurai yang tidak lagi memiliki tuan tidak bisa lagi disebut sebagai seorang samurai. Dalam tradisi samurai, ronin memiliki derajat di bawah samurai. Bagi seorang ronin hanya ada dua pilihan yaitu menjadi orang bayaran atau turun pangkat dalam kemiliteran. Kisah ini merupakan kisah bunuh dirinya 47 orang Ronin yang tidak bertuan di wilayah Akou. Ke 47 Ronin ini melakukan bunuh diri setelah berhasil membunuh Pangeran Kira yang dianggap sebagai penyebab kematian majikan Universitas Sumatera Utara 10 mereka. Para Ronin ini membunuh Pangeran Kira dan mempersembahkan kepala Pangeran tersebut di makam tuannya Asano Takumi No Kaminaganori. Asano yang merupakan pemimpin di daerah Akou adalah Daimyo yang memiliki daerah kekuasaan serta kastil, Asano pada akhirnya melakukan seppuku setelah melukai Pangeran Kira Kozuke Yoshinaka seorang Koke Pejabat tinggi bakufu dan juga seorang Daimyo yang tergolong sebagai Daimyo Shimphan Keluarga Tokugawa. Kejadian ini membuat Shogun marah karena sifat Asano yang sama sekali tidak menunjukkan sifat seorang Bushi. Akhirnya Shogun memutuskan hukuman Seppuku bagi Daimyo Asano, yakni ia harus melakukan bunuh diri dengan memotong perut. Sepeninggal Daimyo Asano, maka daerah Akou ditarik kembali oleh Shogun. Rentetan peristiwa ini membuat para pengikut Asano Samurai marah dan berniat untuk melakukan balas dendam. Akhir dari balas dendam ini para Samurai yang pada saat itu berjumlah 47 orang akan melakukan Junshi sebagai wujud kesetiaan tanpa batas seorang Samurai kepada majikannya. Perilaku bunuh diri ke 47 Ronin ini akan penulis bahas melalui skripsi yang berjudul: ” PERILAKU JUNSHI PARA TOKOH CERITA DALAM NOVEL KISAH 47 RONIN KARYA JOHN ALLYN.”

I.2. Perumusan Masalah