Sistem Ekonomi Feodalisme Zaman Edo

25 2.1.3. Sistem Pendidikan Secara garis besar, sistem pendidikan yang diutamakan pada zaman Edo adalah ajaran mengenai kesetiaan. Kesetiaan ini banyak diajarkan umumnya pada kalangan Bushi atau Samurai, namun dalam kenyataan kehidupan sehari-hari pun unsur kesetiaan ini banyak terwujud pada rakyat biasa. Kesetiaan atau kepatuhan dari bawahan kepada atasan yang banyak diajarkan pada kaum prajurit merupakan prinsip dasar pada ajaran agama Budha, walaupun pandangan beragama pada masyarakat Jepang bersifat Politheisme atau percaya kepada banyak Tuhan, namun Jepang tetap memasukkan unsur agama Buddha ini dalam ajaran mereka Shido, yang kemudian lebih diartikan menjadi sebuah keyakinan atau jalan hidup orang Jepang. Dalam pengajarannya sendiri, pendidikan kesetiaan yang mengambil unsur dari agama Budha yang diajarkan pada prajurit banyak menerapkan adanya Reinkarnasi yaitu suatu kepercayaan bahwa kita akan hidup atau terlahir kembali lagi di dunia setelah meninggal nanti, keyakinan ini sangat diterapkan pada prajurit untuk tidak takut kepada kematian.

2.1.4. Sistem Ekonomi

Pada masa awal pemerintahan Tokugawa Ieyashu dan Hidetada, pendapatan ekonomi banyak didapatkan dari pendapatan daerah yang disebut Gokaku atau lima wilayah yang meliputi : Shinano selatan, Kii Mikawa, Suruga, dan Totomi. Pendapatan ekonomi juga diperoleh dari hasil pertambangan dan keuntungan dari peperangan. Edwin O. Reischauer dalam Usihension 2004:27 mengatakan bahwa zaman ini ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang besar, Universitas Sumatera Utara 26 perdamaian dan stabilitas memungkinkan terjadinya lompatan yang besar dalam produksi pada abad ke 17. Memasuki pemerintahan ke 3 Tokugawa Iemitsu, perekonomian mulai mengalamai kemerosotan yang bukan hanya terjadi pada kalangan Bakufu saja tapi juga di kedaimyoan mengalami hal yang sama. Hal ini dipicu dengan diberlakukannya peraturan Sankin Kotai yaitu peraturan dari Keshogunan yang mewajibkan para Daimyo untuk tinggal selang setahun di Edo, yang membuat para daimyo harus meningkatkan produksi han masing-masing untuk memenuhi kebutuhan hidup selama di Edo, selain itu para Daimyo juga diwajibkan membayar untuk berbagai pembangunan fasilitas umum. Biaya hidup yang semakin membengkak ini, membuat para daimyo memutuskan untuk menaikkan pajak antara 40-60 dari pendapatan petani. Pemikiran dasar dari pajak ini yaitu tidak membiarkan petani sampai mati dan tidak membiarkan sampai hidup kuat Situmorang 1995 : 63. Ketergantungan para Bushi dan Daimyo terhadap pajak dari para petani ini terdapat pada salah satu kutipan Reischauer dalam Usihension2004:29: ”Samurai yang pendapatannya terikat pada beras dari pajak pertanian, makin jatuh dalam hutang pada pedagang kota. Keadaan ini menggerogoti seluruh sistem Tokugawa yang telah dibagi menjadi empat. Pemerintahan Shogun berusaha untuk mengembalikan utang kelas berkuasa yang semakin lama semakin bertambah dengan mengurangi pengeluaran, termasuk gaji kepada para pembantunya dan menetapkan Undang-Undang hidup mewah serta pembatasan kepada para pedagang. Dalam keadaan putus asa, mencoba memonopoli dagang tetapi semua itu sia -sia ”. Walaupun secara garis besar kehidupan para Bushi dan Daimyo mengalami kesulitan namun pemerintahan masih memperoleh pemasukan dari Universitas Sumatera Utara 27 para pedagang yang kehidupannya lebih baik. Dengan demikian kehidupan perekonomian pada zaman ini dapat dikatakan maju karena tidak ada perang, petani memang diharuskan bekerja sekuat tenaga, tapi keberhasilan dalam bidang perdagangan dapat menaikkan tingkat perekonomian pada saat itu.

2.2. Konsep Junshi dan Pemikiran Mengenai Junshi