BAB III PERSAINGAN DALAM DUNIA PENERBANGAN PADA LOW COST
CARRIER DITINJAU DARI HUKUM PERSAINGAN USAHA A.
Larangan Jual Rugi Predatory Pricing Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
Seiring dibukanya izin usaha penerbangan domestik pada akhir tahun 1990- an, perkembangan industri penerbangan tumbuh begitu pesat. Munculnya sekian
banyak maskapai penerbangan baru dalam waktu yang relatif singkat terasa mengejutkan dan belum pernah terjadi selama ini. Maskapai penerbangan tersebut
memperebutkan calon penumpang yang diperkirakan sebesar 4 juta orang penumpang per tahun, sehingga maskapai penerbangan tersebut berlomba-lomba memperebutkan
jumlah penumpang yang begitu besar dengan menjual tiket pesawat dengan harga murah. Terbukanya usaha transportasi udara tersebut telah menarik banyak pemain
baru sehingga menimbulkan persaingan antara maskapai penerbangan. Tarif pun mengalami penurunan yang luar biasa. Sebagai contoh, tarif untuk rute Surabaya-
Jakarta pada tahun 1998 berkisar antara Rp.600.000,00-Rp.700.000,00 saat ini menjadi sekitar Rp.250.000,00-Rp.300.000,00,
86
misalnya Lion Air sebesar Rp.299.000,00 serta Wing Air sebesar Rp.268.000,00.
87
Pada dasarnya, awal tarif murah pesawat terbang ini bertolak dari hasil kerja sama KPPU dengan Departemen Perhubungan Republik Indonesia yang tentu saja
86
www.gitatravel.com, diakses terakhir tanggal 16 November 2009.
87
www.lionair.co.id, diakses terakhir tanggal 16 November 2009.
Universitas Sumatera Utara
dalam upaya mendorong perbaikan iklim usaha yang sehat di sektor perhubungan. Salah satu bentuk nyata dari hasil kerja sama tersebut adalah kebijakan Menteri
Perhubungan tentang ketentuan mengenai tarif angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri domestik yang diserahkan kepada pasar.
88
Diserahkannya ketentuan mengenai tarif angkutan niaga berjadwal dalam negeri domestik kepada sistem ekonomi pasar sudah tepat karena sistem ekonomi
pasar merupakan sistem ekonomi yang dibangun atas dasar efisiensi yang tinggi. Berkaitan dengan masalah persaingan, maka sistem ekonomi yang diserahkan kepada
mekanisme pasar akan lebih mengutamakan persaingan antara pemasok dengan pemasok atau antara produsen dengan produsen. Sistem tersebut akan menjamin
persediaan terbaik dan cukup bagi kebutuhan konsumen akan barang atau jasa serta berupaya untuk lebih meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.
Mekanisme pasar memiliki pengertian bahwa barang atau jasa yang diproduksi tidak efisien dalam pemakaian resources tidak akan mampu bersaing di
pasar sehingga tingkat pembelian masyarakat sedikit, akibatnya tingkat kegunaan produk produkjasa oleh masyarakat juga rendah. Konsekuensi logis dari produk yang
tidak efisien akan tersingkir dari pasar karena ditinggalkan oleh konsumen.
89
Dalam mekanisme ekonomi pasar, persaingan akan menghasilkan pelaku yang efisien, kualitas yang baik, dan harga yang terjangkau konsumen. Hukum persaingan
usaha sendiri ditujukan untuk melindungi pesaing yang kalah dalam proses
88
Setya Yudha Indraswara, Loc, cit.
89
“Etika Bisnis Merupakan Tanggung Jawab Pelaku Usaha”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 24, No. 2 Tahun 2005, hal. 4.
Universitas Sumatera Utara
persaingan.
90
Adapun manfaat persaingan adalah untuk mendorong perusahaan memperbaiki produktifitasnya dan mendorong inovasi sehingga tersedia barang dan
jasa dengan harga lebih murah, mutu lebih baik, serta pilihan luas bagi konsumen. Persaingan pasar yang mengurangi distorsi harga, mendorong sumber daya bebas
mengalir ke sektor paling efisien. Proses persaingan dapat pula menyumbang penghapusan hubungan antara pengusaha-pengusaha menjadi lebih transparan dan
accountable.
91
Akan tetapi kebijakan pemerintah yang menyerahkan penentuan harga tiket angkutan udara dalam negeri kepada pasar telah menekan tingkat harga tiket
sedemikian rupa sehingga menimbulkan perang tarif dan persaingan usaha tidak sehat untuk memenangkan persaingan dalam merebut penumpang, pelaku-pelaku usaha
pengangkutan udara tertentu telah melakukan penjualan tiket penumpang udara domestik di bawah harga produk dan karena itu diduga sebagai perilaku untuk
mematikan pesaing disebut dengan predatory pricing.
92
Adanya perang tarif yang bisa mematikan maskapai penerbangan lainnya dalam jangka panjang, hal itu akan merugikan seluruh industri penerbangan niaga
berjadwal. Maskapai penerbangan yang menerapkan tarif di bawah biaya operasional akan menaikan tarif setelah pesaingnya keluar dari rute terkait untuk tujuan jangka
pendek, yakni meraih pasar.
93
90
Ningrum Natasya Sirait, Loc, cit.
91
Haryo Aswicahyono., “Persaingan Pasar”, www.kompas.com, diakses 16 November 2009.
92
Setya Yudha Indraswara., Op, cit.
93
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Menurut pendapat John Bates Clark 1847-1938, bahwa dalam proses persaingan, beberapa produsen maskapai penerbangan mungkin menetapkan harga
di bawah biaya rata-rata. Tindakan ini umumnya dimaksud untuk menyingkirkan pesaing keluar dari bisnis, selanjutnya menciptakan kekuatan monopoli untuk meraup
keuntungan lebih besar di masa mendatang. Untuk mengatasi masalah potensi ini, Clark menekankan betapa pentingnya mencegah setiap metode persaingan yang tidak
jujur. The Sheman Act 1890, yaitu undang-undang anti monopoli dari AS menetapkan praktek predatory pricing sebagai praktek illegal. Sayangnya dalam
praktek, sangat sulit untuk membuktikan apakah perusahaan terlibat dalam praktek predatory pricing tersebut atau tidak.
94
Predatory pricing dari sudut ekonomi adalah menetapkan harga yang tidak wajar, yaitu lebih rendah dari variable cost biaya
variabel rata-rata. Penentuan biaya variabel rata-rata sangat sulit dilakukan dalam dunia nyata, oleh sebab, itu kebanyakan praktisi akan mengatakan predatory pricing
adalah tindakan menentukan harga di bawah biaya rata-rata atau tindakan jual rugi.
95
Di Amerika Serikat, tidak ada defenisi hukum tertentu atas predatory pricing, tetapi praktek predatory pricing dianggap anti persaingan dan melawan hukum
persaingan bebas. Penetapan harga di bawah harga dasar menurut pendapat Areeda
94
“Predatory Pricing”, Angkasa, No. 2 November 2002, Tahun XIII, www.angkasa- online.com, diakses terakhir tanggal 27 November 2009.
95
Partnership for Business Competition, “Persaingan Usaha dan Hukum yang Mengaturnya di Indonesia”, Jakarta, 2001, hal. 44.
Universitas Sumatera Utara
Turner yang telah digunakan di Mahkamah Agung Amerika Serikat sejak tahun 1993 dianggap sebagai kriteria predatory pricing.
96
Dalam pengertian lain mengenai predatory pricing adalah praktek menjual barang dengan harga murah untuk menyingkirkan pesaingnya atau untuk
menciptakan sebuah penghalang bagi pesaing potensial dalam memasuki pasar atau mengatur para pesaing atau melemahkan mereka dari kemungkinan penggabungan
atau untuk mencegah perusahaan-perusahaan memasuki pasar.
97
Ketika perusahaan yang memiliki posisi dominan atau kemampuan keuangannya kuat deep pocket
menjual produknya di bawah harga produksi dengan tujuan memaksa pesaingnya keluar dari pasar , pelaksanaannya dilakukan dengan mengorbankan keuntungan yang
tujuannya sumir dan tidak dapat dijelaskan kecuali sebagai strategi mengurangi persaingan dan sesudahnya berupaya mendapatkan keuntungan monopoli dengan
menetapkan harga di atas harga persaingan monopoly price untuk suatu jangka waktu tertentu sesudah pesaing tersingkir dari pasar.
98
Jika para pesaing tidak dapat menciptakan harga yang sama atau lebih murah tanpa menderita kerugian, para pesaing itu akan tersingkir dari bisnis. Perusahaan
yang menetapkan predatory pricing akan disaingi oleh hanya sedikit perusahaan atau bahkan monopoli pasar, dan nantinya akan menaikkan harga itu merupakan sebuah
96
“Predatory Pricing”, www.wikipedia.org.id, diakses terakhir tanggal 16 November 2009.
97
Ibid.
98
Ningrum Natasya Sirait, Op, cit.
Universitas Sumatera Utara
predatory pricing atau merupakan keadaan yang alami sifatnya terutama apabila perusahaan tersebut dapat melakukan efisiensi biaya produksi.
99
1. Konsep Predatory Pricing