tidaklah mudah untuk dilakukan sebab dalam praktek perdagangan sehari-hari dikenal juga tindakan price war atau perang harga yang lazim terjadi dalam satu
persaingan.
123
3. Pembuktian Predatory Pricing
Dalam teori rule of reason, sebenarnya ada dikenal dua teori pembuktian sebagai berikut:
124
a. Bright line evidence yaitu, teori pembuktian dengan garis tipissederhana.
Dimana dengan membuktikan tidak adanya kompetisi tidak ada persaingan. Ketentuan normatifnya adalah rule of reason. Contohnya persekongkolan
dalam Pasal 22 UU Persaingan Usaha, dengan melakukan penunjukan langsung tanpa adanya tender; dan
b. Hard line evidence yaitu, harus memerlukan pembuktian ekonomi yang rumit
multifactored reasonableness test atau dengan analisis ekonomi terhadap hukum, misalnya dengan marginal cost dan biaya riil.
Untuk dapat membuktikan bahwa suatu maskapai penerbangan melakukan strategi predatory pricing, maka harus terpenuhi 3 tiga hal ini, yaitu strategi tersebut
harus: a.
Sistematis; b.
Adanya tujuan atau pencapaian yang membahayakan; dan c.
Adanya recoupment. Teori rule of reason yang dapat digunakan untuk membuktikan ada atau
tidaknya predatory pricing adalah teori hard line evidence yang memerlukan
123
Elyta Ras Ginting, Op. cit.
124
Sutan Remy Sjahdeini., ”Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 10, Jakarta: Yayasan Pembangunan Hukum Bisnis, 2000, hal. 8,
lihat juga teori-teori pembuktian di http:www.adln.lib.unair.ac.idgo.php?id=gdlhub-gdl-s1-2009- ahmaddenia-9956PHPSESSID=caf180ece5b04a7bb38bead18988c5d8, diakses terakhir tanggal 10
Desember 2009, lihat juga A.M. Tri Anggraini I, Op. cit.
Universitas Sumatera Utara
pembuktian ekonomi yang rumit.
125
Karena ciri-ciri predatory pricing itu sendiri adalah:
a. Tidak ada pesaing mematikan pesaing usaha; dan
b. Tidak ada persaingan adanya barrier to entry atau hambatan masuk.
Alasan digunakannya pendekatan ekonomi tersebut adalah karena menjual rugi tidak akan berarti apapun apabila tidak timbul adanya kehilangan keuntungan
dalam waktu tertentu dengan tujuan akan mendapatkan keuntungan kembali di kemudian hari. Karena itu, dapat dikatakan bahwa analisis ekonomi merupakan
komponen utama dalam pembuktian jual rugi dengan menggunakan berbagai pengkajian berdasarkan biaya cost.
Dalam predatory pricing antara pelaku usaha dengan pesaingnya harus punya pixed cost biaya riil yang sama. Adapun fixed cost yang telah diatur oleh pemerintah
dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 8 Tahun 2002 tentang Mekanisme Penetapan dan Formulasi Perhitungan Tarif Penumpang Angkuan Udara
Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi dan harus dipenuhi oleh maskapai penerbangan adalah:
a. Biaya operasi langsung;
1. Biaya operasi langsung tetap;
1 Biaya penyusutansewa pesawat udara;
2 Biaya asuransi;
3 Biaya gaji tetap crew; dan
125
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
4 Biaya gaji tetap teknisi;
2. Biaya operasi langsung variabel;
1 Biaya pelumasan;
2 Biaya bahan bakar minyak;
3 Biaya tunjangan crew;
4 Biaya overhaulpemeliharaan;
5 Biaya jasa kebandarudaraan;
6 Biaya jasa pelayanan navigasi penerbangan;
7 Biaya jasa ground handling penerbangan; dan
8 Biaya catering penerbangan.
b. Biaya operasi langsung.
1. Biaya organisasi; dan
2. Biaya pemasaran atau penjualan.
Contoh recoupment tersebut di atas adalah dimana dimisalkan B versi A dengan gambaran sebagai berikut:
126
Fase I: A Airlines menurunkan harga tiket sebesar 40 ribu sehingga B menjadi rugi terus dan akhirnya bangkrut. Fase II: setelah B bangkrut dan A menjadi
satu-satunya, maka A menaikkan harganya sebesar 40 atau bahkan 80 ribu. Keuntungan berlebih yang diperoleh pada Fase II inilah yang digunakan untuk
menutupi kerugian perusahaan pada fase I.
126
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Tingkatan kerugian dalam predatory pricing:
127
a. Tingkatan ke-1
b. Tingkatan ke-2
c. Tingkatan ke-3
d. Tingkatan ke-4
Contohnya diasumsikan bahwa: A vs B
A’ B’
A’’ B’’
Berdasarkan asumsi contoh di atas bahwa A melakukan predatory pricing, maka B menjadi merugi dan kerugiannya pada tingkat ke-1, B’ juga rugi, maka
kerugiannya pada tingkat ke-2, dan seterusnya. Hal yang perlu diperhatikan sebelum menuduh perusahaan memakai strategi
ini adalah:
128
1 Harus dibuktikan bahwa perusahaan tersebut menjual produknya dengan
harga rugi menjual dengan di bawah harga rata-rata. Jika perusahaan menjual dengan harga yang rendah, namun tidak merugi, maka perusahaan
tersebut bersaing secara sehat. Perusahaan tersebut dapat menjual dengan harga rendah karena jauh lebih efisien dari pesaing-pesaingnya;
2 Jika terbukti perusahaan tersebut menjual dengan harga rugi, masih harus
dibuktikan bahwa perusahaan tersebut memiliki “kantong yang dalam” yang memungkinkannya untuk menjual rugi sampai pada pesaing-pesaingnya
bangkrut;
3 Telah ditentukan bahwa perusahaan hanya akan menerapkan predatory
pricing jika perusahaan tersebut yakin akan menutup kerugian di tahap awal
127
Ibid.
128
Petnership or Business Competition, Loc. cit, hal. 44.
Universitas Sumatera Utara
dengan menerapkan harga supra competitive di tahap berikutnya. Jadi, strategi ini tidak akan berhasil jika hambatan masuk sangat rendah.
Apabila pelaku usaha ada yang menjual tiket murah dengan mengurangi biaya untuk salah satu fixed cost, pelaku usaha tersebut belum tentu melakukan predatory
pricing, karena hal tersebut sangat rumit untuk dibuktikan karena harus dicari bagaimana strategi pemasaran dari maskapai penerbangan yang bersangkutan. Namun
apabila pengurangan tersebut dapat berdampak buruk bagi pelayanan penerbangan atau persaingan usaha di Indonesia, dalam artian maskapai penerbangan tersebut
merugi dan mengakibatkan maskapai penerbangan lain akan turut bangkrut, maka maskapai penerbangan tersebut dapat dicurigai telah melakukan predatory pricing.
Perusahaan jasa penerbangan yang menerapkan LCC, belum tentu melakukan predatory pricing, karena maskapai penerbangan tersebut melakukan efisiensi ketat
dimana maskapai juga mengurangi atau bahkan menghilangkan biaya-biaya yang tidak perlu tetapi tetap saja memenuhi fixed cost yang ditetapkan pemerintah.
129
Argumentasi ekonomi mendukung alasan predatory pricing adalah persaingan tidak sehat. Karena di dalam Predatory pricing itu sendiri merupakan strategi jual
rugi untuk meraup pangsa pasar sekaligus melemahkan para pesaingnya. Ketika para pesaingnya melemah atau bangkrut, sang predator akan menaikkan harga, maka dapat
dikatakan konsumen telah merugi dua kali. Pertama, karena berkurangnya pilihan maskapai, dan Kedua, harga tiketnya yang tinggi.
130
129
Ibid.
130
Arya Gaduh., “Perlunya Mencegah Persaingan Tidak Sehat”, www.CSIS.com, 27 November 2009.
Universitas Sumatera Utara
B. Efisiensi Dalam Perusahaan Jasa Penerbangan Domestik
Industri penerbangan akhir-akhir ini terlihat semakin semarak karena banyak pemain baru pelaku usaha yang bermunculan. Pasar jasa penerbangan di Indonesia
dianggap potensial karena jumlah penduduknya sangat besar. Meskipun beberapa perusahaan penerbangan akan menutup usahanya, industri jasa penerbangan itu
diperkirakan tetap dinilai menarik bagi para investor. Meskipun demikian, pada saat yang sama terjadi persaingan yang keras sehingga beberapa perusahaan penerbangan
harus menutup usahanya tersebut. Persaingan yang keras itu, berdampak pada industri penerbangan yang tidak efisien.
Dalam menghadapi persaingan pasar yang begitu ketat tersebut, untuk melakukan efisiensi perusahaan angkutan udara nasional domestik didorong untuk
melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
131
1 Meningkatkan daya saing baik dalam pasar domestik maupun internasional;
2 Menciptakan persaingan usaha yang sehat dan kondusif;
3 Meningkatkan peran jasa angkutan udara dalam pelayanan kepada masyarakat
luas; 4
Menciptakan strategi pemasaran berorientasi pada demand dan supply harmonization;
5 Berperan sebagai leader di pasar domestik untuk mengimbangi Airlines asing
di pasar Internasional; 6
Menciptakan rute dan jaringan penerbangan networking menjadi lebih kuat, agar pangsa perusahaan nasional meningkat;
7 Meningkatkan pelayanan penumpang, antara lain reservasi berbasis
information technology, trough ceck in, endorsable ticket, interlining;
131
Menteri Perhubungan, “Kebijakan Strategi Tentang Penyelenggaraan Transportasi Udara, Penetapan ruang Udara, Penggunaan Frekuensi Telekomunikasi dan FIR”, Laporan Kongres
Kedirgantaraan Nasional Kedua, Jakarta, Tanggal 22-24 Desember 2003, hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
8 Meningkatkan efisiensi pemisahan dari berbagai aspek antara lain pooling
resources SDM, fasilitas, kerjasama operasi, aliansi, revenue sharing¸dan cost sharing; dan
9 Kerja sama di bidang ground handling, pasengger handling dan werehousing.
Tetapi persaingan itu sendiri memiliki empat peran yang signifikan bila persaingan tersebut dilihat dari sisi instrumen ekonomi, yakni:
132
1. Persaingan menjadi sumber munculnya efisiensi. Dalam kondisi persaingan
yang ketat, pelaku usaha dituntut untuk senantiasa unggul dari sisi biaya agar memiliki keunggulan komperatif harga dari pesaingnya. Untuk itu mereka
harus senantiasa memiliki proses bisnis yang efisien sehingga masyarakat akan menikmati produk yang murah;
2. Persaingan menjadi sumber inovasi. Selain menghasilkan tuntutan untuk
memunculkan produk yang unggul dari segi harga, persaingan juga menuntut pelaku usaha untuk membaca kecenderungan pasar melalui antisipasi
pengembangan produknya. Pelaku usaha yang tidak memiliki kemampuan bersaing dari sisi harga, dituntut mampu mendifrensiasi produk agar bertahan
dan harus menemukan keunggulan kompetitif dengan menciptakan value tertentu bagi konsumen. Misalnya melalui peningkatan kualitas, penambahan
fitur, dan peningkatan layanan;
3. Persaingan menjadi instrumen kontrol perusahaan yang bisa dilakukan oleh
pemegang saham. Persaingan akan memaksa kalangan internal perusahaan untuk senantiasa menata perusahaan agar mampu bersaing. Peningkatan
efisiensi, produktifitas dan inovasi telah menjadi tuntutan yang wajib dipenuhi seluruh komponen perusahaan; dan
4. Persaingan dapat menjadi institusi pencegah terjadinya kelangkaan. Sistem
pasar yang menjadi pelaku usaha untuk masuk dan keluar dari pasar secara mudah, akan menjamin tidak terjadinya kelangkaan pasokan.
Agar tujuan tersebut dapat tercapai seluruhnya, maka elemen inti persaingan berupa kebebasan pelaku usaha untuk memproduksi dan memasarkan produk pada
tingkat harga tertentu melalui mekanisme pasar, harus senantiasa terjaga. Persaingan produk di pasar akan meningkatkan efisiensi dan produktifitas pelaku usaha, karena
pelaku usaha akan senantiasa didorong untuk mereduksi biaya, berinovasi, memenuhi
132
“Kebijakan Persaingan Dalam Makro Ekonomi Indonesia”, Kompetisi, No. 3, Edisi Juni 2005, hal. 4.
Universitas Sumatera Utara
kebutuhan pasokan dan mendorong terjadinya perbaikan manajemen perusahaan. Namun demikian, persaingan yang berlangsung dikhawatirkan mengandung unsur
praktik persaingan usaha tidak sehat, seperti menjual harga tiket di bawah biaya untuk mematikan pesaingnya.
Penguasaan pasar dapat dicapai perusahaan melalui persaingan yang sehat. Misalnya, perusahaan berusaha meningkatkan efisiensi perusahaannya sehingga dapat
menjual produknya lebih murah dari pada produk pesaingnya maka perusahaan tersebut dapat merebut pangsa pasar pesaingnya dalam jangka panjang perusahaan
yang efisien tersebut akan menguasai produk tersebut. Menjadi masalah adalah bila suatu perusahaan menggunakan cara persaingan yang tidak sehat dalam usahanya
untuk menguasai pasar.
133
LCC itu sendiri memiliki pengertian efisiensi biaya maskapai dengan mengurangi biaya operasional yang dianggap tidak perlu, sehingga pada akhirnya
harga tiket menjadi lebih murah.
134
Sementara efisiensi dapat diartikan sebagai penggunaan seluruh sumber daya yang tersedia secara optimal dan penggunaan
tersebut mampu memaksimumkan kesejahteraan masyarakat, efisiensi dapat diklasifikasikan sebagai efisiensi teknis produksi dan efisiensi alokatif.
135
1. Efisiensi Teknis Produksi