Pengaruh Media Sosialisasi Terhadap Pengetahuan dan Sikap Mahasiswi Tentang Pentingnya Pap Smear di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Tahun 2011

(1)

PENGARUH MEDIA SOSIALISASI TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP MAHASISWI TENTANG PENTINGNYA PAP SMEAR

DI FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT USU TAHUN 2011

SKRIPSI

OLEH :

PERANIKA R PAKPAHAN NIM. 071000120

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

PENGARUH MEDIA SOSIALISASI TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP MAHASISWI TENTANG PENTINGNYA PAP SMEAR

DI FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT USU TAHUN 2011

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

PERANIKA R PAKPAHAN NIM. 071000120

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

ABSTRAK

Kanker serviks merupakan kanker yang masih saja mengancam semua wanita diseluruh dunia khususnya negara-negara berkembang. Di Indonesia sendiri, penyakit ini menjadi penyebab kematian nomor dua bagi kaum perempuan setelah kanker payudara. Kanker ini sangat berbahaya, karena pada stadium awal tidak menunjukkan gejala pada fisik. Salah satu upaya untuk mengurangi angka kematian akibat penyakit ini adalah skrining. Salah satu skrining yang paling dianjurkan untur kanker serviks adalah dengan tes pap smear.

Tes pap smear telah lama diperkenalkan untuk kaum perempuan, namun yang menjadi permasalahan program skrining ini masih belum berhasil di Indonesia. Di Indonesia masih banyak kasus kanker serviks yang ditemukan pada stadium lanjut. Padahal apabila ditemukan dalam stadium awal, akan lebih mudah untuk mengobati dan angka harapan hidupnya pun semakin tinggi.

Peneliti mengambil sudut pandang yang berbeda dari penelitian pada umumnya, dimana penelitian-penelitan sebelumnya terlalu terfokus kepada kelompok perempuan yang sudah melakukan pap smear. Disini, peneliti memfokuskan kepada kelompok perempuan yang belum bisa melakukan tes pap smear. peneliti ingin melihat sejauh manakah pengetahuan dan sikap mahasiswi terhadap pentingnya pap smear. Dengan kata lain, penelitian ini bermaksud menerapkan pendekatan yang berbeda mengenai sosialisasi pap smear.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh media sosialisasi terhadap pengetahuan dan sikap mahasiswi FKM USU tentang pentingnya pap smear. penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Jumlah responden penelitian adalah 85 orang dengan teknik pengambilan sampel dengan cara proportional stratified random sampling yaitu pengambilan sampel pada setiap kelas secara proporsional agar setiap orang memiliki peluang yang sama. Penyajian data dilakukan dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan responden tergolong sedang (51.8%) dan sikap tergolong sedang juga (71.8%). Dari hasil analisa multivariat ditemukan tidak ada pengaruh yang signifikan antara media sosialisasi (keluarga, teman/kelompok sebaya, media cetak dan media elektronik) terhadap pengetahuan dan sikap mahasiswi FKM USU tentang pentingnya pap smear (p>0.05)

Dari hasil penelitian disarankan agar pihak FKM USU memberikan program-program tambahan baik berupa seminar atau mata kuliah umum melalui pendekatan teman sebaya yang dapat meningkatkan pengetahuan mahasiswi FKM USU tentang pentingnya pap smear, dan bagi pihak pemerintah agar memasukkan manfaat pap smear menjadi bagian kesehatan reproduksi remaja. Sehingga, sejak dini, perempuan menyadari betapa rentannya dia terserang kanker serviks dan menyadari kewajibannya untuk melakukan pap semar setelah menikah.


(4)

ABSTRACT

Cervical cancer is still threatening all women across the world particularly in developing countries. In Indonesia, nowadays cervical cancer is the second most common cancer that affects women after breast cancer. This cancer is a potential killer, since there is no appearance of physical symptom at early stage. One of the efforts for diminishing the mortality caused by this disease is screening. The most suggested screening method for cervical cancer is Pap Smear Test.

Pap smear test has been promoted for women, but the problem is, this program still not succeeded yet in Indonesia. There are so many women that affected by this cancer which discovered in later stage cervical cancer, whereas if these cases is discovered in early stage, it would be easy to cure and have a higher life expectation.

Researcher took a different viewpoint than researches generally. The previously researches too focused to group who are already doing pap smear test or for married female. In this research, researcher focused to women who have not been able for doing Pap smear test. The highlight of researcher is the knowledge and attitude of coed about the importance of Pap smear test. In other word, this research intended to make a different approach in socialization of Pap smear test.

The objective of this research is to knowing the influence of socialization media to Public Health coed knowledge and attitude about the importance of Pap smear test in University of Sumatera Utara. Design of this research is descriptive analytic using quantitative approach. There are 85 respondents that taken with sampling method used proportional stratified random sampling technique that is taking sample in each classes in proportion, so that everyone has a similar opportunity to be sample. Data presented by using frequency distribution tables.

The result showed that respondent knowledge is classified as medium (51.8%) and so about attitude, classified as medium also (71.8%). From multivariate analysis found there is no significant influences between socialization media ( family, peer group, print media and electronic media) to coed knowledge and attitude about the importance of pap smear (p>0.05).

From the result suggested for Public Health of USU to provide additional programs such like seminar or general lesson through peer group approach which can improve the knowledge of Public Health Coed about the importance of pap smear, and for government it suggested for taking pap smear to be one of topic of reproductive health for adolescent. So that, women aware earlier how vulnerable themselves affected by cervical cancer and they aware that they have to do Pap smear test when they would be married.


(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : PERANIKA R PAKPAHAN

Tempat /Tanggal Lahir : Pansurbatu/ 11 Juli 1989

Agama : Katolik

Status Perkawinan : Belum Kawin

Anak ke : 2 (dua) dari 7 (tujuh ) bersaudara

Alamat Rumah : Rahutbosi, Pansurbatu kec. Pangaribuan kab. Tapanuli Utara

Riwayat Pendidikan : 1. 2007-2011 : Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

2. 2004-2007 : SMA Bintang Timur Balige

3. 2001-2004 : SMP St. Maria Tarutung


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Bapa di surga Yesus Kristus dan Bunda Maria yang selalu memberikan karunia terbaik dan atas berkat-Nya jugalah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Media Sosialisasi Terhadap Pengetahuan dan Sikap Mahasiswi Tentang Pentingnya Pap Smear di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Tahun 2011”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Dalam penulisan skripsi ini, tidak terlepas dari dukungan, bimbingan dan saran-saran yang telah diberikan oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Drs. Tukiman, MKM selaku ketua Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku yang telah banyak memberikan ilmu, pengalaman, nasehat dan arahan kepada penulis selama menuntut ilmu di FKM USU.

3. Ibu dr. Linda T Maas, MPH selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, pengalaman hidup kepada penulis.

4. Bapak Drs. Eddy Syahrial, MS selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberi arahan dan bimbingan kepada penulis.


(7)

5. Bapak Drs. Alam Bakti Keloko, MKes selaku Dosen Penguji I yang sangat membantu dalam memberikan masukan-masukan kepada penulis.

6. Ibu Namora Lumongga Lubis, MSc, PhD selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis.

7. Seluruh staf pengajar Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat USU, terima kasih buat pembelajaran yang telah diberikan kepada penulis, tidak lupa dengan Bang Hendro Lukito, yang selalu bersedia membantu penulis dalam hal administrasi

8. dr. Taufik Ashar, MKM selaku Dosen Pembimbing Akademik yangtelah banyak member masukan, saran selama penulis kuliah di FKM USU.

9. Orangtuaku, Esron Pakpahan, Amd dan Mawar Sianturi. Orangtua yang sangat penulis banggakan, terima kasih karena semangat yang telah kalian tunjukkan telah membuat saya mampu bertahan dalam cobaan hidup. Bagi kami anak-anakmu kalian adalah tuhan yang nyata dalam hidup kami. Kalian telah memberi kami contoh yang baik, mengajari kami dengan baik, member kami inspirasi, kalian telah menjalani peran sebagai orangtua dengan sangat-sangat sempurna.

10. Orangtua angkatku Marojahan Silaen, S.Pd. dan Dra. Romito T A L. Tobing, MSi, MM, terima kasih buat semuanya selama ini. Semoga Tuhan memberkati kalian.

11. Keluargaku Ony Yusnidar Pakpahan, S.Sos, Quitsyah Agnes Pakpahan, Roboy Pakpahan, Sarina Pakpahan, Tati Apriana Pakpahan, Usi Hexa


(8)

Putri Pakpahan, terimakasih buat dukungan yang telah diberikan kepada saya.

12. Sahabat-sahabat terbaik saya : Andru Kosti, Ivo Gustiara, Fitriani br Sinaga, Yunita Matanari, Dewi Naimarata, Cut Alia, Romario Nainggolan, Arif Law Merry dan khusunya Ibu kos Ny. Simanjuntak 13. Teman-teman PKIP 07 Nova, Putra, Addlin, Juni, Vidia, Udin, Elpita, Feri

Fadli, Devi, Vero dan Vita

14. Sahabat-sahabat SMA Bintang Timur Balige khususnya EGIPASA

15. Semua pihak yang telah membantu saya, baik bantuan dukungan, saran, doa, kerjasama dan masukan-masukan yang tidak dapat saya sebutkan satu-satu disini, terima kasih saya ucapkan.

Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Baik itu dalam penulisan kata, penyusunan kalimat dan juga tidak menutup kemungkinan dalam penyajian data. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih. Semoga skripsi ini berguna bagi kita semua. Amin.

Medan, Desember 2011 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.3.1 Tujuan Umum ... 8

1.3.2 ... Tujuan Khusus ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Media Sosialisasi ... 10

2.1.1 Keluarga ... 10

2.1.2 Teman Sebaya ... 11

2.1.3 Sekolah ... 13

2.1.4 Lingkungan Kerja ... 14

2.1.5 Media Massa ... 14

2.2. Perilaku ... 15

2.2.1. Ruang Lingkup Perilaku Kesehatan ... 15

2.2.1.1. Pengetahuan ... 17

2.2.1.2. Sikap ... 20

2.2.1.3. Tindakan ... 25

2.2.2. Perubahan Perilaku ... 26

2.2.3. Teori Stimulus Organisme ... 27

2.3. Kanker ... 28

2.3.1. Kanker Serviks ... 29

2.3.2. Faktor Resiko Kanker Serviks ... 30

2.3.3. Gejala Kanker Serviks ... 35

2.3.4. Stadium Perkembangan Kanker Serviks ... 36

2.3.5. Deteksi Dini Kanker Serviks dengan Pap Smear ... 39

2.3.6. Pencegahan Kanker Serviks ... 44

2.4. Kerangka Konsep ... 48

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 49

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 49


(10)

3.2.2 Waktu Penelitian ... 49

3.3 Populasi dan Sampel... 49

3.3.1 Populasi 49 3.3.2 Sampel 50 3.4 Metode Pengumpulan Data ... 51

3.4.1 Data Primer ... 51

3.4.2 Data Sekunder ... 52

3.5 Definisi Operasional ... 52

3.6 Instrumen dan Aspek Pengukuran ... 53

3.6.1 Instrumen ... 53

3.6.2 Aspek Pengukuran 53 3.7. Pengolahan dan Analisis Data ... 57

3.7.1 Pengolahan Data ... 57

3.7.2 Analisis Data ... 57

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum FKM USU ... 59

4.2 Hasil Analisa Univariat ... 60

4.2.1 Media Sosialisasi ... 60

4.2.1.1 Keluarga ... 60

4.2.1.2 Teman/kelompok sebaya ... 64

4.2.1.3 Media Cetak... 67

4.2.1.4 Media Elektronik ... 70

4.2.2 Pengetahuan Mahasiswi FKM USU ... 72

4.2.3 Sikap Mahasiswi FKM USU ... 80

4.3 Hasil Analisa Bivariat ... 88

4.3 Hasil Analisa Multivariat ... 91

4.4.1 Pemilihan Variabel Kandidat ... 91

4.4.2 Pembuatan Model Penentu Pengetahuan tentang Pap Smear ... 92

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Media Sosialisasi ... 94

5.1.1 Keluarga ... 94

5.1.2 Teman/Kelompok Sebaya ... 96

5.1.3 Media Cetak ... 97

5.1.4 Media Elektronik ... 98

5.2 Pengetahuan Mahasiswi FKM USU tentang Pentingnya Pap Smear ... 99

5.3 Sikap Mahasiswi FKM USU tentang Penting Pap Smear ... 104

5.4 Pengaruh Media Sosialisasi Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Tentang Pentingnya Pap Smear ... 106


(11)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 108 6.2 Saran ... 109 DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Distribusi mahasiswa FKM USU program reguler tahun 2008 -2011 ... 50 Tabel 3.2 Jumlah sampel pada tiap-tiap stambuk berdasarkan proporsi .. 50 Tabel 4.1 Distribusi mengenai tabu atau tidaknya membicarakan masalah

seksualitas dilingkungan keluarga ………. 61 Tabel 4.2 Distribusi mengenai yang akan dilakukan responden apabila

terdapat kelainan dalam organ reproduksi apakah akan

memberitahu kepada keluarga atau tidak ……… 61 Tabel 4.3 Distribusi mengenai pernah tidaknya keluarga menjelaskan cara

perawatan organ reproduksi ………. 61

Tabel 4.4 Distribusi mengenai ada tidaknya anggota keluarga melakukan pap

smear ………... 62

Tabel 4.5 Distribusi mengenai pernah tidaknya keluarga menjelaskan bahwa setiap wanita rentan terhadap kanker serviks ………... 62 Tabel 4.6 Distribusi mengenai pernah tidaknya keluarga menjelaskan setelah

menikah maka wanita wajib pap smear ………... 63 Tabel 4.7 Distribusi mengenai pernah tidaknya keluarga menjelaskan

manfaat pap smear ……… 63

Tabel 4.8 Distribusi mengenai ada tidaknya penderita kanker serviks

dilingkungan keluarga ………. 63

Tabel 4.9 Distribusi mengenai gambaran peran media sosialisasi keluarga

………...……… 64

Tabel 4.10 Distribusi mengenai saling bertukar informasi tentang

pemeliharaan organ reproduksi dengan teman ………. 64 Tabel 4.11 Distribusi mengenai pernah tidaknya membahas penyakit yang

disebabkan perilaku seksual ……… 65 Tabel 4.12. Distribusi mengenai gambaran peran teman dalam member


(13)

Tabel 4.13 Distribusi mengenai pernah tidaknya membahas manfaat pap

smear ………. 65

Tabel 4.14 Distribusi ada tidaknya teman yang sudah melakukan pap smear ... ……. 66 Tabel 4.15 Distribusi mengenai pernah tidaknya mendapat ajakan untuk

mengikuti seminar tentang manfaat pap smear ……… 66 Tabel 4.16 Distribusi mengenai ada tidaknya organisasi/kelompok yang

mengadakan seminar tentang manfaat pap smear ……… 66 Tabel 4.17 Distribusi mengenai gambaran peran media sosialisasi

teman/kelompok sebaya ………. 67

Tabel 4.18 Distribusi mengenai pernah tidaknya mendapat informasi tentang bahaya kanker serviks dari buku atau majalah …….. 67 Tabel 4.19 Distribusi mengenai pernah tidaknya mendapat informasi tentang

manfaat pap smear dari buku atau majalah …………. 67 Tabel 4.20 Distribusi mengenai pernah tidaknya mendapat informasi

tentang bahaya kanker serviks yang didapat dari Koran …….. 68 Tabel 4.21 Distribusi mengenai pernah tidaknya mendapat informasi

tentang manfaat pap smear dari koran ………. 68 Tabel 4.22 Distribusi mengenai pernah tidaknya mendapat informasi tentang

bahaya kanker serviks dari spanduk/leaflet/brosur …. 68 Tabel 4.23 Distribusi mengenai pernah tidaknya mendapat informasi tentang

manfaat pap smear dari spanduk/leaflet/brosur ……... 69 Tabel 4.24 Distribusi mengenai gambaran peran media sosialisasi media cetak

... ………. 69

Tabel 4.25 Distribusi mengenai pernah tidaknya mendapat informasi tentang bahaya kanker serviks dari radio ………. 70 Tabel 4.26 Distribusi mengenai pernah tidaknya mendapat informasi tentang

manfaat pap smear dari radio ………... 70 Tabel 4.27 Distribusi mengenai pernah tidaknya mendapat informasi tentang


(14)

Tabel 4.28 Distribusi mengenai pernah tidaknya mendapat informasi tentang manfaat pap smear yang didapat dari TV ………. 71 Tabel 4.29 Distribusi mengenai pernah tidaknya mendapat informasi tentang

bahaya kanker serviks yang didapat dari internet …… 71 Tabel 4.30 Distribusi mengenai pernah tidaknya mendapat informasi tentang

manfaat pap smear yang didapat dari internet ………. 71 Tabel 4.31 Distribusi mengenai gambaran peran media sosialisasi media

elektronik ……… 72

Tabel 4.32 Distribusi mengenai pengetahuan responden tentang pengertian

kanker serviks ……… 72

Tabel 4.33 Distribusi mengenai pengetahuan tentang faktor resiko kanker

serviks ……….. 73

Tabel 4.34 Distribusi mengenai pengetahuan tentang gejala awal kanker

serviks ……….. 73

Tabel 4.35 Distribusi mengenai pengetahuan tentang gejala stadium lanjut

kanker serviks ……… 74

Tabel 4.36 Distribusi mengenai pengetahuan tentang bisa atau tidaknya kanker

serviks disembuhkan ……… 75

Tabel 4.37 Distribusi mengenai pengetahuan tentang pemeriksaan dini yang dapat dilakukan untuk deteksi dini kanker serviks …….. 75 Tabel 4.38 Distribusi mengenai pengetahuan tentang pembersih vagina yang

mengandung antiseptik sebagai salah satu pencegahan kanker

serviks ………. 76

Tabel 4.39. Distribusi mengenai pengetahuan tentang kelompok wanita

yang bisa melakukan pap smear ……….. 76 Tabel 4.40. Distribusi mengenai pengetahuan tentang waktu pemeriksaan pap

smear ………. 77

Tabel 4.41. Distribusi mengenai pengetahuan tentang pap smear sebagai salah satu pengobatan kanker serviks ………. 77 Tabel 4.42. Distribusi mengenai pengetahuan tentang fungsi pap smear … 77


(15)

Tabel 4.43 Distribusi mengenai pengetahuan tentang tempat pemeriksaan pap

smear ………..……. 78

Tabel 4.44 Distribusi mengenai pengetahuan tentang pencegahan factor

resiko kanker serviks ………. 78

Tabel 4.45. Distribusi mengenai pengetahuan tentang syarat sebelum

melakukan pap smear ……….. 79

Tabel 4.46 Distribusi pengetahuan responden tentang pentingnya pap smear ...80 Tabel 4.47. Distribusi mengenai sikap responden ……… 80 Tabel 4.48. Distribusi sikap responden tentang pentingnya pap smear…… 88 Tabel 4.49 Hasil Uji Chi Square hubungan variabel media sosialisasi dengan

pengetahuan responden tentang pentingnya pap smear di FKM

USU tahun 2011 ………... 89

Tabel 4.50 Hasil uji chi square Hubungan pengetahuan tentang pentingnya pap smear dengan sikap tentang pentingnya pap

smear ……….……… 90

Tabel 4.51 Hasil uji Bivariat Pengaruh Media Sosialisasi terhadap

Pengetahuan tentang Pap smear di FKM USU 2011 ………… 92 Tabel 4.52 Hasil Uji Multivariat Regresi Logistik Berganda Tentang

Pengaruh Teman/Kelompok Sebaya, Media Cetak Dan Media Elektronik Terhadap Pengetahuan Tentang Pentingnya Pap Smea


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Kuesioner Master Data

Output Pengolahan Data Surat Penelitian


(17)

ABSTRAK

Kanker serviks merupakan kanker yang masih saja mengancam semua wanita diseluruh dunia khususnya negara-negara berkembang. Di Indonesia sendiri, penyakit ini menjadi penyebab kematian nomor dua bagi kaum perempuan setelah kanker payudara. Kanker ini sangat berbahaya, karena pada stadium awal tidak menunjukkan gejala pada fisik. Salah satu upaya untuk mengurangi angka kematian akibat penyakit ini adalah skrining. Salah satu skrining yang paling dianjurkan untur kanker serviks adalah dengan tes pap smear.

Tes pap smear telah lama diperkenalkan untuk kaum perempuan, namun yang menjadi permasalahan program skrining ini masih belum berhasil di Indonesia. Di Indonesia masih banyak kasus kanker serviks yang ditemukan pada stadium lanjut. Padahal apabila ditemukan dalam stadium awal, akan lebih mudah untuk mengobati dan angka harapan hidupnya pun semakin tinggi.

Peneliti mengambil sudut pandang yang berbeda dari penelitian pada umumnya, dimana penelitian-penelitan sebelumnya terlalu terfokus kepada kelompok perempuan yang sudah melakukan pap smear. Disini, peneliti memfokuskan kepada kelompok perempuan yang belum bisa melakukan tes pap smear. peneliti ingin melihat sejauh manakah pengetahuan dan sikap mahasiswi terhadap pentingnya pap smear. Dengan kata lain, penelitian ini bermaksud menerapkan pendekatan yang berbeda mengenai sosialisasi pap smear.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh media sosialisasi terhadap pengetahuan dan sikap mahasiswi FKM USU tentang pentingnya pap smear. penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Jumlah responden penelitian adalah 85 orang dengan teknik pengambilan sampel dengan cara proportional stratified random sampling yaitu pengambilan sampel pada setiap kelas secara proporsional agar setiap orang memiliki peluang yang sama. Penyajian data dilakukan dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan responden tergolong sedang (51.8%) dan sikap tergolong sedang juga (71.8%). Dari hasil analisa multivariat ditemukan tidak ada pengaruh yang signifikan antara media sosialisasi (keluarga, teman/kelompok sebaya, media cetak dan media elektronik) terhadap pengetahuan dan sikap mahasiswi FKM USU tentang pentingnya pap smear (p>0.05)

Dari hasil penelitian disarankan agar pihak FKM USU memberikan program-program tambahan baik berupa seminar atau mata kuliah umum melalui pendekatan teman sebaya yang dapat meningkatkan pengetahuan mahasiswi FKM USU tentang pentingnya pap smear, dan bagi pihak pemerintah agar memasukkan manfaat pap smear menjadi bagian kesehatan reproduksi remaja. Sehingga, sejak dini, perempuan menyadari betapa rentannya dia terserang kanker serviks dan menyadari kewajibannya untuk melakukan pap semar setelah menikah.


(18)

ABSTRACT

Cervical cancer is still threatening all women across the world particularly in developing countries. In Indonesia, nowadays cervical cancer is the second most common cancer that affects women after breast cancer. This cancer is a potential killer, since there is no appearance of physical symptom at early stage. One of the efforts for diminishing the mortality caused by this disease is screening. The most suggested screening method for cervical cancer is Pap Smear Test.

Pap smear test has been promoted for women, but the problem is, this program still not succeeded yet in Indonesia. There are so many women that affected by this cancer which discovered in later stage cervical cancer, whereas if these cases is discovered in early stage, it would be easy to cure and have a higher life expectation.

Researcher took a different viewpoint than researches generally. The previously researches too focused to group who are already doing pap smear test or for married female. In this research, researcher focused to women who have not been able for doing Pap smear test. The highlight of researcher is the knowledge and attitude of coed about the importance of Pap smear test. In other word, this research intended to make a different approach in socialization of Pap smear test.

The objective of this research is to knowing the influence of socialization media to Public Health coed knowledge and attitude about the importance of Pap smear test in University of Sumatera Utara. Design of this research is descriptive analytic using quantitative approach. There are 85 respondents that taken with sampling method used proportional stratified random sampling technique that is taking sample in each classes in proportion, so that everyone has a similar opportunity to be sample. Data presented by using frequency distribution tables.

The result showed that respondent knowledge is classified as medium (51.8%) and so about attitude, classified as medium also (71.8%). From multivariate analysis found there is no significant influences between socialization media ( family, peer group, print media and electronic media) to coed knowledge and attitude about the importance of pap smear (p>0.05).

From the result suggested for Public Health of USU to provide additional programs such like seminar or general lesson through peer group approach which can improve the knowledge of Public Health Coed about the importance of pap smear, and for government it suggested for taking pap smear to be one of topic of reproductive health for adolescent. So that, women aware earlier how vulnerable themselves affected by cervical cancer and they aware that they have to do Pap smear test when they would be married.


(19)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Undang-undang kesehatan no.36 tahun 2009 mengartikan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Dalam undang-undang ini juga dikatakan setiap orang berhak untuk memperoleh hidup yang sehat. Dengan adanya undang-undang ini menunjukkan pemerintah memberi perhatian khusus terhadap kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah berupaya dalam pembangunan kesehatan (Depkes, 2010)

Pembangunan kesehatan adalah adanya upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya tersebut Departemen Kesehatan periode 2005-2009 memprioritaskan pelayanan kesehatan ibu dan anak sebagai urutan pertama dalam pembangunan kesehatan (Profil Kesehatan Indonesia 2008).

Kesehatan perempuan mendapat perhatian khusus dalam pembangunan kesehatan, hal ini disebabkan karena perempuan memiliki peranan yang sangat penting dalam keluarga. Sebelum menjadi seorang ibu, maka perempuan akan melewati masa pubertas yang ditandai dengan adanya masa menstruasi dan juga akan melewati masa menopause disamping tugasnya dalam melahirkan. Artinya, perempuan harus benar-benar menjaga organ reproduksinya agar tetap sehat. Kenyataannya organ reproduksi wanita sangat rawan terinfeksi mikroorganisme yang


(20)

menyebabkan banyak penyakit yang diderita oleh wanita. Hal ini didukung oleh struktur anatomis dari organ reproduksi yang mempermudah infeksi mikroorganisme. Menurut WHO (World Health Organization) kanker serviks merupakan penyebab kematian nomor dua bagi kaum hawa dari seluruh penyakit kanker yang ada. Setiap dua menit seorang wanita meninggal dunia karena penyakit ini (Samadi, 2010).

Secara global, kanker serviks berkontribusi sebesar 12% dari seluruh kanker yang menyerang wanita. Estimasi sekitar tahun 2000-an dari data Badan Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa insidensi penyakit ini kurang lebih 493.243 jiwa pertahun, sedangkan kematian karena kanker ini sebanyak 273.505 jiwa pertahun. Sebanyak 80% dari jumlah penderita berasal dari negara-negara sedang berkembang, karena memang penyakit ini merupakan urutan pertama pembunuh wanita akibat kanker di negara-negara berkembang. Di berbagai negara maju, seperti Amerika Serikat dan Eropa Barat, angka insidensi penyakit kanker serviks sudah mengalami penurunan. Pertambahan insidensi kanker serviks mulai memperlihatkan perlambatan di negara-negara tersebut. Akan tetapi, hal itu sangat jauh berbeda dibandingkan dengan negara-negara sedang berkembang. Negara-negara sedang berkembang masih memiliki penurunan angka insidensi yang sangat lambat (Wijaya, 2010).

Di Indonesia sendiri, diperkirakan 15.000 kasus baru kanker serviks terjadi setiap tahunnya, sedangkan angka kematiannya diperkirakan 7.500 kasus pertahun. Selain itu, setiap harinya diperkirakan terjadi 41 kasus baru kanker serviks dan 20 perempuan meninggal dunia karena penyakit tersebut. Pada tahun 2001, kasus baru kanker serviks berjumlah 2.429 atau sekitar 25,91% dari seluruh kanker yang


(21)

ditemukan di Indonesia. Dengan angka kejadian ini, kanker serviks menduduki urutan kedua setelah kanker payudara pada wanita usia subur 15-44 tahun. Hal ini menunjukkan kurangnya kepedulian masyarakat akan pemeriksaan dini karena gejala awal dari penyakit ini tidak terlihat (Wijaya, 2010).

Departemen Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa sampai saat ini terdapat 100 kasus kanker serviks setiap 100.000 penduduk Indonesia pertahun, artinya terdapat 200.000 kasus pertahun. Sementara data dari Yayasan Kanker Indonesia pada tahun 2007 menyebutkan angka yang lebih tinggi yaitu 500.000 perempuan di Indonesia terdeteksi telah mengidap kanker serviks setiap tahunnya dan separuhnya meninggal akibat kanker tersebut (Nurcahyo, 2010).

Di Sumatera Utara sendiri, data dari Dinas Kesehatan Provinsi mencatat jumlah penderita kanker serviks pada tahun 1999 tercatat 475 kasus, tahun 2000 sebanyak 548 kasus dan tahun 2001 sebanyak 583 kasus. Data dari rumah sakit yang mewakili Medan, dapat dilihat dalam bentuk tabel berikut:

Rumah Sakit

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

Dr. Pringadi

57 66 85 62 92 72 98 - -

Haji Adam Malik

- - 55 53 56 62 111 140 215

Ket. - = data tidak diperoleh

Dari tabel tersebut, kita dapat melihat rata-rata penderita kanker serviks bertambah dari tahun ke tahun. Artinya semakin banyaknya kejadian kanker serviks yang terdeteksi (Melva, 2008).


(22)

Jika kita memperhatikan, angka kejadian kanker serviks hampir 50% penderita berakhir dengan kematian. Hal ini disebabkan oleh penderita kanker serviks yang datang untuk berobat, sudah dalam keadaan parah. Di Indonesia, hampir 70% kasus kanker serviks ditemukan dalam kondisi stadium lanjut (> stadium IIB). Hal ini karena masih rendahnya pelaksanaan skrining, yaitu < 5%. Padahal, pelaksanaan skrining idealnya adalah 80%. Apabila dibandingkan dengan populasi indonesia, 5% merupakan angka yang kecil sekali. Oleh karena itu tidak mengejutkan jika jumlah kasus baru kanker serviks mencapai 40-45 per hari dan jumlah kematian yang disebabkan kanker serviks mencapai 20-25 per hari (Samadi, 2010).

Seharusnya kanker serviks bukanlah penyakit yang perlu ditakutkan. Kunci dari upaya penyembuhan jenis penyakit kanker adalah pendeteksian dini. Untuk menemukan penderita kanker leher rahim pada stadium dini, maka diperlukan skrining kanker leher rahim dengan melakukan tes pap atau yang sering disebut dengan pap smear. Pencegahan dan penyembuhan kanker leher rahim dapat ditingkatkan apabila masyarakat mempunyai kebiasaan mengikuti program skrining kanker leher rahim dengan pap smear sebagai upaya pencegahan dini, khususnya bagi kelompok umur wanita beresiko tinggi karena upaya pencegahan kanker leher rahim merupakan langkah yang harus dilakukan (Ahdani, dkk, 2005).

Dari berbagai penelitian yang dilakukan, rendahnya partisipasi masyarakat untuk melakukan pap smear sebagian besar disebabkan oleh rendahnya pengetahuan tentang pap smear. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di kelurahan Petisah Tengah, hanya 5.5 % kelompok ibu yang memiliki pengetahuan yang baik tentang pap smear, dan terdapat 31.8% memiliki pengetahuan yang buruk (Octavia,


(23)

2009). Rendahnya pengetahuan masyarakat ini disebabkan oleh kurangnya informasi yang didapat. Pengetahuan dan sikap masyarakat sangat mempengaruhi tindakan dalam melakukan pap smear hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan menyatakan bahwa pengetahuan dan sikap merupakan faktor-faktor yang berhubungan erat terhadap perilaku wanita dalam melakukan pemeriksaan pap smear (Ratna Puspita, 2008). Apabila masyarakat memperoleh pengetahuan yang cukup biasanya diikuti dengan sikap dan tindakan mereka yang baik dalam melakukan pap smear. Oleh karena itu, sangatlah penting meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pap smear untuk memperoleh peningkatan angka pap smear dengan cara memberikan informasi sebanyak-banyaknya.

Selama ini, sosialisasi tentang pemeriksaan pap smear dikhususkan kepada wanita yang sudah menikah, namun dalam kenyataannya tidak banyak dari mereka yang melakukannya. Berbeda dengan kelompok wanita yang masih belum menikah, sosialisasi tentang pap smear sangat jarang dilakukan, hal itu bisa dilihat dari modul-modul atau buku-buku serta majalah yang menyampaikan informasi tentang kesehatan reproduksi, hampir tidak ada informasi yang memberi pengetahuan tentang pap smear, sehingga sangat wajar pengetahuan perempuan tentang manfaat pap smear tergolong rendah. Kebanyakan informasi kesehatan reproduksi yang diberikan kepada kelompok umur yang belum menikah adalah penyakit-penyakit yang disebabkan perilaku seksual diluar nikah. Sangat jarang remaja disosialisasikan tentang kesiapan diri dalam menjaga kesehatan reproduksi ketika mereka akan menikah, khususnya tentang pemeriksaan pap smear. Hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan sekitar 96.3 % remaja di SMA Negeri 1 Mojogedang pernah mendapat


(24)

informasi tentang kesehatan reproduksi, (Putriani, 2010). Dari angka tersebut, kita melihat kebanyakan dari kelompok remaja memiliki pengetahuan kesehatan reproduksi sangat baik, tetapi sangat disayangkan, informasi tentang kesehatan reproduksi yang didapat tidak menyinggung pap smear ataupun deteksi dini kanker serviks lainnya. Padahal, hal ini sangat penting sehingga sejak dini seorang wanita menyadari bahwa pada saat menikah dia wajib melakukan pemeriksaan dini untuk kanker serviks, menurut Clarinda L Berja (1999), sangatlah penting menjangkau remaja sedini mungkin dalam menyampaikan pesan tentang kesehatan reproduksi, membuat kelompok remaja tertarik tentang kesehatan reproduksi dimasa mereka belum bisa melakukannya sangat bermanfaat dalam menyiapkan diri mereka kelak, tidak ada ruginya, apabila informasi disampaikan lebih dini..

Sumber informasi yang berperan dalam menambah informasi seseorang ada bermacam-macam. Sumber informasi ini disosialisasikan melalui berbagai media. Bisa dari keluarga, sekolah, teman bermain (kelompok bermain) , media massa dan lingkungan kerja. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, orangtua berkontribusi besar dalam memberikan informasi kepada anaknya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Banda Aceh, yang menyimpulkan sebanyak 52.3% orangtua memiliki peran dalam memberikan informasi kepada anaknya dalam mencegah terjadinya hubungan seksual pranikah (Astuti, 2009), bukan hanya orang tua, media juga memiliki peranan yang tidak kalah penting. Menurut Dewi (2010) semakin banyak seseorang kontak dengan media, maka sebanyak pula sumber informasi yang dia peroleh. Sumber informasi dari media massa, baik media elektronik maupun media cetak, masing-masing memiliki peran tersendiri dalam


(25)

menambah wawasan seseorang. Selain orang tua dan media, teman atau kelompok sebaya juga mempunyai peran dalam menambah sumber informasi seseorang, hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2009) kelompok teman memiliki peran sebanyak 56,8% dalam memberikan informasi dalam melakukan hubungan seksual pranikah.

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (FKM USU) dapat menciptakan sarjana kesehatan masyarakat yang berkualitas yang dapat membantu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya. Mahasiswa sebagai agen dari suatu perubahan (agent of change ) diharapkan dapat memajukan kesehatan masyarakat. Mahasiswa FKM USU merupakan agen perubah yang sangat berperan dalam mengubah derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Sebagai agen perubahan terlebih dahulu hendaknya mahasiswa itu sendiri memiliki perilaku yang layak ditiru oleh masyarakat, memiliki sumber informasi tentang pap smear seakurat mungkin, karena tidak menutup kemungkinan para mahasiswa ini dan orang-orang disekitarnya juga akan menghadapi ancaman kanker serviks. Namun, dari survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Fakultas Kesehatan Masyarakat, hanya 2 orang dari 10 mahasiswi yang pernah mendengar istilah pap smear. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa FKM USU pun memiliki sumber informasi yang yang buruk tentang pap smear. Bagaimanakah kesiapan mental mereka dalam menghadapi hal ini, dan apakah mereka juga akan menambah wawasan mereka dengan memperbanyak sumber informasi tentang manfaat pap smear? Oleh karena itu, penulis ingin melihat “ Pengaruh Media Sosialisasi Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Mahasiswi Fakultas


(26)

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Tentang Pentingnya Pemeriksaan Pap smear Tahun 2011”.

1.2. Perumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang telah dikemukakan, maka yang menjadi perumusan masalah adalah belum diketahuinya media sosialisasi mana yang paling mempengaruhi pengetahuan dan sikap mahasiswi FKM USU tentang pentingnya pemeriksaan pap smear.

1.3. Tujuan penelitian 1.3.1. Tujuan umum

Mengetahui sumber informasi yang mempengaruhi pengetahuan dan sikap mahasiswi FKM USU tentang pentingnya pemeriksaan pap smear.

1.3.2.Tujuan khusus

1. Untuk melihat gambaran pengetahuan mahasiswi FKM USU tentang pentingnya pap smear.

2. Untuk melihat gambaran sikap mahasiswi FKM USU tebtang pentingnya pap smear.

3. Untuk melihat pengaruh media sosialisasi keluarga terhadap pengetahuan dan sikap mahasiswi tentang pentingnya pap smear.

4. Untuk mengetahui pengaruh media sosialisasi teman/kelompok bermain terhadap pengetahuan dan sikap mahasiswi tentang pentingnya pap smear. 5. Untuk mengetahui pengaruh media cetak terhadap pengetahuan dan sikap


(27)

6. Untuk mengetahui pengaruh media elektronik terhadap pengetahuan dan sikap mahasiswi FKM USU tentang pentingnya pemeriksaan pap smear.

7. Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan terhadap sikap mahasiswi FKM USU tentang pap smear.

8. Untuk mengetahui sumber informasi yang paling mempengaruhi pengetahuan dan sikap mahasiswi FKM USU tentang pap smear.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai tambahan wawasan dan pengetahuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh selama menjalani kuliah di FKM USU.

2. Sebagai pertimbangan bagi mahasiswa untuk menambah wawasan dan menyiapkan mental dalam melakukan pemeriksaan dini kanker serviks.

3. Sebagai pertimbangan bagi FKM USU untuk membuat kurikulum atau program yang mendukung penambahan informasi mahasiswa FKM USU tentang pap smear.

4. Tambahan wawasan bagi pembaca tentang pemeriksaan pap smear sebagai pendeteksian dini kanker serviks.


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Media Sosialisasi

Sosialisasi adalah proses belajar yang kompleks. Dengan sosialisasi, manusia sebagai makhluk biologis menjadi manusia yang berbudaya, yang cakap menjalankan fungsinya dengan tepat sebagai individu dan sebagai anggota kelompok. Sosialisasi merupakan proses penanaman kecakapan dan sikap yang diperlukan untuk dapat memainkan peran sosial di masyarakat. Di dalam diri setiap manusia, terdapat impuls-impuls untuk melakukan segala sesuatu. Di sisi lain, lingkungan tempat ia berada dan berinteraksi memiliki nilai dan norma yang mengarahkan perilaku. Dalam proses sosialisasi, seorang individu berusaha menyesuaikan impuls-impuls itu dengan tekanan nilai dan norma yang mengikatnya. Bila potensi tingkah laku seseorang tidak bertentangan dengan nilai dan norma, maka berkembang lebih lanjut menjadi bagian dari kepribadiannya (Suhardi dan Sunarti, 2009).

Manusia tidak mungkin mengadakan sosialisasi tanpa melibatkan pihak atau unsur dari luar. Unsur dari luar itulah yang disebut media sosialisasi. Media sosialisasi adalah pihak-pihak yang menjadi perantara terjadinya sosialisasi. Berikut ini beberapa media sosialisasi (Suhardi dan Sunarti, 2009).

2.1.1. Keluarga

Pertama kali manusia mengalami proses sosialisasi adalah di dalam keluarga tempat dia dilahirkan. Keluarga sebagai kesatuan yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak merupakan kelompok terkecil dalam masyarakat. Namun, peran yang dimilikinya sangat penting dalam proses sosialisasi. Sebagai kelompok sosial, keluarga memiliki


(29)

nilai-nilai dan norma-norma tertentu. Keluarga sebagai media pertama dalam proses sosialisasi mempunyai banyak peran, antara lain melatih penguasaan diri, pemahaman nilai-nilai dan norma-norma sosial, serta melatih anak dalam mempelajari peranan sosial. Agar sosialisasi dalam keluarga berlangsung secara baik, maka diperlukan kondisi yang mendukung. Kondisi demikian ditentukan oleh keharmonisan keluarga, cara mendidik, komunikasi antaranggota keluarga, dan perhatian yang cukup.

2.1.2. Teman Sebaya

Media sosialisasi pada tahap berikutnya adalah kelompok teman sebaya atau teman sepermainan. Teman sebaya terdiri atas beberapa orang anak yang usianya hampir sama. Mereka sering berinteraksi satu dengan lainnya melalui kegiatan bermain bersama. Interaksi di antara teman sepermainan bertujuan untuk memperoleh kesenangan (rekreatif). Para remaja melakukan sosialisasi melalui kelompok teman sebaya, dan di antara mereka mempunyai rasa saling memiliki dan senang melakukan kegiatan bersama-sama. Dalam kelompok teman sebaya itulah seorang anak mulai menerapkan prinsip hidup bersama di luar lingkungan keluarganya. Mereka dapat bekerja sama dengan teman-teman sebaya dalam berbagai hal. Jalinan antarindividu dalam kelompok teman sebaya sangat kuat, sehingga lahirlah nilai dan norma tertentu yang dijunjung tinggi dalam pergaulan mereka. Tidak jarang mereka menggunakan simbol-simbol tertentu sebagai identitas kelompok. Semua nilai, norma, dan simbol itu berbeda dengan yang mereka hadapi di dalam keluarga


(30)

masing-masing. Di dalam kelompok ini mereka saling menyesuaikan diri karena menyadari keberadaan orang lain dan rasa saling membutuhkan. Fungi utama kelompok teman sebaya dalam proses sosialisasi ialah sebagai berikut.

1. Terjadinya proses akulturasi dan asimilasi budaya, karena dalam satu kelompok teman sebaya terdiri dari beberapa orang yang memiliki latar belakang budaya pribadi dan budaya daerah asal yang berbeda-beda.

2. Kelompok teman sebaya mengajarkan mobilitas sosial, yaitu pergerakan posisi seseorang secara dinamis baik vertikal maupun horisontal dalam struktur organisasi kelompok.

3. Kelompok teman sebaya memicu kesempatan seorang anak dalam memperoleh peran dan status baru. Hal ini dapat terjadi sehubungan dengan adanya perubahan posisi yang menyebabkan terjadinya perubahan peran. Misalnya, seorang anak dipercaya oleh teman-temannya menjadi ketua di antara mereka, maka dia berperan sebagai pemimpin dalam kelompoknya.

Di dalam masyarakat, kelompok teman sebaya dapat berbentuk chums, cliques, crowds, dan kelompok terorganisasi.

1. Chums adalah kelompok yang terdiri atas dua atau tiga orang sahabat karib. Pada umumnya, anggota kelompok ini mempunyai kesamaan dalam hal jenis kelamin, bakat, minat, dan kemampuan.

2. Cliques adalah kelompok yang terdiri atas empat sampai lima orang sahabat karib, dan mempunyai kesamaan dalam hal jenis kelamin, minat, kemauan, dan kemampuan yang sama. Cliques juga merupakan kelompok gabungan dari beberapa sahabat karib.


(31)

3. Crowds adalah kelompok teman sebaya yang terdiri atas banyak remaja yang memiliki minat sama. Pada umumnya, mereka juga anggota chums chums dan cliques. Karena jumlah anggotanya banyak, maka sering terjadi ketegangan emosional di antara mereka.

4. Kelompok terorganisir adalah kelompok yang sengaja dibentuk dan direncanakan oleh orang dewasa. Kelompok tersebut dikelola melalui lembaga formal dengan aturan-aturan sistematis dan dipatuhi anggotanya

2.1.3. Sekolah

Sekolah merupakan lembaga penting dalam proses sosialisasi. Sebagai media sosialisasi, sekolah memiliki fungsi dan peran sebagai berikut:

1. Sekolah menjadi media transmisi kebudayaan. Kebudayaan yang diteruskan dapat berupa ilmu pengetahuan, kecakapan, maupun nilai dan sikap.

2. Sekolah mengajarkan peranan sosial. Dalam berbagai kegiatan di sekolah, seseorang diajari berbagai kecakapan. Mereka juga berkesempatan memegang peran dalam berbagai organisasi

3. Sekolah menciptakan integrasi sosial. Sekolah mengajarkan nilai-nilai hidup bersama dan tolerans. Nilai-nilai tersebut diterapkan secara langsung dalam kehidupan sehari-hari. Bentuknya dapat berupa pemberian perlakuan, kesempatan, dan pelayanan yang sama kepada setiap orang.

4. Sekolah melahirkan terobosan-terobosan baru. Proses belajar mengajar di sekolah memungkinkan terciptanya hal-hal baru yang positif. Hal itu dapat diterapkan di masyarakat luas.


(32)

5. Sekolah membentuk kepribadian. Seseorang dibiasakan tertib, berpikir logis dan maju, hidup terencana, bekerja sama, berpacu dalam prestasi, saling menghargai dan tenggang rasa. Akhirnya, terbentuklah kepribadian seseorang sehingga menjadi warga masyarakat yang baik dan berguna.

Proses sosialisasi pengetahuan dan keterampilan merupakan program yang bersifat nyata (real curricullum). Artinya, proses pembelajaran yang terprogram dalam kurikulum sekolah, sedangkan sosialisasi nilai dan sikap merupakan kurikulum tersembunyi (hidden curriculum). Pelaksanaannya tidak terprogram secara eksplisit, tetapi terintegrasi dalam semua proses dan kegiatan di sekolah

2.1.4. Lingkungan Kerja

Setelah menyelesaikan sekolah, seseorang kemudian memasuki lingkungan kerja. Ada berbagai macam lapangan pekerjaan di masyarakat. Di dalam lingkungan kerja manapun, seseorang akan selalu berinteraksi dengan orang lain. Interaksi sosial itu membuat orang saling menerima dan memberi pengaruh. Terjadilah penyesuaian tingkah laku, baik penyesuaian antarpribadi maupun penyesuaian dengan lingkungan kerja secara umum. Penyesuaian itulah yang membentuk kepribadian seseorang, karena dalam interaksi tersebut terjadi sosialisasi nilai dan norma sosial. Walaupun lingkungan kerja bukan lagi sebuah keluarga atau sekolah, namun di sana seseorang juga masih belajar.

2.1.5. Media Massa

Media massa merupakan sarana yang dapat dimanfaatkan oleh banyak orang (massa). Ada dua macam media massa, yaitu:


(33)

1. Media cetak, meliputi buku, majalah, surat kabar, tabloid, dan buletin.

2. Media elektronik, meliputi semua peralatan yang menggunakan daya listrik untuk menyampaikan informasi kepada khalayak ramai, misalnya radio, televisi, dan internet.

Semua jenis media massa tidak secara langsung bertujuan untuk mengajari masyarakat. Akan tetapi, siaran berita, film, iklan, pertunjukan seni budaya, sampai dengan informasi ilmiah, berdampak sangat besar bagi perilaku warga masyarakat. 2.2. Perilaku

2.2.1. Ruang Lingkup Perilaku Kesehatan

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (mahluk hidup) yang bersangkutan. Oleh karena itu, dari sudut pandang biologis semua mahluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, hewan sampai manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud dengan perilaku pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas, antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Sehingga dapat disimpulkan yang dimaksud dengan perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoadmodjo, 2003).

Menurut Skiner (1938) seorang ahli psikologi dalam buku Soekidjo Notoadmodjo (2007) merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan kemudian organisme tersebut


(34)

merespons. Meskipun demikian, dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti, meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respons tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni:

1. Determinan (faktor) internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya.

2. Determinan (faktor) eksternal yakni lingkungan baik lingkungan fisik, budaya, sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang (Notoadmodjo, 2007)

Dari uraian diatas dapat dirumuskan bahwa perilaku adalah merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama atau resultante antara berbagai faktor baik faktor internal maupun eksternal. Dengan perkataan lain perilaku manusia sangatlah kompleks, dan mempunyai bentangan yang sangat luas. Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku manusia itu kedalam 3 domain, ranah atau kawasan yaitu: ranah kognitif (pengetahuan), ranah afektif (sikap, emosi) dan ranah psikomotoric (gerakan/tindakan) (Notoadmodjo, 2007).


(35)

2.2.1.1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan (sebagian besar diperoleh dari indera mata dan telinga) terhadap objek tertentu. Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan merupakan dominan yang paling penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) dan pengetahuan dapat diukur dengan melakukan wawancara. Perilaku yang didasari dengan pengetahuan dan kesadaran akan lebih bertahan lama dari pada perilaku yang tidak didasari ilmu pengetahuan dan kesadaran.

Pengetahuan yang mencakup di dalamnya 6 (enam) tingkatan yaitu (Notoatmodjo, 2003):

a. Tahu (know)

Tahu diartikan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkatan ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau ransangan yang telah diterima. Oleh karena itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan tentang objek yang diketahui dan dapat diinterpretasikan secara benar. Orang yang sudah paham terhadap suatu objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh menyimpulkan meramalkan dan sebagainya.


(36)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain.

d. Analisis (analysis)

Analisis diartikan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek terhadap komponen-komponen tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun

f. Evaluasi (evaluation)

Hal ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

Pengukuran dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang diukur dari objek penelitian. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan tersebut di atas (Notoatmodjo, 2003)


(37)

Faktor –faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain: a. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah pula bagi mereka untuk menerima informasi dan pada akirnya makin banyak pula pengetahuan yang mereka miliki.

b. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.

c. Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental), dimana pada aspek psikologis ini, taraf berpikir seseorang semakin matang dan dewasa.

d. Minat

Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang dalam.

e. Pengalaman

Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami oleh individu baik dari dalam dirinya maupun dari lingkungannya. Pada dasarnya pengalaman mungkin saja menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi indvidu yang melekat menjadi pengetahuan pada individu secara subjektif.


(38)

f. Informasi

Kemudahan seseorang untuk memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan (Wahid dkk, 2007). 2.2.1.2. Sikap (Afektif)

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek, dimana manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi adalah merupakan pre-disposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka/tingkah laku terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap obyek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Allport, sikap merupakan kesiapan mental, yaitu suatu proses yang berlangsung dalam diri seseorang, bersama dengan pengalaman individual masing-masing, mengarahkan dan menentukan respons terhadap berbagai objek dan situasi (Sarwono dan Meinarno, 2009).

Menurut Allport (1954) yang dikutip dalam Notoadmodjo (2007) sikap mempunyai 3 komponen pokok yaitu:


(39)

a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting.

Sikap adalah konsep yang dibentuk oleh tiga komponen, yaitu kognitif, afektif dan perilaku. Komponen kognitif berisi semua pemikiran serta ide-ide seseorang yang berkenan dengan objek sikap. Isi pemikiran seseorang meliputi hal-hal yang diketahuinya sekitar objek sikap, dapat berupa tanggapan atau keyakinan, kesan, atribusi, dan penilaian terhadap objek.

Komponen afektif dari sikap meliputi perasaan atau emosi seseorang terhadap objek. Adanya komponen afeksi dari sikap, dapat diketahui melalui perasaan suka atau tidak suka, senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Isi perasaan atau emosi pada penilaian seseorang terhadap objek sikap inilah yang mewarnai sikap menjadi suatu dorongan atau kekuatan/daya. Apabila orang suka dengan objek, maka dia akan memilih objek tersebut. Hal ini terjadi karena didorong perasaan dan keyakinan terhadap objek tersebut.

Komponen perilaku dapat diketahui melalui respons subjek yang berkenaan dengan objek sikap. Respons yang dimaksud dapat berupa tindakan atau perbuatan yang dapat diamati dan dapat berupa intensi atau niat untuk melakukan perbuatan tertentu sehubungan dnegan objek sikap. Intensi merupakan predisposisi atau kesiapan untuk bertindak terhadap objek sikap. Jika orang mengenali dan memiliki


(40)

pengetahuan yang luas tentang objek sikap, disertai perasaan yang positif mengenai kognisinya, maka ia akan cenderung mendekati (approach) objek sikap tersebut. Sebaliknya, bila orang memiliki anggapan, pengetahuan, dan keyakinan negatif yang disertai dengan perasaan tidak senang terhadap objek sikap, maka ia cenderung menjauhinya. Artinya, ia menentang,menolak dan menghindar dari objek tersebut.

Sikap dapat dibentuk melalui empat pembelajaran sebagai berikut (Sarwono dan Meinarno, 2009):

1. Pengondisian klasik (classical conditioning: learning based on association) Proses pembelajaran dapat terjadi ketika suatu rangsang/stimulus selalu diikuti oleh stimulus yang lain, sehingga stimulus yang pertama menjadi suatu isyarat bagi rangsang yang kedua. Lama-kelamaan orang akan belajar jika stimulus yang pertama muncul, maka akan diikuti oleh stimulus yang kedua.

2. Pengondisian instrumental (instrumental conditioning)

Proses pembelajaran terjadi ketika suatu perilaku mendatangkan hasil yang menyenangkan bagi seseorang, maka perilaku tersebut akan diulang kembali. Sebaliknya, bila perilaku mendatangkan hasil yang tidak menyenangkan bagi seseorang maka perilaku tersebut tidak akan diulang lagi atau dihindari.

3. Belajar melalui pengamatan (observational learning, learning by example) Dalam keseharian, banyak sikap yang terbentuk karena kita aktif mengamati berita-berita dan gambar melalui koran, televisi, majalah dan media lainnya. 4. Perbandingan sosial (social comparison)

Dengan adanya kelompok sosial yang menjadi sumber referensi dapat membentuk sikap yang baru.


(41)

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yakni:

a. Menerima (receiving) diartikan orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).

b. Merespon (responding) diartikan memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap ini karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas pekerjaan itu benar atau salah, adalah bahwa orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai (valuing) diartikan mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat ini.

d. Bertanggung jawab (responsible) diartikan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi dalam tingkatan sikap (Notoatmodjo, 2003).

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu obyek.

Adapun ciri-ciri sikap menurut WHO adalah:

1. Pemikiran dan perasaan ( Thoughts and feeling), hasil pemikiran dan perasaan seseorang atau lebih tepat diartikan pertimbangan-pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulus.


(42)

2. Adanya orang lain yang menjadi acuan ( Personal references) merupakan faktor penganut sikap untuk melakukan tindakan akan tetapi tetap mengacu pada pertimbangan-pertimbangan individu.

3. Sumber daya (Resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk bersikap positif atau negatif terhadap objek atau stimulus tertentu dengan pertimbangan kebutuhan dari pada individu tersebut.

4. Sosial budaya (Culture ) berperan besar dalam mempengaruhi pola pikir seseorang untuk bersikap terhadap objek/stimulus tertentu. (Notoadmodjo,2007).

Fungsi (tugas) sikap dibagi empat golongan, yaitu: 1. Sebagai alat menyesuaikan diri

Sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable yang artinya sesuatu yang mudah menjalar, sehingga mudah menjadi milik bersama. Sikap bisa menjadi rantai penghubung antara orang dan kelompoknya atau dengan anggota kelompok lain.

2. Sebagai alat pengatur tingkah laku

Pertimbangan antara perangsang dan reaksi pada orang dewasa. Pada umumnya tidak diberi perangsang secara spontan, tetapi adanya proses secara sadar untuk menilai perangsang-perangsang tersebut.

3. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman

Manusia didalam menerima pengalaman-pengalaman dari luar sikapnya tidak pasif, tetapi diterima secara aktif, artinya semua yang berasal dari luar tidak semuanya dilayani oleh manusia, tetapi manusia memilih mana yang perlu


(43)

dilayani dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi, semua pengalaman di beri nilai lalu dipilih.

4. Sebagai pernyataan kepribadian

Sikap sering mencerminkan kepribadian seseorang. Ini disebabkan karena sikap tidak pernah terpisah pribadi yang mendukungnya. Oleh karena itu, dengan melihat sikap pada objek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi objek tersebut. (Ahmadi,1999).

2.2.1.3. Tindakan (psikomotor)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain fasilitas dan faktor dukungan (support) dari pihak lain (Notoadmodjo, 2007).

Praktek ini mempunyai beberapa tingkatan. 1. Persepsi ( perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.

2. Respon Terpimpin (guide response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah indikator praktek tingkat kedua.

3. Mekanisme (mecanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktek tingkat ketiga.


(44)

4. Adopsi (adoption)

Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoadmodjo, 2003). 2.2.2. Perubahan Perilaku

Menurut WHO yang dikutip dalam Soekidjo (2007), perubahan perilaku dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:

a. Perubahan Alamiah (Natural Change)

Perilaku manusia selalu berubah. Sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota masyarakat didalamnya juga akan mengalami perubahan.

b. Perubahan Terencana (Planned Change)

Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek. Didalam melakukan perilaku yang telah direncanakan dipengaruhi oleh kesediaan individu untuk berubah, misalnya apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan didalam masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat menerima inovasi atau perubahan tersebut dan sebagian orang lagi sangat lambat menerima inovasi atau perubahan tersebut.


(45)

2.2.3. Teori Stimulus Organisme (S - O – R)

Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Artinya, kualitas dari sumber komunikasi (sources) sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku seseorang, kelompok, atau masyarakat. Hosland, et al (1953) dalam buku Soekidjo (2007) mengatakan perubahan perilaku pada hakikatnya adalah sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari:

a. Stimulus (rangsang) yang diberikan kepada organism dapat diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus tersebut tidak efektif dalam mempengaruhi perhatian individu, dan berhenti di sini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organism berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif.

b. Apabila stimulus telah mendapatkan perhatian dari organisme (diterima) maka ia mengerti stimulus ini dan dilanjutkan ke proses berikutnya.

c. Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap).

d. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku).

Selanjutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila stimulus (rangsang) yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula. Stimulus yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan


(46)

harus dapat meyakinkan organisme. Dalam meyakinkan organisme ini faktor reinforcement memegang peranan penting.

Proses perubahan perilaku berdasarkan S-O-R ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Teori S - O - R

2.3. Kanker

Secara bahasa, kanker berasal dari kata “Cancri” yang artinya kepiting. Nama

ini diberikan karena ketika pertama kali ditemukan, ada gumpalan tumor yang dibagian luarnya telah ditumbuhi jaringan pembuluh darah yang besar, seperti halnya capit kepiting yang mencengkeram gumpalan daging tumor. Pembuluh seperti capit kepiting inilah yang menyalurkan nutrisi dan membuat sel kanker tumbuh dengan

cepat, dan bisa diibaratkan “menyerobot” jatah nutrisi makanan untuk sel-sel tubuh

normal (Nurcahyo, 2010).

Organisme - Perhatian - Pengertian - penerimaan

Reaksi

(perubahan sikap) Stimulus

Reaksi


(47)

Kanker adalah penyakit yang “paling menakutkan”, tidak saja pada wanita, tetapi juga pada pria dan anak-anak. Tanggal 4 Februari diperingati sebagai hari kanker sedunia (Setiati, 2009).

Kanker bermula dari sel. Sel merupakan unit-unit pembangun yang menyusun jaringan. Selanjutnya jaringan-jaringan bersama-sama membangun organ tubuh. Sel-sel yang normal akan tumbuh dan membelah membentuk Sel-sel-Sel-sel baru sebagaimana yang diperlukan oleh tubuh. Ketika sel-sel normal telah usang atau rusak, sel-sel tersebut akan mati dan diganti lagi oleh sel-sel yang baru. Akan tetapi, terkadang proses pergantian sel-sel ini menyimpang. Sel-sel baru terus terbentuk meskipun tubuh tidak memerlukannya, dan sel-sel yang usang atau rusak tidak mati sebagaimana mestinya (Wijaya, 2010).

Pembentukan sel-sel secara berlebihan ini sering mengakibatkan terjadinya penumpukan sel baru yang membentuk sejumlah jaringan yang dinamakan kutil atau tumor. Apabila pembelahan tersebut tidak terkendali dan berbahaya (ganas), maka tumor dapat berkembang menjadi kanker. Sel-sel kanker akan berkembang dengan cepat, tidak terkendali, dan akan terus membelah diri, kemudian menyusup ke jaringan sekitarnya dan terus mmenyebar ke bagian yang lebih jauh melalui jaringan ikat, darah, serta menyerang organ-organ penting dan saraf tulang belakang (Wijaya, 2010).

2.3.1. Kanker Serviks

Serviks atau leher rahim merupakan bagian dari sistem reproduksi wanita. Serviks adalah bagian sempit yang ada disebelah bawah uterus (rahim). Serviks merupakan sebuah saluran, di mana:


(48)

 Serviks menghubungkan uterus dengan vagina. Selama periode menstruasi, darah mengalir dari uterus melewati serviks di dalam vagina. Melalui vagina, darah kemudian akan keluar dari tubuh.

 Serviks menghasilkan mucus atau lendir. Saat berhubungan seksual, lendir ini akan membantu sperma bergerak dari vagina melewati serviks menuju uterus.  Selama kehamilan, serviks akan menebal untuk mellindungi janin di dalam

uterus. Kemudian, saat proses kelahiran, serviks akan terbuka untuk memberikan jalan bagi bayi melewati vagina (Wijaya, 2010).

Kanker serviks atau disebut juga kanker leher rahim menyerang bagian mulut/ leher rahim. Kanker serviks merupakan satu dari sekian kanker yang paling menakutkan bagi wanita. Angka harapan hidup yang minim dan mahalnya pengobatan apabila terserang menjadikan kanker serviks kian terasa mengerikan bagi siapa pun (Emilia dkk, 2010).

2.3.2. Faktor Risiko Kanker Serviks

Semua wanita berisiko untuk terserang dysplasia (prakeganasan) serviks dan kanker serviks. Seperti kanker lainnya, para peneliti belum menemukan secara pasti penyebab utamanya, namun, beberapa faktor yang dapat meningkatkan peluang berkembangnya dysplasia serviks dan kanker serviks telah diidentifikasi. Faktor tersebut adalah (Wijaya, 2010):

a. Infeksi HPV

Peristiwa kanker serviks diawali dari sel serviks normal yang terinfeksi oleh HPV (Human Pappiloma Virus). HPV merupakan virus DNA menginfeksi sel-sel


(49)

epithelial (kulit dan mukosa). Virus ini berasal dari familia Papovaviridae dan genus Papilloma Virus. Papovavirus merupakan virus kecil berdiameter 45-55nm, mempunyai genom beruntai ganda yang sirkuler, diliputi oleh kapsid (kapsid ini berperan pada tempat infeksi pada sel) yang tidak berpembungkus. Apabila berkembang biak pada inti sel, Papovavirus dapat menyebabkan infeksi laten dan kronis pada pejamu alamiahnya serta tumor pada beberapa binatang.

Infeksi HPV umumnya terjadi setelah wanita melakukan hubungan seksual. Selama hidupnya hampir seluruh wanita dan laki-laki pernah terkena infeksi HPV (80% dari wanita terkena infeksi sebelum umur 50 tahun). Sebagian infeksi HPV bersifat hilang muncul, sehingga tidak terdeteksi dalam kurun waktu kurang lebih dua tahun pascainfeksi. Hanya sebagian kecil saja dari infeksi tersebut menetap dalam jangka lama, sehingga menimbulkan kerusakan lapisan lendir menjadi prakanker.

Human Papilomavirus, sampai saat ini telah diketahui memiliki lebih dari 100 tipe, dimana sebagian besar di antaranya tidak berbahaya dan akan lenyap dengan sendirinya. Dari 100 tipe HPV tersebut, hanya 30 diantaranya yang berisiko menimbulkan kanker serviks. Adapun tipe yang paling berisiko adalah HPV 16, 18, 31, dan 45 yang sering ditemukan pada kanker maupun lesi prakanker serviks, yaitu menimbulkan kerusakan sel lendir luar menuju keganasan. HPV tipe 16 dan 18 merupakan penyebab tersering kanker serviks yang terjadi di seluruh dunia, HPV 16 mendominasikan infeksi 50-60 % pada penderita kanker serviks disusul HPV 18 10-15 %.

Hingga saat ini, HPV merupakan penyebab 99.7% kanker serviks di seluruh dunia. Sebenarnya sebagian besar HPV akan menghilang dengan sendirinya karena


(50)

tubuh memiliki sistem kekebalan alami, tetapi ada sebagian HPV yang tidak menghilang dan justru menetap. HPV yang menetap inilah yang menyebabkan perubahan sel normal serviks menjadi kanker serviks, perjalanan kanker serviks dari infeksi HPV, tahap prakanker, hingga menjadi kanker serviks memakan waktu sekitar 10-20 tahun.

b. Jumlah Pasangan Seksual

Ada lebih dari 100 tipe HPV dan beberapa diantaranya dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Dengan demikian, kanker serviks berkaitan dengan banyak partner seksual yang dimiliki oleh seorang wanita. Semakin banyak partner seksual yang dimiliki oleh seorang wanita, maka semakin meningkat pula risiko terjadinya kanker serviks pada wanita tersebut.

Akan tetapi, perlu diingat bahwa setiap wanita berisiko untuk terinfeksi HPV walaupun setia pada satu pasangan. Pasangan yang terinfeksi akan menjadi sumber infeksi HPV bagi wanita lainnya. Walaupun kanker serviks adalah penyakit perempuan, tetapi lelaki juga memiliki peranan penting di dalam penyebarannya. Lelaki yang pernah menikah dengan perempuan penderita kanker serviks otomatis bisa menularkan penyakit tersebut kepada perempuan lain melalui hubungan seksual. Demikian juga dengan lelaki yang suka menggunakan jasa para Pekerja Seks Komersial (PSK) agar berhati-hati, sebab bukan tidak mungkin ia menjadi media perantara penyakit kanker serviks kepada istrinya sendiri.

c. Umur

Perempuan yang rawan mengidap kanker serviks adalah mereka yang berusia 35-50 tahun dan masih aktif berhubungan seksual (prevalensi 5-10%). Meski fakta


(51)

memperlihatkan bahwa terjadi pengurangan risiko infeksi menetap/persisten justru meningkat. Hal ini diduga karena seiring pertambahan usia, terjadi perubahan anatomi (retraksi) dan histologi (metaplasia).

d. Aktivitas Seksual yang Pertama Kali

Prevalensi atau angka kejadian tertinggi kanker serviks (sekitar 20%) terutama dijumpai pada perempuan yang telah aktif secara seksual sebelum usia 16 tahun. Hubungan seksual pada usia terlalu dini bisa meningkatkan risiko terserang kanker serviks dua kali lebih besar dibandingkan perempuan yang melakukan hubungan seksual setelah usia 20 tahun.

e. Frekuensi Kehamilan

Sama seperti jumlah partner seksual, jumlah kehamilan yang pernah dialami wanita juga meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks. Sehingga, wanita yang mempunyai banyak anak atau sering melahirkan mempunyai risiko terserang kanker serviks lebih besar.

f. Merokok

Merokok merupakan penyebab penting terjadinya kanker serviks jenis karsinoma sel skuamosa. Faktor risiko meningkat dua kali dibandingkan orang yang tidak merokok dengan risiko tertinggi terdapat pada orang yang merokok dalam jangka waktu lama serta intensitas yang tinggi. Penelitian yang menyatakan hubungan antara kebiasaan merokok dengan meningkatnya risiko seseorang terjangkit penyakit kanker serviks sudah cukup banyak. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan di Karolinska Institute di Swedia dan dipublikasikan dalam British Journal of Cancer pada tahun 2001. Menurut Joakam Dillner, M.D.,


(52)

peneliti yang memimpin riset tersebut, zat nikotin serta racun lain yang masuk ke dalam darah melalui asap rokok mampu meningkatkan kemungkinan terjadinya kondisi cervical neoplasia atau tumbuhnya sel-sel abnormal pada leher rahim. Cervical neoplasia adalah kondisi awal berkembangnya kanker serviks di dalam tubuh seseorang.

g. Penggunaan Pil Kontrasepsi

Penggunaan kontrasepsi pil KB dalam jangka waktu lama, yakni lima tahun atau lebih, dapat meningkatkan risiko kanker serviks dua kali lipat lebih besar. Pil KB menghambat ovulasi dengan cara menjaga kekentalan lendir di mulut rahim agar tidak mampu ditembus oleh luncuran sperma. Pemakaian pil KB ini akan menghentikan perdarahan dan menstruasi, bahkan perpotensi membuat penggunanya mengalami pembekuan darah. WHO menyatakan pemakaian pil KB mengandung risiko kanker rahim bagi wanita sebesar 1.19 kali lebih besar, dan meningkat terus sesuai lama pemakaiannya.

h. Kekebalan Tubuh

Seseorang yang terinfeksi HIV dan dinyatakan memiliki hasil uji Pap Smear abnormal, serta para penderita gizi buruk juga berisiko terinfeksi HPV. Pada orang yang melakukan diet ketat, rendahnya konsumsi vitamin A,C dan E setiap hari dapat menyebabkan berkurangnya tingkat kekebalan pada tubuh, sehingga orang tersebut mudah terinfeksi oleh berbagai virus, termasuk HPV. Penurunan kekebalan tubuh dapat mengakselerasi (mempercepat) pertumbuhan sel kanker dari noninvasif menjadi invasif.


(53)

i. Ras

Ras sedikit banyak juga berpengaruh terhadap risiko terjadinya kanker serviks. Pada ras Afrika-Amerika kejadian kanker serviks meningkat sebanyak dua kali dari ras Amerika-Hispanik. Sementara, untuk ras Asia-Amerika memiliki angka kejadian kanker serviks yang sama dengan warga Amerika-Hispanik. Hal ini berkaitan dengan faktor sosial ekonomi.

2.3.3. Gejala Kanker Serviks

Lesi prakanker serviks dan kanker serviks stadium dini biasanya tidak menimbulkan gejala yang jelas. Gejala akan timbul dan terasa bila kanker sudah berkembang. Itulah sebabnya orang yang sudah aktif secara seksual sangat dianjurkan untuk melakukan Pap Smear setiap dua tahun sekali. Sebab dengan tes pap smear, dapat diketahui sejak dini seandainya ada sel-sel serviks yang abnormal (prakanker) (Wijaya, 2010).

Gejala fisik serangan penyakit ini umumnya hanya dirasakan oleh penderita kanker serviks stadium lanjut. Gejala-gejala tersebut antara lain:

1. Munculnya rasa sakit dan perdarahan saat berhubungan seksual (Contact bleeding).

2. Perdarahan vagina yang tidak normal, seperti perdarahan di luar siklus menstruasi, perdarahan di antara periode menstruasi yang reguler, periode menstruasi yang lebih lama dan lebih banyak dari biasanya, dan perdarahan setelah menopause.

3. Keputihan yang berlebihan dan tidak normal. 4. Penurunan berat badan secara drastis.


(1)

Crosstabs

MEDIA SOSIALISASI KELUARGA * PENGETAHUAN

MEDIA SOSIALISASI TEMAN

48 56.5 56.5 56.5

33 38.8 38.8 95.3

4 4.7 4.7 100.0

85 100.0 100.0 BURUK

SEDANG BAIK Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

MEDIA SOSIALISASI MEDIA CETAK

23 27.1 27.1 27.1

36 42.4 42.4 69.4

26 30.6 30.6 100.0

85 100.0 100.0 BURUK

SEDANG BAIK Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

MEDIA SOSIALISASI MEDIA ELEKTRONIK

36 42.4 42.4 42.4

33 38.8 38.8 81.2

16 18.8 18.8 100.0

85 100.0 100.0 BURUK

SEDANG BAIK Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Crosstab

37 37 74

50.0% 50.0% 100.0%

4 7 11

36.4% 63.6% 100.0%

41 44 85

48.2% 51.8% 100.0% Count

% within MEDIA

SOSIALISASI KELUARGA Count

% within MEDIA

SOSIALISASI KELUARGA Count

% within MEDIA

SOSIALISASI KELUARGA BURUK

SEDANG MEDIA SOSIALISASI

KELUARGA

Total

BURUK SEDANG PENGETAHUAN


(2)

MEDIA SOSIALISASI TEMAN * PENGETAHUAN

MEDIA SOSIALISASI MEDIA CETAK * PENGETAHUAN

Chi-Square Tests

.713b 1 .398

.272 1 .602

.723 1 .395

.523 .303

.705 1 .401

85 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.31.

b.

Crosstab

29 19 48

60.4% 39.6% 100.0%

11 22 33

33.3% 66.7% 100.0%

1 3 4

25.0% 75.0% 100.0%

41 44 85

48.2% 51.8% 100.0% Count

% within MEDIA SOSIALISASI TEMAN Count

% within MEDIA SOSIALISASI TEMAN Count

% within MEDIA SOSIALISASI TEMAN Count

% within MEDIA SOSIALISASI TEMAN BURUK

SEDANG

BAIK MEDIA SOSIALISASI TEMAN

Total

BURUK SEDANG PENGETAHUAN

Total

Chi-Square Tests

6.652a 2 .036

6.777 2 .034

6.219 1 .013

85 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.93.


(3)

MEDIA SOSIALISASI MEDIA ELEKTRONIK * PENGETAHUAN

Crosstab

16 7 23

69.6% 30.4% 100.0%

18 18 36

50.0% 50.0% 100.0%

7 19 26

26.9% 73.1% 100.0%

41 44 85

48.2% 51.8% 100.0%

Count

% within MEDIA SOSIALISASI MEDIA CETAK Count

% within MEDIA SOSIALISASI MEDIA CETAK Count

% within MEDIA SOSIALISASI MEDIA CETAK Count

% within MEDIA SOSIALISASI MEDIA CETAK BURUK

SEDANG

BAIK MEDIA SOSIALISASI MEDIA CETAK

Total

BURUK SEDANG

PENGETAHUAN

Total

Chi-Square Tests

8.965a 2 .011

9.266 2 .010

8.835 1 .003

85 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.09.


(4)

Crosstabs

Crosstab

23 13 36

63.9% 36.1% 100.0%

12 21 33

36.4% 63.6% 100.0%

6 10 16

37.5% 62.5% 100.0%

41 44 85

48.2% 51.8% 100.0%

Count

% within MEDIA SOSIALISASI MEDIA ELEKTRONIK Count

% within MEDIA SOSIALISASI MEDIA ELEKTRONIK Count

% within MEDIA SOSIALISASI MEDIA ELEKTRONIK Count

% within MEDIA SOSIALISASI MEDIA ELEKTRONIK BURUK

SEDANG

BAIK MEDIA SOSIALISASI MEDIA ELEKTRONIK

Total

BURUK SEDANG

PENGETAHUAN

Total

Chi-Square Tests

6.134a 2 .047

6.205 2 .045

4.525 1 .033

85 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.72.

a.

Case Processing Summary

85 100.0% 0 .0% 85 100.0%

PENGETAHUAN * SIKAP

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total


(5)

Crosstabs

Logistic Regression

Block 0: Beginning Block

PENGETAHUAN * SIKAP Crosstabulation

5 33 3 41

12.2% 80.5% 7.3% 100.0%

0 28 16 44

.0% 63.6% 36.4% 100.0%

5 61 19 85

5.9% 71.8% 22.4% 100.0%

Count

% within PENGETAHUAN Count

% within PENGETAHUAN Count

% within PENGETAHUAN BURUK

SEDANG PENGETAHUAN

Total

BURUK SEDANG BAIK

SIKAP

Total

Chi-Square Tests

14.216a 2 .001

17.001 2 .000

13.977 1 .000

85 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.41.

a.

Case Processing Summary

85 100.0

0 .0

85 100.0

0 .0

85 100.0 Unweighted Casesa

Included in Analysis Missing Cases Total

Selected Cases

Unselected Cases Total

N Percent

If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

a.

Dependent Variable Encoding

0 1 Original Value

BURUK SEDANG


(6)

Block 1: Method = Enter

Classification Tablea,b

0 41 .0

0 44 100.0

51.8 Observed

BURUK SEDANG PENGETAHUAN

Overall Percentage Step 0

BURUK SEDANG

PENGETAHUAN Percentage

Correct Predicted

Constant is included in the model. a.

The cut value is .500 b.

Variables in the Equation

.071 .217 .106 1 .745 1.073

Constant Step 0

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Variables not in the Equation

6.293 1 .012

8.940 1 .003

4.578 1 .032

10.586 3 .014

TOTAL4 TOTAL5 TOTAL6 Variables

Overall Statistics Step

0

Score df Sig.

Omnibus Tests of Model Coefficients

11.071 3 .011

11.071 3 .011

11.071 3 .011

Step Block Model Step 1

Chi-square df Sig.

Model Summary

106.658 .122 .163 Step

1

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square


Dokumen yang terkait

Hubungan Pengetahuan, Sikap Dengan Tindakan SADARI Sebagai Deteksi Dini Kanker Payudara Pada Mahasiswi di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Medan Tahun 2015

14 131 208

Tingkat Pengetahuan Ibu-Ibu Tentang Pap Smear Sebagai Salah Satu Langkah Deteksi Awal Kanker Serviks Di Kelurahan Padang Bulan

1 44 73

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG IVA DAN PAP-SMEAR Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Iva Dan Pap-Smear Terhadap Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Wus Melalui Media Leaflet Berkalender Dalam Upaya Deteksi Dini Kanker Serviks Di Wilayah Kerja Puskesm

0 2 18

Hubungan Pengetahuan, Sikap Dengan Tindakan SADARI Sebagai Deteksi Dini Kanker Payudara Pada Mahasiswi di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Medan Tahun 2015

0 0 16

Hubungan Pengetahuan, Sikap Dengan Tindakan SADARI Sebagai Deteksi Dini Kanker Payudara Pada Mahasiswi di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Medan Tahun 2015

0 0 2

Hubungan Pengetahuan, Sikap Dengan Tindakan SADARI Sebagai Deteksi Dini Kanker Payudara Pada Mahasiswi di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Medan Tahun 2015

0 0 13

Hubungan Pengetahuan, Sikap Dengan Tindakan SADARI Sebagai Deteksi Dini Kanker Payudara Pada Mahasiswi di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Medan Tahun 2015

0 1 41

Hubungan Pengetahuan, Sikap Dengan Tindakan SADARI Sebagai Deteksi Dini Kanker Payudara Pada Mahasiswi di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Medan Tahun 2015

0 0 4

Hubungan Pengetahuan, Sikap Dengan Tindakan SADARI Sebagai Deteksi Dini Kanker Payudara Pada Mahasiswi di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Medan Tahun 2015

0 0 77

PERBANDINGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PADA MAHASISWI MEDIS DAN NON-MEDIS SEMESTER 7 MENGENAI PAP SMEAR

0 0 25