BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan dan komunikasi memiliki kaitan yang sangat erat, segala sesuatu yang berkaitan dengan pendidikan tidak akan dapat berjalan tanpa adanya
komunikasi. Ketika seseorang belajar, berpengalaman, maka orang tersebut melakukan dan membutuhkan komunikasi Mailani, 2011. Komunikasi
memegang peranan dalam pemantapan pembelajaran dan perilaku yang diharapkan, hubungan antara pengajar dengan pelajar, dan penyampaian instruksi,
termasuk di dalamnya bertanya, dan pemberian feedback bagi individu Elliot, Kratochwill, Littlefield Cook Travers, dalam Anwar 2010. Jourdan dalam
Indrayanto 2010 juga berpendapat bahwa tidak ada perilaku pendidikan yang tidak dilahirkan oleh komunikasi.
Komunikasi menjadi bagian yang penting dalam dunia pendidikan, terutama dalam pendidikan di perguruan tinggi. Perguruan tinggi sebagai wahana yang
mempunyai peranan penting dan strategis untuk menyiapkan generasi serta penerus bangsa dan negara. Bertanggungjawab untuk menjadikan seorang
mahasiswa-mahasiswi mencapai suatu sukses di lapangan kerja serta bertanggungjawab untuk menjadikan seorang mahasiswa-mahasiswi mampu
menerapkan ilmu yang mereka peroleh. Mahasiwa-mahasiswi yang telah memasuki dunia perguruan tinggi diharapkan memiliki kemampuan sosial seperti
kemampuan berinteraksi dengan orang lain, kemampuan menyampaikan pendapat
sehingga mampu berkomunikasi dengan tepat untuk menganalisa, mengevaluasi, dan menciptakan sesuatu yang positif Susanto, 2011. Dunia perguruan tinggi
menuntut mahasiswa untuk mampu melakukan komunikasi yang baik sebagai modal untuk mencapai kesuksesan di lapangan kerja Tambunan, 2011.
Perguruan tinggi menekankan agar mahasiswa-mahasiswi untuk melakukan komunikasi, baik komunikasi antara dosen dan mahasiswa, maupun antara
mahasiswa dengan mahasiswa lainnya. Komunikasi tersebut terjadi silih berganti dan merupakan bagian yang penting dalam pendidikan di perguruan tinggi
Arismunandar, 2003. Pernyataan di atas sejalan dengan pendapat sejumlah ahli bahwa komunikasi sangat penting bagi manusia karena 70 waktu aktif manusia
digunakan untuk berkomunikasi, khususnya pada mahasiswa. Mahasiswa harus mempergunakan waktu yang ada untuk melakukan hal yang berguna, tidak
menyia-nyiakan waktu, misalnya mencari ilmu baik dengan membaca maupun berkomunikasi dengan individu lain, juga belajar dengan cara modeling
Fitrianingrum, 2009. Komunikasi pada mahasiswa dilakukan setiap hari, hal tersebut dilakukan
dalam proses pembelajaran baik di dalam kelas maupun di luar kelas Arismunandar, 2003. Komunikasi dilakukan setiap hari dalam berbagai kegiatan
mahasiswa, namun masih terdapat beberapa mahasiswa yang mengalami kecemasan dalam melakukan komunikasi. Kecemasan komunikasi masih saja
muncul dalam diri mahasiswa ketika berkomunikasi dengan individu atau kelompok dalam suatu situasi tertentu. Pada saat melakukan komunikasi, tidak
jarang mahasiswa mengalami kecemasan untuk mengungkapkan keinginan,
mengekspresikan perasaan, dan bertukar informasi Wrench, Richmond Gorham, 2009. Kecemasan dalam berkomunikasi merupakan suatu bentuk
perilaku yang sering dialami banyak orang Fitrianingrum, 2009. Dalam lingkup akademis, kecemasan komunikasi yang dialami mahasiswa adalah ketika akan
mempresentasikan tulisan ilmiahnya atapun dalam diskusi dengan orang lain maupun dalam kelompok Fitrianingrum, 2009.
Pada beberapa individu peristiwa komunikasi mampu menimbulkan perasaan yang menyenangkan namun tidak jarang juga beberapa individu
cenderung merasa bahwa peristiwa komunikasi tidak menarik, dan bahkan cenderung untuk menghindari komunikasi Wulandari, 2004. Mahasiswa yang
mengalami kecemasan komunikasi akan merasa sulit dan merasa cemas ketika harus berkomunikasi dengan individu lain, sehingga tidak mampu mencerminkan
rasa kehangatan, keterbukaan, dan dukungan. Kecemasan komunikasi pada mahasiswa dapat muncul pada saat diskusi kelompok, bertanya pada dosen
maupun ketika berbicara di depan kelas untuk melakukan presentasi Wrench, Richmond Gorham, 2009. Mahasiswa yang mengalami kecemasan komunikasi
akan mengalami kesulitan dalam memulai berbicara, individu tersebut akan merasa canggung dan tidak terlibat pembicaraan dalam situasi tertentu, selain itu
dalam pembicaraan formal tidak berani mengutarakan pendapat maupun kritik Fitrianingrum, 2009.
Ada banyak penelitian yang menunjukkan terjadinya kecemasan komunikasi pada mahasiswa. Penelitian Croskey dalam Wulandari, 2004 menunjukkan
bahwa 15-20 mahasiswa di Amerika Serikat menderita kecemasan komunikasi.
Burgoon dan Ruffner dalam Wulandari, 2004 yang melakukan penelitiannya di Amerika Serikat mengemukakan bahwa 10-20 populasi di Amerika Serikat
mengalami kecemasan berkomunikasi yang sangat tinggi. Penelitian Hurt dalam Wulandari, 2004 juga melaporkan bahwa 10-20 mahasiswa di berbagai
Perguruan Tinggi Amerika menderita kecemasan berkomunikasi. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa 20 dari populasi mahasiswa mengalami kecemasan
dalam melakukan komunikasi dalam proses pembelajaran Tanian, 2002. Kecemasan komunikasi merupakan rasa cemas yang dikaitkan dengan
tindak komunikasi yang akan dan sedang dilakukan dengan orang lain Lukmantoro, 2000. Burgoon dan Ruffner dalam Anwar, 2010 berpendapat
bahwa kecemasan komunikasi sebagai suatu reaksi negatif dari individu berupa kecemasan yang dialami individu ketika berkomunikasi, baik komunikasi antar
pribadi, komunikasi di depan umum maupun komunikasi massa. Pendapat lain mengenai kecemasan komunikasi di sampaikan oleh Rahmat dalam Aris, 2011
bahwa kecemasan komunikasi adalah perasaan takut dan gelisah ketika melakukan komunikasi dengan orang lain atau ketika melakukan sebuah interaksi
dengan orang lain. Individu yang mengalami kecemasan komunikasi akan merasa cemas ketika berpartisipasi dalam komunikasi yang lebih luas sehingga tidak
mampu untuk mengantisipasi perasaan negatif. Powell Powell 2010 juga menjelaskan mengenai kecemasan komunikasi, ia menyatakan bahwa kecemasan
komunikasi sebagai tingkat kecemasan individu yang diasosiasikan dengan situasi komunikasi, baik komunikasi yang nyata ataupun komunikasi yang akan
dilakukan individu dengan orang lain maupun dengan orang banyak.
Menurut Powell Powell 2010, kecemasan komunikasi dapat muncul disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu ada tidaknya reinforcement,
kecemasan komunikasi dipengaruhi oleh seberapa sering individu mendapat penguatan untuk melakukan komunikasi dari lingkungan sekitarnya.
Reinforcement dapat berasal dari lingkungan belajar individu tersebut, lingkungan belajar yang mendorong individu untuk sering melakukan komunikasi akan
berdampak baik bagi komunikasi individu sehingga kecemasan komunikasi dapat berkurang karena individu terbiasa melakukan komunikasi Powell Powell,
2010. Johnson 2001 berpendapat bahwa kecemasan komunikasi memiliki
hubungan dengan proses belajar yang diikuti mahasiswa. Penelitian dari Tanian 2002 juga memiliki pendapat yang hampir sama mengenai kecemasan
komunikasi, bahwa pendekatan belajar yang diikuti dapat membuat mahasiswa mengalami atau tidak mengalami kecemasan dalam berkomunikasi. Pendekatan
pembelajaran yang lebih berfokus pada mahasiswa untuk aktif dalam belajar dapat mengurangi kecemasan komunikasi dalam diri mahasiswa dan pendekatan
pembelajaran yang tidak menuntut mahasiswanya untuk aktif dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan kecemasan komunikasi pada mahasiswa itu
sendiri. Menurut Rohman 2011 terdapat dua macam pendekatan pembelajaran
yang didasarkan pada keaktifan dan ketidakaktifan mahasiswa. Pendekatan pembelajaran yang berfokus pada keaktifan mahasiswa dalam proses
pembelajaran disebut dengan pendekatan student centered learning Colburn,
2003. Pendekatan ini menekankan mahasiswa untuk aktif mengerjakan tugas dan banyak berdiskusi dengan dosen sebagai fasilitator Hadi, 2007.
Pada pendekatan student centered learning, keaktifan mahasiswa telah dilibatkan sejak awal dalam bentuk desain belajar yang memperhitungkan
pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman belajar yang telah didapatkan sebelumnya Harsono, 2007. Pendekatan ini memberikan kesempatan kepada
mahasiswa bekerja bersama dosen dan mahasiswa lainnya untuk memilih tujuan belajar berdasarkan permasalahan yang dihadapi dan ketertarikan mahasiswa
sehingga mahasiswa sering menjalin komunikasi antara dosen maupun mahasiswa lainnya Hirumi, 2005. Melalui penerapan pembelajaran yang berpusat pada
mahasiswa, maka mahasiswa diharapkan dapat berpartisipasi secara aktif, selalu ditantang untuk memiliki daya kritis, mampu menganalisa dan dapat memecahkan
masalahnya sendiri Weimer, 2002. Pendekatan kedua yaitu pendekatan pembelajaran yang juga digunakan
dalam pendidikan di perguruan tinggi. Pada pendekatan ini mahasiswa tidak dituntut untuk aktif dalam proses pembelajaran, pendekatan tersebut adalah
pendekatan teacher centered learning Colburn, 2003. Hadi 2007 menyatakan bahwa pendekatan teacher centered learning yaitu pendekatan belajar dimana
dosen lebih banyak melakukan kegiatan belajar mengajar sehingga mahasiswa cenderung tidak aktif atau bersikap pasif dalam proses pembelajaran. Pada
pendekatan ini dosen menjadi pusat dari kegiatan belajar mengajar sehingga terjadi komunikasi satu arah Harsono, 2007. Pada pendekatan ini mahasiswa
sering berperan pasif dan tidak diberikan kesempatan untuk aktif berkomunikasi
di dalam kelas, mahasiswa mendengarkan keterangan dosen, atau membaca, mempraktikan ketrampilan yang ditetapkan oleh dosen, dimana tugas perencanaan
belajar sangat didominasi dosen, terkait erat dengan standar dan tujuan kurikulum yang ditetapkan sebelumnya Arends, 2008.
Berdasarkan kedua pendekatan tersebut, peneliti ingin melihat apakah mahasiswa yang mengikuti kedua pendekatan tersebut mengalami kecemasan
dalam melakukan komunikasi atau tidak. Peneliti melakukan komunikasi personal dengan beberapa mahasiswa yang mengikuti pendekatan pembelajaran student
centered learning dan beberapa mahasiswa yang mengikuti pendekatan pembelajaran teacher centered learning. Di bawah ini komunikasi personal
peneliti dengan beberapa mahasiswa yang mengikuti pendekatan pembelajaran student centered learning :
“kalo mau presentasi masih ngerasa takut, biarpun udah sering, tiap minggu ada presentasi, tapi tetep aja takut kalo mau presentasi, takut yang dibicarain
salah, jadi gugup kalo lagi presentasi, tangannya suka dingin karena gugup”. PH, komunikasi personal, 24-11-2011.
Pendapat lain diungkapkan oleh FH mengenai kecemasan komunikasi yaitu : “masih takut nyampein pendapat kalo ikut diskusi, karena kan kalo diskusi
kelompok di tanya pendapat atau kritik dari kita, tapi takut nyampein pendapatnya”.
FH, komunikasi personal, 24-11-2011.
Permasalahan yang serupa disampaikan oleh HD dan RD mengenai kecemasan komunikasi :
“klo di tanya dosen waktu lagi kuliah, ya diem aja, paling cuma senyum, karena takut jawabnya, takut yang dijawab salah, jadi lebih bagus diem aja”.
HD, komunikasi personal, 24-11-2011.
”suka dingin tangannya kalo mau presentasi, karena ketakutan, takut kalo ngomong di depan kelas, kan ada dosennya sama temen-temen juga, jadi
rame, jadi takut rasanya mau ngomong untuk presentasi”. RD, komunikasi personal, 24-11-2011.
Dari hasil komunikasi personal di atas, dapat dilihat bahwa masih muncul kecemasan dalam melakukan komunikasi pada beberapa mahasiswa yang
mengikuti pendekatan pembelajaran student centered learning. Selanjutnya peneliti melakukan komunikasi personal dengan beberapa
mahasiswa yang menggunakan pendekatan pembelajaran teacher centered learning. Di bawah ini komunikasi personal peneliti dengan beberapa mahasiswa
yang mengikuti pendekatan pembelajaran teacher centered learning : “kalo lagi presentasi di depan kelas kakinya gemetaran kak, karena kan
jarang ada presentasi, bisa satu semester cuma satu kali aja presentasinya, jadi takut karena gak terbiasa presentasi”.
SP, komunikasi personal, 24-11-2011.
Pendapat yang sama di sampaikan oleh SH mengenai kecemasan komunikasi :
“kalo mau mulai presentasi pasti gak tenang, kadang-kadang sakit perut lah, tangannya gemetaran, gak bisa tenang jadinya”.
SH, komunikasi personal, 24-11-2011.
Pendapat yang lain diungkapkan oleh AT sebagai berikut : “gak ada perasaan deg-degan kalo mau presentasi kak, gak ada perasaan
takut, ya biasa aja, santai aja sama presentasi, kan yang disampein juga dari buku, jadi gak takut”.
AT, komunikasi personal, 24-11-2011.
Masalah yang hampir sama seperti di atas di sampaikan oleh DG : “pernah beberapa kali ada tanya jawab sama dosen, senang kalo ada tanya
jawab gitu, jadi kalo ada yang gak ngerti ya di tanya, kalo dosen yang nanya pasti ya tunjukkan tangan aja buat jawab, biarpun belum tentu bener, tapi
kan paling gak udah berusaha untuk jawab”. DG, komunikasi personal, 24-11-2011.
Dari hasil komunikasi personal di atas dapat dilihat bahwa beberapa mahasiswa yang mengikuti pendekatan pembelajaran teacher centered learning
mengalami kecemasan komunikasi, namun terdapat juga beberapa mahasiswa yang tidak mengalami kecemasan dalam melakukan komunikasi.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan beberapa mahasiswa yang mengikuti kedua pendekatan pembelajaran, maka dapat dilihat bahwa kecemasan
dalam melakukan komunikasi masih muncul pada beberapa mahasiswa yang mengikuti pendekatan pembelajaran student centered learning. Pada mahasiswa
yang mengikuti pendekatan pembelajaran teacher centered learning, kecemasan komunikasi masih muncul pada mahasiswa, namun beberapa mahasiswa juga
tidak muncul kecemasan dalam melakukan komunikasi. Hasil wawancara yang diperoleh menunjukkan hal yang berbeda dengan penelitian Tanian 2002 yang
menyatakan bahwa pendekatan pembelajaran yang lebih berfokus pada mahasiswa untuk aktif dalam belajar dapat mengurangi kecemasan komunikasi
dalam diri mahasiswa dan pendekatan pembelajaran yang tidak menuntut mahasiswanya untuk aktif dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan
kecemasan komunikasi pada mahasiswa itu sendiri. Salah satu Perguruan Tinggi yang sudah mulai menerapkan pendekatan
student centered learning dalam proses pembelajarannya yaitu Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara sudah mulai menerapkan pendekatan
tersebut, meskipun belum semua Fakultas mampu menerapkannya. Fakultas Kedokteran Gigi merupakan salah satu Fakultas yang telah menggunakan
pendekatan student centered learning. Fakultas ini mulai menerapkan pendekatan
tersebut sejak tahun 2009. Pendekatan sebelumnya yang digunakan oleh Fakultas Kedokteran Gigi adalah pendekatan pembelajaran teacher centered learning.
Fakultas ini kemudian mengganti pendekatan pembelajaran yang mereka gunakan menjadi pendekatan pembelajaran student centered learning seiring dengan
bergantinya kurikulum dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi, kurikulum tersebut menggunakan pendekatan pembelajaran student centered learning fauzi,
2010. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul perbedaan kecemasan komunikasi antara mahasiswa yang mengikuti pendekatan pembelajaran student centered learning dengan teacher
centered learning dan penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
B. Rumusan Masalah