Pendapatan Bersih Petani Kopi

Maruwandi Y. Simaibang : Analisis Finansial Usahatani Kopi Arabika Varietas Unggul Di Kabupaten Pakpak Bharat Kasus : Desa Kuta Mariah, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat, 2008. USU Repository © 2009

b. Penerimaan Petani

Penerimaan adalah nilai yang diperoleh dari seluruh hasil produksi pertanian dengan harga jual produksi. Harga jual kopi arabika di Desa Kuta Meriah sering mengalami fluktuasi harga pada waktu-waktu tertentu yang mengakibatkan ketidakpastian jumlah penerimaan. Harga jual kopi pada tahun 2006 rata-rata mencapai Rp 10.000Kg. harga jual tersebut pada umumnya sama untuk seluruh petani kopi arabika di daerah penelitian. Jumlah penerimaan yang diperoleh oleh petani kopi arabika di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 19 berikut ini : Tabel 19. Rata-rata Penerimaan Petani Kopi per Petani dan Per Ha Tahun Ke III No Penerimaan Petani Kopi Rupiah 1 Per Petani Tahun III Rp 8.617.500 2 Per Hektar Tahun III Rp 34.474.629,12 Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 15 2006 Dari Tabel 19 dapat dilihat bahwa rata-rata penerimaan usahatani per tahun yaitu pada tahun ke III setelah penanaman adalah Rp 8.617.500 per petani atau Rp 34.474.629,12 per hektar.

c. Pendapatan Bersih Petani Kopi

Pendapatan bersih adalah total penerimaan yang diperoleh petani dikurangi dengan jumlah biaya produksi selama proses produksi berlangsung. Tabel 20 menunjukkan rata-rata pendapatan bersih petani kopi araabika di daerah penelitian yaitu sebagai berikut : Maruwandi Y. Simaibang : Analisis Finansial Usahatani Kopi Arabika Varietas Unggul Di Kabupaten Pakpak Bharat Kasus : Desa Kuta Mariah, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat, 2008. USU Repository © 2009 Tabel 20. Rata-rata Pendapatan Bersih Petani Kopi Per Petani dan Per Ha Tahun III No Pendapatan Bersih Petani Kopi Rupiah 1 Per Petani Tahun Ke III Rp 2.861.531 2 Per Hektar Tahun Ke III Rp 6.467.583 Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 16 2006 Dari Tabel 20 dapat diketahui bahwa rata-rata pendapatan per petani adalah Rp 2.861.531 dan rata-rata pendapatan per hektar adalah Rp 6.467.583. Berdasarkan jumlah pendapatan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa usahatani kopi di daerah penelitian adalah menguntungkan walaupun dengan teknik budidaya yang sederhana dan hasil produksi yang jauh dari kata maksimal sehingga hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa usahatani kopi arabika didaerah penelitian menguntungkan dapat diterima. Analisis Finansial Usahatani Kopi Arabika Analisis finansial merupakan suatu alat untuk mengukur layak atau tidaknya suatu investasi apabila diukur dari aspek keuangan. Pada umumnya terdapat beberapa kriteria dalam menentukan kelayakan suatu usaha yang tergantung kepada kondisi dan kebutuhan yaitu NPV Net Present Value, Net BC Net Benefit Cost dan IRR Internal Rate Of Return. Besarnya nilai NPV, Net BC dan IRR selama 3 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 21 berikut ini : Maruwandi Y. Simaibang : Analisis Finansial Usahatani Kopi Arabika Varietas Unggul Di Kabupaten Pakpak Bharat Kasus : Desa Kuta Mariah, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat, 2008. USU Repository © 2009 Tabel 21. Nilai Rata-rata NPV, Net BC dan IRR Per Ha 1-3 Tahun NO Uraian Rp.Ha 1-3 Tahun 1 NPV 5.846.517,16 2 Net BC 1,40 3 IRR 194.77 Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 17 – 22 2006 Dari Tabel 21 dapat diketahui bahwa dengan discount factor 15 diperoleh nilai NPV Per Hektar Rp 5.846.517,16, nilai Net BC Per Hektar 1,40 dan nilai IRR Per Hektar 194.77 . Berdasarkan Kriteria kelayakan diketahui bahwa nilai NPV 0, Net BC 1 dan nilai IRR I 15 maka dari hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa usahatani kopi arabika di Desa Kuta Meriah layak untuk diusahakan atau dikembangkan. Hal ini sesuai dengan hipotesis keempat yang menyatakan bahwa usahatani kopi arabika secara finansial layak untuk diusahakan didaerah penelitian dapat diterima. Hubungan Karakteristik Petani Terhadap Pendapatan Adapun hubungan karakteristik petani yang diteliti adalah umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani dan jumlah tanggungan. Umur adalah usia petani pada saat penelitian dilaksanakan yang diukur berdasarkan usia kerja yaitu 17-59 tahun. Tingkat pendidikan formal tingkat pendidikan petani yang diterima petani berdasarkan tingkatan SD, SLTP, SLTA dan Sarjana S1. Pengalaman bertani adalah lamanya petani mengusahakan usahataninya dan jumlah tanggungan adalah salah satu faktor ekonomi yang perlu untuk diperhatikan. Maruwandi Y. Simaibang : Analisis Finansial Usahatani Kopi Arabika Varietas Unggul Di Kabupaten Pakpak Bharat Kasus : Desa Kuta Mariah, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat, 2008. USU Repository © 2009 Hubungan Korelasi Pearson antara Umur Terhadap Pendapatan Petani Umur petani adalah salah satu faktor yang berkaitan erat dengan kemampuan kerja dalam melaksanakan kegiatan usahatani. Umur dapat dijadikan sebagai tolok ukur dalam melihat kemampuan maksimal dari seseorang dalam melaksanakan aktivitas pekerjaan ketika dalam kondisi umur yang masih produktif atau potensial. Untuk mengetahui hubungan korelasi Pearson antara umur petani kopi arabika dengan pendapatan dapat dilihat pada Tabel 22 berikut ini : Tabel 22. Hubungan Antara Umur Petani Kopi Dengan Pendapatan Di Desa Kuta Meriah No Kelompok Umur Tahun Pendapatan Rp Jumlah Rp Rendah -4955078 - 9752083 Sedang 9752083-31539062 Tinggi 31539062-63572656 1 26-30 1 2,5 1 2,5 1 2,5 3 7,5 2 31-45 10 25 4 10 7 17,5 21 52,5 3 46-60 6 15 2 5 2 5 10 25 4 61-67 4 10 2 5 0 0 6 15 JUMLAH 21 52,5 9 22,5 10 25 40 100 Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 23 24 2006 Berdasarkan Tabel 22 dapat dilihat bahwa kelompok umur 26-30 tahun tergolong berpendapatan merata yaitu 1 orang 2,5 untuk setiap jenis pendapatan, kelompok umur 31-45 tahun tergolong berpendapatan rendah yaitu sebanyak 10 orang 25, kelompok umur 46-60 tahun tergolong berpendapatan rendah dengan jumlah sebanyak 6 orang 15 dan kelompok umur 61-67 tahun tergolong berpendapatan rendah yaitu sebanyak 4 orang 10. Berdasarkan analisis data primer pada lampiran 24 diperoleh koefisien korelasi r yx – 0,1404 dengan t hitung sebesar – 0,8741 dan t tabel ½ ∞ 0.05 = 2,021 dengan df=38 dan tingkat kepercayaaan 95 . Oleh karena t hitung = - 0,8741 t tabel = 2,021 Maruwandi Y. Simaibang : Analisis Finansial Usahatani Kopi Arabika Varietas Unggul Di Kabupaten Pakpak Bharat Kasus : Desa Kuta Mariah, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat, 2008. USU Repository © 2009 sehingga Ho diterima dan Ha tidak diterima yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara umur terhadap pendapatan. Hubungan Korelasi Pearson Antara Tingkat Pendidikan Terhadap Pendapatan Petani Tingkat pendidikan formal yang dimiliki petani akan menunjukkan tingkat pengetahuan serta wawasan yang luas sehingga dapat dipergunakan untuk menerapkan berbagai hal yang diperoleh baik dari orang lain, lembaga pemerintah ataupun para ahli pertanian sehingga dapat meningkatkan produksi dari usahataninya. Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan petani kopi dengan pendapatan dapat dilihat pada Tabel 23 berikut ini : Tabel 23. Hubungan Antara Tk. Pendidikan Petani Kopi Dengan Pendapatan di Desa Kuta Meriah No Tk. Pendidikan Tahun Pendapatan Rp Jumlah Rp Rendah -4955078 - 9752083 Sedang 9752083-31539062 Tinggi 31539062-63572656 1 0 – 6 SD 8 20 5 12,5 1 2,5 14 35 2 7 – 9 SLTP 11 27,5 2 5 8 20 21 52,5 3 10-12 SLTA 3 7,5 2 5 0 0 5 12,5 4 13 – 17 D3S1 0 0 0 0 0 0 0 0 JUMLAH 22 55 9 22,5 9 22,5 40 100 Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 23 25 2006 Berdasarkan Tabel 23 dapat dilihat bahwa petani dengan tingkat pendidikan tamatan D3-S1 tidak terdapat di daerah penelitian sedangkan tingkat pendidikan yang paling tinggi adalah tamatan SLTP sebanyak 21 orang 52,5. Berdasarkan analisis data primer pada lampiran 25 diperoleh koefisien korelasi r yx 0,005 dengan t hitung = 0,0308 dan t tabel ½ ∞ 0.05 = 2,021 dengan df=38 dan tingkat kepercayaan 95 . Oleh karena t hitung = 0,0308 t tabel = 2,021 Maruwandi Y. Simaibang : Analisis Finansial Usahatani Kopi Arabika Varietas Unggul Di Kabupaten Pakpak Bharat Kasus : Desa Kuta Mariah, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat, 2008. USU Repository © 2009 sehingga Ho diterima dan Ha tidak diterima yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan terhadap pendapatan. Hubungan Korelasi Pearson Antara Pengalaman Bertani Terhadap Pendapatan Petani Pengalaman bertani yang dimiliki oleh setiap orang berbeda-beda tergantung dari kemauan dan kemampuan yang dimiliki sehingga mampu bertahan dalam pola hidup yang selalu sama tanpa memikirkan pilihan hidup yang lain. Oleh sebab itu, pengalaman berusahatani dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan agar tidak melakukan kesalahan yang sama dan mampu memberikan inovasi yang lebih baik untuk waktu-waktu berikutnya. Untuk melihat adanya hubungan antara pendapatan terhadap pengalaman bertani maka dapat dilihat pada Tabel 24 berikut ini : Tabel 24. Hubungan Antara Pengalaman Bertani Terhadap Pendapatan Petani di Desa Kuta Meriah No Pengalaman Bertani Tahun Pendapatan Rp Jumlah Rp Rendah -4955078 - 9752083 Sedang 9752083-31539062 Tinggi 31539062-63572656 1 3 – 6 15 37,5 6 15 4 10 25 62,5 2 7 – 10 6 15 3 7,5 6 15 15 37,5 JUMLAH 21 52,5 9 22,5 10 25 40 100 Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 23 26 2006 Berdasarkan Tabel 24 dapat dilihat bahwa pengalaman bertani yang paling besar adalah 3–6 tahun dengan mayoritas berpendapatan rendah sebanyak 15 orang 37,5 dan pengalaman bertani yang paling kecil adalah 7–10 dengan mayoritas berpendapatan tinggi dengan jumlah 6 orang 25. Berdasarkan analisis data primer pada lampiran 26 diperoleh koefisien korelasi r yx sebesar 0.2902 dengan t hitung sebesar 1.8694 dan t tabel ½ ∞ 0.05 = 2,021 dengan Maruwandi Y. Simaibang : Analisis Finansial Usahatani Kopi Arabika Varietas Unggul Di Kabupaten Pakpak Bharat Kasus : Desa Kuta Mariah, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat, 2008. USU Repository © 2009 df=38 dan tingkat kepercayaan 95 . Oleh karena t hitung = 0.8694 t tabel = 2,021 sehingga Ho diterima dan Ha tidak diterima yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengalaman bertani terhadap pendapatan. Hubungan Korelasi Pearson Antara Jumlah Tanggungan Terhadap Pendapatan Petani Jumlah tanggungan keluarga adalah salah satu faktor ekonomi yang perlu diperhatikan dalam menentukan pendapatan petani dalam memenuhi kebutuhannya. Tanggungan keluarga sangat mempengaruhi sifat dari seorang petani yang mana dengan kesadaran penuh berusaha memenuhi kebutuhan keluarga akibat adanya tanggung jawab yang secara keseluruhan berada ditangannya. Untuk melihat hubungan antara jumlah tanggungan keluarga terhadap pendapatan petani kopi arabika dapat dilihat pada Tabel 25 berikut ini : Tabel 25. Hubungan Antara Jumlah Tanggungan Terhadap Pendapatan Petani Kopi Arabika di Desa Kuta Meriah No Jumlah Tanggungan Jiwa Pendapatan Rp Jumlah Rp Rendah -4955078 - 9752083 Sedang 9752083-31539062 Tinggi 31539062-63572656 1 1 – 5 16 40 5 9,37 9 16,87 30 75 2 6 – 10 6 15 3 7,5 1 2,5 10 25 JUMLAH 22 55 8 16,87 10 19,37 40 100 Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 23 27 2006 Berdasarkan Tabel 25 dapat dilihat bahwa jumlah tanggungan yang terkecil adalah 6–10 Jiwa dengan jumlah 10 orang 25 dan mayoritas berpendapatan rendah sebanyak 6 orang 15 sedangkan jumlah tanggungan terbesar adalah 1–5 Jiwa dengan jumlah 30 orang 75 dan mayoritas berpendapatan rendah sebanyak 16 orang 40. Berdasarkan analisis data primer Maruwandi Y. Simaibang : Analisis Finansial Usahatani Kopi Arabika Varietas Unggul Di Kabupaten Pakpak Bharat Kasus : Desa Kuta Mariah, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat, 2008. USU Repository © 2009 pada lampiran 27 di peroleh koefisien korelasi r yx sebesar 0.0336 dengan t hitung sebesar 0.2072 dan t tabel ½ ∞ 0.05 = 2,021 dengan df=38 dan tingkat kepercayaan 95 . Oleh karena t hitung = 0,2072 t tabel = 2,021 sehingga Ho diterima dan Ha tidak diterima yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah tanggungan terhadap pendapatan. Berdasarkan uraian diatas bahwa hipotesis yang menyatakan terdapat hubungan karakteristik sosial ekonomi petani yang meliputi umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan dan pengalaman bertani terhadap pendapatan ditolak. Masalah-Masalah Dalam Usahatani Kopi

a. Lembaga Pendukung