Yuridis Fungsi Kejaksaan dalam Tindak Pidana Korupsi di Bank Mandiri” belum pernah dilakukan dalam pendekatan dan perumusan masalah yang sama, walaupun
ada beberapa topik penelitian tentang tindak pidana korupsi di lingkungan Bank tapi jelas berbeda. Jadi penelitian ini adalah asli karena sesuai dengan asas-asas keilmuan
yaitu jujur, rasional, obyektif dan terbuka. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka atas masukan serta
saran-saran yang membangun sehubungan dengan pendekatan dan perumusan masalah.
F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional
1. Kerangka Teori
Negara Indonesia adalah negara hukum rechtsstaat, bukan negara kekuasaan belaka machtsstaat.
19
Franz Magnis Suseno,
20
mengatakan kekuasaan negara antara lain adalah kejaksaan harus dijalankan atas dasar hukum yang baik dan adil. Hukum
menjadi landasan segenap tindakan negara dan hukum itu sendiri harus benar dan adil.
Norma di atas bermakna bahwa di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, hukum merupakan urat nadi aspek kehidupan. Hukum mempunyai posisi
strategis dan dominan dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara.
19
Pasal 1 Ayat 3 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
20
Frans Magnis Suseno., Etika Politik Prinsip-Prinsip Dasar Kenegaraan Modern, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hal. 295.
Hukum, sebagai suatu sistem,
21
dapat berperan dengan baik dan benar di tengah masyarakat jika instrumen pelaksanaannya dilengkapi dengan kewenangan-
kewenangan dalam bidang penegakan hukum. Salah satu penegakan hukum itu adalah Kepolisian sebagai penyidik.
Secara yuridis, penyidikan berarti serangkaian tindakan yang dilakukan pejabat penyidik sesuai dengan cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari
serta mengumpulkan bukti dan dengan bukti itu membuat atau menjadi terangnya tindak pidana yang terjadi serta sekaligus menentukan tersangka atau pelaku tindak
pidana.
22
Dalam bahasa Belanda penyidikan sama dengan apsporing, namun menyidik apsporing berarti pemeriksaan permulaan oleh pejabat-pejabat penyidik yang untuk
itu ditunjuk oleh undang-undang segera setelah mereka dengan jalan apapun
21
L.M. Friedman., dalam H. Ridwan Syahrani., Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hal. 169. Hukum merupakan suatu sistem yang dapat berperan
dengan baik dan tidak pasif dimana hukum mampu dipakai di tengah masyarakat, jika instrumen pelaksanaannya dilengkapi dengan kewenangan-kewenangan dalam bidang penegakan hukum. Hukum
tersusun dari sub sistem hukum yang berupa substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum. Unsur sistem hukum ini sangat menentukan apakah suatu sistem hukum dapat berjalan dengan baik
atau tidak. Substansi hukum menyangkut segala aspek-aspek pengaturan hukum atau peraturan perundang-undangan, struktur hukum lebih menekankan kepada kinerja aparatur hukum serta sarana
dan prasarana hukum itu sendiri, sementara budaya hukum menyangkut perilaku masyarakatnya. sistem hukum adalah suatu susunan atau tatanan yang teratur, suatu keseluruhan yang terdiri atas
bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain, tersusun menurut suatu rencana atau pola, hasil dari suatu pemikiran untuk mencapai suatu tujuan. Atau sistem hukum adalah suatu kesatuan yang terdiri dari
unsur-unsur yang mempunyai interaksi satu sama lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan kesatuan tersebut.
22
M. Yahya Harahap., Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Jakarta : Sinar Grafika, 2000, hal. 109.
mendengar kabar yang sekedar beralasan bahwa ada terjadi suatu pelanggaran hukum.
23
Sedangkan penyidik adalah orang yang melakukan penyidikan, terdiri dari pejabat seperti yang dijelaskan pada Pasal 1 butir 1, kemudian dipertegas dan
dirincikan lagi dalam Pasal 6 KUHAP. Akan tetapi di samping apa yang diatur dalam Pasal 1 butir 1, Pasal 6, juga terdapat pada Pasal 10 yang mengatur tentang adanya
penyidik pembantu di samping penyidik. Sedangkan untuk tindak pidana korupsi yang termasuk tindak pidana khusus lex specialis maka selain penyidik Polri yang
diatur dalam KUHAP, ditambah dengan jaksa dan Komisi Pemberantasan Korupsi KPK.
Untuk mengetahui siapa yang berhak menjadi penyidik ditinjau dari instansi maupun kepangkatan yang diatur dalam Pasal 6 KUHAP, antara lain:
24
1. Pejabat Penyidik Polri.
Menurut ketentuan Pasal 6 ayat 1 huruf a KUHAP, salah satu instansi yang diberi kewenangan melakukan penyidikan ialah pejabat polisi negara. Agar seorang
pejabat kepolisian dapat diberi jabatan sebagai penyidik harus memenuhi syarat kepangkatan, hal itu ditegaskan dalam Pasal 6 ayat 2, namun KUHAP sendiri belum
mengatur syarat kepangkatan yang dikehendaki Pasal 6 tersebut. Syarat kepangkatan
akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah PP, untuk itu Pasal 6 telah
23
Andi Hamzah., Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983, hal. 121.
24
Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP, Lembaran Negara RI Tahun 1981 Nomor 76 dan Tambahan Lembaran Negara RI
Nomor 3209 Pasal 6.
memberi petunjuk supaya dalam menetapkan kepangkatan, pejabat penyidik disesuaikan dengan kepangkatan Penuntut Umum dan Hakim Pengadilan Negeri.
Peraturan Pemerintah yang mengatur masalah kepangkatan pejabat penyidik adalah Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 yang ditetapkan padal tanggal 1
Agustus 1983, syarat kepangkatan pejabat penyidik diatur dalam BAB II, antara lain: a.
Pejabat penyidik penuh Pejabat polisi yang bisa diangkat sebagai pejabat penyidik penuh harus
memenuhi sayarat-syarat kepangkatan sebagai berikut: 1
Sekurang-kurangnya berpangkat pembantu Letnan Dua Polisi; 2
Berpangkat Bintara di bawah pembantu Letnan dua apabila dalam suatu sektor kepolisian tidak ada pejabat penyidik yang berpangkat Pembantu
Letnan Dua; dan 3
Ditunjuk dan diangkat oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia. b.
Pejabat penyidik pembantu Syarat kepangkatan untuk dapat diangkat sebagai penyidik pembantu yang
diatur dalam Pasal 3 PP No. 27 Tahun 1983 antara lain: 1
Sekurang-kurangnya berpangkat Sersan Dua Polisi; 2
Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungan Kepolisian Negara dengan syarat sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda golongan IIa; dan
3 Diangkat oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia atas usul komandan
atau pimpinan kesatuan masing-masing. 2.
Penyidik Pegawai Negeri Sipil
“Penyidik Pegawai Negeri sipil diatur dalam Pasal 6 ayat 1 huruf b, yaitu PNS yang diberi fungsi dan wewenang sebagai penyidik, pada dasarnya wewenang
yang mereka miliki bersumber pada ketentuan undang-undang pidana khusus yang telah menetapkan sendiri pemberian wewenang bagi penyidik Pegawai
Negeri Sipil disebutkan dalam Pasal 7 ayat 2 yang berbunyi, “Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 6 ayat 1 huruf b
mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi landasan hukumnya dan dalam pelaksanaan tugas berada di bawah koordinasi dan
pengawasan penyidik Polri”.
25
Sedangkan untuk penyidik dari Komisi Pemberantasan Korupsi KPK diangkat dan diberhentikan berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002
yang dikeluarkan pada tanggal 27 Desember 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tndak Pidana Korupsi KPK.
Bentuk-bentuk hubungan koordinasi fungsional dalam penyidikan yang sudah diatur dalam KUHAP adalah:
26
1. Pemberitahuan dimulainya penyidikan.
2. Perpanjangan penahanan.
3. Pemberitahuan penghentian penyidikan.
4. Penyerahan berkas perkara.
Sedangkan untuk koordinasi instansional, antara lain:
27
1. Rapat kerja gabungan antar instansi aparat penegak hukum; dan
2. Penataran gabungan , dan lain-lain.
25
M. Yahya Harahap., Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Op. cit, hal. 115. Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kepolisian sebagai penyidik pembantu menurut
Yahya Harahap haruslah mereka yang mempunyai keahlian dibidang tertentu. Tanpa syaraat tersebut tidak ada alasan untuk mengangkat mereka menjadi pejabat penyidik pembantu.
26
Ibid.
27
Ibid., hal. 116.
Proses peradilan pidana adalah merupakan rangkaian kegiatan yang secara organisatoris dilakukan oleh lembaga-lembaga peradilan yang terkait dalam sistem
peradilan pidana. Sebagai suatu sistem maka ia merupakan suatu yang utuh yang terdiri dari sub sistem-sub sistem yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan hakim dan
lembaga pemasyarakatan. Tugas dan wewenang sub sistem tersebut saling terkait dan bertalian satu sama lain, dalam arti adanya suatu koordinasi fungsional dan
instansional serta adanya sinkronisasi dalam pelaksanaan. Pada Pasal 1 butir 8 KUHAP telah menggariskan pembagian tugas dan
wewenang masing-masing instansi aparat penegak hukum, polisi berkedudukan sebagai instansi penyidik dan kejaksaan berkedudukan sebagai aparat penuntut
umum dan pelaksana eksekusi putusan pengadilan, sedang hakim adalah pejabat peradilan yang diberi wewenang untuk mengadili.
Akan tetapi sekalipun KUHAP menggariskan pembagian wewenang secara instansional, KUHAP sendiri memuat ketentuan yang menjalin instansi-instansi
penegak hukum dalam suatu hubungan kerja sama yang dititikberatkan bukan hanya untuk menjernihkan tugas wewenang dan efisiensi kerja, tetapi juga diarahkan untuk
terbinanya suatu sistem aparat penegak hukum yang dibebani tugas dan tanggung jawab saling mengawasi dalam “sistem ceking” antara sesama mereka. Malahan
sistem ini bukan hanya meliputi antar instansi pejabat penegak hukum polisi, jasa atau hakim saja tetapi sampai pejabat lembaga pemasyarakatan, penasihat hukum dan
keluarga tersangka atau terdakwa.
Untuk memperkecil terjadinya penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang pelaksanaan penegakan hukum maka KUHAP mengatur suatu sistem pengawasan
berbentuk sistem “ceking” yang merupakan koordinasi fungsional dan instansional. Hal ini berarti masing-masing instansi sama berdiri sejajar dan setaraf, antar instansi
yang satu dengan instansi yang lain tidak berada di atas atau di bawah instansi lainnya. Yang ada ialah koordinasi pelaksanaan fungsi penegakan hukum antar
instansi. Masing-masing instasni saling menepati ketentuan wewenang dan tanggung jawab demi kelancaran dan kelanjutan penyelesaian proses penegakan hukum.
Keterikatan masing-masing instansi antara yang satu dengan yang lain semata-mata dalam proses penegakan hukum. Kelambatan dan kekeliruan pada satu instansi
mengakibatkan rusaknya jalinan pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi penegakan jukum. Konsekuensinya instansi yang bersangkutan yang akan memikul tanggung
jawab kelalaian dan kekeliruan tersebut dalam sidang praperadilan. Pada hakikatnya peranan koordinasi merupakan upaya pengaturan
pembentukan kesatuan persepsi. Upaya koordinasi sesama aparat penegak hukum dilaksanakan dengan semboyan “saling asah, asih, dan asuh”. Wadah koordinasi para
aparat penegak hukum antara lain di pusat ada MAKEHJAPOL Mahkamah Agung, Kehakiman, Kejaksaan dan Kepolisian. Di daerah RAKORGAKKUM Rapat
Koordinasi Penegak Hukum namun tampaknya belum memberikan manfaat yang berarti karena koordinasi dimaksud belum efektif.
28
28
http:www.theceli.comindex.php?option=com_docmantask=doc_downloadgid=178, diakses terakhir tanggal 1 Agustus 2010.
Penegakan hukum pada dasarnya melibatkan seluruh warga negara Indonesia, dimana dalam pelaksanaannya dilakukan oleh penegak hukum. Penegakan hukum
tersebut dilakukan oleh aparat yang berwenang. Aparat negara yang berwenang dalam pemeriksaan perkara pidana adalah aparat Kepolisian, Kejaksaan dan
Pengadilan. Polisi, Jaksa dan Hakim merupakan tiga unsur penegak hukum yang masing-masing mempunyai tugas, wewenang dan kewajiban yang sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam menjalankan tugasnya unsur aparat penegak hukum tersebut merupakan sub sistem dari sistem peradilan pidana.
Dalam rangka penegakan hukum ini, masing-masing sub sistem tersebut mempunyai peranan yang berbeda-beda sesuai dengan bidangnya serta sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan, akan tetapi secara bersama-sama mempunyai kesamaan dalam tujuan pokoknya yaitu menanggulangi kejahatan dan pemasyarakatan kembali para
nara pidana. Bekerjanya masing-masing sub sistem tersebut harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang mengaturnya. Salah satu sub sistem penegak
hukum dari peradilan pidana adalah lembaga Kejaksaan.
29
Hukum dan penegakan hukum merupakan sebagian faktor penegakan hukum yang tidak bisa diabaikan karena jika diabaikan akan menyebabkan tidak tercapainya
penegakan hukum yang diharapkan. Oleh karena itu, keberadaan lembaga Kejaksaan salah satu unsur sistem peradilan pidana mempunyai kedudukan yang penting dan
peranannya yang strategis di dalam suatu negara hukum karena lembaga Kejaksaan menjadi filter antara proses penyidikan dan proses pemeriksaan di persidangan,
29
Soerjono Soekanto., Loc. cit., hal. 5.
sehingga keberadaannya dalam kehidupan masyarakat harus mampu mengemban tugas penegakan hukum.
30
Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan UU Kejaksaan ditentukan bahwa Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi
wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai penyelidik, penuntut umum dan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
serta wewenang lain berdasarkan UU Kejaksaan. Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang
penuntutan harus bebas dari pengaruh kekuasaan pihak manapun. Dalam penuntutan dilaksanakan secara merdeka terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan
pengaruh kekuasaan lainnya. Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan
kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi.
31
Lahirnya beberapa peraturan di luar KUH Pidana berupa hukum positif,
32
adalah konsekuensi dari asas-asas hukum yang terdapat di dalam lapangan hukum pidana, namun harus dipandang sebagai satu kesatuan yang terpadu dan dijadikan
30
Ibid., hal. 2.
31
Evi Hartanti., Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, hal. 32.
32
Lili Rasjidi., dan Ira Thania Rasjidi., Pengantar Filsafat Hukum, Bandung: Mandar Maju, 2002, hal. 55. Jhon Austin dengan aliran hukum positif yang analitis mengartikan hukum itu sebagai a
command of the lawgiver perintah dari pembentuk undang-undang atau penguasa, yaitu suatu perintah mereka yang memegang kekuasaan tertinggi atau yang memegang kedaulatan, hukum
dianggap sebagai suatu sistem yang logis, tetap dan bersifat tertutup closed logical system. Hukum secara tegas dipisahkan dari moral dan keadilan tidak didasarkan pada penilaian baik-buruk.
landasan di atas mana dibangun tertib hukum.
33
Inilah yang lazim dikategorikan sebagai teori sistem untuk menghindari adanya pandangan pragmatis terhadap
undang-undang dan memandang dalam konteks holistik yang futuristik. Teori sistem ini lebih menekankan prinsip dari hukum itu sendiri yakni asas hukum.
34
Apabila asas hukum tersebut dikaitkan dalam bidang hukum maka dapat diperoleh suatu
makna baru yaitu asas hukum merupakan dasar atau pemikiran yang melandasi pembentukan hukum positif law making.
35
Dengan perkataan lain asas hukum merupakan suatu petunjuk yang masih bersifat umum dan tidak bersifat konkrit
seperti norma hukum yang tertulis dalam hukum positif.
36
Pembentukan hukum dalam bentuk hukum positif harus berorientasi pada asas-asas hukum sebagai jantung
peraturan hukum tersebut.
37
33
Mariam Darus Badrulzaman., Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Bandung: Alumni, 1996, hal. 15. Lihat juga Mahadi., Falsafah Hukum Suatu Pengantar, Bandung: Citra Aditya Bakti,
1989, hal. 119. Mahadi menjelaskan bahwa asas adalah sesuatu yang dapat dijadikan alas, sebagai dasar, sebagai tumpuan, sebagai tempat untuk menyandarkan, untuk mengembalikan sesuatu hal yang
hendak dijelaskan.
34
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990, hal. 1016. Istilah asas merupakan terjemahan bahasa latin “principium”, bahasa
Inggris, ”Principle” dan bahasa Belanda ”beginsel”, yang artinya dasar yaitu sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat.
35
Proses Legislasi Nasional Prolegnas dan Program Pembangunan Nasional Propenas baik pada RPJP maupun RPJM maka pembentukan undang-undang didasarkan pada beberapa prinsip-
prinsip yang mendasar. Lihat juga, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
36
Sudikno Mertokusumo., Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty, 1988, hal. 32. Bellefroid memberikan pengertian asas hukum adalah norma dasar yang dijabarkan dalam
hukum positif dan oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari aturan yang lebih umum. Asas hukum merupakan pengedepanan hukum positif dalam suatu masyarakat.
37
Satjipto Rahardjo., Ilmu Hukum, Bandung: Alumni, 1986, hal. 14. Satjipto Rahardjo menyatakan bahwa disebut demikian karena dua hal yakni, pertama, asas hukum merupakan landasan
yang paling luas lahirnya suatu peraturan hukum, artinya peraturan hukum itu pada akhirnya bisa dikembalikan kepada asas-asas tersebut. Kedua, sebagai alasan bagi lahirnya peraturan hukum atau
merupakan ratio logis dari peraturan hukum.
Karakter asas hukum yang umum, abstrak itu memuat cita-cita, harapan das sollen dan bukan aturan yang akan diberlakukan secara langsung kepada subjek
hukum. Asas hukum bukanlah suatu perintah hukum yang konkrit yang dapat dipergunakan terhadap peristiwa konkrit dan tidak pula memiliki sanksi yang tegas.
Hal-hal tersebut hanya ada dalam norma hukum yng konkrit seperti peraturan yang sudah dituangkan dalam wujud pasal-pasal perundang-undangan. Dalam peraturan-
peraturan pasal-pasal dapat ditemukan aturan yang mendasar berupa asas hukum yang merupakan cita-cita darin pembentuknya. Asas hukum diperoleh dari proses
analitis kontruksi yuridis yaitu dengan menyaring sifat-sifat khusus yang melekat pada aturan-aturan yang konkrit, untuk memperoleh sifat-sifatnya yang abstrak.
38
Di bidang hukum sejak lebih kurang 200 tahun, negara-negara di dunia menggunakan konsep hukum modern. Praktis, hukum menghadapi pertanyaan yang
spesialistik, teknologis, bukan pertanyaan moral. Keadaan yang demikian itu sangat kuat nampak pada hukum sebagai profesi. Kaum professional adalah orang-orang
yang ahli dalam perkara perundang-undangan, tetapi jangan ditanyakan kepada mereka tentang urusan moral atau moralitas. Ekses hukum di Amerika yang sudah
menjadi bisnis mengundang orang untuk berkomentar bahwa sifat kesatrian,
38
Mariam Darus Badrulzaman., Suatu Pemikiran Mengenai Beberapa Asas Hukum yang Perlu Diiperhatikan dalam Sistem Hukum Perdata Nasional, Kertas Kerja dalam Simposium
Pembaharuan Hukum Perdata, Jakarta: BPHN, 1981, hal. 1.
professional oblesse, menolong orang yang susah semakin luntur. Tipe bantuan hukum yang demikian itu disebut sebagai penembak bayaran.
39
Hukum positif muncul bersamaan dengan berkembangnya tradisi keilmuan yang mampu membuka cakrawala baru dalam sejarah umat manusia yang semula
terselubung cara-cara pemahaman tradisional. Hukum positif mengajarkan bahwa hukum positiflah yang mengatur dan berlaku dibangun di atas norma yuridis yang
telah ditetapkan oleh otoritas negara yang di dalamnya terdapat kecenderungan untuk memisahkan antara kebijaksanaan dengan etika dan mengindentikkan antara keadilan
dengan legalitas yang didasarkan norma yuridis yang telah ditetapkan oleh otoritas negara yang di dalam terdapat kecenderungan untuk memisahkan antara
kebijaksanaan dengan etika dan mengindentikkan antara keadilan dengan legalitas yang didasarkan atas aturan-aturan yang ditetapkan oleh penguasa negara. John
Austin menggambarkan hukum sebagai suatu aturan yang ditentukan untuk membimbing makhluk berakal oleh makhluk berakal yang telah memiliki kekuatan
untuk mengalahkannya. Oleh karena itu, hukum harus dipisahkan dari keadilan dan sebagai gantinya kebenaran hukum harus disandarkan pada ide-ide baik dan buruk
yang didasarkan pada ketetapan kekuasan yang tertinggi.
40
Bismar Nasution melihat bahwa untuk memprediksi efektivitas suatu kaedah hukum yang terdapat di dalam undang-undang tidak terlepas dari sistem hukum yang
39
Satjipto Raharjo., “Negara Hukum dan Deregulasi Moral”, Kompas, Jakarta, 13 Agustus, 1997, hal. 7.
40
J. Austin., dalam M. Muslehuddin., Filsafat Hukum Islam dan Pemikiran Orientalis, Yogyakarta: PT Tiara Wacana, 1991. hal. 28.
rasional, karena pada sistem hukum rasional yang memberikan panduan adalah hukum itu sendiri bukan sistem hukum yang kharismatik yang disebut sebagai law
prophet. Sistem hukum rasional dielaborasi melalui sistem keadilan yang secara profesional disusun oleh individu-individu yang mendapatkan pendidikan hukm, cara
demikian membuat orang terhindar dari penafsiran hukum secara black letter rules atau penafsiran legalistik.
41
Kaedah hukum tersebut ada yang berwujud sebagai peraturan-peraturan tertulis, keputusan-keputusan pengadilan maupun keputusan-
keputusan lembaga-lembaga kemasyarakatan.
42
Pemikiran tentang sistem hukum rasional yang dikemukakan oleh Bismar Nasution ini pada dasarnya dielaborasi dari
pemikiran Max Weber yang terkenal dengan teori Ideal Typenya. Dalam hukum ada empat tipe ideal, yaitu: yang irrasional formal, irrasional materiel, rasional formal
dalam masyarakat modern dengan mendasarkan konsep-konsep ilmu hukum dan rasional materiel.
43
Pelaksanaan hukum secara konkrit dalam kehidupan masyarakat sehari-hari disebut sebagai penegakan hukum. Dalam Bahasa Indonesia penegakan hukum
dikenal juga dengan istilah penerapan hukum dan dalam bahasa asing juga dikenal
41
Bismar Nasution., “Hukum Rasional Untuk Landasan Pembangunan Ekonomi Indonesia”, Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Reformasi Hukum dan Ekonomi, sub tema: Reformasi
Agraria Mendukung Ekonomi Indonesia diselenggarakan dalam rangka Dies Natalis USU ke-52, Medan, Sabtu 14 Agustus 2004, hal. 8.
42
Soerjono Soekanto., Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Edisi Baru, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001, hal. 3.
43
Otje Salman., Sosiologi Hukum Suatu Pengantar, Bandung: Armico, 1983, hal. 12.
berbagai peristilahan seperti tentang rechstoepassing, rechtshandhaving Belanda, law enforcement, application Amerika.
44
Jadi, penegakan hukum itu merupakan kewajiban dari seluruh masyarakat dan untuk ini pemahaman tentang hak dan kewajiban menjadi syarat mutlak. Masyarakat
bukan penonton bagaimana hukum ditegakkan, akan tetapi masyarakat aktif berperan dalam penegakan hukum.
2. Landasan Konsepsional