1 Perkembangan yang tidak menggembirakan bagi b
angsa
Indonesia dalam beberapa tahun terakhir telah menimbulkan kegelisahan mendalam bagi anak bangsa yang mencintai tanah air
tumpah darahnya. Semenjak menjabat sebagai ketua Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam PB HMI periode tahun 1966
-
1969 dan 1969-1971, Nurcholish Madjid 1939
–
2005, selanjutnya ditulis
NCM
, telah terkenal dengan ide-idenya tentang keislaman,
kemodernan dan keindonesiaan dalam rangka menciptakan tatanan masyarakat Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam
sebagai bangsa yang siap mendukung nilai
-
nilai demokrasi di Indonesia. Bab pendahuluan ini dari awal menegaskan bahwa
politik NCM ketika menyatakan diri siap dicalonkan menjadi calon presiden Republik Indonesia RI pada pemilu 2004 itu sebagai
penanda kompatibel dengan nilai
-
nilai pembangunan bangsa Indonesia pada masa sekarang dan masa depan
.
Kemudian
h
al itu dipertanyakan dalam perumusan masalah yang akan dicoba untuk
men
carikan jawabannya masing
-m
asing berdasarkan analisis teks semiotik dan hermeneutik dengan mengikuti sistematika pembahasan
sebuah penelitian. Sembilan dari sepuluh agenda dasar
AD
politik
NCM,
1
saat ini ternyata juga menjadi agenda pemerintahan Presiden
Almarhum Nurcholish Madjid memiliki panggilan akrab Cak Nur atau singkatan nama NM, namun dalam penelitian ini penulis gunakan akronim
NCM seperti yang tertulis dalam bukunya Jakarta, Universitas
Paramadina, Cetakan III, Maret 2004, v dan vi yang menjadi sumber data primer.
1
Nurcholish Madjid, , 114. Menurut NCM sepuluh agenda
dasar “Membangun Kembali Indonesia” yang tertulis berikut di bawah ini sifatnya mendesak untuk dilaksanakan: 1 Mewujudkan “
” pada semua lapisan pengelolaan
n
egara; 2 Menegakkan supremasi hukum dengan konsisten dan konsekuen;
3
Melaksanakan rekonsiliasi nasional; 4Merintis reformasi ekonomi dengan mengutamakan pengembangan kegiatan produktif dari bawah;
5
Mengembangkan dan memperkuat pranata
-
pranata demokrasi: kebebasan sipil khususnya kebebasan pers dan akademik, pembagian tugas dan wewenang yang
platform
platform
Indonesia Kita Indonesia Kita
good governance
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
platform good governance
Madina Online
2 Susilo Bambang Yudhoyono SBY dan Wakil Presiden Boediono
dengan Kabinet Indonesia Bersatu jilid II 2009
–
2014. NCM dan
SBY
-Boediono mengagendakan reformasi birokrasi
pemerin-tahan
. NCM menandaskannya dalam
1
Mewujudkan pada semua lapisan pengelolaan
negara; sedang SBY-Boediono menuliskannya dalam program
12
Reformasi birokrasi dan
p
encegahan serta pemberantasan KKN ditingkatkan
serta
peningkatan pelayanan publik.
2
jelas antara pemerintahan, perwakilan, dan pengadilan; 6Meningkatkan ketahanan dan keamanan nasional dengan membangun harkat dan martabat personil dan
pranata TNI dan Polri dalam bingkai demokrasi; 7Memelihara keutuhan wilayah negara melalui pendekatan budaya, peneguhan ke
-
Bhineka
-
an dan ke
-
Eka
-
an, serta pembangunan otonomisasi; 8Meratakan dan meningkatkan mutu pendidikan di
seluruh Nusantara; 9 Mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat sebagai tujuan bernegara; 10Mengambil peran aktif dalam usaha bersama menciptakan
perdamaian dunia.
2
Usman Yatim,
“
SBY
–
Demokrat Tuntaskan Agenda Reformasi
”
, ,
diakses tanggal 9 Pebruari 2010 . 15 program kerja SBY untuk
menuntaskan agenda reformasi yang dijanjikannya pada kampanye pemilihan presiden di Stadion Utama Gelora Bung Karno sbb.: 1 Pertumbuhan ekonomi
meningkat, minimal 7, kesejahteraan rakyat meningkat. Untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka; 2 Kemiskinan mesti berkurang mencapai 8
-
10. Pembangunan pedesaan dilakukan pro rakyat; 3 Pengangguran akan berkurang lagi,
5-
6, lapangan pekerjaan, dan peningkatan usaha bagi yan berwira usaha; 4 Pendidikan harus meningkat lagi. Mutu infrastruktur, kesejahteraan guru bertambah.
Anggran pendidikan yang merata. Tetap gratis bagi yang belum mampu; 5. Kesehatan masyarakat mesti meningkat lagi. Pemberantasan penyakit menular gratis
bagi yang belum mampu; 6 Ketahanan pangan mesti menin lagi. Kita sudah berswasembada beras, kopi, daging dan kedelai. Jaringan pupuk harus ditingkatkan
agar pertanian kita subur; 7 Ketahanan energi meningkat lagi. Menambah daya listrik untuk rakyat, dan energi yang terbarukan; 8 Pembangunan infrastruktur yang
bermanfaat. Baik di Jawa maupun luar Jawa; 9 Peningkatan pembangunan perumahan rakyat. Misalnya, rumah susun untuk masyarakat berpenghasilan
menengah ke bawah; 10 Peningkatan pengelolaan lingkungan dan penghijauan, untuk menanggulangi bencana alam; 11 Pertahanan dan keamanan. Pembaruan alat
persenjataan TNI dan Polri; 12 Reformasi birokrasi dan pemberantasan KKN ditingkatkan. Pencegahan dan peningkatan pelayanan publik; 13 Otonomi daerah
dan pemerataan pembangunan ditingkatkan; 14 Demokrasi dan penghormatan terhadap HAM akan semakin dikembangkan agar tidak terjadi lagi pelanggaran
HAM berat di negeri ini; 15 Peran internasional Indonesia makin ditingkatkan,
3 Reformasi birokrasi ini bagi SBY
-
Boediono meliputi 11 Pertahanan dan keamanan. Pembaruan alat persenjataan TNI dan
Polri; sama halnya dengan NCM 5 Meningkatkan ketahanan
dan keamanan nasional dengan membangun harkat dan martabat personil dan pranata TNI dan Polri dalam bingkai demokrasi.
SBY-Boediono menyatakan pembangunan demokrasi sebagai program 14 Demokrasi dan penghormatan terhadap HAM akan
semakin dikembangkan agar tidak terjadi lagi pelanggaran HAM berat di negeri ini dan 13 Otonomi daerah dan pemerataan pembangunan
ditingkatkan.
Se
dangkan NCM menyatakan pembangunan demokrasi dalam agenda 2 Menegakkan supremasi hukum dengan konsisten dan
konsekuen
dan 5 Mengembangkan dan memperkuat pranata
-
pranata demokrasi: kebebasan sipil khususnya kebebasan pers dan
akademik, pembagian tugas dan wewenang yang jelas antara
pemeri
ntahan, perwakilan, dan pengadilan; serta 7 Memelihara keutuhan wilayah negara melalui pendekatan budaya, peneguhan ke
-
Bhineka
-an dan ke-
Eka
-
an, serta pembangunan otonomisasi
.
SBY-Boediono terlihat secara terperinci memprogramkan pembangunan sosial
-ekono
mi dalam agenda pembangunan ekonomi 1 Pertumbuhan ekonomi meningkat, minimal 7, kesejahteraan
rakyat meningkat untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka; 2 Kemiskinan mesti berkurang 8-10. Pembangunan pedesaan
dilakukan pro rakyat; 3 Pengangguran akan berkurang lagi, 5-6,
lapangan pekerjaan dan peningkatan
usaha bagi yang berwira usaha. Sementara itu agenda mereka dalam pembangunan sosial-
ekonomi secara keseluruhan adalah 4 Pendidikan harus meningkat lagi. Mutu infrastruktur, kesejahteraan guru bertambah dengan
anggaran pendidikan yang merata, tetapi gratis bagi yang belum mampu; 5
Kesehatan masyarakat mesti meningkat lagi. Pemberantasan penyakit menular gratis bagi yang
belum mampu.
sehingga bangsa kita berbuat banyak untuk kedamaian, kemakmuran, dan keadilan dunia.
platform
platform
Platform Platform
Platform Platform
Platform Platform
platform
4 Program pembangunan sosial
-
ekonomi pun dikemukakan dalam agenda 6 Ketahanan pangan mesti meningkat lagi. Kita sudah
berswasembada beras, kopi, daging dan kedelai. Jaringan pupuk harus ditingkatkan agar pertanian kita subur; 7 Ketahanan energi meningkat
lagi. Menambah daya listrik untuk rakyat, dan energi yang terbarukan; 8 Pembangunan infrastruktur yang bermanfaat. Baik di maupun
luar Jawa; 9 Peningkatan pembangunan perumahan rakyat. Misalnya, rumah susun untuk masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah;
10 Peningkatan pengelolaan lingkungan dan penghijauan, untuk menanggulangi bencana alam;
NCM memprogramkan pembangunan sosial ekonomi dalam 4 Merintis reformasi ekonomi dengan mengutamakan
pengembangan kegiatan produktif dari bawah dan 8 Meratakan dan meningkatkan mutu pendidikan di seluruh Nusantara
s
erta 9 Mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat sebagai tujuan
bernegara
.
Persamaan
AD
Perbedaan
AD
Politik NCM
Program
Politik SBY-Boediono
1.
Reformasi birokrasi
pemerintahan 2.
Pembangunan demokrasi
3.
Pembangunan sosial
ekonomi
4.
Peran aktif di dunia
internasional 5. Rekonsiliasi nasional
No. 1 dan
No. 5
No. 2 dan
No. 5 serta No. 7
No. 4 dan No. 8 serta No. 9.
No. 10
No. 3
P
rogram No. 12 dan
No. 11
Program No. 14 dan
No. 13
Program No. 1 dan No. 2, No. 3, No. 4,
No. 5, No. 6, No. 7, No. 8, No. 9 serta
No. 10.
Program No. 15
Baik NCM maupun SBY-Boediono memprogramkan peran aktif Indonesia menciptakan perdamaian dunia. Hal itu NCM
kemukakan dalam 10 Mengambil peran aktif dalam usaha
bersama menciptakan perdamaian dunia. Sedangkan SBY
-Boediono
mencantumkannya dalam agenda 15 Peran internasional Indonesia
Tebel 1 Perbandingan Platform Politik
5 makin ditingkatkan, sehingga bangsa kita berbuat banyak untuk
kedamaian, kemakmuran, dan keadilan dunia. Persamaan antara politik NCM dan
politik SBY
-
Boediono secara jelas dapat diringkas dalam tabel 1 tertulis di atas.
Dari sepuluh agenda dasar
NCM
seperti tertulis dalam tab
e
l 1 di atas
itu, hanya
nomor tiga berupa melaksanaan rekonsiliasi nasional saja yang secara harfiah tidak menjadi program kerja SBY,
Presiden
RI
saat ini. Hal tersebut membuktikan bahwa
NCM
adalah seorang intelektual yang memiliki wawasan politik yang jauh ke
masa depan
. Menurut Franz Magnis Suseno
,
wawasan politik seperti itu lahir dari
dasar-
dasar inklusivisme Islam yang diyakini oleh NCM sejak lama, sehingga
memungkin
kan dirinya merangkul bangsa Indonesia, baik umat muslim maupun non
-
muslim, untuk saling menerima dalam perbedaan….
3
Dia mengajarkan bangsa Indonesia nilai
-
nilai dan keyakinan etis dasar yang sama seperti terumus dalam bahasa etika politik Pancasila sebagai tekad politik membangun satu
yang bebas, damai, sejahtera, adil dan solider. Oleh karena itu
NCM
memang pantas disebut guru bangsa. Ketajaman wawasan politik
NCM
yang menatap jauh ke masa depan bangsa Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama
Islam, sesungguhnya sejak ia muda sudah mencolok. Hal itu terlihat jelas sejak seruan yang membuatnya dahulu menjadi terkenal di
kalangan umat Islam Indonesia.
“Islam
Yes, P
artai Islam
, No
?
,” m
erupakan salah satu
seruan NCM
tentang
pembaruan Islam
di Indonesia pada tahun 1970.
4
Saat itu sebagai Ketua Umum PB HMI, dia melihat meskipun jumlah
pemeluk Islam di Indonesia bertambah, tapi umat Islam telah kehilangan semangat berijtihad karena tidak sanggup lagi
membedakan nilai
-
nilai transendental dan temporal sehingga tidak
3
Franz Magnis Suseno,
“
Nurcholish
M
adjid dan Inklusivisme Islam
”
, dalam Abdul Halim,
ed.
Jakarta, Kompas, Cetakan II, Oktober 2006, 164.
4
Nurcholish Madjid,
Bandung
,
Mizan
, Cetakan XI, Nopember 1998
, 2
04-208
. Bahasa Politik Nurcholish Madjid
platform platform
platform
nation
Menembus Batas Tradisi Menuju Masa Depan yang Membebaskan: Refleksi atas Pemikiran Nurcholish M
adjid
Islam Kemodernan dan Keindonesiaan
setting
semiologie
Komunikasi Politik Komunikator, Pesan dan Media
Tafsi
r al
-
Fakhri a
l-Ra
zi a
l-Mush
tahi r bi a
l
-
Tafsi
r al
-
Kabi r wa Maf
a
tih al
-
Ghaib Communication in a Divided World: Opportunities
and Constrain Komunikasi Politik
Komunikator, Pesan dan Media, Komunikasi Politik Komunikator, Pesan dan Media,
Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya
6 kreatif, seperti partai
-
partai atau organisasi
-
organisasi Islam
yang
tidak menarik bagi umat
Islam se
ndiri. Dalam uraian tertulis di atas, tampak bahwa NCM adalah
seorang komunikator politik
.
Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Dan D. Nimmo 1978 bahwa siapapun yang berada dalam
politik adalah komunikator politik.
5
Politik di sini dapat berarti kegiatan pemilihan aparatur negara maupun politik dalam arti
kekuasaan atau pemimpin pemerintahan, yudikatif atau legislatif. Sedangkan jika dilihat berdasarkan pendapat Al
-Ra
zi bahwa dakwah Islam adalah aktivitas komunikasi antar manusia yang terbaik
dan bentuk ketaatan dan ibadah yang paling sempurna.
6
NCM juga adalah seorang aktivis dakwah Islam
Hal itu pun sesuai dengan pendapat Harold D. Lasswell mengidentifikasi secara lebih khusus komunikator polit k sebagai
mereka yang menjadi pemimpin dalam proses opini, seperti politisi baik ideolog maupun wakil partisan, komunikator professional dan
aktivis.
7
Sejalan dengan hal itu, Dan D. Nimmo menguraikan bahwa komunikator politik menyampaikan pesannya sebagai pembicaraan
politik bertujuan memberikan informasi dan meyakinkan layak, maka untuk memahami pesan politik perlu dilihat gejala linguistik
bahasa dan simbol politik serta penggunaan bahasa untuk persuasi politik dalam wujud propaganda, periklanan maupun retorika.
8
Ilmu yang mengkaji tentang tanda dalam kehidupan manusia termasuk di
dalamnya tanda
-
tanda bahasa disebut semiotik atau “ ”.
9
5
Dan D. Nimmo, .
Pe
nerjemah Tjun Surjaman Bandung, PT Remaja Rosdakarya, Cetakan Kelima, 2004, 13-21.
6
Muhammad Al
-
Razi,
Dar Al-Fikr, Juz ke-
27, 125.
7
Harold D. Lasswell, London, International Institute of Communications, the Loius G.
Cowan Lecture, 1977 , 5. Lihat juga Dan D. Nimmo,
13
-
21.
8
Dan D. Nimmo, 16.
9
Benny Hoed, Jakarta, Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Cetakan I. April 20 25. Menurut Hoed di
7 Ada tiga ciri dal
am bahasa
politik yakni 1 politik berkaitan dengan pengaturan masyarakat banyak, oleh karena itu bahasa politik harus
me
njadi
alat
komunikasi yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat, 2 bahasa politik bertujuan untuk membujuk dan
merayu khalayak, dan 3 bahasa politik penuh dengan semboyan
-
semboyan dan kata
-
kata bersayap
seraya
menghindari penggunaan bahasa yang
berkonotasi netral dan obje
ktif.
10
Tokoh-
tokoh politik mendayagunakan bahasa bukan saja untuk menyatakan ide, pendapat, atau pikirannya, melainkan juga
untuk menyembunyikannya, karena di balik pikiran ini terdapat
kepentingan-kepentingan yang harus dipertahankan.
11
Benedict R. O’G Anderson pun mengamati bahasa politik Indonesia pada akhir pemerintahan Presidern Soekarno dan awal
pemerintahan Orba. Hasil pengamatannya menunjukkan bahasa politik Indonesia merupakan tanda atau
cerminan
adanya suatu penyakit yang parah. Mengutip pendapat Herbert Luethy, Anderson
mengataka
n bahwa sakitnya itu tampak pada kenyataan bahwa bahasa politik Indonesia sebagai
gado-
gado irasional dari uraian yang berbelit
-b
elit yang mengarah pada kemabukan ideologis dan sinkretisme magis.
12
Pandangan
senada dikemukakan oleh Geertz, bahwa yang tidak masuk akal seperti dikemukakan Anderson memang marak di
Indonesia seperti dalam pidato-pidato Presiden Soekarno pada masa surutnya memang kosong secara amat menyedihkan dengan bergerak
mundur ke revivalisme kultural, pengkambinghitaman rasial, dan penciptaan musuh-musuh eksternal sebagai bentuk kepanikan
sini semiotik adalah ilmu yang mengkaji tentang tanda alam kehidupan manusia, sedang K. Bertens memakai kata semiotika yang menurut nnya
diperkenalkan oleh C Pierce yang digunakan dengan arti yang sama dengan semiologi. Lihat K. Bertens,
209.
10
Anwar, Yogyakarta,
Gadjah Mada University Press, Cetakan I, 1984, 19.
11
Panggabean MH, ed. Jakarta, PT
Gramedia
, Cetakan I, 1981, vii
-x.
12
Benedict R. O’G. Anderson, Ithaca and London
,
Cornell University Press, Firs
t
Published, 1990
,
124.
Filsafat Barat Kontemporer Jilid II,
Prancis
, Fungsi dan Peranan Bahasa Sebuah Pengantar
Bahasa, Pengaruh dan Peranannya Language and Power Exploring Political
Cultures in Indonesia
Language and Power Bahasa dan Kekuasaan
8 kepemimpinan negara lantaran gagal melingkupi mas
alah-
masalah de
-
mografi, ekonomi, sosial, dan politik yang lua
s.
13
Di Indonesia setiap periode pemerintahan atau rezim memiliki kekhasan dalam repertoar bahasa politiknya. Hal itu setidaknya
tercermin
masing-
masing pada ideologi elit politik yang memiliki
repertoa
r yang membedakannya antara satu
dan lain
secara linguistik.
P
erbedaan itu dapat dilihat pada level kosakata, gramatika, dan struktur teks yang digunakan oleh rezim Orde Lama dan rde Baru
Orba. Pada level kosakata, misalnya, perbedaan
-
perbedaan
itu
akan tampak pada pilihan kata dan pergeseran maknanya yang menjadi arus besar wacana politik yang menunjukkan pergantian elit
penguasa dari Orde Lama dengan ideologi “revolusi” ke Orba dengan ideologi “pembangunan”
,
14
seperti dapat dilihat dalam hasil penelitian Jalaluddin Rakhmat
,
bahwa ada sejumlah kata dalam wacana politik Orde Lama yang tidak terdengar lagi pad Orba
seperti kata “Revolusi”, “Nasakom”, “antek kapitalis”, “antek imperialis
”
, dll. Sebaliknya pada masa Orba sering terdengar kosa kata baru yang tidak ada pada wacana Orde Lama seperti kata
“Pembangunan”, “asas tunggal”, “anti
-
pembangunan”
,
SARA, “penataran”, dll yang secara terurai dapat diperban
-
dingkan dalam tabel 1 sbb.
15
:
Pembangunan Asas Tunggal
Anti pembangunan SARA
Penataran
13
Benedict R. O’G. Anderson,
,
124.
14
Jalaluddin Rakhmat, “Komunikasi dan Perubahan Politik Indonesia
,
” dalam Yudi Latif dan Idi Subandy Ibrahim, eds.
Bandung, Mizan, Cetakan II, Juni 1996, 49
-
55.
15
Jalaluddin Rakhmat, “Komunikasi dan Perubahan Politik di Indonesia”,
51
-52.
Tabel 2 . Perbandingan Bahasa P olitik
Orde Lama Orde Baru
Revolusi Nasakom
Antek kapitalis Antek imperialis
M anipol Usdek
9 Setelah tiga dasawarsa lebih penelitian Anderson tersebut
dilaksanakan, kajian mendalam terhadap bahasa politik Indonesia kontemporer menjadi sebuah tantangan. Perkembangan ideologi,
sosial, budaya, dan politik di Indonesia memungkinkan terjadinya pergeseran dan perubahan repertoar dalam rangka menyesuaikan
tuntutan perkembangan tersebut. Bahasa politik era akhir Or
ba dan
awal reformasi tentunya memiliki karakteristik yang berbeda dengan era sebelumnya, yakni era Orde Lama dan Or
ba
, khususnya Orde Soeharto.
Persoalan bahasa politik di Indonesia sudah cukup banyak ditulis oleh
para
pakar, baik oleh pakar dari Indonesia maupun as
ing.
Sebagian besar tulisan itu mengkaji bahasa politik dar perspektif ilmu
-
ilmu sosial, yakni ilmu politik, ilmu komunikasi massa, dan ilmu sejarah. Dari perspektif ilmu politik, kajian terhadap bahasa politik
I
ndonesia dapat diperhatikan pada tulisan
-
tulisan Anderson 1966; 1981, van Langenberg 1990,
16
Hikam 1993,
17
Pabotting
i 1991; 1993a; 1993b, dan Dhakidae 1992.
18
Dari perspektif ilmu komunikasi massa, kajian terhadap bahasa politik Indonesia dapat
diperhatikan
pada
tulisan Rakhmat 1993. Dari perspektif ilmu sejarah, kajian terhadap bahasa politik Indonesia dapat diperhatikan
pada
tulisan Farid 1994.
19
Sebaliknya, kajian bahasa politik dari perspektif ling istik relatif belum begitu banyak dikerjakan. Kajian bahasa politik dari
16
Michael van Langenberg, “Negara Orde Baru: Bahasa, Ideologi,
Hegemoni,”
dalam Yudi Latif dan Idi Subandy Ibrahim, eds. , 223
-
245.
17
Muhammad AS Hikam, “Bahasa dan Politik: Penghampiran “Discursive
Practice,”
Yudi Latif dan Idi Subandy Ibrahim, eds. , 77-93.
18
Daniel Dhakidae, “Bahasa, Jurnalisme, dan Politik Orde Baru,” dalam
Yudi Lati
f dan Idi Subandy Ibrahim, eds. , 246-251.
19
Hilman Farid, “Menemukan Bahasa, Mencipta Bahasa: Bahasa, Politik, dan Nasionalisme Indonesia,” dalam Yudi Latif dan Idi Subandy Ibrahim, eds.
, 107
-
123.
Bahasa dan Kekuasaan
Bahasa dan Kekuasaan Bahasa dan Kekuasaan
Bahasa dan Kekuasaan
field of discourse, tenor of discourse,
mode of discourse.
The Political Language of Islam
adhesi
Bahasa dan Kekuasaan Bahasa dan Kekuasaan
Sinar Harapan
Pergolakan Politik Islam dari Fundamentalisme, Modernisme hingga Post
-
Modernisme
10 perspektif kebahasaan pertama dilakukan oleh Hooker 1 0
20
dengan mempergunakan pendekatan linguistik fungsional-sistemik Halliday 1985, khususnya trilogi konteks situasi yakni wilayah
wacana penyampai wacana
dan modus wacana Kajian kedua dilakukan oleh
Heryanto 1992; 1993; 1996 dengan mempergunakan pendekatan
sosio
politikolinguistik.
21
Kajian ketiga dilakukan oleh Tampub
o
lon 1998 dengan mempergunakan pisau analisis teori semantik generatif
Chafe
1971, L
ech 1974, dan Nida. 1975.
22
Khusus berkaitan dengan bahasa politik Islam, Bernard Lewis membatasi pembah
a
sannya tentang bahasa
poli
tik Islam hanya pada bahasa Arab, Turki dan Persia, Analisisnya dalam,
1991, seperti dijelaskan oleh Azyumardi Azra, menunjukkan bahwa bahasa Persia dan Turki mempunyai andil besar
dalam memperkaya bahasa politik Islam.
23
Hal itu tentu berkaitan
dengan pergeseran geo-
politik dan pusat
-
pusat kekuasaan muslim. Dalam tulisannya yang lain berjudul “Bahasa Politik Islam di
Asia Tenggara
,
” Azra menegaskan sejauh ini belum ada studi khusus tentang bahasa politik Islam di Asia, khususnya Asia Tenggara.
Berdasarkan argumentasi Lewis, dia menandaskan bahwa proses penyebaran Islam secara damai di Asia Tenggara memberi
konsekuensi wilayah muslim Asia Tenggara merupakan yang paling
kurang
tersentuh usaha Arabisasi. Mayoritas penduduk di Nusantara menerima Islam melalui proses yang lebih tepat
daripada
konversi, penerimaan berangsur
-
angsur daripada penerimaan
20
Virg
inia Matheson Hooker, “The New Standardization of Language”, terjemahan, Yudi Latif dan Idi Subandy Ibrahim, dalam Latif dan Idi Subandy
Ibrahim, eds.
, 56
-93.
21
Ariel Heryanto, “Pembakuan Bahasa dan totalitarianism,” dalam Yudi Latif dan Idi Subandy Ibrahim, eds.,
, 252.
22
Tampubolon, DP, “Gejala
-
Gejala Kematian Bahasa:Suatu Observasi Ragam
Politik Orde
Baru
,”
, 24
Oktober 1998.
http:www.sinarharapan.
co.id
opini981019 sh98html.
23
Azyumardi Azra, Bahasa Politik dan Politik Bahasa: Islam dalam Pandangan Lewis, dalam Abas Al
-
Jauhari, ed., Jakarta, Paramadina,
Cetakan I, Mei 1996, 231.
11 sepenuhnya atas eksklusivisme Islam.
24
Meskipun demikian bahasa politik Islam di Melayu
-
Indonesia, sangat dipengaruhi bahasa politik Islam yang berlaku di Timur Tengah.
Mochtar Pabottingi menilai bahwa studi komunikasi politik menjadi tanda sebuah pendekatan baru dalam ilmu politik di
mana
bahasa secara ontologis dilihat sebagai alat atau “wak l” suatu
kekua
saan dan secara epistimologis dilihat berdasarkan pemahaman bahwa bahasa adalah produk suatu zaman kebudayaankekuasaan,
bahasa lalu dilihat sebagai paradigma.
25
M
enurut P
abottin
gi contoh penggunaan bahasa sebagai paradigma dalam studi ilmu politik antara
lain dilakukan oleh Anderson dalam tulisannya yang terkenal
,
tahun 1966 dan ”Cartoons and Monuments: The Evolutions of Political Communications under the
New Order,” tahun 1978 yang berisikan tesis bahwa B
ahasa Indonesia
sudah kehilangan etos “revolusioner”
-
nya, karena
tertimpa
proses penghalusan sehingga dinamika yang semula menandainya ini tak
ada lagi.
I
a sudah mengalami proses kramanisasi. Ia sudah terperangkap dalam “imaji orang Jawa tentang politik” dimana
topeng punya perana
n
penting. Selain itu dua puluh tahun
s
esudah kemerdekaan, bahasa Indonesia “sama sekali bukanlah bah
asa sehari-
hari yang dipakai oleh lebih dari sejumlah kecil” penduduk Indonesia.
26
Tesis serupa dikemukakan pula oleh James Siegel dalam
”Solo
in the New Order: Language and Hierarchy in an Indonesian City
”,
New Jersey: Princeton University Press, 1986
,
bahwa komunitas bahasa Jawa “memperlakukan bahasa lain seolah
-
olah semuanya itu
24
Azyumardi Azra, “Bahasa Politik Islam di Asia Tenggara”, dalam Idris Thaha, ed.,
Bandung, PT Remaja Rosda Karya, Cetakan Kedua, Mei 2000, 75-76.
25
Mochtar Pabot
ting
i, “Komunikasi Politik dan Transformasi Ilmu Politik” dalam Maswadi Rauf dan Mappa Nasrun, ed.
Jakarta, Gramedia, 1993
,
45-
50
.
26
Benedict R. O. G. Anderson, Cartoons and Monuments: The Evolution of
Political Communication
under the New Order, dalam Karl D. Jackson and Lucian W. Pye,
California, University
of California
Press, First Edition, 1978, 319
-
331.
The Language of Indonesian Politics
mask
Renaisans Islam Asia Tenggara Sejarah Wacana dan Kekuasaan Indonesia dan Komunikasi Politik
Political Power and Communications in Indonesia
ngoko krama
politesse
Bahasa dan Kekuasaan Politik Wacana di Panggung Or
de Baru
12 termasuk bahasa “
”
dan komunitas ini memperkenankan “
para
pelaku bahasa
-
bahasa tersebut kedalam komunitas wacana yang
dirumuskan sebagai bahasa .”
27
Pabotting
i kemudian menyanggah tesis Anderson tentang kramanisasi dalam bahasa Indonesia dengan menyatakan paling tidak
ada
3
kelompok pelaku bahasa Indonesia yang tidak melakukan bahasa
baca: halus
-topeng-
aling
-
aling atau kramanisasi: 1 kelompok sastrawan kreatifpopul
e
r, 2 kaum cendikiawan 3
komunitas atau pertemuan yang bersifat keagamaan.
28
Dalam bagian tulisannya yang lain, Pabottingi lebih lanjut mencatat setidaknya ada empat praktek bahasa yang distortif dalam
komunikasi politik sebagai
b
erikut: Distorsi bahasa sebagai topeng, distorsi bahasa sebagai proyek lupa, distorsi bahasa sebagai
representasi dan distorsi bahasa sebagai ideologi. Dalam menjelaskan distorsi bahasa sebagai ideologi, dia
mencatat ada dua perspektif yang cenderung menyebarkan distorsi ideologis. 1 Perspektif yang mengidentikkan kegiatan ik sebagai
hak istimewa sekelompok orang; dan 2 Perspektif yang semata
-mata
menekankan tujuan tertinggi suatu sistem politik.
Menurut
nya untuk menghindari kedua perspektif distorsi di atas, maka perlu adanya alternatif baru yang menekankan pada
prosedur politik yang bertolak dari pandangan bahwa tujuan
-
tujuan politik selamanya akan berbeda
-
beda bukan hanya dari satu bangsa ke bangsa lain, tapi juga dari satu individukelompok ke
individukelompok lain.
Pabottin
gi mencontohkan bahwa perhatian besar pada prosedur inilah yang membuat Habermas sangat gigih
berbicara tentang syarat
-
syarat bagi terciptanya suatu komunikasi politik yang ideal dimana setiap unit politik bisa maju dan
berkemba
ng secara demokratis.
29
27
Mochtar Pabottingi, ”Bahasa, Kramanisasi, dan Kerakyatan” dalam Yudi Latif dan Idi Subandi Ibrahim, ed.,
Bandung, Mi
zan, Cetakan Ke
-
2, Juni 1996, 154.
28
Mochtar Pabottin
gi, ”Bahasa, Kramanisasi, dan Kerakyatan”,
156
-157.
29
Mochtar Pabottin
gi, “Komunikasi Politik dan Transformasi Ilmu Politik”,
54
-
64
.
13 Jurgen Habermas adalah pendukung teori kritis yang
melakukan perubahan paradigma “filsafat subjek” model Cartesian ke “filsafat komunikasi,” menurutnya komunikasi atau interaksi
merupakan tindakan manusia yang paling dasar. Habermas berpendapat bahwa kritik ideologi dapat dijalankan dalam empat
tahapan 1
Deskripsi dan interpretasi dari situasi yang ada dengan penelitian
hermeneutik
,
2
Melakukan refleksi terhadap faktor penyebab situasi yang ada serta tujuan yang ingin dicapainya, 3
Menyusun agenda untuk mengubah situasi menuju masyarakat egaliter;
4
Melakukan evaluasi terhadap pencapaian situasi yang lebih egaliter dan demokratis yang telah dicapai.
30
Penelitian ini menggunakan analisis teks semiotik
yan
g tidak berhenti pada
kaji
an tanda dalam jenis, struktur dan maknanya secara individu, akan tetapi melingkupi pemilahan tanda
-
tanda yang dikombinasikan dalam pola
-
pola yang lebih besar sebagai teks
dan
pesan verbal seperti yang dikemukakan oleh Roland Barthes 1915-
1980
.
Dalam tulisan ini teks agenda dasar atau NCM
“Membangun Kembali Indonesia” akan dianalisis sebagai pesan politiknya.
Bersamaan dengan itu penelitian ini menggunakan juga analisis hermeneutik terhadap teks agenda dasar
NCM
“Membangun Kembali Indonesia” dalam relasinya dengan banyak teks lain. Proses
penafsiran dalam hermeneutik disebut . Orang
menafsirkan suatu teks dimulai dengan cara dia memeriksanya d
alam
istilah
-
istilah pengertian umum yang mungkin teks itu miliki, dia memberi batasan pengertian umum itu dengan mengujinya teks
tersebut. Demikian seterusnya proses penafsiran dapat dimulai dari spesifik ke umum.
31
Lebih lanjut penulis bermaksud meneliti bagaimana
makna
bahasa politik
NCM
seperti yang ditulisnya secara tekstual dalam agenda dasar
“Membangun Kembali Indonesia”
dengan judul
Bahasa
30
Akhyar Yusuf Lubis,
Jakarta,
Pustaka Indonesia
S
atu, Cetakan
P
ertama, April 2006, 44-45.
31
Stephen W. Littlejohn, California,
Wadsworth Publishing Company, Fifth Edition, 1996, 211.
platform
hermeneutic circle
Dekonstruksi Epistimologi Modern Dari Posmodernisme Teori
Kr
itis Poskolonialisme Hingga Cultural Studies
Th
eories of Human Communication
Platform
Indonesia Kita
mask The Language of Indonesian Politics
.
14 Politik Nur
cholish Madjid: Analisis Semiotik terhadap
“Membangun Kembali Indonesia”. Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah
dengan
judul tertulis di atas, penulis merumuskan
permasalaha
n pokok penelitian ini adalah bagaimana makna pesan politik
NCM
yang ditulisnya secara tekstual menjadi agenda dasar “Membangun
Kembali Indonesia” dalam buku yang diterbitkan oleh
Universitas Paramadina, Cetakan ketiga, Maret 2004. Permasalahan pokok itu kemudian penulis uraikan dalam beberapa permasalahan
terkait sebagai berikut:
1. Bagaimana makna pesan politik NCM dalam sepuluh agenda dasar “Membangun Kembali Indonesia” dilihat
berdasarkan lingkungan teks dan dialog dengan teks lainnya intertekstualitas?
2. Bagaimana makna struktur bahasa politik NCM makna pembentukan unsur
-
unsur teks dan bagaimana NCM menyusun dan memaknai nilai
-
nilai ajaran Islam dalam politik makna teks berdasarkan latar belakang pemroduksi
teks seperti yang ditulisnya secara tekstual dalam sepuluh agenda dasar politik “Membangun Kembali Indonesia”
?
Penelitian ini lebih lanjut akan memperkuat bantahan Mochtar Pabottingi terhadap tesis Anderson
bah
wa bahasa Indonesia sudah kehilangan etos “revolusioner”
-
nya, karena tertimpa proses penghalusan sehingga dinamika yang semula menandainya ini tak
ada lagi. Ia sudah mengalami proses kramanisasi. Ia sudah terperangkap dalam “imaji orang Jawa tentang politik” dimana
topeng
punya peranan penting dalam tulisannya yang terkenal
,
tahun 1966 dan ”Cartoons and Monuments: The Evolutions of Political Communications under the
New Order,” tahun 1978 Tesis serupa dikemukakan pula oleh James Siegel dalam
”Solo
in the New Order: Language and Hierarchy in an Indonesian City”, New Jersey: Princeton University Press, 1986, bahwa
komunitas
bahasa Jawa “memperlakukan bahasa lain seolah
-
olah semuanya itu
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah