Bushido Perilaku Junshi Para Tokoh Cerita Dalam Novel Kisah 47 Ronin Karya John Allyn

38 BAB III ANALISIS KESETIAAN 47 RONIN

3.1. Bushido

Bushido merupakan salah satu ajaran yang terdapat pada agama Budha Zen. Pada abad ke 13, ajaran ini berasal dari Cina yang dibawa oleh Pendeta Esai 1141-1251, dan Pendeta Dogen 1200-1253. Dalam ajaran ini terdapat 4 aliran yaitu Zen, Jodo, Shinzu, dan Nichiren Hokke. Ajaran yang banyak diterapkan pada kaum samurai ini, menganut suatu keyakinan apabila seseorang mati maka setelah kematiannya ia akan bereinkarnasi dan bisa hidup kembali dikehidupan yang lain. Maka untuk bisa menjadi seorang samurai harus tidak takut terhadap kematian karena ajaran Bushido yang diterapkan lebih banyak berkaitan dengan kematian. Clearly dalam Gusti Wulandari 2006 : 22 mengatakan pada dasarnya ajaran Zen mengajarkan untuk memperoleh keselamatan melalui meditasi dan penghayatan kekosongan. Dalam meditasi ini, seorang samurai diharapkan untuk dapat berkonsentrasi dan mengenali diri sendiri serta tidak membatasi diri sendiri. Tujuan dari meditasi ini agar para samurai nantinya dapat mengendalikan rasa takut, rasa tidak tenang dan kesalahan-kesalahan yang dapat mengakibatkan para samurai tersebut terbunuh dalam pertempuran. Bushido juga merupakan kode etik kaum samurai yang tumbuh sejak terbentuknya samurai. Sumbernya adalah pelajaran agama budha yaitu Zen dan Shinto, karena ajaran ini menimbulkan harmoni yang dikatakan orang Jepang Universitas Sumatera Utara 39 Kekuasaan yang absolut. Kesemua ini dicapai melalui meditasi Sayidiman 1982:48. Bila dilihat dari huruf kanjinya yaitu 武士 Bushi dan道do, memiliki arti jalan pendekar atau kode etik pengabdian anak buah terhadap tuan dalam bentuk kesetiaan yang mutlak sehingga anak buah bersedia mati demi tuan. Pengabdian kesetiaan ini tanpa memikirkan benar atau salah, untung atau rugi, rasional atau irrasional yang terpenting hanya mengabdikan diri terhadap tuan. Bagi seorang samurai kehormatan terbesar dalam hidup mereka adalah kemampuan serta konsekuensi dalam melakukan ajaran Bushido itu sendiri. Pelayanan diri sendiri, keadilan, rasa malu, adab sopan santun, kemurnian, rendah hati, kesederhanaan, semangat bertarung, kehormatan, kasih sayang serta kesetiaan merupakan kunci utama dalam bushido. Seorang samurai sendiri penghargaan terbesar dalam hidupnya apabila ia mampu menjalankan kesemua hal di atas tanpa mengharap balasan. Bushido juga merupakan perpaduan antara Konfusionisme dengan etika feodal Jepang dan kebiasaaan masyarakat umum selama masa pemerintahan Edo yang tidak hanya meliputi semangat dalam berperang dan kemampuan dalam menggunakan pedang tapi juga meliputi keadilan, keberanian, kebaikan hati, kesopanan, kesungguhan hati, kehormatan, pengendalian diri dan kesetiaan kepada satu majikan Keys To The Japanese Heart and Soul, 1996 : 51. Bushido secara harfiah memiliki makna pedoman kaum kesatria. Bushido yang terdiri dari penggalan kata Bushi yang berarti kesatria dan do yang berarti jalan memiliki defenisi harfiah yaitu jalan yang harus dipatuhi samurai, dalam kesehariannya maupun dalam menjalankan tugas. Dengan kata lain Bushido Universitas Sumatera Utara 40 merupakan peraturan yang berlaku bagi kaum samurai. Sesuai dengan kutipan Nitobe dalam Usihension 2004 : 33 : 武士道は文学通り武士あるいは騎士の道であり武士がその職分を尽くす時でも、日常 生活でも、日常生活言行いあいても守らなければならない道であって言いかれば武士 の掟であり、武士の階級の漆に伴う。 ”Bushido dalam kesusastraan adalah jalan kesatria, kesatria bertugas untuk melayani setiap saat. Meskipun dalam kehidupan sehari-hari. Dalam menjalani keseharian pun harus menjaga perkataan atau perbuatan sesuai dengan jalan kesatria. Seorang kesatria harus setia seperti pernis cat” Bushido semula berawal dari kebutuhan – kebutuhan praktis para samurai, tetapi setelah masuknya ajaran Konfusionisme, Bushido menjadi suatu landasan nasional bukan hanya sekedar moralitas kaum prajurit. Bellah, 1992 : 90. Ajaran Bushido yang benyak menekankan kesetiaan mutlak pada tuan, mengandung arti bukan hanya kepatuhan pasif tapi juga kepatuhan aktif dengan mewujudkannya melalui sifat-sifat seorang kesatria. Rangkuman sifat tersebut yaitu kesetiaan, yang menjadi tanggung jawab terbesar bagi samurai, bahkan, bila perlu harus mati untuk menunjukkan kesetiaan seorang samurai. Pengabdian serta kesetiaan para Samurai kepada majikan, dalam hal ini dapat berupa Kaisar, Daimyo, atau tuannya, sangat luar biasa. Mereka hidup dengan memberikan pelayanan tanpa mengharapkan kekayaan atau benda-benda. Kejujuran dan kepercayaan sangat dijunjung tinggi sehingga mereka dapat mencapai kehormatan yang merupakan penghargaan tertinggi. Janji untuk mengabdikan diri bagi tuannya menurut Tsunetomo dalam Situmorang 1995 : 24-25 adalah pengertian dari Bushido itu sendiri, janji anak buah kepada tuannya ini, mengandung arti : Universitas Sumatera Utara 41 1. Secara absolut mengutamakan tuan, yaitu kesetiaan mengabdi satu arah dengan mengabdikan jiwa raga terhadap tuan. 2. Menjadi anak buah yang betul – betul dapat diandalkan, yaitu betul-betul melaksanakan sumpah setia kepada tuan. Tsunetomo lebih lanjut mengatakan, anak buah tidak akan memperdulikan apapun selain janjinya kepada tuannya. Janji mengabdikan diri bagi tuannya ini tidak memperdulikan nasehat Saka, Koshi, dan Amaterasu Omikami, walaupun akan jatuh ke neraka, dan mendapat hukuman dari Dewa, tidak ada pilihan lain bagi seorang samurai yaitu hanya untuk mengabdi bagi Tuannya. Lebih lanjut dalam ajaran Shinto, Bushido dibekali dengan ajaran kesetiaan dan patriotisme. Kepercayaan Shinto mengajarkan kesetiaan kepada yang berkuasa, sehinggga dapat menetralkan kemungkinan sifat sombong seorang militer, Sayidiman 1982 : 49 . Kepercayaan Shinto lebih mengutamakan kesetiaan dan kecintaan kepada negara dan Tenno Kaisar. Dalam ajaran Shinto, seorang Kaisar memiliki status yang setara Dewa sementara samurai bertugas untuk mengabdikan dirinya kepada Kaisar dan Daimyo tuan tanah. Pengabdian yang melebihi batas antara hidup dan mati, dan irrasional ini, dapat ditunjukkan pada cerita legendaris, pada zaman Edo yang sangat dikenal masyarakat Jepang, Kisah 47 Ronin, yang menceritakan semangat, keberanian serta pengabdian kesetiaan yang tulus dapat digambarkan melalui para tokoh- tokoh dalam cerita ini. Dalam sub bab berikutnya penulis akan mencoba menganalisa perilaku kesetian para mantan Samurai melaui tokoh Shogun selaku pemimpin, Asano Takumi Naganori dan Oishi Kuranosuke Yoshitaka, yanng Universitas Sumatera Utara 42 kemudian akan berakhir dengan Junshi yang dilakukan ke 47 Ronin sebagai pembuktian kesetiaan mereka pada atasan.

3.2. Kesetiaan Terhadap Shogun