Perbedaan Kecemasan Komunikasi antara Mahasiswa yang Mengikuti Pendekatan Pembelajaran Student Centered Learning dengan Teacher Centered Learning

(1)

55

PERBEDAAN KECEMASAN KOMUNIKASI ANTARA MAHASISWA YANG MENGIKUTI PENDEKATAN

PEMBELAJARAN STUDENT CENTERED LEARNING DENGAN TEACHER CENTERED LEARNING

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh :

HAPRIYANITA RAMADHANI 071301097

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GANJIL, 2011/2012 LEMBAR PERNYATAAN


(2)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul:

Perbedaan Kecemasan Komunikasi antara Mahasiswa yang Mengikuti Pendekatan Pembelajaran Student Centered Learning dengan Teacher

Centered Learning

adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila ditemukan adanya kecurangan, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Januari 2012

HAPRIYANITA RAMADHANI 071301097


(3)

Perbedaan Kecemasan Komunikasi antara Mahasiswa yang Mengikuti Pendekatan Pembelajaran Student Centered Learning dengan Teacher Centered

Learning

Hapriyanita dan Dian Ulfasari

ABSTRAK

Kecemasan komunikasi adalah ketakutan, kekhawatiran atau perasaan negatif berupa perasaan panik ataupun gugup yang dialami individu dalam melakukan komunikasi. Tinggi rendahnya kecemasan komunikasi berhubungan dengan pendekatan pembelajaran yang diikuti oleh mahasiswa. Pendekatan pembelajaran seperti student centered learning dan teacher centered learning.

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat komparatif yang bertujuan untuk melihat perbedaan kecemasan komunikasi antara mahasiswa yang mengikuti pendekatan pembelajaran student centered learning dengan teacher centered learning. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah quota sampling dan jumlah sampel penelitian adalah 120 mahasiswa. Penelitian ini menggunakan skala kecemasan komunikasi yang disusun berdasarkan teori Powell dan Powell (2010). Nilai reliabilitas skala kecemasan komunikasi adalah 0,954 yang terdiri dari 54 aitem.

Hasil analisa data penelitian dengan menggunakan independent sample t-test. Kesimpulan dalam penelitian ini bahwa ada perbedaan kecemasan komunikasi antara mahasiswa yang mengikuti pendekatan pembelajaran student centered learning dengan teacher centered learning.

Kata kunci : kecemasan komunikasi, pendekatan pembelajaran, student centered learning, teacher centered learning.


(4)

Differences Communication Apprehension between Students Who Follow a Student Centered learning Approach to Teacher Centered Learning

Hapriyanita and Dian Ulfasari

ABSTRACT

Communication apprehension is a fear, anxiety or negative feelings of panic or nervous feelings experienced by individuals in the communication. High and low communication apprehension related learning approach followed by the students. Learning approaches such as the student centered learning and teacher centered learning.

This research was a comparative study is aimed to see the difference communication apprehension between the students who follow a student centered learning approach to teacher centered learning. The sampling method was using quota sampling and a total of 120 students participated in this study. This study used scales as a measurement, the communication apprehension scale which is based on the theory of Powell and Powell (2010). The reliability of communication apprehension scale was 0,954 and consisted of 54 items.

Data in this research was analyzed using independent sample t-test. The result indicates that there are difference communication apprehension between the students who follow a student centered learning approach to teacher centered learning.

Keywords: Communication Apprehension, learning approach, student centered learning, teacher centered learning.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia dan kekuatan dalam penyelesaian skripsi ini. Penyusunan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana jenjang strata satu (S-1) di Fakultas Psikologi Sumatera Utara. Adapun judul skripsi ini adalah “Perbedaan Kecemasan Komunikasi antara Mahasiswa yang Mengikuti Pendekatan Pembelajaran Student Centered Learning dengan Teacher Centered Learning”.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ke dua orangtua penulis Bapak Ir. H. Halamsyah dan Ibu Hj.Iriando Rianita Hutasuhut. Terima kasih penulis ucapkan untuk setiap perjuangan, didikan, cinta dan kasih sayang, pengertian, perhatian, doa, dan semua hal yang telah kalian berikan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi USU.

2. Ibu Siti Zahreni, M.si., selaku dosen pembimbing akademik, terima kasih untuk bimbingan, motivasi, dan masukan yang ibu berikan selama mengikuti perkuliahan.

3. Kak Dian Ulfasari M.Psi., selaku dosen pembimbing penulisan skripsi ini. Terima kasih untuk bimbingan, dukungan, perhatian, dan masukan yang kakak berikan.


(6)

4. Bapak dan Ibu Dosen staf pengajar Fakultas Psikologi USU. Terima kasih untuk segala ilmu dan pengalaman yang telah diberikan.

5. Adik-adikku yang ku sayangi (Hardi dan Fitri), terima kasih atas dukungan dan bantuan yang diberikan dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Untuk Donny, terima kasih atas dukungan, perhatian, pengertian dan semangat yang diberikan selama penulisan skripsi ini.

7. Untuk sahabat ku Liza, Dania, Milna, Yossy, Indah. Terima kasih atas dukungan, saran dan semangat yang telah kalian berikan.

8. Untuk sahabat-sahabat ku popathree, Nina, Nanda, Sadrina, Elmo, Yoga, Yogi, Reza, Belli. Terima kasih atas pengertian, perhatian kalian dalam proses penulisan skripsi ini.

9. Untuk anak-anak psikologi angkatan 2007, Sustri, Megi, Gladis, Deby, Karin, Inge, Icut, Devi, Ikbal, Manda. Terima kasih atas semangat, perhatian, masukan yang telah kalian berikan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan tugas-tugas penelitian selanjutnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan dunia psikologi pendidikan pada khususnya.

Medan, Januari 2012


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II LANDASAN TEORI ... 13

A. Kecemasan Komunikasi ... 13

1. Pengertian Kecemasan ... 13

2. Pengertian Komunikasi ... 14

3. Pengertian Kecemasan Komunikasi ... 15

4. Karakteristik Kecemasan Komunikasi ... 16

5. Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Komunikasi ... 17

6. Tipe-Tipe dari Kecemasan Komunikasi ... 19

B. Pendekatan Pembelajaran ... 20

1. Student Centered Learning ... 22

a. Pengertian Student Centered Learning ... 22

b. Strategi Belajar dalam Student Centered Learning... 25


(8)

2. Teacher Centered Learning ... 29

a. Pengertian Teacher Centered Learning ... 29

b. Strategi Instruksional dalam Teacher Centered Learning ... 31

C. Mahasiswa ... 32

D. Profil Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara ... 33

E. Perbedaan Kecemasan Komunikasi antara Mahasiswa yang Mengikuti Pendekatan Pembelajaran Student Centered Learning dan Teacher Centered Learning ... 35

F. Hipotesis ... 39

BAB III METODE PENELITIAN ... 40

A. Identifikasi Variabel ... 40

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 41

C. Populasi, Sampel dan Metode Pengambilan Sampel ... 43

D. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 45

E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 48

1. Validitas Alat Ukur ... 48

2. Uji Daya Beda Aitem ... 48

3. Reliabilitas Alat Ukur ... 49

4. Hasil Uji Coba Alat Ukur... 50

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 51

1. Tahap Persiapan Penelitian ... 51

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 53


(9)

G. Metode Analisa Data ... 54

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 55

A. Gambaran Subjek Penelitian ... 55

1. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 55

2. Gambaran Subjek Berdasarkan Angkatan ... 56

B. Hasil Penelitian ... 56

1. Uji Normalitas ... 56

2. Uji Homogenitas ... 58

3. Uji Hipotesis Utama ... 58

C. Hasil Tambahan ... 60

D. Pembahasan ... 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

A. Kesimpulan ... 70

B. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 73 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Blue print skala kecemasan komunikasi ... 47

Tabel 2 Distribusi aitem-aitem hasil uji coba skala kecemasan komunikasi ... 50

Tabel 3 Distribusi aitem-aitem skala penelitian kecemasan komunikasi ... 51

Tabel 4 Gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin ... 55

Tabel 5 Gambaran subjek penelitian berdasarkan angkatan ... 56

Tabel 6 Hasil Uji Normalitas ... 57

Tabel 7 Hasil Uji Homogenitas ... 58

Tabel 8 Hasil Uji Independent Sample t-test... 59

Tabel 9 Gambaran skor kecemasan komunikas ... 59

Tabel 10 Kategorisasi Norma Nilai Kecemasan Komunikasi ... 62

Tabel 11 Data skor kecemasan komunikasi pada keseluruhan sampel ... 62

Tabel 12 Data skor kecemasan komunikasi ditinjau dari pendekatan pembelajaran ... 63


(11)

Perbedaan Kecemasan Komunikasi antara Mahasiswa yang Mengikuti Pendekatan Pembelajaran Student Centered Learning dengan Teacher Centered

Learning

Hapriyanita dan Dian Ulfasari

ABSTRAK

Kecemasan komunikasi adalah ketakutan, kekhawatiran atau perasaan negatif berupa perasaan panik ataupun gugup yang dialami individu dalam melakukan komunikasi. Tinggi rendahnya kecemasan komunikasi berhubungan dengan pendekatan pembelajaran yang diikuti oleh mahasiswa. Pendekatan pembelajaran seperti student centered learning dan teacher centered learning.

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat komparatif yang bertujuan untuk melihat perbedaan kecemasan komunikasi antara mahasiswa yang mengikuti pendekatan pembelajaran student centered learning dengan teacher centered learning. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah quota sampling dan jumlah sampel penelitian adalah 120 mahasiswa. Penelitian ini menggunakan skala kecemasan komunikasi yang disusun berdasarkan teori Powell dan Powell (2010). Nilai reliabilitas skala kecemasan komunikasi adalah 0,954 yang terdiri dari 54 aitem.

Hasil analisa data penelitian dengan menggunakan independent sample t-test. Kesimpulan dalam penelitian ini bahwa ada perbedaan kecemasan komunikasi antara mahasiswa yang mengikuti pendekatan pembelajaran student centered learning dengan teacher centered learning.

Kata kunci : kecemasan komunikasi, pendekatan pembelajaran, student centered learning, teacher centered learning.


(12)

Differences Communication Apprehension between Students Who Follow a Student Centered learning Approach to Teacher Centered Learning

Hapriyanita and Dian Ulfasari

ABSTRACT

Communication apprehension is a fear, anxiety or negative feelings of panic or nervous feelings experienced by individuals in the communication. High and low communication apprehension related learning approach followed by the students. Learning approaches such as the student centered learning and teacher centered learning.

This research was a comparative study is aimed to see the difference communication apprehension between the students who follow a student centered learning approach to teacher centered learning. The sampling method was using quota sampling and a total of 120 students participated in this study. This study used scales as a measurement, the communication apprehension scale which is based on the theory of Powell and Powell (2010). The reliability of communication apprehension scale was 0,954 and consisted of 54 items.

Data in this research was analyzed using independent sample t-test. The result indicates that there are difference communication apprehension between the students who follow a student centered learning approach to teacher centered learning.

Keywords: Communication Apprehension, learning approach, student centered learning, teacher centered learning.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan dan komunikasi memiliki kaitan yang sangat erat, segala sesuatu yang berkaitan dengan pendidikan tidak akan dapat berjalan tanpa adanya komunikasi. Ketika seseorang belajar, berpengalaman, maka orang tersebut melakukan dan membutuhkan komunikasi (Mailani, 2011). Komunikasi memegang peranan dalam pemantapan pembelajaran dan perilaku yang diharapkan, hubungan antara pengajar dengan pelajar, dan penyampaian instruksi, termasuk di dalamnya bertanya, dan pemberian feedback bagi individu (Elliot, Kratochwill, Littlefield Cook & Travers, dalam Anwar 2010). Jourdan (dalam Indrayanto 2010) juga berpendapat bahwa tidak ada perilaku pendidikan yang tidak dilahirkan oleh komunikasi.

Komunikasi menjadi bagian yang penting dalam dunia pendidikan, terutama dalam pendidikan di perguruan tinggi. Perguruan tinggi sebagai wahana yang mempunyai peranan penting dan strategis untuk menyiapkan generasi serta penerus bangsa dan negara. Bertanggungjawab untuk menjadikan seorang mahasiswa-mahasiswi mencapai suatu sukses di lapangan kerja serta bertanggungjawab untuk menjadikan seorang mahasiswa-mahasiswi mampu menerapkan ilmu yang mereka peroleh. Mahasiwa-mahasiswi yang telah memasuki dunia perguruan tinggi diharapkan memiliki kemampuan sosial seperti kemampuan berinteraksi dengan orang lain, kemampuan menyampaikan pendapat


(14)

sehingga mampu berkomunikasi dengan tepat untuk menganalisa, mengevaluasi, dan menciptakan sesuatu yang positif (Susanto, 2011). Dunia perguruan tinggi menuntut mahasiswa untuk mampu melakukan komunikasi yang baik sebagai modal untuk mencapai kesuksesan di lapangan kerja (Tambunan, 2011).

Perguruan tinggi menekankan agar mahasiswa-mahasiswi untuk melakukan komunikasi, baik komunikasi antara dosen dan mahasiswa, maupun antara mahasiswa dengan mahasiswa lainnya. Komunikasi tersebut terjadi silih berganti dan merupakan bagian yang penting dalam pendidikan di perguruan tinggi (Arismunandar, 2003). Pernyataan di atas sejalan dengan pendapat sejumlah ahli bahwa komunikasi sangat penting bagi manusia karena 70% waktu aktif manusia digunakan untuk berkomunikasi, khususnya pada mahasiswa. Mahasiswa harus mempergunakan waktu yang ada untuk melakukan hal yang berguna, tidak menyia-nyiakan waktu, misalnya mencari ilmu baik dengan membaca maupun berkomunikasi dengan individu lain, juga belajar dengan cara modeling (Fitrianingrum, 2009).

Komunikasi pada mahasiswa dilakukan setiap hari, hal tersebut dilakukan dalam proses pembelajaran baik di dalam kelas maupun di luar kelas (Arismunandar, 2003). Komunikasi dilakukan setiap hari dalam berbagai kegiatan mahasiswa, namun masih terdapat beberapa mahasiswa yang mengalami kecemasan dalam melakukan komunikasi. Kecemasan komunikasi masih saja muncul dalam diri mahasiswa ketika berkomunikasi dengan individu atau kelompok dalam suatu situasi tertentu. Pada saat melakukan komunikasi, tidak jarang mahasiswa mengalami kecemasan untuk mengungkapkan keinginan,


(15)

mengekspresikan perasaan, dan bertukar informasi (Wrench, Richmond & Gorham, 2009). Kecemasan dalam berkomunikasi merupakan suatu bentuk perilaku yang sering dialami banyak orang (Fitrianingrum, 2009). Dalam lingkup akademis, kecemasan komunikasi yang dialami mahasiswa adalah ketika akan mempresentasikan tulisan ilmiahnya atapun dalam diskusi dengan orang lain maupun dalam kelompok (Fitrianingrum, 2009).

Pada beberapa individu peristiwa komunikasi mampu menimbulkan perasaan yang menyenangkan namun tidak jarang juga beberapa individu cenderung merasa bahwa peristiwa komunikasi tidak menarik, dan bahkan cenderung untuk menghindari komunikasi (Wulandari, 2004). Mahasiswa yang mengalami kecemasan komunikasi akan merasa sulit dan merasa cemas ketika harus berkomunikasi dengan individu lain, sehingga tidak mampu mencerminkan rasa kehangatan, keterbukaan, dan dukungan. Kecemasan komunikasi pada mahasiswa dapat muncul pada saat diskusi kelompok, bertanya pada dosen maupun ketika berbicara di depan kelas untuk melakukan presentasi (Wrench, Richmond & Gorham, 2009). Mahasiswa yang mengalami kecemasan komunikasi akan mengalami kesulitan dalam memulai berbicara, individu tersebut akan merasa canggung dan tidak terlibat pembicaraan dalam situasi tertentu, selain itu dalam pembicaraan formal tidak berani mengutarakan pendapat maupun kritik (Fitrianingrum, 2009).

Ada banyak penelitian yang menunjukkan terjadinya kecemasan komunikasi pada mahasiswa. Penelitian Croskey (dalam Wulandari, 2004) menunjukkan bahwa 15-20% mahasiswa di Amerika Serikat menderita kecemasan komunikasi.


(16)

Burgoon dan Ruffner (dalam Wulandari, 2004) yang melakukan penelitiannya di Amerika Serikat mengemukakan bahwa 10-20% populasi di Amerika Serikat mengalami kecemasan berkomunikasi yang sangat tinggi. Penelitian Hurt (dalam Wulandari, 2004) juga melaporkan bahwa 10-20% mahasiswa di berbagai Perguruan Tinggi Amerika menderita kecemasan berkomunikasi. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa 20% dari populasi mahasiswa mengalami kecemasan dalam melakukan komunikasi dalam proses pembelajaran (Tanian, 2002).

Kecemasan komunikasi merupakan rasa cemas yang dikaitkan dengan tindak komunikasi yang akan dan sedang dilakukan dengan orang lain (Lukmantoro, 2000). Burgoon dan Ruffner (dalam Anwar, 2010) berpendapat bahwa kecemasan komunikasi sebagai suatu reaksi negatif dari individu berupa kecemasan yang dialami individu ketika berkomunikasi, baik komunikasi antar pribadi, komunikasi di depan umum maupun komunikasi massa. Pendapat lain mengenai kecemasan komunikasi di sampaikan oleh Rahmat (dalam Aris, 2011) bahwa kecemasan komunikasi adalah perasaan takut dan gelisah ketika melakukan komunikasi dengan orang lain atau ketika melakukan sebuah interaksi dengan orang lain. Individu yang mengalami kecemasan komunikasi akan merasa cemas ketika berpartisipasi dalam komunikasi yang lebih luas sehingga tidak mampu untuk mengantisipasi perasaan negatif. Powell & Powell (2010) juga menjelaskan mengenai kecemasan komunikasi, ia menyatakan bahwa kecemasan komunikasi sebagai tingkat kecemasan individu yang diasosiasikan dengan situasi komunikasi, baik komunikasi yang nyata ataupun komunikasi yang akan dilakukan individu dengan orang lain maupun dengan orang banyak.


(17)

Menurut Powell & Powell (2010), kecemasan komunikasi dapat muncul disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu ada tidaknya reinforcement, kecemasan komunikasi dipengaruhi oleh seberapa sering individu mendapat penguatan untuk melakukan komunikasi dari lingkungan sekitarnya. Reinforcement dapat berasal dari lingkungan belajar individu tersebut, lingkungan belajar yang mendorong individu untuk sering melakukan komunikasi akan berdampak baik bagi komunikasi individu sehingga kecemasan komunikasi dapat berkurang karena individu terbiasa melakukan komunikasi (Powell & Powell, 2010).

Johnson (2001) berpendapat bahwa kecemasan komunikasi memiliki hubungan dengan proses belajar yang diikuti mahasiswa. Penelitian dari Tanian (2002) juga memiliki pendapat yang hampir sama mengenai kecemasan komunikasi, bahwa pendekatan belajar yang diikuti dapat membuat mahasiswa mengalami atau tidak mengalami kecemasan dalam berkomunikasi. Pendekatan pembelajaran yang lebih berfokus pada mahasiswa untuk aktif dalam belajar dapat mengurangi kecemasan komunikasi dalam diri mahasiswa dan pendekatan pembelajaran yang tidak menuntut mahasiswanya untuk aktif dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan kecemasan komunikasi pada mahasiswa itu sendiri.

Menurut Rohman (2011) terdapat dua macam pendekatan pembelajaran yang didasarkan pada keaktifan dan ketidakaktifan mahasiswa. Pendekatan pembelajaran yang berfokus pada keaktifan mahasiswa dalam proses pembelajaran disebut dengan pendekatan student centered learning (Colburn,


(18)

2003). Pendekatan ini menekankan mahasiswa untuk aktif mengerjakan tugas dan banyak berdiskusi dengan dosen sebagai fasilitator (Hadi, 2007).

Pada pendekatan student centered learning, keaktifan mahasiswa telah dilibatkan sejak awal dalam bentuk desain belajar yang memperhitungkan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman belajar yang telah didapatkan sebelumnya (Harsono, 2007). Pendekatan ini memberikan kesempatan kepada mahasiswa bekerja bersama dosen dan mahasiswa lainnya untuk memilih tujuan belajar berdasarkan permasalahan yang dihadapi dan ketertarikan mahasiswa sehingga mahasiswa sering menjalin komunikasi antara dosen maupun mahasiswa lainnya (Hirumi, 2005). Melalui penerapan pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa, maka mahasiswa diharapkan dapat berpartisipasi secara aktif, selalu ditantang untuk memiliki daya kritis, mampu menganalisa dan dapat memecahkan masalahnya sendiri (Weimer, 2002).

Pendekatan kedua yaitu pendekatan pembelajaran yang juga digunakan dalam pendidikan di perguruan tinggi. Pada pendekatan ini mahasiswa tidak dituntut untuk aktif dalam proses pembelajaran, pendekatan tersebut adalah pendekatan teacher centered learning (Colburn, 2003). Hadi (2007) menyatakan bahwa pendekatan teacher centered learning yaitu pendekatan belajar dimana dosen lebih banyak melakukan kegiatan belajar mengajar sehingga mahasiswa cenderung tidak aktif atau bersikap pasif dalam proses pembelajaran. Pada pendekatan ini dosen menjadi pusat dari kegiatan belajar mengajar sehingga terjadi komunikasi satu arah (Harsono, 2007). Pada pendekatan ini mahasiswa sering berperan pasif dan tidak diberikan kesempatan untuk aktif berkomunikasi


(19)

di dalam kelas, mahasiswa mendengarkan keterangan dosen, atau membaca, mempraktikan ketrampilan yang ditetapkan oleh dosen, dimana tugas perencanaan belajar sangat didominasi dosen, terkait erat dengan standar dan tujuan kurikulum yang ditetapkan sebelumnya (Arends, 2008).

Berdasarkan kedua pendekatan tersebut, peneliti ingin melihat apakah mahasiswa yang mengikuti kedua pendekatan tersebut mengalami kecemasan dalam melakukan komunikasi atau tidak. Peneliti melakukan komunikasi personal dengan beberapa mahasiswa yang mengikuti pendekatan pembelajaran student centered learning dan beberapa mahasiswa yang mengikuti pendekatan pembelajaran teacher centered learning. Di bawah ini komunikasi personal peneliti dengan beberapa mahasiswa yang mengikuti pendekatan pembelajaran student centered learning :

“kalo mau presentasi masih ngerasa takut, biarpun udah sering, tiap minggu ada presentasi, tapi tetep aja takut kalo mau presentasi, takut yang dibicarain salah, jadi gugup kalo lagi presentasi, tangannya suka dingin karena gugup”. (PH, komunikasi personal, 24-11-2011).

Pendapat lain diungkapkan oleh FH mengenai kecemasan komunikasi yaitu : “masih takut nyampein pendapat kalo ikut diskusi, karena kan kalo diskusi kelompok di tanya pendapat atau kritik dari kita, tapi takut nyampein pendapatnya”.

(FH, komunikasi personal, 24-11-2011).

Permasalahan yang serupa disampaikan oleh HD dan RD mengenai kecemasan komunikasi :

“klo di tanya dosen waktu lagi kuliah, ya diem aja, paling cuma senyum, karena takut jawabnya, takut yang dijawab salah, jadi lebih bagus diem aja”. (HD, komunikasi personal, 24-11-2011).


(20)

”suka dingin tangannya kalo mau presentasi, karena ketakutan, takut kalo ngomong di depan kelas, kan ada dosennya sama temen-temen juga, jadi rame, jadi takut rasanya mau ngomong untuk presentasi”.

(RD, komunikasi personal, 24-11-2011).

Dari hasil komunikasi personal di atas, dapat dilihat bahwa masih muncul kecemasan dalam melakukan komunikasi pada beberapa mahasiswa yang mengikuti pendekatan pembelajaran student centered learning.

Selanjutnya peneliti melakukan komunikasi personal dengan beberapa mahasiswa yang menggunakan pendekatan pembelajaran teacher centered learning. Di bawah ini komunikasi personal peneliti dengan beberapa mahasiswa yang mengikuti pendekatan pembelajaran teacher centered learning :

“kalo lagi presentasi di depan kelas kakinya gemetaran kak, karena kan jarang ada presentasi, bisa satu semester cuma satu kali aja presentasinya, jadi takut karena gak terbiasa presentasi”.

(SP, komunikasi personal, 24-11-2011).

Pendapat yang sama di sampaikan oleh SH mengenai kecemasan komunikasi :

“kalo mau mulai presentasi pasti gak tenang, kadang-kadang sakit perut lah, tangannya gemetaran, gak bisa tenang jadinya”.

(SH, komunikasi personal, 24-11-2011).

Pendapat yang lain diungkapkan oleh AT sebagai berikut :

“gak ada perasaan deg-degan kalo mau presentasi kak, gak ada perasaan takut, ya biasa aja, santai aja sama presentasi, kan yang disampein juga dari buku, jadi gak takut”.

(AT, komunikasi personal, 24-11-2011).

Masalah yang hampir sama seperti di atas di sampaikan oleh DG :

“pernah beberapa kali ada tanya jawab sama dosen, senang kalo ada tanya jawab gitu, jadi kalo ada yang gak ngerti ya di tanya, kalo dosen yang nanya pasti ya tunjukkan tangan aja buat jawab, biarpun belum tentu bener, tapi kan paling gak udah berusaha untuk jawab”.


(21)

Dari hasil komunikasi personal di atas dapat dilihat bahwa beberapa mahasiswa yang mengikuti pendekatan pembelajaran teacher centered learning mengalami kecemasan komunikasi, namun terdapat juga beberapa mahasiswa yang tidak mengalami kecemasan dalam melakukan komunikasi.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan beberapa mahasiswa yang mengikuti kedua pendekatan pembelajaran, maka dapat dilihat bahwa kecemasan dalam melakukan komunikasi masih muncul pada beberapa mahasiswa yang mengikuti pendekatan pembelajaran student centered learning. Pada mahasiswa yang mengikuti pendekatan pembelajaran teacher centered learning, kecemasan komunikasi masih muncul pada mahasiswa, namun beberapa mahasiswa juga tidak muncul kecemasan dalam melakukan komunikasi. Hasil wawancara yang diperoleh menunjukkan hal yang berbeda dengan penelitian Tanian (2002) yang menyatakan bahwa pendekatan pembelajaran yang lebih berfokus pada mahasiswa untuk aktif dalam belajar dapat mengurangi kecemasan komunikasi dalam diri mahasiswa dan pendekatan pembelajaran yang tidak menuntut mahasiswanya untuk aktif dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan kecemasan komunikasi pada mahasiswa itu sendiri.

Salah satu Perguruan Tinggi yang sudah mulai menerapkan pendekatan student centered learning dalam proses pembelajarannya yaitu Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara sudah mulai menerapkan pendekatan tersebut, meskipun belum semua Fakultas mampu menerapkannya. Fakultas Kedokteran Gigi merupakan salah satu Fakultas yang telah menggunakan pendekatan student centered learning. Fakultas ini mulai menerapkan pendekatan


(22)

tersebut sejak tahun 2009. Pendekatan sebelumnya yang digunakan oleh Fakultas Kedokteran Gigi adalah pendekatan pembelajaran teacher centered learning. Fakultas ini kemudian mengganti pendekatan pembelajaran yang mereka gunakan menjadi pendekatan pembelajaran student centered learning seiring dengan bergantinya kurikulum dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi, kurikulum tersebut menggunakan pendekatan pembelajaran student centered learning (fauzi, 2010).

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul perbedaan kecemasan komunikasi antara mahasiswa yang mengikuti pendekatan pembelajaran student centered learning dengan teacher centered learning dan penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

B. Rumusan Masalah

Rumusan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut : apakah terdapat perbedaan kecemasan komunikasi antara mahasiswa yang mengikuti pendekatan pembelajaran student centered learning dengan teacher centered learning.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kecemasan komunikasi antara mahasiswa yang mengikuti pendekatan pembelajaran student centered learning dengan teacher centered learning.


(23)

D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat diperoleh manfaat, yaitu manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis :

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan dalam bidang pendidikan mengenai kecemasan komunikasi antara mahasiswa yang mengikuti pendekatan pembelajaran student centered learning dengan teacher centered learning.

2. Manfaat Praktis a. Bagi pihak Fakultas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada pihak

fakultas mengenai kecemasan komunikasi mahasiswa, sehingga diharapkan dapat bermanfaat dalam pembinaan mahasiswa dan dapat mengurangi kecemasan komunikasi yang dialami mahasiswa.

b. Bagi mahasiswa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada para mahasiswa mengenai kecemasan komunikasi, sehingga diharapkan dapat dimanfaatkan bagi pengembangan diri mahasiswa untuk dapat mengurangi kecemasan komunikasi sehingga proses pembelajaran dapat berjalan lebih efektif.


(24)

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

Bab I : PENDAHULUAN

Berisikan uraian mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II : LANDASAN TEROI

Berisi teori-teori mengenai kecemasan komunikasi, pendekatan pembelajaran, student centered learning, teacher centered learning, mahasiswa, profil Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, hipotesis penelitian.

Bab III : METODE PENELITIAN

Berisi uraian mengenai identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi, sampel, dan metode pengambilan sampel, instrumen pengumpulan data, prosedur pelaksanaan penelitian dan metode analisa data.

Bab IV : ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Berisi pengolahan dan pengorganisasian data penelitian serta membahas data-data penelitian dengan teori yang relevan.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan.


(25)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kecemasan Komunikasi 1. Pengertian Kecemasan

Kecemasan merupakan keadaan emosi yang ditandai secara subjektif, secara sadar merasakan ketegangan, ketakutan, gugup, yang berkaitan dengan sistem saraf otonom (Xun, 2008). Pendapat lain disampaikan oleh Spielberger (dalam Kuper & Kuper, 2000) mengenai kecemasan, ia menyatakan bahwa kecemasan adalah perasaan ketakutan yang ditandai dengan beberapa simtom seperti pusing, mual, gangguan otot seperti tremor, perasaan gelisah dan lemas. Hal ini sejalan dengan pendapat Kuper & Kuper (2000) bahwa kecemasan merupakan perasaan takut, gugup, khawatir, panik yang disertai dengan detak jantung meningkat, berkeringat, ketegangan otot, peningkatan pernapasan dan mulut kering.

Menurut (Gunarsa, 1989), kecemasan merupakan rasa takut ditimbulkan oleh adanya ancaman sehingga seseorang akan menghindar. Pendapat yang hampir sama di sampaikan oleh Ayres & Bristow (2008) bahwa kecemasan adalah rasa atau perasaan tidak nyaman dan khawatir tentang ancaman yang berupa ancaman fisik atau psikologis yang muncul secara alami.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah suatu ketakutan, perasaan gugup, panik, tegang, tidak nyaman dan kekhawatiran tentang ancaman yang ancaman yang berupa ancaman fisik atau psikologis yang muncul secara alami.


(26)

2. Pengertian Komunikasi

Menurut Richert dan Strohner (2008), komunikasi adalah interaksi sosial yang berbentuk tindakan kolektif dan bekerjasama. Komunikasi merupakan proses pembentukan dan bertukar informasi dalam percakapan informal, interaksi grup atau berbicara di depan publik ( Verbender, Verbender & Sellnow, 2009).

Komunikasi secara terminologis merujuk pada adanya proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Jadi dalam pengertian ini yang terlibat dalam komunikasi adalah manusia. Merujuk pada pengertian Ruben dan Steward (2006) mengenai komunikasi manusia adalah proses yang melibatkan individu-individu dalam suatu hubungan, kelompok, organisasi dan masyarakat yang merespon dan menciptakan pesan untuk beradaptasi dengan lingkungan satu sama lain. Menurut Effendy (2003) istilah komunikasi merujuk pada kalimat mendiskusikan makna, mengirim pesan dan memberikan informasi, pesan, atau gagasan pada orang lain dengan maksud agar orang lain tersebut memiliki kesamaan informasi, pesan atau gagasan dengan pengirim pesan.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses interaksi sosial dan pertukaran informasi yang melibatkan individu-individu dalam suatu hubungan, kelompok dan masyarakat dalam mendiskusikan makna ataupun gagasan pada orang lain dengan mengirimkan pesan.


(27)

3. Pengertian Kecemasan Komunikasi

Kecemasan dapat terjadi dalam berbagai situasi, salah satunya adalah kecemasan yang dialami dalam lingkup komunikasi. Kecemasan dalam melakukan komunikasi diungkapkan oleh West & Turner (2009) sebagai kecemasan komunikasi yaitu ketakutan berupa perasan negatif yang dirasakan individu dalam melakukan komunikasi, biasanya berupa perasaan tegang, gugup atau pun panik ketika melakukan komunikasi. Hal ini sama seperti yang di kemukakan oleh Sellnow (2005) bahwa kecemasan dalam komunikasi dapat diartikan sebagai ketakutan atau kekhawatiran individu yang berkaitan dengan komunikasi nyata dengan orang lain. Pengertian tersebut sejalan dengan penjelasan Weiten, Lloyd, Dunn, & Hammer (2009) yang menyatakan bahwa kecemasan komunikasi merupakan ketegangan yang dialami individu ketika akan berbicara dengan orang lain seperti perasaan gugup.

Philip (dalam Soonthornsawad, 2009) berpendapat bahwa kecemasan komunikasi adalah perasaan takut untuk ikut berpartisipasi dalam komunikasi lisan pada situasi tertentu. Individu yang merasakan kekhawatiran ketika melakukan hubungan komunikasi dengan orang lain maupun orang banyak berarti merasakan kecemasan dalam berkomunikasi (McCroskey, dalam Soonthornsawad, 2009). Powell & Powell (2010) menjelaskan kecemasan komunikasi sebagai tingkat ketakutan individu yang diasosiasikan dengan situasi komunikasi, baik komunikasi yang nyata ataupun komunikasi yang akan dilakukan individu dengan orang lain maupun dengan orang banyak.


(28)

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kecemasan komunikasi yaitu ketakutan, kekhawatiran, berupa perasaan negatif yang dirasakan individu dalam melakukan komunikasi, biasanya berupa perasaan tegang, gugup, atau pun panik yang dialami individu dalam melakukan komunikasi ketika berada didalam situasi tertentu, baik dalam situasi komunikasi yang nyata ataupun komunikasi yang akan dilakukan individu dengan orang lain maupun dengan orang banyak.

4. Karakteristik Kecemasan Komunikasi

Individu yang mengalami kecemasan dalam melakukan komunikasi akan memiliki beberapa karaktersitik. Powell & Powell (2010) menjelaskan 4 karakteristik individu yang mengalami kecemasan komunikasi, yaitu :

a. Penghindaran

Individu akan menghindari situasi atau keadaan yang memerlukan komunikasi, individu yang mengalami kecemasan komunikasi akan memilih untuk tidak terlibat dan tidak ikut berada dalam situasi yang membutuhkan komunikasi. Contoh perilaku penghindaran yaitu misalnya tidak mau bergabung ketika terdapat diskusi kelompok.

b. Penarikan diri

Individu akan menarik diri ketika berada dalam situasi yang membutuhkan komunikasi, memilih tidak berpartisipasi ketika diminta untuk berkomunikasi, memilih untuk tidak berbicara atau diam ketika diminta untuk berkomunikasi dalam situasi komunikasi. Contohnya yaitu ketika dalam diskusi kelompok,


(29)

individu diminta untuk menyampaikan pendapatnya, namun individu tersebut memilih untuk tidak menyampaikan pendapatnya.

c. Ketidaknyamanan internal

Individu mengalami perasaan tidak nyaman dalam diri ketika menghadapi peristiwa yang membutuhkan komunikasi, mendapat rangsangan negatif untuk melakukan komunikasi dalam situasi komunikasi, rangsangan tersebut berhubungan dengan ketakutan. Contoh ketidaknyamanan internal yaitu mengalami rangsangan negatif berupa perasaan gelisah, tidak tenang, dan tegang. d. Overcommunication

Individu memberikan respon yang relatif mendominasi situasi komunikasi dengan melakukan komunikasi yang berlebihan. Dalam hal ini individu dapat lebih peduli dengan kuantitas daripada kualitas dari komunikasi yang disampaikan. Misalnya dalam melakukan presentasi, individu menyampaikan presentasi dengan berbicara tanpa henti namun pokok utama dari pembicaraan sedikit atau mengulang-ngulang kalimat.

5. Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Komunikasi

Kecemasan komunikasi yang dialami individu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Powell & Powell (2010), faktor yang mempengaruhi munculnya kecemasan komunikasi yaitu :

a. Genetika : Kecemasan komunikasi dapat dipengaruhi oleh faktor genetik dari individu tersebut, dimana bersifat genetik bahwa kecemasan komunikasi adalah ketakutan terkait dengan faktor-faktor seperti sosialisasi,


(30)

penampilan fisik, bentuk tubuh. Hal ini juga ditingkatkan atau dibatasi oleh faktor lingkungan. Richmond (dalam Sellnow, 2005) menjelaskan bahwa individu yang berada yang dalam keluarga yang cenderung merasa cemas ketika melakukan komunikasi akan dapat memiliki kecenderungan untuk mengalami kecemasan dalam melakukan komunikasi.

b. Skill acquisition : Individu akan merasa cemas dipengaruhi oleh keberhasilan individu mengembangkan ketrampilan dalam komunikasi. Keterampilan seperti penggunaan bahasa, kepekaan terhadap komunikasi nonverbal, keterampilan manajemen interaksi dengan orang lain sehingga individu cenderung mengalami kecemasan dalam berkomunikasi.

c. Modelling : Kecemasan komunikasi berkembang dari proses imitasi terhadap orang lain yang diamati oleh seseorang di dalam interaksi sosialnya. Ketika individu mengamati orang lain yang mengalami kecemasan, maka kecemasan komunikasi cenderung muncul dalam diri invidu tersebut. Bandura (dalam Sellnow, 2005) juga menjelaskan bahwa proses melihat orang lain dalam berperilaku dan memberikan respon terhadap komunikasi akan membuat indididu cenderung berperilaku atau memberikan respon yang sama.

d. Reinforcement : Kecemasan komunikasi dipengaruhi oleh seberapa sering individu mendapat penguatan untuk melakukan komunikasi dari lingkungan sekitarnya. Individu yang menerima reinforcement positif dalam komunikasi akan dapat mengurangi kecemasan komunikasi, sedangkan individu yang jarang diberikan kesempatan untuk melakukan komunikasi dan tidak


(31)

didorong untuk berkomunikasi akan mengembangkan sikap negatif mengenai komunikasi sehingga muncul kecemasan komunikasi. Hal ini juga disampaikan oleh Sellnow (2005) bahwa reinforcement adalah proses belajar, individu yang belajar mengembangkan komunikasi akan dapat mengurangi kecemasan komunikasi dibandingkan individu yang tidak belajar untuk mengembangkan komunikasi yang akan dilakukan.

6. Tipe-Tipe dari Kecemasan Komunikasi

Kecemasan komunikasi dapat dibagi berdasarkan tipe-tipe dari kecemasan komunikasi, ada 4 tipe dari kecemasan komunikasi menurut Powell & Powell (2010) yaitu :

a. Traitlike adalah derajat kecemasan yang relatif stabil dan relatif panjang waktunya ketika seseorang dihadapkan pada berbagai konteks komunikasi, seperti misalnya dalam public speaking, pertemuan-pertemuan (meetings), komunikasi antar pribadi, dan komunikasi kelompok, sementara itu Traitlike Communucation Apprehension juga bisa dilihat sebagai refleksi orientasi kepribadian dari seseorang yang mengalami tingkat kecemasan berkomunikasi.

b. Audience-Based merupakan kecemasan komunikasi yang dialami seseorang ketika ia berkomunikasi dengan tipe-tipe orang tertentu tanpa memandang waktu atau konteks dan akan memicu munculnya reaksi kecemasan.


(32)

c. Situational adalah kecemasan komunikasi yang berhubungan dengan situasi ketika seseorang mendapatkan perhatian yang tidak biasa (unusual) dari orang lain.

d. Context-Based merupakan kecemasan komunikasi hanya pada setting tertentu. Kecemasan komunikasi timbul karena berada dalam tempat-tempat tertentu.

B. Pendekatan Pembelajaran

Pendekatan pembelajaran adalah serangkaian kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan (Gora & Sunarto, 2003). Pengertian di atas juga serupa dengan pernyataan Colburn (2003) bahwa pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Roqib (2009) juga mendefinisikan pendekatan pembelajaran sebagai suatu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan atau cara yang tepat dan cepat untuk meraih tujuan pendidikan sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

Pendapat lain mengenai pendekatan pembelajaran disampaikan oleh Gladene Robertson (dalam Gora & Sunarto, 2003) bahwa pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu kerangka umum dalam praktek profesional pendidik, yaitu serangkaian dokumen yang dikembangkan untuk mendukung pencapaian kurikulum. Pendekatan pembelajaran adalah kerangka besar tentang tugas profesional pendidik yang didalamnya meliputi model-model


(33)

pembelajaran, strategi-strategi pembelajaran, metode-metode pembelajaran (Saskatchewan dalam Gora & Sunarto, 2003). Pendekatan pembelajaran yang saat ini digunakan terdiri dari dua jenis pendekatan yaitu: pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered learning) dan pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada dosen (teacher centered learning) (Killen dalam Sanjaya, 2009).

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran yaitu serangkaian kegiatan pembelajaran, perencanaan pembelajaran atau cara yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan sesuai dengan kebutuhan peserta didik, serta suatu kerangka umum, kerangka besar tentang tugas profesional pendidik yang didalamnya meliputi model-model pembelajaran, strategi-strategi pembelajaran, metode-metode pembelajaran.

Pendekatan pembelajaran yang saat ini digunakan terdiri dari dua jenis pendekatan yaitu: pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered learning) dan pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada dosen (teacher centered learning) (Killen, dalam Sanjaya, 2009).


(34)

1. Student Centered Learning

a. Pengertian Student Centered Learning

Menurut Colburn (2003) student centered learning yaitu pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa, pemikiran bahwa mahasiswa sebagai peserta penting dalam proses pembelajaran. student centered learning merupakan pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa yang menekankan peran sentral pada pengalaman dalam proses belajar (Kolb, Boyatzis, & Mainemelis, 1999). Smith (dalam Kolb, Boyatzis, & Mainemelis, 1999) menjelaskan bahwa student centered learning sebagai pengalaman belajar yang melibatkan pembelajaran langsung mengenai fenomena yang sedang di pelajari bukan hanya memikirkan fenomena yang sedang di pelajari, pengalaman berperan penting dalam meningkatkan proses belajar.

Pendekatan student centered learning merupakan proses pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa/peserta didik, maka mahasiswa memperoleh kesempatan dan fasilitas untuk dapat membangun sendiri pengetahuannya sehingga mereka akan memperoleh pemahaman yang mendalam yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu kualitas mahasiswa. Melalui penerapan pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa, maka mahasiswa diharapkan dapat berpartisipasi secara aktif, selalu ditantang untuk memiliki daya kritis, mampu menganalisa dan dapat memecahkan masalahnya sendiri (Weimer, 2002).

Pendekatan pembelajaran student centered learning adalah suatu model pembelajaran yang menempatkan peserta didik sebagai pusat dari proses belajar. Dalam menerapkan konsep student centered leaning, peserta didik diharapkan


(35)

sebagai peserta aktif dan mandiri dalam proses belajarnya, yang bertanggung jawab dan berinitiatif untuk mengenali kebutuhan belajarnya, menemukan sumber-sumber informasi untuk dapat menjawab kebutuhannya, membangun serta mempresentasikan pengetahuannya berdasarkan kebutuhan serta sumber-sumber yang ditemukannya (Pongtuluran, 2008).

Lingkungan pembelajaran dengan pendekatan student centered learning di desain untuk memberikan kesempatan kepada mahasiswa berperan secara aktif dalam proses belajarnya. Pada pendekatan student centered learning mahasiswa diberi kesempatan untuk mengatur, menganalisa isi pembelajaran dari dosen kepada mahasiswa (Means dalam Bush dan Saye, 2000)

Hirumi (2005) menjelaskan bahwa pendekatan student centered learning merupakan metode yang berpusat pada mahasiswa dimana para mahasiswa diajarkan agar memiliki keterampilan berfikir problem solving dan kemampuan memproses informasi yang tinggi. Pendekatan ini memberikan kesempatan kepada mahasiswa bekerja bersama dosen dan mahasiswa lainnya untuk memilih tujuan belajar berdasarkan permasalahan yang dihadapi dan ketertarikan mahasiswa sehingga mahasiswa sering menjalin komunikasi antara dosen maupun mahasiswa lainnya. Pendekatan student centered learning memiliki strategi belajar yang ditentukan bersama antara mahasiswa dan dosen, dimana mahasiswa juga diberikan kesempatan untuk mengakses langsung keberbagai sumber informasi.


(36)

Para dosen dalam pendekatan student centered learning menilai para mahasiswa berdasarkan pada kinerja dan kemampuan mahasiswa dalam mengaplikasikan pengetahuannya dimana hal tersebut diukur secara integral. Dosen juga berperan sebagai fasilitator dalam proses belajar yang membantu para mahasiswa untuk mendapatkan dan memproses informasi. Para mahasiswa dalam metode pembelajaran ini berperan aktif dalam mengkonstruksikan pengetahuan serta bertanggung jawab terhadap proses belajarnya sendiri. Lingkungan belajar pada metode student centered learning lebih banyak bekerja dalam kelompok kecil dan secara mandiri (Hirumi, 2005).

Pertanyaan terbuka, jurnal, dan penelitian berbasis kegiatan laboratorium merupakan contoh pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa. Pada pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa, pekerjaan pendidik adalah untuk mengatur situasi agar peserta didik dapat berhasil dibimbing dalam proses belajar. Peserta didik bekerja secara aktif untuk memahami apa yang terjadi di sekitar mereka, mahasiswa secara aktif membangun pengetahuan yang baru dipelajari (Colburn, 2003).

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa metode student centered learning merupakan pendekatan yang berfokus pada mahasiswa dan proses belajar mengajar, dimana para mahasiswa diberi kesempatan untuk melakukan komunikasi dengan dosen maupun dengan mahasiswa lainnya dan mahasiswa dituntut untuk aktif dalam proses pembelajaran serta para dosen berperan sebagai fasilitator dalam proses belajar.


(37)

b. Strategi belajar dalam Student Centered Learning

Pendekatan student centered learning menerapkan beberapa strategi belajar yang akan diikuti oleh mahasiswa, di bawah ini beberapa strategi yang digunakan dalam pendekatan pembelajaran Student Centered Learning (Santrock, 2007) : 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning). Metode ini

menekankan pada pemecahan masalah kehidupan nyata. Kurikulum berbasis problem akan memberi problem riil kepada mahasiswa, yakni problem yang muncul dalam kehidupan sehari-hari. Fokus dalam pembelajaran ini adalah pada suatu problem yang harus dipecahkan melalui kerja kelompok kecil, mahasiswa mengidentifikasi masalah atau isu yang ingin mereka kaji, kemudian mencari materi dan sumber bahan lain yang mereka butuhkan untuk menangani isu atau masalah tersebut, dosen bertindak sebagai pembimbing, membantu murid memonitor upaya pemecahana mereka. Sarana untuk mengembangkan pembelajaran problem based learning disebut dengan tutorial.

2. Pertanyaan esensial. Pertanyaan yang merefleksikan inti dari kurikulum. Pertanyaan esensial akan membuat mahasiswa bingung yang merangsang mereka untuk berpikir, dan memotivasi rasa ingin tahu mereka.

3. Pembelajaran penemuan (Discovery Learning). Pembelajaran dimana mahasiswa menyusun pemahaman sendiri. Pembelajaran ini mendorong murid untuk berpikir sendiri dan menemukan cara menyusun dan mendapatkan pengetahuan. Dosen memfasilitasi pembelajaran dengan memberikan aktivitas yang merangsang murid untuk mencari tahu.


(38)

c. Prinsip dalam Pendekatan Student Centered Learning

Prinsip student centered learning yang dikembangkan oleh gugus tugas American Psychology Association (dalam Santrock, 2007) dapat diklasifikasikan berdasarkan empat faktor :

1. Faktor Kognitif dan Metakognitif

- Sifat proses pembelajaran. Pelajar yang sukses adalah pelajar yang aktif, punya tujuan, dan mampu mengatur diri sendiri. Mereka mau bertanggungjawab terhadap pembelajaran mereka sendiri.

- Tujuan proses pembelajaran. Mahasiswa perlu menciptakan dan mengejar tujuan yang relevan secara personal yang bisa menyukseskan pelajar tersebut. Seiring dengan waktu, mahasiswa diharapkan paham dengan pengetahuan yang ada, memecahkan masalah, memperdalam pemahaman terhadap suatu pelajaran sehingga mereka dapat mancapai tujuan jangka panjang. Penting bagi pengajar untuk membantu murid menentukan cara belajar.

- Konstruksi pengetahuan. Pelajar yang sukses bisa menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya dengan cara yang mengandung makna tertentu.

- Pemikiran strategis. Pelajar yang sukses akan dapat menciptakan dan menggunakan berbagai strategi pemikiran dan penalaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.

- Memikirkan tentang pemikiran (metakognisi). Pelajar yang sukses adalah pelajar yang menggunakan metakognisi. Mereka merenung cara belajar


(39)

mereka dan berpikir, menentukan tujuan pembelajaran yang dapat dipahami, memiliki strategi yang tepat, dan memantau tujuan mereka menuju tujuan pembelajaran. Mereka bisa membuat tujuan alternatif untuk mencapai tujuan atau menilai kembali ketepatan tujuan tersebut.

- Konteks pembelajaran. Pembelajaran dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan seperti kultur, teknologi, dan praktek pembelajaran. Dosen memainkan pembelajaran penting dalam pembelajaran individu. Kultur bisa mempengaruhi banyak aspek pembelajaran dan pendidikan, seperti motivasi, proses belajar, dan cara belajar, serta cara berpikir. Teknologi dan praktek pembelajaran harus disesuaikan dengan tingkat pengetahuan, kemampuan, dan strategi pembelajaran murid.

2. Faktor Motivasi dan Emosional

- Pengaruh motivasi dan emosi terhadap pembelajaran. Keyakinan dan ekspektasi pelajar dapat memperkuat atau melemahkan kualitas pemikiran dan pemrosesan informasi pelajar. Emosi positif, seperti rasa ingin tahu, biasanya akan membantu memperlancar proses belajar.

- Motivasi intrinsik untuk belajar. Motivasi intrinsik adalah motivasi dari diri sendiri (self-determined). Rasa ingin tahu, pemikiran mendalam, dan kreativitas adalah indikator yang baik dari motivasi intrinsik individu untuk belajar.

- Efek motivasi terhadap usaha. Usaha adalah aspek penting dari motivasi untuk belajar. Pembelajaran yang efektif membutuhkan banyak waktu,


(40)

energi, dan ketekunan. Pembelajaran mahasiswa akan membaik jika dosen mendorong usaha anak dan ketekunan individu pada tugas.

3. Faktor Sosial dan Developmental

- Pengaruh perkembangan pada pembelajaran. Individu akan belajar dengan baik apabila pembelajarannya sesuai dengan tingkat perkembangan individu, karena perkembangan fisik, kognitif dan domain sosioemosional individu itu bervariasi, maka prestasi dalam domain ini juga bervariasi.

- Pengaruh sosial terhadap pembelajaran. Pembelajaran dipengaruhi oleh interaksi sosial dan komunikasi dengan orang lain.

4. Faktor Perbedaan Individual

- Perbedaan individual dalam pembelajaran. Seseorang mempunyai strategi yang berbeda, pendekatan berbeda, dan kemampuan berbeda untuk belajar - Pembelajaran dan diversitas. Pembelajaran akan lebih efektif jika perbedaan

bahasa, kultural, dan latar belakang sosial mahasiswa ikut dipertimbangkan. Prinsip dasar yang sama dari pembelajaran, motivasi, dan instruksi berlaku untuk semua individu. Akan tetapi, bahasa, etnis, dan status sosioekonomi dapat mempengaruhi pembelajaran individu.

- Standard dan penilaian. Menentukan standar yang tinggi dan menentang, dan menilai kemajuan pembelajaran dan siswa, adalah bagian integral dari proses pembelajaran. Pembelajaran yang efektif terjadi ketika murid ditantang untuk bekerja meraih tujuan yang tinggi dan tepat.


(41)

2. Teacher Centered Learning

a. Pengertian Teacher Centered Learning

Menurut Santrock (2007) teacher centered learning merupakan pembelajaran yang berfokus pada perencanaan dan instruksi dosen, dimana dosen mengarahkan pembelajaran mahasiswa. Teacher centered learning merupakan proses belajar yang mengacu pada pembelajaran yang berpusat pada instruksi dosen, instruksi langsung dari dosen kepada mahasiswanya (Colburn, 2003). Harden dan Crosby (dalam Colburn, 2003) menyebutkan bahwa teacher-centered learning adalah sebuah paradigma berupa metode pembelajaran dalam dunia pendidikan di mana dosen selaku pakar (expert) di bidangnya memfokuskan diri untuk menyampaikan (transfer) ilmu pengetahuan yang ia miliki kepada mahasiswa-mahasiswanya selaku orang awam (novice).

Pengertian lain disampaikan Kurdi (2009) mengenai teacher centered learning, ia berpendapat bahwa teacher centered learning yaitu sistem pembelajaran yang bersifat satu arah, dimana pemberian materi oleh dosen yang menjadi pusat peran dalam pencapaian hasil pembelajaran dan menjadi satu-satunya sumber ilmu sehingga mahasiswa tidak berperan aktif dalam proses pembelajaran. Teacher centered learning adalah proses pembelajaran dimana dosen berdiri didepan kelas dan memberikan ceramah atau mendikte informasi mengenai topik yang dibahas pada mahasiswa (Johnson, Haenn, Buckwalter, 2009).


(42)

Teacher centered learning adalah pendekatan proses belajar-mengajar dimana dosen merancang pelajaran-pelajaran yang dimaksudkan untuk memenuhi standar dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, menggunakan prosedur-prosedur yang mendukung perolehan pengetahuan dan ketrampilan yang ditetapkan. Dalam pendekatan ini mahasiswa sering berperan pasif dan tidak diberikan kesempatan untuk aktif berkomunikasi di dalam kelas, mahasiswa mendengarkan keterangan dosen, atau membaca, mempraktikan ketrampilan yang ditetapkan oleh dosen, dimana tugas perencanaan belajar sangat didominasi dosen, terkait erat dengan standar dan tujuan kurikulum yang ditetapkan sebelumnya (Arends, 2008).

Pendekatan teacher centered learning dicirikan oleh adanya arahan dan kontrol dari dosen, ekspektasi dosen yang tinggi atas kemajuan mahasiswa, memaksimalkan waktu yang dihabiskan mahasiswa untuk tugas-tugas akademik, dan usaha oleh dosen untuk meminimalkan pengaruh negatif terhadap mahasiswa. Pendekatan ini berfokus pada aktivitas akademik, sedangkan materi yang tidak bersifat akademik (seperti permainan, teka-teki) cenderung tidak dipakai. Interaksi mahasiswa dan dosen juga tidak begitu ditekankan (Santrock, 2007).

Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa metode teacher centered learning merupakan model pendekatan yang berfokus pada perencanaan dan instruksi dosen, dimana dosen mengarahkan pembelajaran mahasiswa yang bersifat satu arah, dosen menjadi satu-satunya sumber ilmu sehingga mahasiswa tidak berperan aktif, mendengarkan keterangan dosen, atau membaca,


(43)

mempraktikan ketrampilan yang ditetapkan oleh dosen, dimana tugas perencanaan belajar sangat didominasi dosen.

b. Strategi Instruksional Teacher Centered Learning

Strategi yang digunakan dalam pendekatan pembelajaran teacher centered learning terdiri dari 6 strategi, dibawah ini 6 strategi yang digunakan dalam pendekatan teacher centered learning (Santrock, 2007), yaitu :

1. Mengorientasikan : Sebelum menyajikan dan menjelaskan materi baru, haruslah menyusun kerangka pelajaran dan orientasi ke materi baru tersebut : (1) review aktivitas sehari sebelumnya; (2) diskusikan sasaran pelajaran; (3) memberikan instruksi yang jelas dan eksplisit tentang tugas yang harus dilakukan; dan (4) memberi ulasan atas pelajaran pada hari tersebut.

2. Pengajaran, penjelasan dan demonstrasi : Pengajaran dengan paparan/ceramah (lecturing), penjelasan dan demostrasi, dosen lebih banyak menghabiskan waktu untuk menerangkan dan mendemonstrasikan materi baru.

3. Pertanyaan dan Diskusi : Diskusi dan pertanyaan perlu diintegrasikan ke dalam pendekatan teacher centered. Dalam menggunakan strategi ini penting untuk merespons setiap kebutuhan pembelajaran mahasiswa sembari menjaga minat dan perhatian kelompok. Juga, penting untuk mendistribusikan partisipasi luas sembari mempertahankan semangat belajar.


(44)

4. Mastery Learning : Pembelajaran satu konsep atau topik secara menyeluruh sebelum pindah ke topik yang lebih sulit. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa mastery learning efektif dalam meningkatkan waktu yang dihabiskan mahasiswa untuk mempelajari suatu tugas. Program mastery learning yang rapi untuk remedial reading akan membuat mahasiswa dapat melangkah maju berdasarkan keahlian mereka, motivasi mereka, dan waktu mereka. 5. Seatwork : Semua mahasiswa untuk belajar sendiri-sendiri dibangku mereka.

Beberapa dosen menggunakan strategi ini setiap hari, namun ada juga yang jarang menggunakan strategi ini.

6. Homework : Memberikan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan mahasiswa. Penelitian menemukan bahwa pekerjaan rumah memberi efek lebih positif jika didistribusikan selama periode waktu tertentu, ketimbang diberikan sekaligus dalam satu waktu.

C. Mahasiswa

Mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar pada perguruan tinggi tertentu (Basir dalam Anwar 2010). Masa mahasiswa meliputi rentang umur dari 18/19 tahun sampai 24/25 tahun (Winkel, 1997). Rentang umur mahasiswa ini dibagi atas periode 18/19 tahun sampai 20/21 tahun, yaitu mahasiswa dari semester I sampai dengan semester IV; dan periode waktu 21/22 tahun sampai 24/25 tahun, yaitu mahasiswa dari semester V sampai semester VIII (Winkel, 1997). Mahasiswa dalam peraturan pemerintah RI No.30 tahun 1990 adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu.


(45)

Menurut Sarwono (dalam Anwar, 2010) mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan batas usia sekitar 18-30 tahun.

Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di universitas, institut atau akademi. Mereka yang terdaftar sebagai murid di perguruan tinggi dapat disebut sebagai mahasiswa (Takwin, 2008). Winkel (1997) mengatakan tugas perkembangan yang dihadapi mahasiswa pada dasarnya adalah mahasiswa di semester awal harus menyesuaikan diri dengan pola kehidupan di kampus dan di luar kampus, baik yang menyangkut hal-hal akademik maupun non-akademik, mahasiswa di semester tinggi harus memantapkan diri dalam mengejar cita-cita dibidang studi akademik, dipekerjaan dan dibidang kehidupan.

D. Profil Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

Fakultas Kedokteran Gigi USU merupakan Fakultas Kedokteran Gigi pertama yang berada di luar pulau Jawa, didirikan pada tanggal 19 Oktober 1961 berdasarkan SK Menteri PTIP No. 0048/Sek/PU dan diresmikan pada tanggal 3 Nopember 1961.

Visi dan Misi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

Visi : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara sebagai Fakultas Kedokteran Gigi unggulan dalam menghasilkan lulusan yang memiliki daya saing global untuk mendukung pencapaian visi Universitas Sumatera Utara, yaitu “The University for Industry”.


(46)

Misi : Untuk mencapai visi, Fakultas Kedokteran Gigi USU melaksanakan misi sebagai berikut :

1. Menyelenggarakan pendidikan bidang kedokteran gigi yang bertumpu pada aktifitas belajar mahasiswa yang berorientasi pada perkembangan IPTEK dan kebutuhan masyarakat dalam bidang kesehatan gigi dan mulut untuk menghasilkan Sarjana Kedokteran Gigi dan Dokter Gigi yang berpengetahuan dan berketerampilan, bersikap demokratis, penuh tanggung jawab, dan berbudi pekerti yang luhur sesuai dengan etika profesi kedokteran gigi.

2. Melaksanakan penelitian yang berorientasi pada pengembangan IPTEK untuk dapat menyelesaikan masalah kesehatan gigi dan mulut secara ilmiah yang merupakan landasan utama untuk menumbuhkan dan membina kemampuan menguasai metode penyelesaian masalah, melalui kemampuan berpikir kritis, penalaran ilmiah, berpikir alternatif dan kemampuan pengambilan keputusan secara benar.

3. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut kepada masyarakat melalui Pengalaman Belajar Klinik (PBK) dan Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) dengan memanfaatkan kemajuan IPTEK secara tepat guna untuk meningkatkan kesehatan gigi dan mulut masyarakat (Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, 2011).


(47)

Fakultas Kedokteran Gigi merupakan salah satu Fakultas yang telah menggunakan pendekatan student centered learning. Fakultas ini mulai menerapkan pendekatan tersebut sejak tahun 2009. Pendekatan sebelumnya yang digunakan oleh Fakultas Kedokteran Gigi adalah pendekatan pembelajaran teacher centered learning. Fakultas ini kemudian mengganti pendekatan pembelajaran yang mereka gunakan menjadi pendekatan pembelajaran student centered learning seiring dengan bergantinya kurikulum dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi, kurikulum tersebut menggunakan pendekatan pembelajaran student centered learning (fauzi, 2010).

E. Perbedaan Kecemasan Komunikasi antara Mahasiswa yang Menerapkan Pendekatan Pembelajaran Student Centered Learning dengan Teacher Centered Learning.

Dalam lingkup kehidupan akademis, kecemasan berkomunikasi dapat dialami oleh mahasiswa. Mahasiswa akan merasa cemas ketika ia harus menyampaikan sesuatu di hadapan orang lain maupun orang banyak (Lukmantoro, 2000). Bahkan seseorang yang telah berpengalaman dalam melakukan komunikasi, baik berbicara antar pribadi, berbicara dalam forum diskusi, berbicara untuk presentasi juga tidak terlepas dari perasaan kecemasan (Ulandari, 2010). Mahasiswa yang mengalami kecemasan komunikasi akan mengalami kesulitan dalam memulai berbicara, individu tersebut akan merasa canggung dan tidak terlibat pembicaraan dalam situasi tertentu, selain itu dalam


(48)

pembicaraan formal tidak berani mengutarakan pendapat maupun kritik (Fitrianingrum, 2009).

Pada beberapa individu peristiwa komunikasi mampu menimbulkan perasaan yang menyenangkan namun tidak jarang juga beberapa individu cenderung merasa bahwa peristiwa komunikasi tidak menarik, dan bahkan cenderung untuk menghindari komunikasi (Wulandari, 2004). Kecemasan komunikasi pada mahasiswa dapat muncul pada saat diskusi kelompok, bertanya pada dosen maupun ketika berbicara di depan kelas untuk melakukan presentasi (Wrench, Richmond & Gorham, 2009).

Kecemasan komunikasi yang dialami individu dapat muncul dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu faktor yang mempengaruhi munculnya kecemasan komunikasi yaitu adanya reinforcement yang diterima individu. Reinforcement dapat berasal dari lingkungan belajar individu tersebut, lingkungan belajar yang mendorong individu untuk sering melakukan komunikasi akan berdampak baik bagi komunikasi individu sehingga kecemasan komunikasi dapat berkurang karena individu terbiasa melakukan komunikasi (Powell & Powell, 2010).

Johnson (2001) berpendapat bahwa kecemasan komunikasi memiliki hubungan dengan proses belajar yang diikuti mahasiswa. Penelitian dari Tanian (2002) juga memiliki pendapat yang hampir sama mengenai kecemasan komunikasi, bahwa pendekatan belajar yang diikuti dapat membuat mahasiswa mengalami atau tidak mengalami kecemasan dalam berkomunikasi. Pendekatan pembelajaran yang lebih berfokus pada mahasiswa untuk aktif dalam belajar dapat mengurangi kecemasan komunikasi dalam diri mahasiswa dan pendekatan


(49)

pembelajaran yang tidak menuntut mahasiswanya untuk aktif dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan kecemasan komunikasi pada mahasiswa itu sendiri.

Menurut Rohman (2011) terdapat dua macam pendekatan pembelajaran yang didasarkan pada keaktifan dan ketidakaktifan mahasiswa. Pendekatan pembelajaran yang berfokus pada keaktifan mahasiswa adalah pendekatan student centered learning dan pendekatan pembelajaran yang tidak menuntut mahasiswanya untuk berperan aktif adalah pendekatan teacher centered learning.

Pendekatan student centered learning menekankan mahasiswa untuk aktif mengerjakan tugas dan banyak berdiskusi dengan dosen sebagai fasilitator (Hadi, 2007). Keaktifan mahasiswa telah dilibatkan sejak awal dalam bentuk desain belajar yang memperhitungkan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman belajar yang telah didapatkan sebelumnya (Harsono, 2007). Peneliti melakukan komunikasi personal dengan beberapa mahasiswa yang mengikuti pendekatan ini untuk melihat kecemasan komunikasi yang dialami oleh mahasiswa. Hasil komunikasi personal menunjukkan bahwa beberapa mahasiswa yang mengikuti pendekatan ini masih mengalami kecemasan dalam melakukan komunikasi yang mereka lakukan. Masih mengalami perasaan takut yang menunjukkan adanya kecemasan yang mereka alami.

Pendekatan kedua yaitu pendekatan teacher centered learning. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang tidak menuntut mahasiswanya untuk aktif dalam proses pembelajaran (Colburn, 2003). Hadi (2007) menyatakan bahwa pendekatan belajar ini adalah pendekatan dimana dosen lebih banyak melakukan kegiatan


(50)

belajar mengajar sehingga mahasiswa cenderung tidak aktif atau bersikap pasif dalam proses pembelajaran. Peneliti juga melakukan komunikasi personal dengan beberapa mahasiswa yang mengikuti pendekatan ini. Hasil komunikasi personal menunjukkan bahwa beberapa mahasiswa mengalami kecemasan komunikasi dan beberapa mahasiswa lainnya tidak mengalami kecemasan dalam melakukan komunikasi. Beberapa mahasiswa mengalami perasaan takut, khawatir ketika melakukan komunikasi dalam proses pembelajaran, namun beberapa mahasiswa yang lain mengalami perasaan tenang ketika berkomunikasi dan berani untuk melakukan komunikasi.

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa kecemasan dalam melakukan komunikasi masih muncul pada beberapa mahasiswa yang mengikuti pendekatan pembelajaran student centered learning. Pada mahasiswa yang mengikuti pendekatan pembelajaran teacher centered learning, kecemasan komunikasi masih muncul pada mahasiswa, namun beberapa mahasiswa juga tidak muncul kecemasan dalam melakukan komunikasi. Hasil wawancara yang diperoleh menunjukkan hal yang berbeda dengan penelitian Tanian (2002) yang menyatakan bahwa pendekatan pembelajaran yang lebih berfokus pada mahasiswa untuk aktif dalam belajar dapat mengurangi kecemasan komunikasi dalam diri mahasiswa dan pendekatan pembelajaran yang tidak menuntut mahasiswanya untuk aktif dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan kecemasan komunikasi pada mahasiswa itu sendiri.


(51)

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti ingin melihat perbedaan kecemasan komunikasi antara mahasiswa yang mengikuti pendekatan pembelajaran student centered learning dengan teacher centered learning.

F. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah “ada perbedaan kecemasan komunikasi antara mahasiswa yang mengikuti pendekatan pembelajaran student centered learning dengan teacher centered learning”.


(52)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian merupakan unsur penting dalam sebuah penelitian ilmiah sehingga metode yang digunakan dalam penelitian dapat menentukan apakah hasil penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan (Hadi, 2000).

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian komparatif (Comparative Research) yang bertujuan untuk membandingkan dua atau lebih varians dalam satu variabel. Comparative Research adalah sebuah rancangan penelitian kuantitatif dimana dalam penelitiannya terdapat sebuah variabel bebas yang kategorikal dan sebuah variabel tergantung yang kuantitatif (Hadi, 2000).

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Berikut adalah identifikasi variabel yang digunakan dalam penelitian ini : 1. Variabel tergantung (Dependent Variable)

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kecemasan komunikasi. 2. Variabel bebas (Independent Variabel)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah jenis pendekatan pembelajaran yang terdiri dari pendekatan Student Centered Learning dan Teacher Centered Learning.


(53)

B. Definisi Operasional

Definisi operasional variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kecemasan Komunikasi

Kecemasan komunikasi yaitu ketakutan, kekhawatiran, berupa perasaan negatif yang dirasakan individu dalam melakukan komunikasi, biasanya berupa perasaan tegang, gugup, atau pun panik yang dialami individu dalam melakukan komunikasi ketika berada didalam situasi tertentu, baik dalam situasi komunikasi yang nyata ataupun komunikasi yang akan dilakukan individu dengan orang lain maupun dengan orang banyak.

Adapun kecemasan komunikasi komunikasi akan diukur dengan menggunakan karakteristik yang dibuat berdasarkan teori Powell & Powell (2010):

a. Penghindaran

Individu akan menghindari situasi atau keadaan yang memerlukan komunikasi, individu yang megalamai kecemasan komunikasi akan memilih untuk tidak terlibat dan tidak ikut berada dalam situasi yang membutuhkan komunikasi.

b. Penarikan diri

Individu akan menarik diri ketika berada dalam situasi yang membutuhkan komunikasi, memilih tidak berpartisipasi ketika diminta untuk berkomunikasi, memilih untuk tidak berbicara atau diam ketika diminta untuk berkomunikasi dalam situasi komunikasi.


(54)

c. Ketidaknyamanan internal

Individu mengalami perasaan tidaknyaman dalam diri ketika menghadapi peristiwa yang membutuhkan komunikasi, mendapat rangsangan negatif untuk melakukan komunikasi dalam situasi komunikasi, rangsangan tersebut berhubungan dengan ketakutan.

d. Overcommunication

Individu memberikan respon yang relatif mendominasi situasi komunikasi dengan melakukan komunikasi yang berlebihan. Dalam hal ini individu dapat lebih peduli dengan kuantitas daripada kualitas dari komunikasi yang disampaikan.

Semakin tinggi skor yang diperoleh seseorang dalam skala kecemasan komunikasi yang diberikan, maka semakin tinggi tingkat kecemasan komunikasi yang dialami individu. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh seseorang dalam skala kecemasan komunikasi yang diberikan, artinya semakin rendah kecemasan komunikasi yang dialami oleh individu tersebut.

2. Pendekatan pembelajaran

Pendekatan pembelajaran yaitu serangkaian kegiatan pembelajaran, perencanaan pembelajaran atau cara yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan sesuai dengan kebutuhan peserta didik, serta suatu kerangka umum, kerangka besar tentang tugas profesional pendidik yang di dalamnya meliputi


(55)

model-model pembelajaran, strategi-strategi pembelajaran, metode-metode pembelajaran

a. Pendekatan Student Centered Learning

Student centered learning adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada mahasiswa dan proses belajar mengajar, dimana para mahasiswa diberi kesempatan untuk melakukan komunikasi dengan dosen maupun dengan mahasiswa lainnya dan mahasiswa dituntut untuk aktif dalam proses pembelajaran serta para dosen berperan sebagai fasilitator dalam proses belajar.

b. Pendekatan Teacher Centered Learning

Teacher centered learning adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada perencanaan dan instruksi dosen, dimana dosen mengarahkan pembelajaran mahasiswa yang bersifat satu arah, dosen menjadi satu-satunya sumber ilmu sehingga mahasiswa tidak berperan aktif dan interaksi antara dosen dengan mahasiswa tidak begitu ditekankan.

C. Populasi, Sampel, dan Metode Pengambilan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan individu yang akan diselidiki dan mempunyai minimal satu sifat yang sama atau ciri-ciri yang sama dan untuk siapa kenyataan yang diperoleh dari subjek penelitian hendak digeneralisasikan (Hadi, 2000). Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.


(56)

2. Sampel

Sampel adalah sebahagian dari populasi yang merupakan penduduk yang jumlahnya kurang dari populasi. Sampel harus mempunyai paling sedikit satu sifat yang sama (Hadi, 2000).

Adapun karakteristik sampel dalam penelitian ini yaitu :

a. Mahasiswa yang mengikuti pendekatan pembelajaran student centered learning dan teacher centered learning.

b. Mahasiswa aktif dalam perkuliahan atau tidak sedang dalam masa Penundaan Kegiatan Akademik (PKA).

Menurut Azwar (2007), secara tradisional statistika menganggap jumlah sampel yang lebih dari 60 subjek sudah cukup banyak. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 120 sampel. Masing-masing 60 mahasiswa yang mengikuti student centered learning dan 60 mahasiswa yang mengikuti teacher centered learning di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.


(57)

3. Metode Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel adalah cara yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan prosedur tertentu agar diperoleh sampel yang dapat mewakili populasi (Hadi, 2000).

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini diperoleh melalui teknik quota sampling, yang dilakukan dengan menentukan terlebih dahulu jumlah sampel yang akan diteliti (Hadi, 2004). Tujuan dari pengambilan sampel ini adalah mengambil jumlah sampel tertentu yang dianggap dapat merefleksikan ciri populasi. Teknik pengambilan sampel ini dilakukan dengan memberikan skala kepada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara angakatan 2007, 2008 dan mahasiswa angkatan 2009.

D. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini akan diperoleh melalui metode skala. Menurut Azwar (2001) metode skala digunakan karena data yang ingin diukur berupa konstruk atau konsep psikologis yang dapat diungkap secara tidak langsung melalui indikator-indikator perilaku yang diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem pernyataan. Metode skala itu terjadi berdasarkan pada laporan tentang diri sendiri (self-reports). Menurut Hadi (2000), metode self-report berasumsi bahwa : 1. Subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri.

2. Apa yang dinyatakan subjek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya. 3. Interpretasi subjek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada


(58)

Penelitian ini menggunakan skala psikologi yaitu skala kecemasan komunikasi. Identifikasi-identifikasi dalam kecemasan komunikasi akan dinyatakan dalam sejumlah pernyataan atau aitem yang akan diisi oleh subjek dengan empat pilihan respon yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Skala disajikan dalam bentuk pernyataan favourable (mendukung) atau unfavourable (tidak mendukung). Kemudian masing-masing respon akan diskor dengan nilai yang berbeda dimana untuk aitem favorable, respon sangat sesuai diskor dengan nilai 4, respon sesuai diskor dengan nilai 3, respon tidak sesuai diskor dengan nilai 2, dan respon sangat tidak sesuai diskor dengan nilai 1. Untuk aitem unfavorable respon akan diskor dengan cara yang sebaliknya.

Berikut dalam tabel 1 akan dirangkumkan blue print skala kecemasan komunikasi :


(59)

Tabel 1. Blue Print skala kecemasan komunikasi

No Komponen Indikator perilaku Nomor Aitem Jumlah % Favorable Unfavourable

1. Penghindaran • Memilih untuk tidak terlibat atau berada dalam situasi yang membutuhkan komunikasi.

1, 2, 3, 4, 9, 10, 11, 12

5, 6, 7, 8, 13, 14, 15, 16

16 25

2. Penarikan Diri • Tidak

berpartisipasi dan memilih untuk diam ketika berada dalam situasi yang membutuhkan komunikasi.

17, 18, 19, 20, 25, 26, 27, 28

21, 22, 23, 24, 29, 30, 31, 32

16 25

3. Ketidaknyama nan Internal •

Mengalami rangsangan negatif yang berhubungan dengan ketakutan dalam melakukan komunikasi.

33, 34, 35, 36, 41, 42, 43, 44

37, 38, 39, 40, 45, 46, 47, 48

16 25

4. Overcommunic

ation

Melakukan komunikasi yang berlebihan dan individu lebih peduli pada kuantitas daripada kualitas dari komunikasi yang disampaikan.

49, 50, 51, 52, 57, 58, 59, 60

53, 54, 55, 56, 61, 62, 63, 64

16 25

Jumlah 32 32 64 10


(60)

E. Uji Validitas dan reliabilitas Alat Ukur 1. Uji Validitas

Validitas alat ukur adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsinya. Suatu tes atau instrumen pengukuran dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan tujuan pengukuran (Azwar, 2004).

Dalam penelitian ini validitas yang digunakan adalah validitas isi atau content validity. Validitas ini menunjukkan sejauh mana aitem-aitem dalam skala telah komprehensif mencakup semua aspek dalam penelitian dan tingkat relevansinya. Validitas isi dalam penelitian ini diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional (kesesuaian dengan blue print yang telah disusun oleh peneliti) dan diperkuat lewat professional judgement (Azwar, 2000).

2. Uji Daya Beda Aitem

Uji daya beda aitem dilakukan untuk melihat sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu yang memiliki atribut dengan yang tidak memiliki atribut yang diukur. Dasar kerja yang digunakan dalam analisis aitem ini adalah dengan memilih aitem-aitem yang fungsi ukurnya selaras dengan fungsi ukur tes atau memilih aitem yang mengukur hal yang sama dengan yang diukur oleh tes sebagai keseluruhan (Azwar, 2007). Pengujian daya beda aitem dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor pada aitem dengan suatu kriteria yang relevan yaitu skor total tes itu sendiri dengan menggunakan


(61)

koefisien korelasi Pearson Product Moment atau yang dikenal dengan indeks daya beda aitem. Kriteria pemilihan aitem berdasarkan korelasi aitem menggunakan batasan rix ≥ 0.30. Semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0.30, daya pembedanya dianggap memuaskan. Aitem yang memiliki harga rix < 0.30 dapat diinterpretasikan sebagai aitem yang memiliki daya diskriminasi rendah (Azwar, 2007). Penelitian ini menggunakan batasan rix ≥ 0.30.

3. Uji Reliabilitas

Menurut Azwar (2004) reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah.

Uji reliabilitas dalam skala penelitian ini menggunakan pendekatan konsistensi internal, dimana tes dikenakan sekali saja pada sekelompok subyek, hal ini dilakukan untuk mendapatkan reliabilitas yang baik. Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien realibilitas (rxx`) yang angkanya berada dalam rentang 0

sampai dengan 1. Koefisien reliabilitas yang semakin mendekati angka satu menandakan semakin tinggi reliabilitas. Sebaliknya, koefisien yang semakin mendekati angka 0 berarti semakin rendah reliabilitas yang dimiliki (Azwar, 2007). Teknik estimasi reliabilitas yang digunakan adalah teknik koefisien alpha Cronbach dengan menggunakan program SPSS Versi 16.00 for Windows.


(1)

No PERNYATAAN SS S TS STS

1. Suara saya akan bergetar ketika menjawab

pertanyaan dosen.

2. Saya gugup ketika berbicara di depan kelompok,

sehingga memilih mengerjakan tugas sendiri daripada berkelompok.

3. Saya berkeringat dingin ketika harus berbicara

berdua dengan dosen.

4. Karena takut, saya memilih tidak bertanya pada

dosen mengenai materi yang tidak dimengerti.

5. Saya merasa detak jantung tidak teratur meskipun

berbicara dengan dosen di luar jam perkuliahan.

6. Saya akan duduk jauh dari dosen pada saat

perkuliahan karena khawatir terjadi proses tanya jawab.

7. Tangan saya bergetar ketika menyampaikan

pendapat di depan kelas.

8. Saya tidak mau memulai pembicaraan dengan

dosen karena saya gugup.

9. Saya mampu fokus pada apa yang nanti akan saya


(2)

No PERNYATAAN SS S TS STS

10.

Saya tidak akan menolak kesempatan untuk tampil berbicara di depan umum.

11. Saya merasa tenang ketika menjelaskan jawaban

dari pertanyaan dosen ketika presentasi berlangsung.

12. Saya berani menyampaikan pendapat saya di depan

kelas.

13. Dengan percaya diri saya mampu

mempresentasikan tugas yang telah saya kerjakan.

14. Saya mengikuti diskusi karena mempunyai

kesempatan berbicara mengenai pendapat saya di depan kelompok.

15. Walaupun saya tahu jawaban dari pertanyaan yang

diajukan oleh dosen, tapi karena takut untuk berbicara saya memilih diam.

16. Saya banyak mengggunakan kata “eeem” sehingga

kalimat terputus-putus ketika berbicara di depan kelas.

17. Ketika tiba-tiba ditunjuk untuk menjawab

pertanyaan dosen, saya memilih untuk tidak memberikan jawaban karena panik.


(3)

No PERNYATAAN SS S TS STS

18. Karena panik, saya cenderung mengulang apa

yang disampaikan oleh teman saat diskusi.

19. Pada saat diskusi kelompok, saya lebih banyak

diam karena khawatir melakukan pembicaraan yang tidak tepat.

20. Saya tidak dapat mengontrol intonasi suara ketika

merasa cemas dalam melakukan presentasi.

21. Saya tidak memberikan ide dalam diskusi karena

cemas jika harus menyampaikan ide di depan beberapa orang teman.

22. Saya akan berusaha menjawab setiap pertanyaan

yang diajukan oleh dosen dengan bahasa yang jelas.

23. Saya berani memulai pembicaraan dengan dosen.

24. Meskipun mendadak, saya mampu memberikan

jawaban dengan kalimat yang baik ketika diminta untuk menjawab sebuah pertanyaan.

25. Saya akan mengajukan pertanyaan ketika tidak


(4)

No PERNYATAAN SS S TS STS

26. Ketika mendapat kritik mengenai pendapat saya,

saya akan berusaha mempertahankannya.

27. Agar memudahkan saya melakukan tanya jawab

dengan dosen, saya memilih duduk di barisan depan.

28. Saya dapat berbicara dengan menggunakan

alasan-alasan yang jelas ketika memberikan kritik dalam diskusi.

29. Saya akan banyak bertanya mengenai hal yang

tidak saya ketahui kepada senior ketika diskusi.

30. Saya berkeringat dingin jika harus menyampaikan

pendapat di depan kelas sehingga meminta teman untuk menyampaikan pendapat saya

31. Saya sedikit berbicara ketika diskusi karena gugup

dalam mengutarakan pendapat.

32. Saya merasa tegang jika harus berbicara di depan

orang banyak sehingga memilih untuk menghindarinya.

33. Saya panik ketika beberapa teman mengkritik

pendapat saya, sehingga tidak mampu berbicara untuk mempertahankannya.


(5)

No PERNYATAAN SS S TS STS

34. Karena gugup, saya akan mencari-cari alasan agar

tidak tampil berbicara di depan orang banyak.

35. Saya tidak membantah pendapat orang lain karena

takut melakukan debat.

36. Saya merasa gelisah sehingga tidak banyak

berbicara ketika diskusi kelompok.

37. Saya mampu menggunakan kalimat yang jelas

ketika menyampaikan pendapat.

38. Saya dapat memberikan pendapat di depan kelas

dengan perasaan tenang.

39. Saya mampu mengungkapkan ide-ide saya dengan

kata-kata yang tepat saat diskusi.

40. Diluar perkuliahan pun, saya tetap merasa nyaman

ketika harus berkomunikasi dengan dosen.

41. Ketika berbicara di depan umum, saya dapat

dengan baik mengendalikan intonasi suara saya.

42. Saya merasa nyaman berbicara berdua dengan

dosen.

43. Ketika dosen meminta saya menjawab pertanyaan,


(6)

No PERNYATAAN SS S TS STS

44. Saya merasa kaki bergetar ketika harus

mempresentasikan tugas yang telah saya kerjakan.

45. Saya berbicara dengan suara yang keras ketika

panik saat menjawab pertanyaan dosen di dalam kelas.

46. Nafas saya menjadi tidak teratur ketika menjawab

pertanyaan dosen mengenai topik yang saya sampaikan ketika presentasi.

47. Cara bicara saya kacau ketika dosen meminta saya

memberikan pendapat di depan teman-teman.

48. Sebelum presentasi berlangsung, saya merasa sakit

perut.

49. Karena gugup, saya akan berbicara dengan cepat

agar presentasi yang saya lakukan cepat selesai.

50. Karena gugup, cara bicara saya menjadi tidak jelas

ketika berbicara dengan dosen di luar jam perkuliahan.

51. Saya tidak merasa gugup ketika memberikan