Sejarah Bengkel Kreativitas Yayasan Nanda Dian Nusantara

BAB III GAMBARAN UMUM YAYASAN NANDA DIAN NUSANTARA

DI CIPUTAT TANGERANG

A. Profil Bengkel Kreativitas Yayasan Nanda Dian Nusantara

1. Sejarah Bengkel Kreativitas Yayasan Nanda Dian Nusantara

Pada awalnya Ibu Roostien Ilyas menangani para pelacur di Kramat Tunggak, Tanjung Priok, Jakarta Utara yang jumlahnya hampir 1.800 orang, rata- rata berpendidikan SD Sekolah Dasar. Mereka umumnya berasal dari desa-desa miskin di kawasan Pantura Pantai Utara Jawa. Pada saat itu belum ada penangnan pelacur secara komprehensip, yang ada hanya sebatas penyediaan lokalisasi. 1 Akhirnya Roostien Ilyas yang merupakan Pengasuh Yayasan Nanda Dian Nusantara merasa menemukan suatu tehnik pendekatan pemecahan masalah, yaitu dengan memberikan masukan kepada para pelacur tersebut dan mengembangkan wacana untuk mencari jawaban mengenai untung ruginya menjadi pelacur. Setelah satu tahun Roostien Ilyas melakukan kerja sosial di Kramat Tunggak, Roostien akhirnya merasa tidak menghasilkan apa-apa, karena mengenai masalah pelacur tidak mudah, budaya mereka sudah berubah dari budaya kemiskinan menjadi budaya konsumeristik. Para pelacur tersebut merupakan manusia dewasa yang sudah terbentuk karakternya. Bila masalah perut sudah bicara, anak harus dihidupi dan sebagainya, pada akhirnya melacur tetap menjadi satu-satunya pilihan. 1 Roostien Ilyas, Anak-anakku di Jalan, Jakarta: Pensil 324, 2004, h.5. Setahun bergelut dengan kegiatan di Kramat Tunggak, Roostien merasa gagal total, tidak berhasil sama sekali. Roostien hanya berhasil memberikan tambahan keterampilan bagi para pelacur, tetapi tidak berhasil mengangkat mereka kembali menjadi orang-orang yang secara normatif bisa diterima oleh masyarakat. Dari situlah akhirnya kemudian Roostien berfikir, mengapa tidak menangani kasus-kasus pelacur itu melalui cara-cara pencegahan, yang bersifat preventif dan edukatif. Penanganan di lapangan menuntun Roostien pada suatu renungan, bahwa rehabilitasi dan tindakan kuratif itu seolah-olah hanya menangani ekornya saja. Padahal inti masalah sesungguhnya masih dipertanyakan. Renungan tersebut membawa ia pada pemikiran, barang kali penanganan masalah-masalah sosial harus dilakukan sedini mungkin. Itu berarti, tindakan dini bisa dilakukan pada anak-anak. Jadi, Ia merasa kegiatan sosial itu harus lebih spesifik, barangkali akan lebih baik aktif “hulu” dulu, yaitu penanganan masalah-masalah sosial dikalangan anak-anak. Dari situlah akhirnya Roostien memutuskan untuk menerjuni dunia anak-anak, dan mendirikan Yayasan Nanda Dian Nusantara. Yayasan ini mempunyai enam wilayah binaan meliputi: Wilayah Jakarta Pusat Jl. Sumenep, Kebayoran Lama dan Pasar Minggu Jakarta Selatan, Kemanggisan Jakarta Barat, Kramat Jati Jakarta Timur, dan Ciputat Tangerang. Di wilayah Ciputat Tangerang ini, terdapat anak-anak pemulung yang perlu mendapatkan perhatian serius untuk diberdayakan sehingga yayasan ini tergerak untuk memberdayakan anak-anak pemulung. Langkah ini kemudian disambut oleh teman-teman yang memiliki kepedulian tinggi terhadap anak-anak dengan bergabung di yayasan ini. Bermula dari mahasiswa yang bernama Mansur Al-Farisy yang merupakan kader dari Perhimpunan Mahasiswa Islam Indonesia PMII, dia melihat anak-anak pemulung yang sedang mencari barang-barang bekas di sekitar kampus UIN Jakarta. Kemudian mahasiswa tersebut berbicara dengan pemulung itu mengenai tempat tinggalnya. Dan anak itu ditawarkan kesempatan untuk bersekolah. Kemudian anak itu memberikan alamat tempat tinggal para pemulung lainnya. 2 Akhirnya tahun 1999, mahasiswa itu bertemu salah satu rumah warga Ibu Desi Handayani yang berdekatan dengan tempat tinggal anak-anak pemulung tersebut. Awalnya anak-anak pemulung itu sangat antusias dan bersemangat untuk mengikuti pelajaran yang diberikan oleh mahasiswa. Ibu Desi Handayani sangat prihatin melihat anak-anak kecil sudah diajar mencari barang-barang bekas yang layak dijual oleh orang tuanya. Padahal anak-anak itu belum pantas untuk bekerja mencari barang-barang bekas itu. Dengan perjuangan Ibu Desi Handayani yang merupakan Ketua Koordinator Yayasan Nanda Dian Nusantara Wilayah Ciputat Tangerang ini, banyak sekali tantangan dan rintangan yang dihadapi Ibu Desi Handayani. Para pemulung harus bersaing dengan kerasnya kehidupan di kota. Mereka tidak memikirkan masa depan anak-anaknya. Hal ini lagi-lagi karena keterbatasan dana yang dimiliki, mereka tidak mampu membayar uang sekolah. Pada awalnya anak-anak pemulung itu dilarang mengikuti pelajaran oleh orang tua mereka masing-masing, karena akan mengganggu mereka untuk bekerja. Namun para orang tua mereka diberikan pengarahan tentang pentingnya pendidikan anak-anak, 2 Wawancara penulis dengan Ibu Desi Handayani, pada hari Selasa, tanggal 03 Nov 2009, pukul 16:00, di Sekretariat Yayasan Nanda Dian Nusantara, Ciputat - Tangerang. memang tidak mudah mengajak anak-anak pemulung itu untuk diajarkan pendidikan dan beberapa pelatihan. Setelah bernegosiasi yang sangat lama, pada akhirnya para orang tua tersebut mengerti akan pentingnya pendidikan bagi anak- anak, dan membiarkan anak-anaknya untuk ikut kegiatan di Yayasan Nanda Dian Nusantara. Mereka umumnya berasal dari desa-desa di kawasan Pantura Pantai Utara yaitu: Indramayu, Cirebon, Kuningan, Subang, Cikampek, dan lain-lain. Pada saat itu belum ada penanganan anak-anak pemulung secara komprehensip, yang ada hanya sebatas penyediaan lokasi bagi para pemulung untuk mengumpulkan barang-barang bekas yang layak jual. 3 Akhirnya Ibu Desi Handayani merasa menemukan suatu tehnik pendekatan pemecahan masalah, yaitu dengan memberikan masukan kepada para pemulung tersebut dan mengembangkan wacana untuk mencari jawaban mengenai untung ruginya anak-anak mereka menjadi pemulung. Setelah satu tahun April 2000 Ibu Desi Handayani akhirnya mendirikan Bengkel Kreativitas Yayasan Nanda Dian Nusantara Di Wilayah Ciputat. Yayasan Nanda Dian Nusantara ini menangani masalah sosial anak, utamanya usia wajib belajar seperti pekerja anak, perdagangan anak, pelacuran anak, dan masalah- masalah sosial yang berdampak pada anak. Hanya saja tidak mungkin menangani semua jenis anak-anak, harus ada fokus yang lebih spesifik lagi. Anak-anak pemulung yang menjadi pilihan dalam penanganan pekerja anak sektor informal dalam usia wajib belajar. 4 Fokus kegiatan yayasan ini diantaranya dengan menggunakan pendekatan 3 Roostien Ilyas, Anak-anakku di Jalan, Jakarta : Pensil 324, 2004 h.5. 4 Wawancara penulis dengan Ibu Desi Handayani, pada hari Selasa, tanggal 03 Nov 2009, pukul 16:00, di Sekretariat Yayasan Nanda Dian Nusantara, Ciputat - Tangerang. pencegahan dan pendidikan dengan motto “belajar dan bermain, bermain dan belajar”, yaitu pendekatan yang menekankan penanganan masalah sosial. 5 Masalah sosial yang tinggi di perkotaan adalah akibat dari kurangnya tindakan pencegahan yang ada di daerah, seperti: melonjaknya arus urbanisasi, semakin banyaknya anak jalanan dan tingginya tingkat kriminalitas. Yayasan Nanda Dian Nusantara selama ini telah melakukan tindakan pencegahan dengan cara membangkitkan kembali kecintaan dan kebanggaan anak pada penyadaran dan perubahan paradigma masyarakat community based education dalam lingkungan sehingga masalah sosial di perkotaan akan dapat diminimalisir. Untuk daerah Jakarta, Yayasan Nanda Dian Nusantara memprioritaskan program pembinaan pada anak-anak jalanan, pemulung dan pemukiman kumuh. Yayasan Nanda Dian Nusantara selama ini bekerjasama dengan melibatkan berbagai pihak baik perorangan, instansi, masyarakat dan mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi. 6

2. Struktur Organisasi