C. Dampak Negatif Dalam Industri Jasa Penerbangan
1. Mematikan Pesaing
Sedikitnya 17 perusahaan maskapai penerbangan berjadwal di Indonesia telah menghentikan aktivitasnya pada Juni 2009 mendatang. Hal tersebut terkait ketentuan
tentang pengoperasian pesawat udara seperti yang tertuang dalam Peraturan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 25 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Angkutan Udara. Maskapai-maskapai itu antara lain Golden Air, Asia Avia Megatama, Bali International Air Service, Eka Sari Lorena Airlines, Star Air, Air
Paradise International, Indonesian Airlines Avi Patria, Bayu Indonesia, Bouraq Indonesia, Seulawah NAD Air, Top Sky International, Jatayu Gelag Sejahtera, Efata
Papua Airlines, Deraya, Pelita Air Service, Eagle Transport Services, serta Adam Skyconnection Airlines.
157
Menurut Direktur Angkutan Udara Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Departemen perhubungan Tri Sunoko, mengatakan, sejak 25 Juni 2009, maskapai-
maskapai itu tidak lagi beroperasi di penerbangan reguler berjadwal. Mereka ada yang beralih ke penerbangan carter karena keterbatasan pesawat, atau memang
karena tidak mampu lagi beroperasi. Berhentinya aktivitas maskapai itu dari daftar maskapai penerbangan berjadwal bukan karena izin operasi yang dicabut. Tetapi
mereka berhenti dengan sendirinya karena tidak mampu merealisasikan ketentuan itu. Izin operasinya membeku secara otomatis. Kendati demikian, masih ada pula
maskapai yang tetap bertahan meski dengan sejumlah pesawatnya berada di bawah
157
http:www.indonesia.go.ididindex.php?option=com_contenttask=viewid=962, diakses terakhir tanggal 11 November 2009.
Universitas Sumatera Utara
ketentuan aturan tersebut. Di antaranya adalah Linus Airways, Express Air, Kartika Airlines dan Indonesia Air Transport.
158
Total maskapai penerbangan berjadwal di Indonesia saat ini berjumlah 15 perusahaan yang menerbangi 169 rute dan kota terhubung sebanyak 83 kota.
Perusahaan-perusahaan maskapai penerbangan berjadwal yang merasa tidak mampu memenuhi persyaratan tersebut dihimbau untuk melakukan merger penggabungan
usaha dengan perusahaan lain agar tetap bisa eksis. Pilihan lainnya adalah beralih ke penerbangan carter.
159
Selain 17 perusahaan maskapai berjadwal, ada 13 maskapai penerbangan tidak berjadwal carter dipastikan juga akan melakukan stop operasi pada waktu
yang sama. Yaitu Bali International Air Service, Numan Avia Indopura, Buay Air Service, Prodexim, Aviasi Upata Raksa Indonesia, Adi Wahana Angkasa Nusantara,
Daya Jasa Transindo Pratama, Nusantara Air Charter, Sky Aviation, Love Air Service, Pegasus Air Services, Janis Air Transport, dan Air Maleo. Tri Sunoko
menambahkan, aturan tentang kepemilikan pesawat tersebut juga menjadi bagian dari Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan UU Penerbangan.
Yakni di mana-mana setiap maskapai diwajibkan mengoperasikan 10 pesawat. Lima pesawat wajib milik sendiri oleh maskapai yang bersangkutan dan sisanya boleh hasil
sewa.
160
158
Ibid.
159
Ibid.
160
http:www.dephub.go.ididindex2.php?module=newsact=viewid=NzQx, diakses terakhir tanggal 11 Desember 2009.
Universitas Sumatera Utara
Terkait dengan diterbitkannya peraturan Keputusan Menteri yang baru tersebut, pihak Departemen Perhubungan saat ini sedang mengumpulkan beragam
masukan dari pelbagai pihak untuk merevisi KM Nomor 25 Tahun 2008 tersebut. Baik dari operator, INACA, hingga masyarakat pengguna transportasi udara dimintai
masukan atau Daftar Inventaris Masalah DIM untuk menyempurnakan KM Nomor 25 Tahun 2008 itu sehingga bisa lebih implementable.
Berdasarkan data di Deparetemen Perhubungan, beberapa maskapai yang memiliki Surat Izin Usaha Penerbangan SIUP dan Air Operator Certificate AOC
atau izin operasi namun tidak beroperasi, di anataranya PT. Bouruq Indonesia yang berhenti beroperasi sejak 25 Juli 2005, PT. Indonesia Airlines Avi Patria, PT. Bayu
Indonesia berhenti beroperasi sejak 17 Februari 2004, PT. Star Air 3 Oktober 2005, PT. Jatayu Gelang Sejahtera sejak Februari 2006, PT. Asia Avia Mega Tama sejak
Maret 2004, PT. Bali International Service Pertengahan April 2005, PT. Seulawah NABD Air sejak tanggal 8 April 2003, PT. Air Paradise International sejak tanggal
23 November 2005, PT. Top Sky International sejak tanggal 19 Juli 2006
161
. Beberapa dari maskapai penerbangan yang berhenti beroperasi tersebut tidak berhenti
selamanya akan tetapi berhenti hanya sementara untuk mendapatkan investor baru, misalkan Star Air yang kabarnya telah mendapat 10 investor baru.
162
Berhentinya operasi beberapa maskapai tersebut selain karena kalah bersaing dengan maskapai lain juga dikarenakan kenaikan harga avtur yang sebelumnya tidak
161
“Dephub Cabut 10 izin Penerbangan”, Jawa Pos, tanggal 15 Februari 2007, hal. 7.
162
“Airline Nasional Masih Optimis”, Angkasa, No. 10 Juli 2005 Tahun XV, hal. 14.
Universitas Sumatera Utara
diprediksi oleh maskapai penerbangan tersebut.
163
Akan tetapi jika maskapai menerapkan dalam persaingan bisnis penerbangan dengan menggunakan LCC murni
seperti yang diterapkan di Ryanair, maka tidak akan saling mematikan usaha pesaing tetapi malah menambah gairah dari maskapai-maskapai yang ada untuk lebih
meningkatkan pelayanan, menambah armada dan menambah jumlah rute yang akan diterbangi, misalnya di Indonesia Lion Air mendekati LCC murni berencana
mendatangkan 60 Boeing B737-900ER senilai USD 3,9 miliar atau hampir Rp.36 triliun dan telah mengoperasikan pesawat barunya sejak bulan Agustus 2007.
164
2. Adanya Barrier to Entry