diprediksi oleh maskapai penerbangan tersebut.
163
Akan tetapi jika maskapai menerapkan dalam persaingan bisnis penerbangan dengan menggunakan LCC murni
seperti yang diterapkan di Ryanair, maka tidak akan saling mematikan usaha pesaing tetapi malah menambah gairah dari maskapai-maskapai yang ada untuk lebih
meningkatkan pelayanan, menambah armada dan menambah jumlah rute yang akan diterbangi, misalnya di Indonesia Lion Air mendekati LCC murni berencana
mendatangkan 60 Boeing B737-900ER senilai USD 3,9 miliar atau hampir Rp.36 triliun dan telah mengoperasikan pesawat barunya sejak bulan Agustus 2007.
164
2. Adanya Barrier to Entry
Pada kenyataannya semakin menjamurnya maskapai yang menjual tiket murah empat tahun terakhir ini, dari 4 menjadi sekitar 15 pesawat, menunjukkan
tingginya pertumbuhan pesaing baru. Bisnis maskapai penerbangan butuh biaya awal set-up cost yang relatif kecil. Maka, agaknya sulit mendukung argumentasi
predatory pricing dalam industri maskapai penerbangan nasional.
165
Pada tahun 2007 baru-baru ini muncul maskapai penerbangan baru yaitu Lorena Air yang dijadwalkan telah beroperasi akhir Mei 2007 hingga sekarang.
166
Selain itu saat ini, sudah ada beberapa maskapai beroperasi baru yang sudah mengantongi SIUP dan AOC, antara lain, Gelatik Air, Golden Air, Papua Indonesia
163
“Persaingan Jasa Penerbangan”, Kompas, tanggal 18 April 2006, hal. 7.
164
“Rami-ramai Perbarui Armada”, Jawa Pos, tanggal 8 November 2006, hal. 14.
165
Arya Gaduh, loc.cit.
166
Ery Marthantini, “Sukses dalam Bisnis Angkutan Bus, Lorena Rambah MaskapaiPenrbangan tahun ini”, JawaPos, tanggal 16 April 2007, hal. 7.
Universitas Sumatera Utara
Airfast. Bahkan ketiga maskapai baru tersebut sudah mendapat izin terbang saat ini.
167
3. Kecelakaan Pesawat
Beberapa pihak menyatakan bahwa adanya kompetisi yang ketat dalam industri penerbangan menyebabkan masing-masing perusahaan berusaha
menawarkan harga yang lebih murah dari pesaingnya. Akibatnya, perusahaan cenderung mengabaikan berbagai faktor keselamatan yang diperlukan dalam suatu
penerbangan untuk memangkas biaya operasi sehingga dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan pesawat.
Hampir semua maskapai penerbangan di Indonesia yang menyandang label LCC bercirikan tarif yang murah dan umumnya memakai pesawat terbang bekas
yang sudah berumur hal ini sangat berbeda dengan konsep LCC murni yang menerapkan LCC di Eropa dengan pesawat yang baru. Beberapa data tentang umur
rata-rata armada pesawat terbang yang digunakan oleh beberapa maskapai penerbangan di Indonesia tercatat sebagai berikut oleh per Januari 2007 sumber Aero
Transport Data Bank, Lion Air 17,7 tahun, AwairIndonesia Air Asia 19.5 tahun, Batavia Air 22,3 tahun, tidak temasuk Airbus A-319, Merpati Nusantara Airlines
22,8 tahun, Sriwijaya Air 24,5 tahun, Mandala Airlines 24,5 tahun
168
. Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 35 tahun 2005 tentang
Pengoperasian Pesawat Udara Kategori Bermesin Jet Untuk Angkutan Udara
167
“Persaingan Keras, tapi Izin Gampang Keluar”, Jawa Pos, tanggal 4 Januari 2007, hal 14.
168
Donna Ch. Asri, loc.cit.
Universitas Sumatera Utara
Penumpang, mengisyaratkan dalam ketentuannya bahwa pesawat udara kategori transport bermesin jet yang dapat dioperasikan di wilayah Republik Indonesia untuk
kegiatan angkutan udara penumpang adalah pesawat udara yang jumlah pendaratannya tidak lebih dari 70.000 kali cycle atau umur pesawat udara tidak
lebih dari 35 tahun.
169
Faktor keselamatan ini tercermin salah satunya dengan melakukan perawatan pesawat dengan tepat dan sesuai dengan kaidah dan aturan yang berlaku. Pada
dasarnya, dengan perawatan yang baik, dengan selalu mengikuti maintenance manual, service dan airworthiness directives serta overhaul berkala, pesawat terbang
berusia tua diyakini masih akan mampu beroperasi melebihi design life goal-nya. Namun, perhatian yang lebih besar memang harus diberikan terhadap pesawat yang
berusia tua tersebut. Untuk menghindari adanya bias tanggung jawab apabila sesuatu, seyogianya,
maskapai penerbangan tidak melakukan perawatan pesawat sendiri kecuali daily maintenance. Untuk melakukan Schedule Maintenance By calender and or Flight
hours dan Un- Schedule Maintenance Major Repair, Minor Repair, On Condition sebaiknya menggunakan jasa MRO seperti Garuda Maintenance Facility GMF,
Merpati Maintenance Facility MMF, dan fasilitas serupa lainnya
170
.
169
Pasal 1 Peraturan Menteri perhubungan Nomor : KM 35 Tahun 2005 tentang Pengoperasian Pesawat Udara Trasnport Bermesin Jet Untuk Angkutan Udara Penumpang.
170
Eddy Budi Setiawan, “Mencermati Kelaikan Terbang Pesawat Tua”, www.Pikiran Rakyat.com, diakses terakhir tanggal 27 November 2009.
Universitas Sumatera Utara
Lion Air misalnya bekerja sama dengan Benghar TNI-AU di Bandung untuk merawat pesawat MD-8290. Bouraq, Bataiva Air, Sriwijaya Air merawatkan
beberapa pesawat Boeing 737 milik mereka di Aircraft Services ACS PT. Dirgantara Indonesia PTDI yang awalnya hanya merawat produksi sendiri. ACS-
PTDI mampu melakukan perawatan untuk Boeing 737 series sejak tahun 2004
171
. Pemeliharaan Pesawat dan Pengawasan Kelaikan Pesawat yang digunakan
LCC atau kadang disebut budget airline umumnya sudah berusia belasan tahun. Sebenarnya faktor usia tidak otomatis menyebabkan berkurangnya tingkat keamanan
safely level pesawat terbang, asalkan semua program perawatan yang disebutkan dalam maintenance manual dilaksanakan dengan benar. Masalahnya, dengan usia
pesawat yang mendekati 20 tahun, biasanya pesawat sudah berpindah tangan beberapa kali.
172
Demikian juga bila pemiliknya adalah lessor perusahaan yang menyewakan pesawat terbang yang sadar kualitas, maka biasanya pesawat disewakan dalam
kondisi siap pakai. Tetapi praktek menunjukkan, tidak semua dokumentasi pesawat yang sudah berusia belasan tahun bisa dilacak tracebale, yang menyebabkan
pemeliharaan serta pengawasan kelaikan lebih sulit. Begitu pesawat terbang itu dioperasikan oleh operator, tanggung jawab sepenuhnya ada di tangan operator
tersebut. Masalahnya akan menjadi lain bila operator berusaha memangkas biaya
171
Ibid.
172
Triyoga Waskita, “Masalah Keamanan Pada Industri Penerbangan Indonesia”, www.gatra.com, diakses terakhir tanggal 27 November 2009.
Universitas Sumatera Utara
untuk bisa bersaing harga karena persaingan yang ketat, bahkan cenderung hancur- hancuran cut-throat competition
173
. Pada dasarnya kecelakaan yang menimpa pesawat terbang dapat disebabkan
antara lain oleh keadaan pisik pesawat atau mesin pesawat, cuaca maupun keadan manusia.
174
Menurut FAA Federal Aviation Administration Amerika Serikat, penyebab kecelakaan penerbangan ada tiga, yang pertama faktor cuaca 13,2, yang
kedua pesawat terbang 27,1, dan yang ketiga manusia pelaku usahanya 66,7
175
. Hasil investigasi Komisi Nasional Keselamatan Transportasi KNKT atas
kecelakaan pesawat Lion Air di Bandara Adisumarno Solo, ada empat faktor penyebab kecelakaan pesawat Lion Air nomor penerbangan LNI 538 pada 30
November 2004 lalu, yang menewaskan 25 orang tersebut, antara lain, Pertama adalah hydroplanig atau akibat tergenangnya landasan. Kedua, angin buritan tail
winds sebesar 13 knots. Ketiga, tertutupnya panel perusak gaya angkat di bagian sayap spolier dan pintu pembalik arah gaya dorong mesin reverser, dan Keempat,
terkoyaknya bagian depan fuselage pesawat karena menabrak antena localizer.
176
Dari hasil investigasi tersebut maka dapat dilihat ada 3 pihak yang sebenarnya ikut terlibat atau bersalah dalam kecelakaan pesawat. Ketiga pelaku itu adalah PT.
173
Ibid.
174
L. Budi Kangramanto, “Masalah Keamanan dan keselamatan Penerbangan Berkenaan dengan UU. No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan”, Yuridika No. 3 Tahun VII Mei-Juni 1992.
175
Udin Silalahi, “Pengawasan angkutan udara dengan angka referensi”, Binis Indonesia, 28 January, 2004.
176
H. Sumaryoto, “Bom Waktu Industri Penerbangan Kita”, Suara Pembaruan Daily, 2 Maret 2005.
Universitas Sumatera Utara
Angkasa Pura sebagai pengelola bandara, Badan Meterologi dan Geofisika sebagai penyedia data cuaca, dan maskapai penerbangan. Adapun beberapa kesalahannya
adalah:
177
1. PT. Angkasa Pura sebagai pengelola bandara, adalah pihak yang bertanggung
jawab atas tersedianya infrasturuktur bandara yang memadai. Tetapi hal itu tidak terdapat di Bandara Adisumarno. Selain genangan air yang menyebabkan
hydroplaning, dan adanya makam dan antena localizer di ujung landasan. Padahal berdasarkan standar RESA Runaway End Safety Area dalam ICAO Annex 14,
seharusnya dalam jarak 150 meter dari ujung landasan harus berupa lahan kosong. Tidak boleh ada bangunan, sungai, dan sebagainya. Persyaratan itu tidak bisa
dipenuhi. Antena localizer berada dalam rentang 140 meter dari ujung landasan;
2. Badan Meteorologi dan Geofisika, juga kurang berprestasi. Dalam laporan
KNKT, disebutkan pilot Lion Air menerima laporan bahwa kecepatan angin saat itu sebesar 8 knot. Namun, setelah dilakukan perhitungan melalui FDR Fligt
Data Recorder, ternyata kecepatan angin buritan tail wind sebesar 13 knot alias 3 knot lebih besar dari standar yang ditetapkan, yaitu 10 knot;
3. Maskapai penerbangan. Bahkan dari sembilan poin rekomendasi, empat di
antaranya ditujukan kepada maskapai. Antara lain, menjadikan prosedur pengoperasian pesawat pada wet runaway sebagai bagian dari memory items hal
yang harus diingat pilot, review terhadap prosedur perawatan pesawat, terutama untuk kesalahan yang terus berulang spoiler dan reverser, hingga saran untuk
me-review design-go-around switches pada pesawat MD-80`series.
Pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan pesawat terbang incidents accidents pada umumnya, Pertama, tanggung jawab utama dan
pertama-tama jelas ada pada operator maskapai penerbangan. Apakah operator sudah menjalankan semua pekerjaan perbaikan dan perawatan dengan benar dan tepat
waktu. Dan memenuhi semua persyaratan tentang kelaikan terbang dari pesawatnya
178
. Kedua, tanggung jawab Pemerintah, dalam hal ini Departemen Perhubungan, punya tugas mengawasi secara menyeluruh mengenai semua fungsi
177
Ibid.
178
Triyoga Waskita, loc.cit.
Universitas Sumatera Utara
yang berkaitan dengan penyelenggaraan transportasi udara yang aman. Organ di Dephub adalah Direktorat Jenderal Perhubungan Udara yang memiliki fungsi
pengawasan dan pembinaan. Hal ini dapat dilihat dari rekomendasi yang dikeluarkan Tim Nasional
Evaluasi Keamanan dan Keselamtan Transportasi EKKT. Rekomendasi tersebut memuat aspek kelembagaan, aspek interaksi antara regulator dengan operator serta
aspek perbaikan sarana dan prasarana. Dari aspek kelembagaan tim EKKT merekomendasikan agar pemerintah melaksanakan pembenahan menyeluruh dalam
organisasi regulator dan Timnas EKKT harus menjadi independen langsung di bawah kendali Presiden. Dari aspek interaksi antara regulator dengan operator ada tiga
rekomendasi, yaitu, peningkatan kredibilitas dan kompetensi personal pengelola regulasi, pembenahan manejemen operator ternsportasi, melikuidasi operator yang
mengabaikan aturan keselamatan. Dari aspek perbaikan sarana dan prasarana ada tiga rekomendasi, yaitu modernisasi peralatan radar dan sarana komunikasi di ATC,
peningkatan kualitas sarana keselamatan penerbangan yang di-installed dalam pesawat terbang serta sarana penanggulangan kecelakaan di bandara, dan
meningkatkan kualitas personel dan sarana keselamatan serta keamanan di bandara udara
179
. Ketiga, PT. Angkasa Pura sebagai pengelola bandara. Hal ini dapat dilihat
dari hasil investigasi Komisi Nasional Keselamatan trasnportasi KNKT atas kecelakaan pesawat Lion Air di Bandara Adisumarmo Solo. Dan kecelakaan yang
179
“Timnas Transportasi Beri 9 rekomendasi”, Jawa Pos, tanggal 16 Maret 2007, hal. 16.
Universitas Sumatera Utara
terjadi di bandara Adi Sucipto Yogyakarta, PT. Angkasa Pura telah memperpanjang landasan sepanjang 300 meter
180
. Jadi, untuk menjaga kelangsungan industri penerbangan nasional, Pemerintah
harus membuat regulasi yang mendorong pelaku usaha bersaing secara kompetitif dan mengawasinya secara ketat untuk menjamin keamanan dan keselamatan
penumpang. Untuk itu, Dirjen Perhubungan Udara harus melakukan pengawasan yang ketat secara reguler terhadap setiap pesawat, apakah pesawat tertentu sudah
dilakukan tes laik terbang atau belum. Daftar kecelakaan pesawat terbang penumpang, penulis membaginya ke
dalam dua kelompok yakni tahun 2000-2007 dan 2007-2009. Daftar kecelakaan yang pernah terjadi di Indonesia dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2007, merupakan
bagian dari salah satu pengabaian bagi maskapai penerbangan di Indonesia terhadap keselamatan dan keamanan pernerbangan dengan tidak melakukan penyehatan
terhadap kelaikan terbang mesin pesawat juga mungkin karena faktor biaya perawatan yang tidak memadai, berikut ini dipaparkan kejadian kecelakaan
penerbangan yang pernah terjadi di Indonesia yaitu:
181
1. Pada tanggal 14 Januari 2002, Lion Air Penerbangan JT-386 adalah sebuah
penerbangan Lion Air dengan pesawat Boeing 737-200 yang jatuh setelah lepas landas di Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru, Riau. Saat itu pesawat
sedang menuju Batam. Tidak ada korban jiwa. Pesawat mengalami kerusakan pada sayap bagian kanan;
180
“Landasan Adi Sucipto diperpanjang”, Jawa Pos, tanggal 11 Maret 2007, hal. 1.
181
http:www.tempointeraktif.comhgperaturan20040412prn,20040412-04,id.html, dan lihat juga di http:pa-in.facebook.comtopic.php?uid=110753488477topic=11785, diakses terakhir
tanggal 16 November 2009.
Universitas Sumatera Utara
2. Pada tanggal 16 Januari 2002, Garuda Indonesia Penerbangan 421 merupakan
pesawat Boeing 737 yang menerbangi jalur Mataram-Yogyakarta-Jakarta. Pesawat melakukan pendaratan darurat di Bengawan Solo. Kecelakaan ini
mengakibatkan seorang pramugari tewas dan melukai 12 penumpang lainnya. Kecelakaan itu terjadi pada pukul 15:05 WIB. Alasan utama kecelakaan pesawat
ini ialah karena dalam keadaan cuaca badai dan mengalami kerusakan mesin. Akibatnya pilot terpaksa mendarat darurat di sungai;
3. Pada tanggal 25 Mei 2002, pesawat DHC 6 milik Trigana Air Service, yang
terbang dari Wamena menuju Enarotali jatuh dipegunungan di Papua. Dua orang crew dan empat orang penumpang tewas;
4. Pada tanggal 3 Juli 2004, Lion Air Penerbangan 332 di Palembang. Kemudian
tanggal 30 November 2004, pesawat MD-82 milik Lion Air dengan kode penerbangan JT 538 tergelincir saat melakukan pendaratan di Bandara
Adisumarmo di Solo dan menewaskan 26 orang. Pesawat tersebut lepas landas dari Jakarta dengan tujuan Surabaya transit di Solo pada pukul 17.00 WIB
sambil membawa 146 penumpang. Menurut penuturan salah seorang penumpang, cuaca pada saat keberangkatan sudah buruk karena adanya hujan besar disertai
petir. Saat pendaratan pada sekitar pukul 18.15 WIB, menurutnya, pesawat terasa seperti tidak dapat dihentikan dan akhirnya masuk ke sawah di bandara sebelum
akhirnya berhenti di dekat kuburan. Pesawat tersebut patah di tengah, tepatnya di bagian tulisan “Lion” pada badan pesawat. Beberapa pengurus Nahdatul Ulama
termasuk Ketua Komisi VIII DPR, KH Yunus Muhammad, juga termasuk penumpang yang meninggal. Berdasarkan hasil investigasi Komite Nasional
Keselamatan Transportasi KNKT, penyebab kecelakaan adalah karena landasan pacu yang tergenang air atau peristiwa yang dikenal sebagai hydroplanning
sehingga pesawat tergelincir dan tidak dapat dikendalikan;
5. Pada tanggal 10 Januari 2005, Lion Air Penerbangan 789 gagal lepas landas dari
Kendari, Sulawesi Tenggara. Tanggal 15 Februari 2005 Lion Air Penerbangan 1641 terperosok di Bandara Selaparang, Mataram, NTB;
6. Tanggal 5 September 2005, Mandala Airlines Penerbangan RI 091 merupakan
sebuah pesawat Boeing 737-200 milik Mandala Airlines yang jatuh di kawasan Padang Bulan, Medan, Indonesia pada 5 September 2005. Kecelakaan ini terjadi
saat pesawat sedang lepas landas dari Bandara Polonia Medan. Pesawat tersebut menerbangi jurusan Medan-Jakarta dan mengangkut 116 orang 111 penumpang
dan 5 awak. Sebelumnya diberitakan pesawat tersebut mengangkut 117 orang namun seorang penumpang ketinggalan pesawat. Penumpang yang selamat
berjumlah 17 orang dan 44 orang di darat yang berada di sekitar jalan Jamin Ginting Padang Bulan, turut menjadi korban. Pada tanggal 12 Oktober 2006,
KNKT menyatakan bahwa menurut hasil penyelidikan, Penerbangan 91 jatuh akibat kondisi flap dan slat alat penambah daya angkat pesawat saat lepas
landas yang tidak turun serta prosedur check list peralatan yang tidak sesuai persyaratan;
Universitas Sumatera Utara
7. Tanggal 4 Maret 2006, Lion Air Penerbangan IW 8987 dari Denpasar-Surabaya
yang membawa 156 orang tergelincir saat mendarat di Bandara Juanda karena cuaca buruk, semua penumpang selamat;
8. Tanggal 5 Mei 2006, Batavia Air Penerbangan 843 jurusan Jakarta-Ujung
Pandang-Merauke setelah beberapa saat mengudara pilot meminta balik ke bandara, pada saat mendarat ban pecah dan pesawat tergelincir di landasan pacu
Bandara Soekarno Hatta, 127 penumpang selamat, 4 orang luka-luka;
9. Tanggal 5 Mei 2006, Pesawat Twin Otter milik Trigana Air Service dengan 9
penumpang pejabat pemerintah daerah Puncak Jaya, Papua dan 3 awak jatuh dan menewaskan semua penumpangnya. Pesawat diduga menabrak dinding gunung;
10. Tanggal 1 Januari 2007, Adam Air sekarang sudah ditutup Penerbangan KI-574
adalah sebuah penerbangan domestik terjadwal Adam Air jurusan Surabaya- Manado, yang sebelum transit di Surabaya berasal dari Jakarta, yang hilang dalam
penerbangan. Kotak hitam ditemukan di kedalaman 2000 meter pada tanggal 28 Agustus 2007. Seluruh penumpang dan awak yang berjumlah 102 hilang dan
dianggap tewas. Pada 25 Maret 2008, penyebab kecelakaan seperti yang diumumkan oleh Komisi Nasional Keselamatan Transportasi KNKT adalah
cuaca buruk, kerusakan pada alat bantu navigasi Inertial Reference System IRS, dan kegagalan kinerja pilot dalam menghadapi situasi darurat;
11. Tanggal 7 Januari 2007, Batavia Air Penerbangan 524 dengan tujuan Jakarta dan
membawa 135 penumpang dan 3 bayi gagal lepas landas dari Bandara Depati Amir, Pangkalpinang karena kerusakan di roda ketika pesawat bergerak di
landasan pacu. Akibatnya pesawat berjalan degan olengmiring;
12. Tanggal 17 Januari 2007, Mandala Airlines Penerbangan 660 tujuan Jakarta-
Makassar-Ambon terpaksa kembali ke Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng. Pesawat ini sempat mengudara 30 menit namun kemudian diketahui mengalami
kerusakan roda;
13. Tanggal 17 Januari 2007, Batavia Air Boeing 737-400 rute Manado-Balikpapan-
Jakarta dengan 147 penumpang dengan empat pramugari gagal melanjutkan perjalanan karena satu roda pesawat rusak;
14. Tanggal 21 Februari 2007, Adam Air Penerbangan KI 172 merupakan pesawat
Boeing 737 yang menerbangi jalur Jakarta-Surabaya. Pesawat melakukan pendaratan keras di Bandara Juanda. Kecelakaan ini mengakibatkan bagian
tengah badan pesawat patah. Akibat dari kecelakaan ini jadwal penerbangan sempat terganggu dan seluruh Boeing 737-300 milik Adam Air sudah sempat
dilarang terbang untuk inspeksi lebih lanjut olah KNKT;
15. Tanggal 7 Maret 2007, Garuda Indonesia Penerbangan GA-200 adalah sebuah
penerbangan dari maskapai penerbangan Garuda Indonesia jurusan Jakarta- Yogyakarta, yang meledak ketika terperosok saat melakukan pendaratan pada
tanggal 7 Maret 2007 pukul 06:55 WIB di Bandar Udara Adi Sutjipto Yogyakarta setelah lepas landas dari Bandar Udara Soekarno-Hatta Cengkareng, Jakarta
pukul 06:00 WIB. Pesawat ini membawa 133 orang penumpang, 1 orang pilot, 1 orang copilot, dan 5 awak kabin. Pilot pesawat adalah Kapten Marwoto Komar.
Universitas Sumatera Utara
Jumlah korban tewas adalah 22 orang 21 penumpang dan 1 awak pesawat. Beberapa tokoh Indonesia juga ikut dalam penerbangan ini antara lain yaitu Ketua
Umum PP Muhammadiyah Dien Syamsuddin luka ringan, kriminolog Adrianus Meliala luka, dan mantan rektor UGM Yogyakarta Prof Dr. Kusnadi
Hardjosumantri meninggal. Pesawat tersebut juga membawa 19 warga negara asing antara lain dari Jepang, Brunei Darussalam dan 8 orang warga Australia
yang merupakan rombongan jurnalis yang akan meliput kunjungan Menteri Luar Negeri Australia Alexander Downer di Yogyakarta. Saksi mata mengatakan api
dipicu dari meledaknya ban depan saat mendarat sehingga menjalar ke badan pesawat. Dilaporkan pula bahwa badan pesawat terbelah memanjang dari bagian
kabin hingga ekor pesawat, sementara salah satu sayap pesawat pecah dan terbelah;
16. Tanggal 12 Maret 2007, Batavia Air Penerbangan 200 dengan tujuan Jakarta batal
berangkat dari Bandar Udara Tjilik Riwut di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Seorang penumpang mengaku mendengar ledakan keras yang diduga dari bagian
mesin saat pesawat telah melaju sekitar 500 meter di landasan pacu bandara. Pilot mengerem pesawat, lalu pesawat kembali ke apron;
17. Tanggal 23 Maret 2007, Merpati Nusantara Airlines Boeing 737-300 pecah kaca
depannya dalam penerbangan dari Denpasar ke Kupang. Pesawat dengan 96 penumpang mendarat dengan selamat di Kupang, namun penerbangan kembali ke
Jakarta harus ditunda; dan
18. Tanggal 19 April 2007, Trigana Air Fokker 27 melakukan pendaratan darurat di
ujung bandara Wamena, Papua, setelah salah satu bannya pecah. Tidak ada korban yang meninggal.
Untuk daftar kecelakaan penerbangan pesawat udara dari tahun 2007 sampai tahun 2009 tercatat masih sangat rawan mengancam keselamatan penumpang,
peristiwa tersebut adalah:
182
Pada tahun 2007 adalah: 1.
Tanggal 1 Januari, Adam Air Penerbangan 574 dari Jakarta-Manado via Surabaya jatuh di Selat Makassar di ke dalaman lebih dari 2.000 meter.
Semua 102 penumpang dan awak pesawat tewas serta jasad seluruh penumpang dan bangkai pesawat tetap terkubur di dasar laut;
2. Tanggal 7 Januari, Batavia Air Penerbangan 524 dengan tujuan Jakarta dan
membawa 135 penumpang dan 3 bayi gagal lepas landas dari Bandara Depati Amir, Pangkalpinang karena kerusakan di roda ketika pesawat bergerak di
landasan pacu. Akibatnya pesawat berjalan oleng;
182
http:id.wikipedia.orgwikiDaftar_kecelakaan_dan_insiden_pesawat_penumpang, diakses terakhir tanggal 11 Desember 2009.
Universitas Sumatera Utara
3. Tanggal 17 Januari, Mandala Airlines Penerbangan 660 tujuan Jakarta-
Makassar-Ambon terpaksa kembali ke Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng. Pesawat ini sempat mengudara 30 menit namun kemudian diketahui
mengalami kerusakan roda;
4. Tanggal 17 Januari, Batavia Air Boeing 737-400 rute Manado-Balikpapan-
Jakarta dengan 147 penumpang dengan empat pramugari gagal melanjutkan perjalanan karena satu roda pesawat rusak;
5. Tanggal 21 Februari, Boeing 737-300 Adam Air Penerbangan KI 172 dalam
penerbangan dari Jakarta-Surabaya tergelincir saat mendarat di Bandara Juanda,
Surabaya. Pesawat mengalami kerusakan namun semua penumpangnya selamat;
6. Tanggal 7 Maret, Garuda Indonesia Penerbangan GA-200 saat melakukan
pendaratan, 22 orang tewas. Terdiri dari 21 penumpang dan 1 awak kabin; 7.
Tanggal 12 Maret, Batavia Air Penerbangan 200 dengan tujuan Jakarta batal berangkat dari Bandar Udara Tjilik Riwut di Palangkaraya, Kalimantan
Tengah. Seorang penumpang mengaku mendengar ledakan keras yang diduga dari bagian mesin saat pesawat telah melaju sekitar 500 meter di landasan
pacu bandara. Pilot mengerem pesawat, lalu pesawat kembali ke apron;
8. Tanggal 23 Maret, Merpati Nusantara Airlines Boeing 737-300 pecah kaca
depannya dalam penerbangan dari Denpasar ke Kupang. Pesawat dengan 96 penumpang mendarat dengan selamat di Kupang, namun penerbangan
kembali ke Jakarta harus ditunda;
9. Tanggal 19 April, Trigana Air Fokker 27 melakukan pendaratan darurat di
ujung bandara Wamena, Papua, setelah salah satu bannya pecah. Tak ada korban yang jatuh;
10. Tanggal 5 Mei, Kenya Airways Penerbangan 507 dalam penerbangan dari
Abidjan menuju Nairobi via Douala jatuh di sekitar rawa-rawa dekat Douala. Semua 114 penumpang tewas;
11. Tanggal 25 Juni, PMTair Penerbangan 241 jatuh di pegunungan Bukor, di
Provinsi Kampot. 16 penumpang dan 6 awak pesawat tewas; 12.
Tanggal 17 Juli, TAM Linhas Aereas Penerbangan 3054 menabrak sebuah pompa bensin di Bandara Sao Paulo, Brasil ketika mendarat. Semua 176
penumpang tewas dan sedikitnya 40 orang yang berada di darat turut menjadi korban jiwa;
13. Tanggal 20 Agustus, China Airlines Penerbangan 120, sebuah Boeing 737-
800, meledak di Bandar Udara Naha, Okinawa, Jepang. Semua 165 penumpang dan awak pesawat selamat;
14. Tanggal 16 September, One-Two-GO Airlines Penerbangan 269 tergelincir
saat mendarat di tengah cuaca buruk di Bandar Udara Internasional Phuket, Phuket, Thailand. 89 penumpang tewas dan 41 penumpang lainnya selamat;
15. Tanggal 30 November, Atlasjet Penerbangan 4203 jatuh menjelang mendarat
di Isparta, Turki. Menewaskan 50 penumpang dan 7 awak kabin;
Universitas Sumatera Utara
Pada tahun 2008 adalah: 1.
Tanggal 17 Januari, British Airways Penerbangan 38 kecelakaan saat mendarat di London. Seluruh penumpang dan awak yang berjumlah 152
selamat dan 9 lainnya luka-luka;
2. Tanggal 20 Agustus, Spanair Penerbangan 5022 jatuh saat lepas landas di
Madrid. Menewaskan 153 penumpang dari 162 orang; 3.
Tanggal 24 Agustus, Iran Asemian Airlines Penerbangan 6895 jatuh saat lepas landas di Bishkek. Menewaskan 68 penumpang dari 90 orang;
4. Tanggal 27 Agustus-Sriwijaya Air Penerbangan 62 tergelincir saat mendarat
di Jambi dan 13 orang luka; 5.
Tanggal 14 September, Aeroflot Penerbangan 821 jatuh di Perm, Rusia. Menewaskan seluruh penumpang dan awak yang berjumlah 88 orang;
6. Tanggal 8 Oktober, Yeti Airlines Penerbangan 103 jatuh di Gunung Everest,
Nepal. Menewaskan 18 penumpang; Pada tahun 2009 adalah:
1. Tanggal 15 Januari, US Airways Penerbangan 1549 bertabrakan dengan
beberapa burung dan jatuh ke sungai Hudson, namun karena kepiawaian kapten pilot Chesley Sullenberger, pesawat berhasil mendarat mulus dan
mengapung di sungai Hudson. Tidak ada korban jiwa dalam insiden ini;
2. Tanggal 12 Februari,Continental Connection Penerbangan 3407 jatuh di
pemukiman di Clarence Center, New York . 49 penumpang serta 1 orang di atas tanah tewas;
3. Tanggal 1 Juni-Air France Penerbangan 447 jatuh di laut di kedalaman 7.000
meter di Samudera Atlantik. Menewaskan seluruh penumpang dan awaknya yang berjumlah 228 orang;
4. Tanggal 30 Juni, Yemenia Penerbangan 626 jatuh di laut di kedalaman 500
meter di Samudera Hindia. Mengangkut banyak penumpang dan awaknya yang berjumlah 153 orang. 1 orang gadis ditemukan selamat;
5. Tanggal 15 Juli, Caspian Airlines Penerbangan 7908 jatuh di kawasan Iran
barat laut. 153 penumpang serta 15 awak pesawat tewas; 6.
Tanggal 2 Agustus, Merpati Nusantara Airlines berjenis pesawat Twin Otter, hilang di Papua. Seluruh 15 orang tewas;
D. Hubungan antara Jual Rugi Predatory pricing dengan Efisiensi
Jika dilihat strategi predatory pricing ini hanya bisa berlaku jika perusahaan pesaing baru, sulit muncul dan pesaing yang sudah mati sulit bangkit lagi dalam
industri tersebut. Jika tidak, ini adalah strategi bunuh diri. Kalau pesaing baru mudah muncul, atau pesaing lama mudah bangkit lagi, sang predator perlu terus menerapkan
Universitas Sumatera Utara
harga jual-rugi. Semakin lama jual-rugi dilakukan, maka akan semakin dekatlah perusahaan pada kebangkrutan.
Pada hal ini, konsep LCC yang diterapkan merupakan hasil efisiensi tingkat tinggi yang dilakukan maskapai penerbangan. Konsep LCC lebih mengedepankan
pendekatan volume penumpang ketimbang harga. Contoh pendekatan volume penumpang ketimbang harga sebagai berikut:
183
Kondisi 1: Harga tiket penerbangan untuk Jakarta-Surabaya sesuai tarif referensi
pemerintah Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 36 Tahun 2005 adalah Rp.303.000, dengan harga tersebut tingkat reservasipemesanan tiket
satu kali rute penerbangan adalah 50 jadi ada 75 penumpang misalnya jumlah kursi dalam pesawat ada 150 kursi, maka pemasukan yang dipeloreh
adalah Rp.303.000,- x 75 = Rp.22.725.000,- Kondisi 2 :
Harga tiket penerbangan untuk Jakarta-Surabaya dijual oleh Airlines yang menerapkan LCC sebesar Rp.250.000,- dengan harga yang lebih murah tersebut
menyebabkan tingkat reservasipemesanan tiket menjadi 80 atau 120 penumpang, maka pemasukan yang dipeloreh adalah Rp.250.000,- x 120 =
Rp.30.000.000,- Dengan melihat hal di atas, dengan biaya produksi yang sama, yang harus
dikeluarkan untuk menerbangkan satu rute pesawat tersebut, maka terlihat jelas
183
Wawancara dengan SalesMarketing Executive Air Asia di Medan, Oktober 2009.
Universitas Sumatera Utara
bahwa konsep LCC lebih menguntungkan dan tidak perlu melakukan predatory pricing, karena mengedepankan pendekatan volume itulah maskapai penerbangan
yang menerapkan LCC memiliki kunci sukses untuk menggaet lebih banyak penumpang, antara lain
184
: 1.
Menyediakan sarana transportasi. Bukan kenyamanan, makanan, atau hal lain yang tidak penting.
2. Mengurus sendiri bagasi penumpang. Tidak melibatkan perusahaan jasa.
3. Tersedia akses darat yang baik di bandara. Baik itu akses jalan raya maupun
kereta api. 4.
Memiliki rute penerbangan ke kota utama berpopulasi padat. 5.
Menggunakan satu tipe pesawat. 6.
Keselamatan tetap menjadi prioritas utama. 7.
Murah senyum, murah tiket. 8.
Menyajikan jadwal penerbangan yang tetap dengan perilaku bisnis. 9.
Menghindari transit atau penumpang menginap. 10.
Punya frekuensi penerbangan yang tinggi. Kesepuluh hal tersebut dilakukan secara terus-menerus dan tersistematis
sehingga meskipun tidak memberikan pelayanan full service tetapi penumpang merasa puas sehingga nantinya semakin banyak penumpang yang digaet. Indikasi
adanya penurun harga tidak selamanya merupakan predatory pricing tetapi merupakan strategi pelaku usaha. Misalnya dengan meningkatkan jumlah produksi
dan menurun biaya produksi yang berarti efisiensi dalam produksi, sebuah perusahaan dapat meyakinkan pesaing-pesaingnya bahwa perusahaan tersebut mampu
mempunyai biaya produksi yang lebih rendah, sehingga menyebabkan perusahaan- perusahaan tersebut untuk meninggalkan pasar karena sangtlah tidak menguntungkan
bagi mereka untuk terus bersaing, fenomena ini disebut sebagai isyarat biaya
184
“Low-Cost Airline Antara Kekhawatiran dan Peluang”, Angkasa, No. 8 Mei Tahun XIV, hal. 13.
Universitas Sumatera Utara
murah.
185
Dengan menetapkan harga secara agresif, perusahaan tersebut dapat mengusir pesaing dan pesaing yang tidak efisien akan mati sendiri. Perusahaan yang
telah ada mendapat reputasi sebagai perusahaan yang kuat serta memiliki brand image yang kuat di mata konsumen, hal ini bisa mencegah perusahaan lain untuk
masuk pasar. Selain karena pelaksanaan efisiensi yang ketat, seperti yang talah dijelaskan
penulis sebelumnya, maka terdapat beberapa alasan yang mendasari murahnya tiket angkutan udara, antara lain:
186
1. Biaya sumber daya manusia. Semakin besar ukuran suatu maskapai
penerbangan, semakin besar biaya yang harus ditanggung perusahaan. Sehingga perlu pemisahan antara kegiatan utama core business dan
tambahan non core business. Kegiatan non core business dapat langsung dialihkan menjadi lembaga profit centre;
2. Terjadi ketidakseimbangan mengenai alat produksi antara maskapai lama
yang biasanya terdiri dari perusahaan besar seperti Garuda dan Merpati dengan maskapai baru. Maskapai penerbangan yang lama memasukkan
pesawat pada unsur investasi, sedangkan operator baru memasukkan pembiayaan pesawat jauh labih murah, karena setelah tragedi WTC World
Trade Center harga sewa pesawat turun mencapai hanya 30 dari harga normal. Misalnya harga pesawat Boeing 737-200 dalam kondisi normal
mencapai US 50.000 per bulan; dan
3. Berkaitan dengan biaya pemeliharaan maintenance, yang sangat dipengaruhi
oleh tipe pesawat. Faktor ketiga ini haruslah distandarisasikan untuk menhitung harga pokok.
Di samping itu, pengaruh harga bahan bakar pesawat avtur juga mendukung penurunan tarif pesawat. Perbedaan harga avtur saat sebelum dan sesudah perang di
Irak cukup besar, yakni mencapai 25, sehingga perusahaan penerbangan dapat lebih efisien.
185
“Predatory Pricing”, www.wikipedia.org.id, diakses terakhir tanggal 16 November 2009.
186
A.M. Tri Anggraini II, Op. cit, hal. 338-339.
Universitas Sumatera Utara
Jadi, menjual harga yang rendah belum tentu predatory pricing, hal tersebut bisa saja merupakan harga perkenalan dari suatu produk baru yang dijual di pasar,
harga perkenalan tersebut hanya untuk sementara sampai ke saat dimana pelaku usaha yang bersangkutan menetap di level tertentu atau hal mana tidak jarang terjadi
dipaksa keluar lagi dari pasar yang bersangkutan. Atau berhubungan dengan penjualan mendesak barang yang tidak tahan lama
187
. Jika melihat pasar angkutan udara niaga domestik di Indonesia, maka pasar
angkutan udara niaga domestik merupakan pasar yang kompetitif, karena memenuhi karakteristik pasar yang kompetitif dimana karakteristik pasar yang kompetitif
tersebut adalah sebagai beikut
188
: 1
Terdapat banyak pembeli dan penjual; 2
Tidak satupun perusahaan sangat besar sehingga tindak tanduk dari hanya suatu perusahaan tersebut dapat mempengaruhi harga di pasar;
3 Produk di pasar cukup homogen, dimana setiap produk sanggup menjadi
substitusi bagi yang lain; 4
Tidak terdapat penghalangan untuk memasuki pasar barrier to entry; 5
Kemampuan untuk meningkatkan produksi tidak ada rintangan; 6
Produsen dan konsumen mempunyai informasi yang lengkap mengenai faktor-faktor yang relevan tentang pasar;
7 Keputusan yang diambil oleh produsen dan konsumen bersifat individual dan
tidak terkoordinasi antar sesama produsen maupun konsumen.
Dengan melihat penjelasan tersebut di atas maka terlihat jelas bahwa sampai saat ini tidak ada kegiatan predatory pricing dalam industri jasa penerbangan
domestik di Indonesia. Penurunan tarif yang luar biasa tersebut juga talah membuka tabir atas pemberlakuan tarif selama ini. Tarif yang menggambarkan begitu besarnya
187
Knud Hansen et al., Op. cit., hal. 306.
188
Munir Fuady., Op.cit., hal. 23.
Universitas Sumatera Utara
perolehan keuntungan pemain lama, ternyata secara tidak langsung juga menyiratkan inefisiensi dari operasionalisasi maskapai tersebut. Dengan demikian, kehadiran
persaingan telah memaksa setiap maskapai untuk beroperasi secara lebih efisien agar dapat bertahan, sehingga konsumen dapat menikmati ketersediaan berbagai alternatif
jasa penerbangan di pasar transportasi udara. Persaingan adalah arena adu strategi pelaku usaha, dimana tarif merupakan
salah satu variabelnya. Pasarlah yang menentukan siapa yang terbaik di antara pelaku usaha. Di sinilah proses seleksi berlangsung, dimana efisiensi merupakan faktor
penentu berhasil tidaknya pelaku usaha dalam seleksi tersebut. Kalau pelaku usaha tidak mampu bersaing melalui tarif yang rendah, maka sebaiknya beralih ke strategi
lain seperti difrensiasi produk.
189
Sekarang kompetisi telah menjadi model yang ampuh untuk mengikis efisiensi. Karena tarif merupakan bagian dari strategi bersaing
pelaku usaha dalam meraih pasar maka tarif murah adalah cermin keberhasilan efisiensi pelaku usaha yang dapat menjadi keunggulan bersaing competitive
advantage.
190
Persaingan usaha yang terjadi dalam angkutan udara adalah sebuah manfaaf nyata mekanisme yang diserahkan kepada pasar. Efisiensi pada angkutan udara
akhirnya akan menjadi pemicu angkutan lain untuk terus membenahi diri, serta meningkatkan efisiensi dan kualitas layanan kepada publik. Justru penerapan tarif
189
Taufik Ahmad, “Batas Minimum Tarif dalam Persaingan Usaha”, Kompetisi, September 2005, hal. 5.
190
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
referensi malah akan menghentikan upaya pembenahan pasar di sub-sub sektor angkutan lainnya.
191
Dengan melakukan efisensi di berbagai bidang dan menggunakan strategi pendekatan jumlah penumpang bukan harga serta meningkatkan mutu pelayanan
maka maskapai penerbangan yang menggunakan LCC tetap bertahan dalam industri penerbangan di Indonesia tanpa melakukan predatory pricing meskipun menjual tiket
di bawah tarif referensi yang ditetapkan Departemen Perhubungan.
191
Setya Yudha Indraswara, Loc.cit.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA TERHADAP
PELAKSANAAN LOW COST CARRIER DALAM INDUSTRI PENERBANGAN
A.
Pengaturan Harga Tiket oleh Departemen Perhubungan
Dalam rangka mewujudkan visi dan misi serta tujuan dari Direktorat Jendral Perhubungan Udara Departemen Perhubungan, yaitu Memenuhi standar keamanan,
keselamatan penerbangan dan pelayanan serta terjaminnya kualitas pelayanan, keselamatan, keamanan, kenyamanan dan kepastian hukum dalam penyelenggaraan
transportasi udara. Maka sejak tanggal 10 Juni 2005 Departemen Perhubungan secara resmi mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 36 Tahun 2005
tentang Tarif Referensi Untuk Penumpang Angkutan Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi, yang telah merubah SKEP Dirjen Hubud Nomor Skep35IV2003
tertanggal 22 April 2003, dengan melampirkan daftar tarif referensi yang berdasarkan perhitungan biaya operasi pesawat Boeing B737-400
192
. Peraturan Menteri tersebut dikeluarkan untuk menjawab kekhawatiran masyarakat akan menurunnya
kemampuan maskapai penerbangan dalam memenuhi aspek-aspek keamanan, keselamatan, dan pelayanan akibat perang tarif yang ditandai dengan harga tiket
ekonomi jauh lebih rendah di bawah tarif batas atas yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 9 Tahun 2002 tentang Tarif Penumpang Angkutan
Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi yang juga dapat digunakan
192
“Airline Nasional Masih Optimis”, Angkasa, No. 10 Juli 2005, Tahun XV, hal. 33.
Universitas Sumatera Utara
untuk menilai apakah suatu maskapai penerbangan menjual tiketnya dengan harga yang wajar atau tidak.
Tarif referensi merupakan instrumen kebijakan yang dikeluarkan Dephub tersebut, selain untuk melaksanakan strategi Direktorat Jendral Perhubungan Udara
Departemen Perhubungan, yaitu Menciptakan iklim usaha jasa angktan udara dalam persaingan sehat dan kondusif dalam rangka menciptakan industri penerbangan yang
efisien, efektif dan kompetitif dalam rangka global serta mempunyai kelangsungan hidup jangka panjang dan juga untuk mengatasi perang tarif angkutan udara yang
terjadi saat ini agar tetap terjaga dalam koridor yang normal. Artinya, dengan tarif referensi ini pihak Pemerintah bisa lebih berperan dalam mengontrol operator
penerbangan domestik, terutama menyangkut hal keselamatan dan pelayanan penerbangan. Selain itu, tarif referensi menjadi patokan tarif bagi operator
penerbangan domestik berjadwal dalam negeri untuk kelas ekonomi dan merupakan alat bagi Departemen Perhubungan untuk menjaga agar tarif penumpang yang
ditetapkan maskapai penerbangan tidak melanggar komponen keamanan terbang. Tarif referensi antara lain mencakup komponen ongkos perawatan pesawat, asuransi,
pilot, manejemen, dan Pajak Pertambahan Nilai PPN. Adapun tarif batas atas adalah tarif maksimum yang ditetapkan Pemerintah untuk melindungi konsumen
193
. Menurut Departemen Perhubungan penetapan tarif Referensi semacam itu
perlu, demi membuat iklim yang kondusif untuk persaingan usaha yang lebih sehat
193
“Maskapai Tinggalkan Konsep Terbang Murah”, Op. cit.
Universitas Sumatera Utara
dan memperbaiki pelayanan yang lebih baik pada penumpang
194
. Selain itu agar pengusaha maskapai penerbangan tidak membanting harga serendah mungkin cuma
untuk menarik penumpang perang tarif. Bila harga terendah sudah ditetapkan, dan bergeser pada faktor pelayanan dan keselamatan penumpang. Karena dalam
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 9 Tahun 2002 tentang Tarif Penumpang Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi hanya ditetapkan
mengenai tarif batas atas dan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 8 Tahun 2002 tentang Mekanisme Penetapan dan Formulasi Perhitungan Tarif Penumpang
Angkutan Udara hanya mengatur komponen-komponen untuk merumuskan harga tiket penerbangan, sehingga sebelum berlakunya tarif referensi tersebut maskapai
penerbangan menetapkan harag secara bebas sehingga memunculkan persaingan usaha tidak sehat.
Tarif referensi ini bukan merupakan batas bawah, tetapi tarif referensi merupakan indikator harga yang wajar. Yang bertujuan menjaga iklim persaingan
tetap sehat. Bila ada maskapai penerbangan yang menetapkan tarif di bawah referensi maka Departemen Perhubungan akan melakukan audit, untuk mengetahui apakah
maskapai penerbangan bersangkutan tidak melakukan praktik jual-rugi ataupun mengurangi biaya perawatan pesawat. Audit ini akan dilakukan oleh Dinas Sertifikasi
dan Kelaikan Udara DSKU serta hasilnya akan diinformasikan pada Komisi
194
“Airline Nasional Masih Optimis”, Op. cit.
Universitas Sumatera Utara
Pangawas Persaingan Usaha KPPU
195
. Artinya, maskapai penerbangan yang melanggar angka referensi tidak dikenai sanksi berdasarkan UU Persaingan Usaha.
Sesuai dengan namanya angka referensi, maka hanya dijadikan referensi, dan tidak mengikat KPPU. Hal ini dikarenakan 2 hal, yaitu karena:
Pertama, angka referensi dimaksud Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 36 Tahun 2005 hanyalah referensi atau acuan bagi maskapai penerbangan untuk
menentukan harga tiket. Kedua, Pasal 1 angka 9 Peraturan KPPU Nomor 1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penanganan Perkara di KPPU mendefinisikan bahwa
pelanggaran adalah perjanjian danatau kegiatan danatau penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan praktek monopoli danatau persaingan usaha
tidak sehat. Karena itu, dalam memeriksa perkara pelanggaran angka referensi, KPPU tidak terikat harus tunduk pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 36
Tahun 2005. KPPU memiliki keleluasan menilai, apakah suatu peraturan yang menjadi dasar pengaduan mendukung persaingan usaha atau justru sebaliknya.
Menurut Departemen Perhubungan Tarif Referensi ini berbeda dengan penetapan tarif batas atas penerbangan, yang apabila melanggar akan langsung
mendapat sanksi, setiap maskapai penerbangan boleh menjual tiketnya di bawah harga referensi, asal bisa membuktikan telah memenuhi standar keamanan dan
keselamatan penerbangan.
196
195
Pasal 5 dan pasal 7 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 36 Tahun 2005 tentang Tarif Referensi untuk Penumpang Angkutan Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi.
196
“Dephub Terapkan Acuan Tarif Penerbangan”, www.Tempointeraktif.com, diakses terakhir tanggal 16 November 2009.
Universitas Sumatera Utara
Peraturan Menteri perhubungan Nomor KM 36 Tahun 2005 tentang Tarif Referensi untuk Penumpang Angkutan Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas
Ekonomi tidak bertentangan dengan UU Persaingan Usaha. Karena dua alasan yakni, Pertama, angka referensi merupakan hasil kesepakatan stakeholders pemangku
kepentingan perusahaan yaitu perusahan penerbangan, asosiasi perusahan penerbangan, dan pengguna jasa angkutan udara.
Pembentukan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 36 Tahun 2005 telah melibatkan stakeholders, dan dengan mempertimbangkan fleksibilitas UU
Persaingan Usaha dan pengalaman di negara lain. Sebab, sekedar menyebut contoh, hal serupa angka referensi berlaku di Italia untuk menentukan tarif road hauliers,
yang dalam penetapan tarifnya melibatkan pelaku usaha terkait
197
. Penetapan angka referensi bukanlah interversi murni dari pemerintah sebab, melibatkan penumpang.
Interversi Pemerintah nampaknya tidak dominan. Tetapi lebih sebagai fasilitator yang mengakomodisikan berbagai kepentingan stakeholders. Kemudian, berbagai masukan
tersebut dituangkan dalam suatu produk hukum yang berisi antara lain daftar angka referensi
198
. Meski Pemerintah yang menerbitkan peraturan terkait angka referensi dan
mengawasi pelaksanaannya, namun pengawasan yang dilakukan pemerintah tidak terkait dengan pengawasan antar maskapai penerbangan dalam konteks persaingan
197
Sulistiono Kertawacana, “Angka referensi dalam perspektif hukum persaingan usaha”, www.Bisnisindonesia.com, diakses terakhir tanggal 27 Desember 2009, dikutip dari D G Goyder: E.
C. Competition Law: 1998, hal. 530.
198
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
usaha. Sebab, kewenangan tersebut telah diberikan oleh UU Persaingan Usaha kepada KPPU selaku badan yang independen. Karenanya, jika suatu maskapai
penerbangan menetapkan haraga tiket di bawah tarif yang ditentukan oleh angka referensi, sebagaimana pernah dilakukan oleh Lion Air untuk rute Jakarta-Batam
yang kemudian diprotes oleh maskapai penerbangan lainnya, maka Tim Departemen Perhubungan akan melakukan investigasi terhadap maskapai penerbangan tersebut.
Hasil investigasi itu akan disampaikan kepada KPPU, karena Tim Departemen Perhubungan tidak berwenang menjatuhkan sanksi terkait persaingan
usaha antar maskapai penerbangan. Sebab, Pemerintah hanya mengawasi bidang angkutan udara, keamanan, keselamatan, dan pelayanan penerbangan. Sedangkan
pengawasan KPPU berkaitan dengan persaingan usaha tidak sehat. Kerena berdasarkan Pasal 19 Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 8 Tahun 2002
tentang Mekanisme Penetapan dan Formulasi Perhitungan Tarif Penumpang Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi SK Menhub
Nomor 8 Tahun 2002 bahwa Dirjen Perhubungan Udara Dirhubud melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan SK tersebut.
199
Setidaknya, dengan tarif ini pemerintah akan lebih waspada terhadap teknis operasi penyelenggaraan angkutan udara perusahaan bersangkutan, sekaligus juga
dapat melakukan evaluasi keuangan. Evaluasi keuangan kemudian akan diungkap,
199
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
agar diketahui publik, apakah operasinya yang menggunakan tarif super murah tetap memenuhi keselamatan dan keamanan penerbangan atau tidak.
200
B. Tugas dan Wewenang KPPU
KPPU sebagai lembaga negara komplementer state auxiliary memiliki tugas yang kompleks dalam mengawasi praktek persaingan usaha tidak sehat oleh para
pelaku usaha. Hal ini disebabkan semakin massive-nya aktifitas bisnis dalam berbagai bidang dengan modifikasi-modifikasi strategis dalam memenangkan persaingan antar
competitor.
201
Tugas KPPU diatur dengan jelas dalam Pasal 35 UU Persaingan Usaha. Di dalam Huruf a dikatakan bahwa tugas KPPU adalah melakukan penelitian terhadap
perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli danatau persaingan usaha tidak sehat, seperti oligopoli, diskriminasi harga price
discrimination, penetapan harga price fixingprice predatory, pembagian wilayah market allocation, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, integrasi vertikal,
perjanjian tertutup, dan perjanjian dengan pihak luar negeri. Selanjutnya, dalam Huruf b menugaskan KPPU untuk melakukan penilaian tehadap kegiatan usaha
danatau tindakan pelaku usaha tidak sehat, seperti monopoli, penguasaan pasar dan persekongkolan. Sedangkan dalam Huruf c KPPU ditugaskan untuk melakukan
200
Muhammad Iqbal., “Persaingan Tarif Penerbagan masih Wajar”, www.Balipost.com, diakses terakhir tanggal 16 November 2009.
201
Ade Maman Suherman., “Kinerja KPPU sebagai Watchdog Pelaku Usaha di Indonesia”, www.solisohukum.com , diakses terakhir tanggal 16 Desember 2009.
Universitas Sumatera Utara
penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli danatau persaingan usaha tidak sehat,
yang dapat timbul melalui posisi dominan, jabatan rangkap, pemilikan saham, penggabungan, peleburan dan pengambilalihan. Selain itu, dalam Huruf e dan Huruf
f menugaskan KPPU untuk memberikan saran danatau pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan paraktek monopoli danatau persaingan
usaha todak sehat. Pedoman guideline atau aturan main yang jelas tersebut disusun baik bagi KPPU sendiri maupun bagi pelaku usaha.
202
Mengenai KPPU telah diatur dengan jelas dalam Pasal 36 dan Pasal 47 UU Persaingan Usaha. Secara garis besar, berdasarkan pasal tersebut wewenang KPPU
dapat dibagi dua yaitu, wewenang pasif dan wewenang aktif. Wewenang pasif KPPU yaitu menerima laporan dari masyarakat, danatau dari pelaku usaha tentang dugaan
terjadinya praktek monopoli danatau persaingan usaha tidak sehat. Sedangkan wewenang aktifnya yaitu melakukan penelitian, melakukan penyelidikan,
menyimpulkan hasil penyelidikan danatau pemeriksaan, memanggil pelaku usaha, memanggil dan menghadirkan saksi-saksi, meminta bantuan penyidik, meminta
keterangan dari instansi pemerintah, mendapatkan dan meneliti dokumen dan alat bukti lain, memutus dan menetapkan, serta menjatuhkan sanksi administratif
203
. KPPU berfungsi memeriksa berbagai pihak yang diduga melanggar UU
Persaingan Usaha, memberi putusan dan memberikan sanksi kepada pelaku usaha
202
“Partnership for Business Competition”, Op.cit, hal. 148-149.
203
Ibid, hal. 150.
Universitas Sumatera Utara
yang melanggar, menyusun peraturan pelaksanaan, memberi saran dan pertimbangan kepada pemerintah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan persaingan usaha.
204
KPPU memiliki tugas agar persaingan berlangsung jujur, dan tidak berlaku curang. Tetapi sebaliknya, jika suatu perusahaan penerbangan tidak efisien, maka
perusahaan tersebut otomatis tersingkir dari pasar. Apabila KPPU akan melakukan penyelidikan terhadap perang tarif penerbangan yang tidak sehat, maka KPPU tidak
akan menggunakan pelanggaran terhadap angka referensi. Karena hal itu, tidak cukup untuk pemeriksaan lanjutan, harus cukup bukti, bahwa ada praktek monopoli danatau
persaingan usaha tidak sehat di pasar yang bersangkutan. Setelah Dirjen Perhubungan Udara Dirhubud melakukan audit terhadap
maskapai yang melanggar tarif referensi dan memberikan laporannya pada KPPU, maka Dirhubud dapat sebagai pelapor atau sebagai pemberi informasi saja kepada
KPPU.
205
Kalau sebagai pelapor, maka Dirhubud harus ikut aktif dalam setiap kegiatan pemeriksaan yang dilakukan KPPU untuk memberikan data-data yang cukup untuk
melengkapi pemeriksaan selanjutnya sampai KPPU mempunyai cukup bukti untuk mengambil keputusan. Kalau hanya sebagai pemberi informasi saja, maka
kemungkinan laporan Dirhubud tersebut tidak akan ditindak lanjuti, jadi terjadi praktek monopoli danpersaingan usaha tidak sehat pada pasar yang bersangkutan.
204
“Selayang Pandang”, Katalog KPPU No. 001022001.
205
Udin Silalahi, “Pengawasan angkutan udara dengan angka referensi”, www.Bisnisindonesia .com Selanjutnya disingkat Udin Silalahi I, diakses terakhir tanggal 1
November 2009.
Universitas Sumatera Utara
Untuk menyelidiki apakah suatu maskapai yang menjual tiketnya dengan harga murah melakukan predatory pricing atau tidak, maka KPPU dapat melakukan
pemeriksaan dengan melihat bagaimana kurva dari pada biayanya cost. Pemeriksaan tersebut dilakukan terhadap laporan tahunan. Dengan mengetahui
biayanya maka dapat diketahui apakah harga tersebut dipakai sebagai alat persaingan atau predatory pricing. Kalau sudah diketahui bentuk biayanya maka dapat diketahui
apakah pelaku usaha tersebut menjual dibawah biaya atau menjual dengan profit, sehingga dapat diketahui apakah hal tersebut bersifat sementara atau untuk
mematikan pesaingnya. Karena mempunyai cost yang lebih murah maka pelaku usaha tersebut dapat menekan harga kebawah sehingga murah, akibatnya saingannya
akan gulung tikar.
206
KPPU pernah mensinyalir terjadi praktek persaingan tidak sehat dalam hal LCC yang dilakukan Indonesia Air Asia. Persaingan tak sehat ini ditengarai KPPU
setelah melihat murahnya tarif penerbangan yang dipatok Indonesia Air Asia. Praktek itu diyakini bisa menyebabkan Air Asia menjadi predatory pricing. KPPU
menduga Indonesia Air Asia menggunakan harga subsidi yang bantuannnya berasal dari tour atau hotel
207
. Sehingga dengan harga murah, Air Asia tidak rugi karena itu bukan merupakan harag jual riil.
206
Pande Raja Silalahi., Praktek-Praktek Usaha yang Dilarang, Jakarta: Proceedings, PPH, 2002, hal. 77.
207
Arin Widiyanti., “KPPU Sinyalir Air Asia Lakukan Prektek Persaingan Tak Sehat”, www.Detik .com, selasa, diakses terakhir tanggal 1 November 2009.
Universitas Sumatera Utara
Namun, karena tidak ada satu pun perusahan penerbangan lain yang mengadukan perusahaannya dirugikan oleh tindakan Air Asia, maka KPPU kesulitan
untuk bergerak menyelidiki Air Asia. Kesulitan KPPU adalah harus membuktikan dulu apakah benar harga yang diberi Air Asia telah menjadi predatory pricing bagi
maskapai penerbangan lain. Artinya, Air Asia menjual dengan harga sangat murah, lalu dampaknya mematikan maskapai penerbangan lain. Jadi menentukan apakah Air
Asia melakukan predatory pricing atau tidak harus dilihat dalam jangka waktu lama, kecuali yang paling cepat ada yang melaporkan ke KPPU.
208
Dalam melaksanakan salah satu fungsinya, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 35 huruf e, KPPU dapat dikatakan memiliki kewenangan yang menyerupai
lembaga konsultatif karena salah satu tugas KPPU adalah untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam hal yang berkaitan dengan praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Dalam hal ini KPPU secara langsung berperan dalam pembentukan kebijakan pemerintah khususnya untuk menghindari
kebijakan yang kontra kompetitif yang sering kali tanpa sadar diambil oleh pemerintah, maka KPPU memberikan saran dan keberatan kepada pemerintah
terutama Departemen Perhubungan atas dikeluarkannya Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 36 Tahun 2005 tentang Tarif Referensi untuk Penumpang
Angkutan Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi, yang telah merubah SKEP Dirjen Hubud Nomor Skep35IV2003 tertanggal 22 April 2003 yang tidak
mendukung adanya persaingan usaha dan efisiensi dari pelaku usaha, yang nantinya
208
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
ditakutkan akan mematikan persaingan usaha dalam industri jasa domestik di Indonesia.
C. Keberatan KPPU atas Pengaturan Harga Tiket
KPPU tidak setuju dengan adanya pemberlakuan tarif referensi untuk jasa angkutan pesawat. Menurutnya, batas tarif referensi belum diperlukan dalam bisnis
penerbangan nasional saat ini. Penetapan tersebut hanya akan merugikan konsumen karena dikhawatirkan akan membatasi konsumen sehingga banyak konsumen yang
tidak bisa naik pesawat karena tidak mampu membeli tiket di atas tarif referensi. KPPU menyarankan agara masalah tarif penerbangan diserahkan kepada pasar.
Sebelum penetapan tarif referensi yang ditandatangani Dirhubud tanggal 22 April 2003, KPPU pada tanggal 10 April 2003 telah menyampaikan rekomendasi
kepada Menteri Perhubungan. Inti rekomendasinya adalah agar pemerintah tidak perlu menetapkan tarif referensi atau tarif referensi angkutan penerbangan. KPPU
dalam rekomendasinya jelas menilai bahwa sebenarnya tingkat persaingan pada angkutan udara telah berkembang secara wajar dan sehat, tanpa perlu penerapan tarif
referensi. Dari berbagai diskusi intensif dalam berbagai forum termasuk dengan pengusaha angkutan udara sendiri, ternyata KPPU juga belum menerima satu
pengaduan pun dari pihak-pihak yang mungkin dirugikan.
209
209
Setya Yudha Indraswara., ”Habis Terang Terbitlah tarif”, www.tempoInteraktif.com, diakses terakhir tanggal 1 November 2009.
Universitas Sumatera Utara
Ditetapkannya tarif referensi penerbangan dengan tujuan untuk mencegah obral tarif murah, mengantisipasi persaingan tidak sehat, terjaminnuya aspek
keselamatan, dan menjaga kelangsungan industri penerbangan nesional. Dari tujuan tersebut dapat disimpulkan, dengan penetapan batas tarif referensi, obral tiket murah
dan persaingan tidak sehat dapat dicegah dan keselamatan penumpang terjamin serta kelangsungan penerbangan nasional dapat terjamin maju. Tetapi dalam
kenyataannya penetapan tarif referensi tidak dapat mencapai tujuan yang dimaksud. Alasannya adalah:
210
1. Obral tiket murah dan persaingan usaha tidak sehat tidak dapat dicegahnya;
2. Keselamatan penumpang tidak dapat dijamin; dan
3. Kelangsungan industri penerbangan nasional tidak dapat dijaga.
Justru jika diterapkan tarif referensi akan mendorong terjadinya perang tarif terselubung dalam berbagai bentuk seperti discount prize serta costumer rewards lain
yang dapat menyembunyikan perilaku anti persaingan. Selain itu, akan terjadi sumber daya yang tidak termanfaatkan dan meningkatkan inefisiensi hingga pada akhirnya
memerlukan lebih banyak lagi regulasi untuk membuatnya efektif.
211
1. Keberatan atas Kewenagan Departemen Perhubungan
Persaingan yang sehat di pasar tidak dapat muncul begitu saja tanpa kebijakan persaingan yang baik. Secara positif, kebijakan persaingan itu harus meningkatkan
210
Udin Silalahi., “Menyoal Batas Tarif referensi Penerbangan”, www.siharharapan.com, diakses terakhir tanggal 27 Desember 2009.
211
Anas Syahirul., “Pemerintah Didesak Tetapkan Tarif Pesawat”, www.TempoInteraktif.com, diakses terakhir tanggal 16 November 2009.
Universitas Sumatera Utara
persaingan di tingkat lokal nasional. Secara negatif, kebijakan itu harus mencegah kebijakan atau perilaku yang menghambat persaingan.
Dalam merancang dan menerapkan kebijakan yang menunjang persaingan itu beberapa prinsip dasar perlu diperhatikan oleh regulator, antara lain:
212
1. Kebijakan persaingan harus bersifat nondiskriminatif terhadap pelaku bisnin,
baik pelaku bisnis asing maupun domestik. Kebijakan persaingan berdasar hal-hal yang tidak terkait dengan efisiensi hanya memberi perlindungan pada
perusahaan yang tidak efisien; dan
2. Kebijakan persaingan harus bersifat komprehensif mendukung persaingan
usaha.
Selain mengawasi persaingan di kalangan pengusaha, KPPU juga terus menyorot aneka kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan prinsip-prinsip
dasar persaingan. Kesulitan terbesar KPPU bukan dalam menerapkan prinsip persaingan di kalangan pengusaha, namun resistensi terbesar justru dari kalangan
pembuat kebijakan.
213
Dalam evaluasinya selama enam tahun KPPU bekerja masih banyak kebijakan Pemerintah pusat maupun daerah yang tidak selaras dengan tujuan hukum persaingan
usaha, misalnya dengan kebijakan yang merupakan bentuk intervensi pemerintah terhadap mekanisme pasar yang berjalan. Pemerintah dapat menjadi penghambat bagi
para pelaku usaha yang ingin menerapkan prinsip persaingan melalui berbagai kebijakan yang diterbitkannya. Seringkali Pemerintah tidak menyadari, bahwa
212
Haryo Aswicahyono., “Persaingan Pasar”, www.Kompas.com, diakses terakhir tanggal 16 November 2009.
213
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
kebijakan yang diterbitkannya akan memberikan kemudahan bagi pelaku uasah yang lain, yang sekaligus merugikan pula kepentingan pelaku usaha yang satunya.
Intervensi pemerintah sering merupakan penyebab utama dan terpenting, sehingga mendominasi berbagai persoalan persaingan usaha di tanah air hambatan
substansial. Banyak peraturan yang dikeluarkan pemerintah pusat maupun daerah yang bersipat distorsif. Namun demikian, dampak interversi pemerintah ini harus
dibedakan, apakah akan membuat mekanisme pasar tidak berjalan sebagaimana mestinya atau justru menciptakanmenimbulkan perilaku serta sikap anti persaingan.
Jika ternyata intervensi pemerintah tersebut membuat mekanisme pasar kembali dapat berjalan tidak mengalami stagnasidinamis-kondusif sesuai harapan
kita semuanya. Namun, apabila intervensi pemerintah tersebut justru menciptakan perilaku dan sikap anti persaingan misalnya dengan pemberian hak monopoli,
monopsoni, kartel, diskriminasi harga, penetapan harga maupun persekongkolan tender proyek yang berbau KKN, maka segala bentuk praktek yang menjurus pada
anti persaingan dan berakhir pada terjadinya praktek monopoli akan masuk dalam kewenanganwilayah kerja KPPU.
214
KPPU menilai angka referensi harga jual tiket angkutan udara niaga berjadwal kelas ekonomi bertentangan dengan peratran perundang-undangan. Karena itu,
pemerintah harus meninjau kembali Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 36
214
L. Budi Kagramanto, Op.cit, hal. 104.
Universitas Sumatera Utara
Tahun 2005 yang mengatur masalah angka referensi tarif angkutan udara. Pertentangan tersebut dapat dilihat dari beberapa hal, antara lain:
215
1. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 36 Tahun 2005 dinilai
bertentangan dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 9 tahun 2002 tentang tarif penumpang angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri kelas
ekonomi. Karena dalam Kepmenhub Nomor 9 tahun 2002, pemerintah hanya menetapkan tarif batas atas penerbangan domestik berjadwal kelas ekonomi,
dan tidak menentukan tarif referensinya;
2. Penetapan batas tarif referensi penerbangan tersebut tidak efektif, karena
pengawas pelaksanaannya tidak ada dan hal yang sama sebenarnya sudah diatur oleh Dirjen Perhubungan Udara melalui SK Menhub Nomor KM82002
tentang Mekanisme Penetapan dan Formulasi Perhitungan Tarif Penumpang angkutan udara. Dimana ditentukan bahwa tarif penumpang angkutan niaga
berjadwal dalam negeri kelas ekonomi merupakan tarif jarak, yang didasarkan pada perkalian tarif dasar, jarak terbang, serta dengan memperhatikan faktor
daya beli;
3. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 36 Tahun 2005 dianggap tidak
sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang keamanan dan keselamatan penerbangan, serta Keputusan Menteri perhubungan Nomor
3 Tahun 2001 mengenai law enforcement di bidang kelaikan udara;
4. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 36 Tahun 2005 dinilai
bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan Jo Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1995 yang diubah
dengan PP Nomor 3 Tahun 2000 tentang Angkutan Udara. Dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 disebutkan, pemerintah berhak
menetapkan struktur dan golongan tarif penerbangan dan Pasal 33-35 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 menjelaskan bahwa struktur tarif
pelayanan ekonomi pada angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri terdiri dari Tarif Dasar dan Tarif Jarak, dimana hal ini sudah diatur dalam Keputusan
Menteri perhubungan Nomor 8 Tahun 2002 tentang Mekanisme Penetapan dan Formulasi Perhitungan Tarif Penumpang angkuta udara dan keputusan
Menteri Perhubungan Nomor 9 Tahun 2002 tentang Tarif Penumpang angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri kelas ekonomi. Baik dalam
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 maupun Peraturan Pemerintah tersebut tidak ditentukan bahwa Pemerintah mempunyai kewenangan untuk
menetapkan besarnya tarif penerbangan niaga domestik berjadwal, melainkan hanya mengatur struktur golongan tarif angkutan udara niaga; dan
215
http:www.google.co.idsearch?hl=idsource=hpq=pertentangan+harga“Pertentangan Harga Tarif Angkutan Udara”, diakses terakhir tanggal 11 November 2009.
Universitas Sumatera Utara
5. Peraturan menteri perhubungan Nomor KM 36 Tahun 2005 dinilai
bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Prektik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dalam pasal 5 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999, intinya menerangkan pelanggaran pembuatan perjanjian untuk menetapkan harga atas suatu barang dan jasa yang harus
dibayar konsumen atau pelanggaran pada pasar bersangkutan yang sama. Penetapan tarif referensi tersebut adalah merupakan suatu penetapan harga
yang ditetapkan oleh pihak ketiga pemerintah yang harus ditaati oleh semua maskapai penerbangan domestik. Hal ini tersebut akan merugikan konsumen,
manakala ada perusahaan yang efisien mampu menembus batasan di bawah tarif referensi, tanpa mengenyampingkan pemeliharaan pesawat untuk
keamanan dan keselamatan penumpang. Penurunan harga tiket dimungkinkan karena beberapa hal, yaitu: harga avtur yang menurun, harga sewa pesawat
terbang yang menurun atau kurs mata uang rupiah yang menguat, di samping itu perusahaan kecil mempinyai overhead yang kecil pula, apalagi tidak
memiliki hutang di bank.
Secara teori, kolusi harga adalah bentuk kerjasama antar perusahaan dalam oligopoli menentukan harga untuk memaksimalkan keuntungan industri. Harga yang
dipatok lewat kolusi ini pasti lebih tinggi dari pada harga yang muncul dari mekanisme pasar dan yang harus membayar harga tinggi tersebut adalah konsumen,
karena itu, kolusi harga adalah subsidi konsumen kepada produsen. Umumnya, kolusi sulit terjadi dengan sendirinya. Perusahaan yang lebih efisien akan menjual lebih
murah daripada harga yang ditentukan, dengan harapan menguasai pasar. Oleh karena itulah, kolusi hanya mungkin jika difasilitasi sebuah instusi untuk memaksa
perusahaan mengikuti harga yang ditentukan. Institusi yang ideal untuk ini adalah pemerintah tentunya.
Universitas Sumatera Utara
Peraturan Menteri Permen untuk tarif referensi mencerminkan dukungan pemerintah atas praktik kolusi harga, sebuah praktik persaingan tidak sehat. Maka
wajarlah jika KPPU berkeberatan atas keputusan tarif referensi
216
. Sebenarnya masalah persaingan usaha semata-mata merupakan urusan antar
pelaku-pelaku swasta private economic power dimana negara tidak turut campur. Tetapi mengingat dunia usaha perlu diciptakan level playing field yang sama antar
pelaku usaha maka negara perlu turut campur. Di samping ada pihak lemah yang perlu untuk mendapatkan perlindungan dari negara, yaitu konsumen. Dalam artian
kebijakan pemerintah yang berupa regulasi tersebut harus sesuai dengan tujuan persaingan dan tidak melanggar peraturan perundang-undangan tentang persaingan
usaha. Menurut Departemen Perhubungan, dikeluarkannya Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor KM 36 tahun 2005 untuk melakukan pengawasan terhadap keamanan, keselamatan dan pelayanan angkutan udara melalui angka referensi itu.
Kalau itu tujuannya tidak perlu menggunakan angka referensi, yang harus dilakukan oleh pemerintah dalam upaya menjamin keselamatan penumpang adalah
memperketat izin usaha angkuta udara, dan menetapkan jenis peswat yang diberi izin operasional. Pihak Dirjen Perhubungan Udara seharusnya sudah melakukan hal itu
dari awal pada waktu pemberian izin usaha penerbangan niaga berjadwal, yaitu apakah perusahaan penerbangan tersebut memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan di
216
Arya Gaduh., “Perlunya Mencegah Persaingan Tidak Sehat”, www.CSIS.com, diakses terakhir tanggal 16 November 2009.
Universitas Sumatera Utara
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan, dan apakah pesawat terbak laik terbang atau tidak, kalau
tidak, tentu tidak diberi izin
217
. Pesawat dikatakan laik terbang apabila mempunyai sertifikat perusahaan perawatan pesawat udara yaitu tanda bukti terpenuhinya standar
dan prosedur dalam perawatan pesawat udara, mesin pesawat udara, baling-baling pesawat terbang serta komponen-komponennya oleh suatu perusahaan perawatan.
Dengan menyelenggarakan uniform system of account, report, and record, maka pemerintah akan lebih mudah mengetahui dan menindak tegas maskapai
penerbangan yang melakukan praktik ilegal itu. Juga sistem laporan berkala yang transparan, akan tercipta suatu sistem pengawasan publik, baik terhadap regulator
maupun operator, untuk menjamin berlangsungnya good governence GG dan Good Corporate Governance GCG.
218
Jika dalam audit ada ditemukan maskapai yang terbukti menurunkan standar keselamatan penerbangan, Pemerintah sebagai regulator
harus menerbitkan sanksi, mulai sanksi ringan sampai berat berupa pencabutan izin usaha.
2. Keberatan di Dalam Hukum Persaingan Usaha