Peranan Kejaksaan Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi Di

skenario ini adalah hilangnya legitimasi yuridis pemerintah untuk mengurus harta negara. Inilah antara lain suatu kemungkinan ekstrim, apabila diperluas makna kekayaan negara, yang meluas kepada kekayaan korporasi yang telah dipisahkan dari kekayaan negara. Perluasan makna keuangan negara yang merambah hingga kepada korporasi dengan kekayaan negara yang dipisahkan, telah mengikis dan mengancam para profesional BUMN, serta juga menulari mitra bisnis BUMN itu.

E. Peranan Kejaksaan Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi Di

Lingkungan Badan Usaha Milik Negara Pada dasarnya Lembaga Kejaksaan berperan melakukan tindakan-tindakan preventif yang ditujukan untuk meniadakan gejala-gejala yang mengarah terjadinya tindak pidana yang menimbulkan gangguan terhadap keamanan dan ketertiban umum. Dalam perspektif sistem peradilan pidana, peranan Lembaga Kejaksaan sangat jelas adalah sebagai bagian dari sistem peradilan pidana. Peranan Kejaksaan sebagai subsistem dari sistem peradilan pidana yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini baik dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana maupun dalam Undang-Undang Kejaksaan No. 16 Tahun 2004 yaitu sebagai penyidik dan penuntut umum. Di dalam buku petunjuk pelaksanaan tentang Proses Penyidikan Tindak Pidana, disebutkan bahwa Jaksa adalah sebagai alat negara penegak hukum, berkewajiban untuk memelihara tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, serta ketertiban dan kepastian hukum. Dengan demikian Jaksa berperan sebagai penegak hukum yang melindungi masyarakat. Dalam rangka pelaksanaan tugasnya membina keamanan dan ketertiban masyarakat, Jaksa berkewajiban dengan segala usaha, pekerjaan dan kegiatan penegakan hukum kepada seorang terdakwa. 128 Dalam usaha tersebut harus berdasarkan ketentuan dan peraturan Perundang- Undangan yang berlaku. Salah satu bentuk tindak pidana yang sangat merugikan masyarakat kecil adalah tindak pidana korupsi. Dalam rangka penanganan tindak pidana korupsi, Lembaga Kejaksaan sebagai alat negara berperan untuk menegakkan hukum. Tindak pidana korupsi yang terjadi di wilayah Propinsi Sumatera saat ini menunjukan peningkatan yang memprihatinkan. Hal tersebut dapat dilihat pada data yang diperoleh dari keterangan Ketua Seksi Pidana Khusus di Kejaksaan Ngeri Medan. Berdasarkan keterangannya selama tahun 2007 Januari sampai akhir 2009, terdapat beberapa kasus tindak pidana korupsi yang terjadi di Sumatera Utara. 129 Menurut data yang penulis peroleh di Kejaksaan Negeri Medan dalam kurun waktu lima tahun terakhir yaitu periode Januari 2005 sampai dengan Maret 2009 dari jumlah 9.961 sembilan ribu sembilan ratus enam puluh satu perkara tindak pidana meliputi narkoba, pencurian, penganiayaan, kesusilaancabul dan korupsi, tercatat hanya terdapat 8 delapan perkara tindak pidana korupsi yang terjadi dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri Medan yaitu masing-masing tahun 2005 sebanyak 3 tiga 128 Oky Riza Wijayanto., Peranan Lembaga Kejaksaan Dalam Penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi Di Kabupaten Banjarnegara, Skripsi, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang, pada tanggal 2 April 2007, hal. 45. 129 Ibid., hal. 46. perkara. Dan terhadap pelaku tindak pidana korupsi itu sendiri pada umumnya dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil. 130 Untuk lebih jelasnya lagi, maka dapat dilihat dalam daftar tabel berikut: Tabel 1: Jumlah Perkara Pidana Periode Januari 2006 sd Maret 2009 di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara 131 No Periode Perkara Jumlah 1 Januari 2006 sd Maret 2009 Narkoba 4.704 2 Januari 2006 sd Maret 2009 Pencurian 3.881 3 Januari 2006 sd Maret 2009 Penganiayaan 1.028 4 Januari 2006 sd Maret 2009 KesusilaanCabul 340 5 Januari 2006 sd Maret 2009 Korupsi 8 Tabel 2: Jumlah Perkara Korupsi Periode Januari 2006 sd Maret 2009 Di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara 132 No Periode Jumlah Perkara 1 Januari 2003 sd Desember 2005 3 2 Januari 2004 sd Desember 2006 2 3 Januari 2005 sd Desember 2007 - 4 Januari 2006 sd Desember 2008 3 5 Januari 2007 sd Desember 2009 - Jumlah Keseluruhan 8 Dari seluruh tabel di atas, maka dapat dilihat bahwa tindak pidana korupsi yang terjadi beberapa tahun terakhir ini sedikit sekali yang berhasil diungkap hingga disidangkan di pengadilan jika dibandingkan dengan pemberitaan yang terungkat 130 Ibid., hal. 46-47. 131 Kejaksaan Negeri Medan Tahun 2010. 132 Ibid. dalam beberapa media masa elektronik maupun media masa cetak. Padahal secara umum tindak pidana korupsi sudah tumbuh dengan suburnya di Indonesia. Dalam kondisi seperti ini seharusnya tingkat korupsi yang sangat tinggi maka jumlah perkara korupsi yang terdaftar dan disidangkan di Pengadilan berjumlah lebih besar dibandingkan dengan perkara-perkara lain. Namun demikian kenyataannya perkara-perkara korupsi yang disidangkan tidak sesuai dengan tingkat korupsi yang terjadi. Dalam penangangan suatu korupsi oleh Kejaksaan sangat diperlukan dan didukung dengan data yang lengkap mengenai perkembangan perkara yang sedang ditangani dalam setiap tingkat peradilan. Hal ini dapat mempermudah untuk mengambil langkah-langkah selanjutnya dalam tindakan penanganan perkara atau melakukan kordinasi dengan pihak lainnya. Terhadap kasus-kasus tindak pidana korupsi yang ditangani Kejaksaan dan telah diputus oleh Pengadilan Negeri Medan dilakukan upaya hukum kasasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 3: Upaya Hukum Dalam Tindak Pidana Korupsi Bulan Juni 2009 Di Kejaksaan Negeri Medan 133 No Nama Register Kejaksaan Keterangan 1 Monang Tambunan PDS.02Pidsus122004 Kasasi 2 Ali Bonar Harahap PDS.01Fpk022004 Kasasi 3 Hansen Tionardo Als.A Hong PDS.02Fpk022004 Kasasi 4 Minarni Als Ame PDS.01Fpk022004 Kasasi 5 Karpen Als. Apin PDS.02Fpk042004 Kasasi 6 Drs. Syahrir,SE PDS.02Fpk022006 Kasasi 7 Drs. Karsito, SE.MM dkk PDS.02Fpk082006 Kasasi 8 Drs. Tindir Hasan Hrp PDS.02Fpk092006 Banding 9 Pramono Sigit PDS.02Fpk072006 Kasasi 10 Marihot Situmorang,SH PDS.02Fpk2006 Kasasi Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas. Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat. Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian umumnya. Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, dan karena itu semua maka tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa. Begitupun dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara biasa, tetapi dituntut cara-cara yang luar biasa. 134 133 Ibid. 134 Edi Suandi Hamid., dan M. Sayuti., Menyingkap Korupsi dan Nepotisme di Indonesia, Yogyakarta: Aditya Media, 2005, hal. 17. Penegakan hukum untuk memberantas tindak pidana korupsi yang dilakukan secara konvensional selama ini terbukti mengalami berbagai hambatan. Untuk itu diperlukan metode penegakan hukum secara luar biasa melalui pembentukan suatu badan khusus yang mempunyai kewenangan luas, independen serta bebas dari kekuasaan maupun dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, yang pelaksanaannya dilakukan secara optimal, intensif, efektif, profesional serta berkesinambungan. 135 Dalam rangka mewujudkan supremasi hukum, Pemerintah Indonesia telah meletakkan landasan kebijakan yang kuat dalam usaha memerangi tindak pidana korupsi. Berbagai kebijakan tersebut dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Indonesia Nomor XIMPR1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, serta Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kejaksaan Tinggi sebagai salah lembaga pemerintah, mempunyai peranan yang sangat penting dalam memberantasi korupsi. Hal ini mengingat korupsi di Indonesia terjadi secara sistematik dan meluas sehingga tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat 135 Ibid., hal. 19. secara luas, sehingga pemberantasan korupsi perlu dilakukan dengan cara luar biasa. Dengan demikian pemberantasan tindak pidana korupsi harus dilakukan dengan cara khusus, antara lain penerapan sistem pembuktian terbalik yakni pembuktian yang dibebankan kepada terdakwa. Pada saat sekarang pemberantasan tindak pidana korupsi sudah dilaksanakan oleh berbagai institusi seperti kejaksaan dan kepolisian dan badan-badan lain yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi. Kejaksaan sebagai lembaga yang mengendalikan pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan di daerah hukumnya mempunyai wewenang untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yaitu meliputi tindak pidana korupsi yang: 136 1. Melibatkan aparat penegak hukum, penyeleggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara; 2. Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; danatau 3. Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 satu milyar rupiah. Menurut hasil wawancara dengan P. Sinambela Staf Bidang Upaya Hukum, Eksekusi dan Eksaminasi Tindak Pidana Khusus Pada Kejaksaan Negeri Medan disebutkan, bahwa Kejaksaan Tinggi: 137 136 Evi Hartanti., Op. cit, hal. 162. 137 Hasil Wawancara dengan P. Sinambela Staf Bidang Upaya Hukum, Eksekusi dan Eksaminasi Tindak Pidana Khusus di Kejaksaan Negeri Medan pada tanggal 11 Juni 2010. 1. Dapat menyusun jaringan kerja networking yang kuat dan memperlakukan institusi yang telah ada sebagai “counterpartner” yang kondusif sehingga pemberantasan korupsi dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif. 2. Tidak memonopoli tugas dan wewenang penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan; 3. Berfungsi sebagai pemicu dan pemberdayaan institusi yang telah ada dalam pemberantasan korupsi 4. Berfungsi untuk melakukan supervisi dan memantau institusi yang telah ada, dan dalam keadaan tertentu dapat mengambil alih tugas dan wewenang penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan yang sedang dilaksanakan oleh kepolisian danatau kejaksaan. Untuk mengetahui tentang peranan Kejaksaan dalam pemberantasan korupsi menurut P. Sinambela Staf Bidang Upaya Hukum, Eksekusi dan Eksaminasi Tindak Pidana Khusus Pada Kejaksaan Negeri Medan, bahwa Kejaksaan mempunyai tugas: 138 1. Melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi 2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi 138 Hasil Wawancara dengan P. Sinambela Staf Bidang Upaya Hukum, Eksekusi dan Eksaminasi Tindak Pidana Khusus di Kejaksaan Negeri Medan pada tanggal 11 Juni 2010. 3. Melakukan Penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi 4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi 5. Melakkan monitor-monitor penyelenggaraan pemerintahan negara. Dalam melaksanakan tugas koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan terhadap tindak pidana korupsi, maka Kejaksaan Tinggi berwenang: 139 1. Menggkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi 2. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi 3. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi 4. Melaksanakan dengan pendapat atau pertemuan dengan instansi berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi 5. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi. Dalam melaksanakan tugas supervisi, Kejaksaan berwenang: 140 1. Melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik. 139 Ibid. 140 Ibid. 2. Kejaksaan Tinggi berwenang juga mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan. 3. Dalam hal Kejaksaan Tinggi mengambil alih penyidikan atau penuntutan, kepolisian wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan dalam waktu paling lama 14 empat belas hari kerja, terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan Kejaksaan Tinggi. Dengan demikian jelaslah bahwa fungsi kejaksaan dalam bidang pidana yang paling mendasar adalah melakukan penyelidikan, penyidikan terhadap tindak pidana khusus yaitu Tindak Pidana Korupsi yang terjadi di masyarakat. Penyelidikan menurut Pasal 1 butir 5 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur undang-undang. Adapun penyidikan menurut Pasal 1 angka 2 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti ini membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa sebelum menentukan tersangka dalam suatu peristiwa, terlebih dahulu akan diselidiki apakah peristiwa tersebut merupakan peristiwa hukum yang di dalamya terdapat unsur-unsur tindak pidana. Apabila ternyata dalam penyelidikan diperoleh keterangan bahwa peristiwa tersebut mengandung unsur tindak pidana, maka akan ditindak lanjuti oleh jaksa pada tahap penyidikan. Terkait dengan masalah maraknya tindak pidana korupsi di Sumatera Utara, para Jaksa terus melakukan pengamatan dan pengawasan secara intensif. Pengamatan dan pengawasan yang dilakukan terutama pada bagian bendahara yang sangat rawan. Tindak pidana korupsi seperti gunung es di lautan, yaitu hanya kelihatan puncaknya tetapi semakin ke bawah semakin membesar. Demikian pula halnya dengan tindak pidana korupsi yang banyak terjadi, hanya sebagian kecil yang dilaporkan.

BAB III PROSES PENANGANAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KEJAKSAAN

DI LINGKUNGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

A. Kedudukan dan Wewenang Kejaksaan Dalam Pemeriksaan Tindak Pidana

Korupsi di Lingkungan Badan Usaha Milik Negara Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara, khususnya di bidang penuntutan. Sebagai badan yang berwenang dalam penegakan hukum dan keadilan Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri merupakan kekuasaan negara khususnya dibidang penuntutan, dimana semuanya merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisahkan. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 yang menggantikan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan UU Kejaksaan, Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme KKN. Ketentuan dalam Pasal 2 ayat 1 UU Kejaksaan ditentukan bahwa, Kejaksaan RI sebagai lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya secara merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya.