1 Perkembangan  yang  tidak  menggembirakan  bagi  b
angsa
Indonesia  dalam  beberapa  tahun  terakhir  telah  menimbulkan kegelisahan  mendalam  bagi  anak  bangsa  yang  mencintai  tanah  air
tumpah  darahnya.  Semenjak  menjabat  sebagai  ketua  Pengurus  Besar Himpunan Mahasiswa Islam PB HMI periode tahun 1966
-
1969 dan 1969-1971,  Nurcholish  Madjid 1939
–
2005, selanjutnya  ditulis
NCM
, telah  terkenal  dengan  ide-idenya  tentang  keislaman,
kemodernan  dan  keindonesiaan  dalam  rangka  menciptakan  tatanan masyarakat  Indonesia  yang  mayoritas  penduduknya  beragama  Islam
sebagai  bangsa  yang  siap  mendukung  nilai
-
nilai  demokrasi  di Indonesia.  Bab  pendahuluan  ini  dari  awal  menegaskan  bahwa
politik NCM ketika menyatakan diri siap dicalonkan menjadi calon presiden Republik Indonesia RI pada pemilu 2004  itu sebagai
penanda  kompatibel  dengan  nilai
-
nilai  pembangunan  bangsa Indonesia  pada  masa  sekarang  dan  masa  depan
.
Kemudian
h
al  itu dipertanyakan  dalam  perumusan  masalah  yang  akan  dicoba  untuk
men
carikan  jawabannya  masing
-m
asing  berdasarkan  analisis  teks semiotik  dan  hermeneutik  dengan  mengikuti  sistematika  pembahasan
sebuah penelitian. Sembilan  dari  sepuluh  agenda  dasar
AD
politik
NCM,
1
saat  ini ternyata juga menjadi agenda pemerintahan Presiden
Almarhum  Nurcholish  Madjid  memiliki  panggilan  akrab  Cak  Nur  atau singkatan  nama  NM,  namun  dalam  penelitian  ini  penulis          gunakan  akronim
NCM  seperti  yang  tertulis  dalam  bukunya Jakarta,  Universitas
Paramadina, Cetakan III, Maret 2004, v dan vi yang menjadi sumber data primer.
1
Nurcholish Madjid, , 114. Menurut NCM sepuluh agenda
dasar “Membangun Kembali Indonesia”  yang tertulis berikut  di bawah ini sifatnya mendesak  untuk  dilaksanakan: 1  Mewujudkan  “
”  pada  semua lapisan pengelolaan
n
egara; 2 Menegakkan supremasi hukum dengan konsisten dan konsekuen;
3
Melaksanakan  rekonsiliasi  nasional;  4Merintis  reformasi  ekonomi dengan  mengutamakan  pengembangan  kegiatan  produktif  dari  bawah;
5
Mengembangkan  dan  memperkuat  pranata
-
pranata  demokrasi:  kebebasan  sipil khususnya  kebebasan  pers  dan  akademik,  pembagian  tugas  dan  wewenang yang
platform
platform
Indonesia  Kita Indonesia Kita
good  governance
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
platform good  governance
Madina Online
2 Susilo  Bambang  Yudhoyono SBY dan  Wakil  Presiden  Boediono
dengan Kabinet Indonesia Bersatu jilid II 2009
–
2014. NCM dan
SBY
-Boediono mengagendakan reformasi birokrasi
pemerin-tahan
.  NCM  menandaskannya  dalam
1
Mewujudkan pada  semua  lapisan  pengelolaan
negara;  sedang  SBY-Boediono  menuliskannya  dalam  program
12
Reformasi  birokrasi  dan
p
encegahan  serta  pemberantasan  KKN ditingkatkan
serta
peningkatan pelayanan publik.
2
jelas  antara  pemerintahan,  perwakilan,  dan  pengadilan;  6Meningkatkan  ketahanan dan  keamanan  nasional  dengan  membangun  harkat  dan  martabat  personil  dan
pranata  TNI  dan  Polri  dalam  bingkai  demokrasi;  7Memelihara  keutuhan  wilayah negara melalui pendekatan  budaya, peneguhan  ke
-
Bhineka
-
an  dan ke
-
Eka
-
an, serta pembangunan  otonomisasi;  8Meratakan  dan  meningkatkan  mutu  pendidikan  di
seluruh  Nusantara;  9  Mewujudkan  keadilan  sosial  bagi  seluruh  rakyat  sebagai tujuan  bernegara;  10Mengambil  peran  aktif  dalam usaha  bersama  menciptakan
perdamaian dunia.
2
Usman Yatim,
“
SBY
–
Demokrat Tuntaskan Agenda Reformasi
”
, ,
diakses  tanggal  9  Pebruari  2010 .  15  program  kerja  SBY  untuk
menuntaskan  agenda  reformasi  yang  dijanjikannya  pada  kampanye  pemilihan presiden  di  Stadion  Utama  Gelora  Bung  Karno  sbb.:  1  Pertumbuhan  ekonomi
meningkat,  minimal  7,  kesejahteraan  rakyat  meningkat.  Untuk  mencukupi kebutuhan  hidup  mereka;  2  Kemiskinan  mesti  berkurang     mencapai  8
-
10. Pembangunan pedesaan dilakukan pro rakyat; 3 Pengangguran akan berkurang lagi,
5-
6,  lapangan  pekerjaan,  dan  peningkatan  usaha  bagi  yan    berwira  usaha;  4 Pendidikan harus meningkat lagi. Mutu infrastruktur, kesejahteraan guru bertambah.
Anggran  pendidikan  yang  merata.  Tetap  gratis  bagi  yang  belum  mampu;  5. Kesehatan masyarakat mesti meningkat lagi. Pemberantasan penyakit menular gratis
bagi  yang  belum  mampu;  6  Ketahanan  pangan  mesti  menin         lagi.  Kita  sudah berswasembada beras, kopi, daging dan  kedelai. Jaringan pupuk harus ditingkatkan
agar  pertanian  kita  subur;  7  Ketahanan  energi  meningkat  lagi.  Menambah  daya listrik untuk rakyat, dan energi yang terbarukan; 8 Pembangunan infrastruktur yang
bermanfaat.  Baik  di  Jawa  maupun  luar  Jawa;  9  Peningkatan  pembangunan perumahan  rakyat.  Misalnya,  rumah  susun  untuk  masyarakat  berpenghasilan
menengah  ke  bawah;  10  Peningkatan  pengelolaan  lingkungan  dan  penghijauan, untuk menanggulangi bencana alam; 11 Pertahanan dan keamanan. Pembaruan alat
persenjataan  TNI  dan  Polri;  12  Reformasi birokrasi  dan  pemberantasan  KKN ditingkatkan.  Pencegahan  dan  peningkatan  pelayanan  publik;  13  Otonomi  daerah
dan  pemerataan  pembangunan  ditingkatkan;  14  Demokrasi  dan  penghormatan terhadap  HAM  akan  semakin  dikembangkan  agar  tidak  terjadi  lagi  pelanggaran
HAM  berat  di  negeri  ini;  15  Peran  internasional  Indonesia  makin  ditingkatkan,
3 Reformasi  birokrasi  ini  bagi  SBY
-
Boediono  meliputi  11 Pertahanan  dan  keamanan.  Pembaruan  alat  persenjataan  TNI  dan
Polri; sama halnya dengan NCM 5 Meningkatkan ketahanan
dan  keamanan  nasional  dengan  membangun  harkat  dan  martabat personil dan pranata TNI dan Polri dalam bingkai demokrasi.
SBY-Boediono menyatakan pembangunan demokrasi sebagai program  14  Demokrasi  dan  penghormatan  terhadap  HAM  akan
semakin dikembangkan agar tidak terjadi lagi pelanggaran HAM berat di  negeri  ini  dan  13  Otonomi  daerah  dan  pemerataan  pembangunan
ditingkatkan.
Se
dangkan NCM menyatakan pembangunan demokrasi dalam agenda  2  Menegakkan  supremasi  hukum  dengan  konsisten  dan
konsekuen
dan  5  Mengembangkan  dan  memperkuat  pranata
-
pranata demokrasi:  kebebasan  sipil  khususnya  kebebasan  pers  dan
akademik,  pembagian  tugas  dan  wewenang  yang  jelas  antara
pemeri
ntahan,  perwakilan,  dan  pengadilan;  serta  7  Memelihara keutuhan  wilayah  negara  melalui  pendekatan  budaya,  peneguhan  ke
-
Bhineka
-an dan ke-
Eka
-
an, serta pembangunan otonomisasi
.
SBY-Boediono  terlihat  secara  terperinci  memprogramkan pembangunan  sosial
-ekono
mi  dalam  agenda  pembangunan  ekonomi 1  Pertumbuhan  ekonomi  meningkat,  minimal  7,  kesejahteraan
rakyat  meningkat  untuk  mencukupi  kebutuhan  hidup  mereka;  2 Kemiskinan  mesti  berkurang  8-10.  Pembangunan  pedesaan
dilakukan  pro  rakyat;  3  Pengangguran  akan  berkurang  lagi,  5-6,
lapangan pekerjaan dan peningkatan
usaha bagi yang berwira usaha. Sementara  itu  agenda  mereka  dalam  pembangunan  sosial-
ekonomi  secara  keseluruhan  adalah  4  Pendidikan  harus  meningkat lagi.  Mutu  infrastruktur,  kesejahteraan  guru  bertambah  dengan
anggaran  pendidikan  yang  merata,  tetapi  gratis  bagi  yang  belum mampu;  5
Kesehatan  masyarakat  mesti  meningkat  lagi. Pemberantasan penyakit menular gratis bagi yang
belum mampu.
sehingga  bangsa kita berbuat banyak untuk kedamaian, kemakmuran, dan  keadilan dunia.
platform
platform
Platform Platform
Platform Platform
Platform Platform
platform
4 Program  pembangunan  sosial
-
ekonomi  pun  dikemukakan dalam agenda 6 Ketahanan pangan mesti meningkat  lagi. Kita sudah
berswasembada beras, kopi, daging dan kedelai. Jaringan pupuk harus ditingkatkan agar pertanian kita subur; 7 Ketahanan energi meningkat
lagi. Menambah daya listrik untuk rakyat, dan energi yang terbarukan; 8 Pembangunan infrastruktur yang bermanfaat. Baik di          maupun
luar Jawa; 9 Peningkatan pembangunan perumahan rakyat. Misalnya, rumah  susun  untuk  masyarakat  berpenghasilan  menengah  ke  bawah;
10  Peningkatan  pengelolaan  lingkungan  dan  penghijauan,  untuk menanggulangi bencana alam;
NCM  memprogramkan  pembangunan  sosial  ekonomi  dalam 4  Merintis  reformasi  ekonomi  dengan  mengutamakan
pengembangan  kegiatan  produktif  dari  bawah dan  8  Meratakan  dan meningkatkan  mutu  pendidikan  di  seluruh  Nusantara
s
erta  9 Mewujudkan  keadilan  sosial  bagi  seluruh  rakyat  sebagai  tujuan
bernegara
.
Persamaan
AD
Perbedaan
AD
Politik NCM
Program
Politik SBY-Boediono
1.
Reformasi birokrasi
pemerintahan 2.
Pembangunan demokrasi
3.
Pembangunan sosial
ekonomi
4.
Peran  aktif  di  dunia
internasional 5. Rekonsiliasi nasional
No.  1  dan
No. 5
No.  2  dan
No. 5 serta No. 7
No.  4  dan No. 8 serta No. 9.
No. 10
No. 3
P
rogram  No.  12  dan
No. 11
Program  No.  14  dan
No. 13
Program  No.  1  dan No.  2,  No.  3,  No.  4,
No.  5,  No.  6,  No.  7, No.  8,  No.  9  serta
No. 10.
Program No. 15
Baik  NCM  maupun  SBY-Boediono  memprogramkan  peran aktif  Indonesia  menciptakan  perdamaian  dunia.  Hal  itu  NCM
kemukakan  dalam 10  Mengambil  peran  aktif  dalam  usaha
bersama  menciptakan  perdamaian  dunia. Sedangkan  SBY
-Boediono
mencantumkannya  dalam  agenda  15  Peran  internasional  Indonesia
Tebel 1 Perbandingan Platform Politik
5 makin  ditingkatkan,  sehingga  bangsa  kita  berbuat  banyak  untuk
kedamaian,  kemakmuran,  dan  keadilan  dunia.  Persamaan  antara politik NCM dan
politik SBY
-
Boediono secara jelas dapat diringkas dalam tabel 1 tertulis di atas.
Dari sepuluh agenda dasar
NCM
seperti tertulis dalam tab
e
l  1 di atas
itu, hanya
nomor tiga berupa melaksanaan rekonsiliasi nasional  saja  yang  secara  harfiah  tidak  menjadi  program  kerja  SBY,
Presiden
RI
saat  ini.  Hal  tersebut membuktikan  bahwa
NCM
adalah seorang intelektual yang memiliki  wawasan politik yang jauh ke
masa depan
.  Menurut  Franz  Magnis  Suseno
,
wawasan  politik  seperti  itu lahir  dari
dasar-
dasar  inklusivisme  Islam  yang  diyakini  oleh  NCM sejak  lama,  sehingga
memungkin
kan  dirinya  merangkul  bangsa Indonesia,  baik  umat  muslim  maupun  non
-
muslim,  untuk  saling menerima  dalam  perbedaan….
3
Dia  mengajarkan  bangsa  Indonesia nilai
-
nilai  dan  keyakinan  etis  dasar  yang sama seperti  terumus dalam bahasa  etika  politik  Pancasila sebagai  tekad  politik  membangun  satu
yang bebas, damai, sejahtera, adil dan solider. Oleh karena  itu
NCM
memang pantas disebut guru bangsa. Ketajaman wawasan politik
NCM
yang menatap jauh ke masa depan  bangsa  Indonesia  yang  mayoritas  penduduknya  beragama
Islam,  sesungguhnya  sejak  ia  muda  sudah  mencolok.  Hal  itu  terlihat jelas  sejak  seruan  yang  membuatnya  dahulu  menjadi  terkenal  di
kalangan umat Islam Indonesia.
“Islam
Yes, P
artai Islam
, No
?
,” m
erupakan salah satu
seruan NCM
tentang
pembaruan Islam
di Indonesia pada tahun 1970.
4
Saat itu  sebagai  Ketua  Umum  PB  HMI,  dia  melihat  meskipun  jumlah
pemeluk  Islam  di  Indonesia  bertambah,  tapi  umat  Islam  telah kehilangan  semangat  berijtihad  karena  tidak  sanggup  lagi
membedakan  nilai
-
nilai  transendental  dan  temporal  sehingga  tidak
3
Franz  Magnis  Suseno,
“
Nurcholish
M
adjid dan  Inklusivisme  Islam
”
, dalam  Abdul  Halim,
ed.
Jakarta,  Kompas, Cetakan II, Oktober 2006, 164.
4
Nurcholish  Madjid,
Bandung
,
Mizan
, Cetakan XI, Nopember 1998
, 2
04-208
. Bahasa Politik Nurcholish Madjid
platform platform
platform
nation
Menembus  Batas  Tradisi  Menuju  Masa  Depan  yang Membebaskan:  Refleksi  atas  Pemikiran  Nurcholish  M
adjid
Islam  Kemodernan  dan  Keindonesiaan
setting
semiologie
Komunikasi  Politik  Komunikator,  Pesan  dan  Media
Tafsi
r  al
-
Fakhri  a
l-Ra
zi  a
l-Mush
tahi r  bi  a
l
-
Tafsi
r al
-
Kabi r wa Maf
a
tih al
-
Ghaib Communication  in a  Divided  World:  Opportunities
and  Constrain Komunikasi  Politik
Komunikator, Pesan dan Media, Komunikasi Politik Komunikator, Pesan dan Media,
Semiotik dan  Dinamika  Sosial  Budaya
6 kreatif,  seperti  partai
-
partai atau  organisasi
-
organisasi  Islam
yang
tidak menarik bagi umat
Islam se
ndiri. Dalam  uraian  tertulis  di  atas,  tampak  bahwa  NCM  adalah
seorang  komunikator  politik
.
Hal  ini  sesuai  dengan  yang  dijelaskan oleh  Dan  D.  Nimmo  1978  bahwa  siapapun  yang  berada  dalam
politik adalah komunikator politik.
5
Politik di sini dapat berarti kegiatan  pemilihan  aparatur  negara  maupun  politik  dalam  arti
kekuasaan    atau  pemimpin  pemerintahan,  yudikatif  atau  legislatif. Sedangkan  jika  dilihat  berdasarkan  pendapat  Al
-Ra
zi  bahwa dakwah Islam adalah aktivitas komunikasi antar manusia yang terbaik
dan  bentuk  ketaatan  dan  ibadah  yang  paling  sempurna.
6
NCM  juga adalah seorang aktivis dakwah Islam
Hal itu pun sesuai dengan pendapat Harold D. Lasswell mengidentifikasi  secara  lebih  khusus  komunikator  polit k sebagai
mereka  yang  menjadi  pemimpin  dalam  proses  opini,  seperti  politisi baik  ideolog  maupun  wakil  partisan,  komunikator  professional  dan
aktivis.
7
Sejalan  dengan  hal  itu,  Dan  D.  Nimmo  menguraikan  bahwa komunikator  politik  menyampaikan  pesannya  sebagai  pembicaraan
politik  bertujuan  memberikan  informasi  dan  meyakinkan        layak, maka  untuk  memahami  pesan  politik  perlu  dilihat  gejala  linguistik
bahasa  dan  simbol  politik  serta  penggunaan  bahasa  untuk  persuasi politik  dalam  wujud  propaganda,  periklanan  maupun  retorika.
8
Ilmu yang  mengkaji  tentang  tanda  dalam  kehidupan  manusia termasuk  di
dalamnya  tanda
-
tanda  bahasa  disebut  semiotik  atau  “ ”.
9
5
Dan  D.  Nimmo, .
Pe
nerjemah  Tjun  Surjaman  Bandung, PT  Remaja  Rosdakarya,  Cetakan  Kelima, 2004, 13-21.
6
Muhammad  Al
-
Razi,
Dar Al-Fikr, Juz ke-
27, 125.
7
Harold  D.  Lasswell, London,  International  Institute  of  Communications,  the  Loius  G.
Cowan  Lecture,  1977 ,  5.  Lihat  juga  Dan  D.  Nimmo,
13
-
21.
8
Dan D. Nimmo, 16.
9
Benny    Hoed, Jakarta,  Fakultas
Ilmu  Budaya  Universitas  Indonesia,  Cetakan  I.  April  20       25.  Menurut  Hoed  di
7 Ada tiga ciri dal
am bahasa
politik yakni 1 politik berkaitan dengan pengaturan  masyarakat  banyak,  oleh  karena  itu  bahasa  politik  harus
me
njadi
alat
komunikasi  yang  menjangkau  seluruh  lapisan masyarakat,  2  bahasa  politik  bertujuan  untuk  membujuk  dan
merayu khalayak, dan 3 bahasa politik penuh dengan semboyan
-
semboyan  dan  kata
-
kata  bersayap
seraya
menghindari  penggunaan bahasa yang
berkonotasi netral dan obje
ktif.
10
Tokoh-
tokoh  politik  mendayagunakan  bahasa  bukan  saja untuk menyatakan ide, pendapat, atau pikirannya, melainkan juga
untuk  menyembunyikannya, karena  di  balik  pikiran  ini  terdapat
kepentingan-kepentingan yang harus dipertahankan.
11
Benedict  R.  O’G  Anderson  pun mengamati  bahasa politik Indonesia  pada  akhir  pemerintahan  Presidern Soekarno  dan  awal
pemerintahan  Orba.  Hasil  pengamatannya  menunjukkan  bahasa politik  Indonesia  merupakan  tanda  atau
cerminan
adanya  suatu penyakit  yang  parah.  Mengutip  pendapat  Herbert  Luethy,  Anderson
mengataka
n bahwa sakitnya itu tampak pada kenyataan bahwa bahasa politik  Indonesia  sebagai
gado-
gado  irasional  dari  uraian  yang berbelit
-b
elit  yang  mengarah  pada kemabukan  ideologis  dan sinkretisme magis.
12
Pandangan
senada  dikemukakan  oleh  Geertz, bahwa  yang tidak  masuk  akal  seperti  dikemukakan  Anderson  memang  marak  di
Indonesia seperti dalam pidato-pidato Presiden Soekarno pada masa surutnya memang kosong secara amat menyedihkan dengan bergerak
mundur  ke  revivalisme  kultural,  pengkambinghitaman  rasial,  dan penciptaan  musuh-musuh  eksternal  sebagai  bentuk  kepanikan
sini  semiotik  adalah  ilmu  yang  mengkaji  tentang  tanda    alam  kehidupan  manusia, sedang  K.  Bertens  memakai  kata  semiotika  yang  menurut                  nnya
diperkenalkan  oleh  C  Pierce  yang  digunakan  dengan  arti  yang  sama  dengan semiologi. Lihat K. Bertens,
209.
10
Anwar, Yogyakarta,
Gadjah Mada University Press, Cetakan I, 1984, 19.
11
Panggabean  MH,  ed. Jakarta,  PT
Gramedia
, Cetakan I, 1981, vii
-x.
12
Benedict  R.  O’G.  Anderson, Ithaca  and  London
,
Cornell  University  Press,  Firs
t
Published, 1990
,
124.
Filsafat Barat Kontemporer Jilid II,
Prancis
, Fungsi  dan  Peranan  Bahasa  Sebuah  Pengantar
Bahasa,  Pengaruh  dan  Peranannya Language  and  Power  Exploring  Political
Cultures  in  Indonesia
Language and Power Bahasa dan Kekuasaan
8 kepemimpinan negara lantaran gagal melingkupi mas
alah-
masalah de
-
mografi, ekonomi, sosial, dan politik yang lua
s.
13
Di Indonesia setiap periode pemerintahan atau rezim memiliki kekhasan  dalam  repertoar  bahasa  politiknya.  Hal  itu  setidaknya
tercermin
masing-
masing  pada  ideologi  elit  politik  yang  memiliki
repertoa
r yang membedakannya antara satu
dan lain
secara linguistik.
P
erbedaan  itu  dapat  dilihat  pada level  kosakata,  gramatika,  dan struktur teks yang digunakan oleh rezim Orde Lama dan   rde Baru
Orba.  Pada  level kosakata,  misalnya,  perbedaan
-
perbedaan
itu
akan  tampak  pada pilihan  kata  dan  pergeseran  maknanya  yang menjadi arus besar wacana politik yang menunjukkan pergantian elit
penguasa dari Orde Lama dengan ideologi “revolusi” ke Orba dengan ideologi  “pembangunan”
,
14
seperti  dapat  dilihat  dalam  hasil penelitian  Jalaluddin  Rakhmat
,
bahwa  ada  sejumlah  kata  dalam wacana  politik  Orde  Lama  yang  tidak  terdengar  lagi  pad    Orba
seperti  kata  “Revolusi”,  “Nasakom”,  “antek kapitalis”,  “antek imperialis
”
,  dll.  Sebaliknya  pada  masa  Orba  sering  terdengar  kosa kata  baru  yang  tidak  ada  pada  wacana  Orde  Lama  seperti  kata
“Pembangunan”,  “asas  tunggal”,  “anti
-
pembangunan”
,
SARA, “penataran”,  dll  yang    secara  terurai  dapat  diperban
-
dingkan  dalam tabel 1 sbb.
15
:
Pembangunan Asas Tunggal
Anti pembangunan SARA
Penataran
13
Benedict R. O’G. Anderson,
,
124.
14
Jalaluddin Rakhmat, “Komunikasi  dan Perubahan Politik     Indonesia
,
” dalam Yudi Latif dan Idi Subandy  Ibrahim, eds.
Bandung, Mizan, Cetakan II, Juni 1996, 49
-
55.
15
Jalaluddin Rakhmat, “Komunikasi dan Perubahan Politik di Indonesia”,
51
-52.
Tabel 2 . Perbandingan Bahasa P olitik
Orde Lama Orde Baru
Revolusi Nasakom
Antek kapitalis Antek imperialis
M anipol Usdek
9 Setelah  tiga  dasawarsa  lebih  penelitian  Anderson  tersebut
dilaksanakan,  kajian  mendalam  terhadap  bahasa  politik  Indonesia kontemporer  menjadi  sebuah  tantangan.  Perkembangan  ideologi,
sosial,  budaya,  dan  politik  di  Indonesia  memungkinkan  terjadinya pergeseran  dan  perubahan  repertoar  dalam  rangka  menyesuaikan
tuntutan perkembangan tersebut. Bahasa politik era akhir Or
ba dan
awal  reformasi  tentunya  memiliki  karakteristik  yang  berbeda  dengan era  sebelumnya,  yakni  era  Orde  Lama  dan  Or
ba
,  khususnya  Orde Soeharto.
Persoalan  bahasa  politik  di  Indonesia  sudah  cukup  banyak ditulis oleh
para
pakar, baik oleh pakar dari Indonesia maupun as
ing.
Sebagian  besar  tulisan  itu  mengkaji  bahasa  politik  dar   perspektif ilmu
-
ilmu sosial, yakni ilmu politik, ilmu komunikasi massa, dan ilmu sejarah.  Dari  perspektif  ilmu  politik,  kajian  terhadap  bahasa  politik
I
ndonesia  dapat  diperhatikan  pada tulisan
-
tulisan  Anderson  1966; 1981,  van  Langenberg  1990,
16
Hikam  1993,
17
Pabotting
i  1991; 1993a;  1993b, dan  Dhakidae  1992.
18
Dari  perspektif  ilmu komunikasi  massa,  kajian  terhadap  bahasa  politik  Indonesia  dapat
diperhatikan
pada
tulisan  Rakhmat  1993.  Dari  perspektif  ilmu sejarah,  kajian  terhadap  bahasa  politik  Indonesia  dapat  diperhatikan
pada
tulisan Farid 1994.
19
Sebaliknya,  kajian  bahasa  politik  dari  perspektif  ling  istik relatif  belum  begitu  banyak  dikerjakan.  Kajian  bahasa  politik  dari
16
Michael  van  Langenberg,  “Negara  Orde  Baru:  Bahasa,  Ideologi,
Hegemoni,”
dalam  Yudi  Latif  dan  Idi  Subandy  Ibrahim,  eds. , 223
-
245.
17
Muhammad AS Hikam, “Bahasa dan Politik: Penghampiran “Discursive
Practice,”
Yudi Latif dan Idi Subandy Ibrahim, eds. , 77-93.
18
Daniel  Dhakidae,  “Bahasa,  Jurnalisme,  dan  Politik  Orde  Baru,” dalam
Yudi Lati
f dan Idi Subandy Ibrahim, eds. , 246-251.
19
Hilman Farid, “Menemukan Bahasa,  Mencipta Bahasa: Bahasa, Politik, dan  Nasionalisme  Indonesia,” dalam  Yudi  Latif  dan  Idi  Subandy  Ibrahim,  eds.
, 107
-
123.
Bahasa  dan Kekuasaan
Bahasa dan Kekuasaan Bahasa dan Kekuasaan
Bahasa dan Kekuasaan
field  of  discourse, tenor  of  discourse,
mode  of discourse.
The  Political Language  of  Islam
adhesi
Bahasa dan Kekuasaan Bahasa dan Kekuasaan
Sinar Harapan
Pergolakan  Politik  Islam  dari Fundamentalisme,  Modernisme  hingga  Post
-
Modernisme
10 perspektif  kebahasaan  pertama  dilakukan  oleh  Hooker  1    0
20
dengan  mempergunakan  pendekatan  linguistik  fungsional-sistemik Halliday  1985,  khususnya  trilogi  konteks  situasi  yakni  wilayah
wacana penyampai  wacana
dan  modus  wacana Kajian  kedua  dilakukan  oleh
Heryanto  1992;  1993;  1996  dengan  mempergunakan  pendekatan
sosio
politikolinguistik.
21
Kajian  ketiga  dilakukan  oleh  Tampub
o
lon 1998  dengan mempergunakan  pisau  analisis  teori  semantik  generatif
Chafe
1971, L
ech 1974, dan Nida. 1975.
22
Khusus berkaitan dengan bahasa politik  Islam,  Bernard Lewis membatasi  pembah
a
sannya  tentang  bahasa
poli
tik  Islam  hanya  pada bahasa  Arab,  Turki  dan  Persia,  Analisisnya  dalam,
1991,  seperti  dijelaskan  oleh  Azyumardi  Azra, menunjukkan bahwa bahasa Persia dan Turki mempunyai andil besar
dalam  memperkaya  bahasa  politik  Islam.
23
Hal  itu  tentu  berkaitan
dengan pergeseran geo-
politik dan pusat
-
pusat kekuasaan muslim. Dalam  tulisannya yang  lain  berjudul  “Bahasa  Politik  Islam  di
Asia  Tenggara
,
” Azra menegaskan sejauh ini belum ada studi khusus tentang  bahasa  politik  Islam  di  Asia,  khususnya  Asia  Tenggara.
Berdasarkan  argumentasi  Lewis,  dia  menandaskan  bahwa  proses penyebaran  Islam  secara  damai  di  Asia  Tenggara  memberi
konsekuensi  wilayah  muslim  Asia  Tenggara  merupakan  yang  paling
kurang
tersentuh  usaha  Arabisasi.  Mayoritas  penduduk  di  Nusantara menerima  Islam  melalui  proses  yang  lebih  tepat
daripada
konversi,  penerimaan  berangsur
-
angsur  daripada  penerimaan
20
Virg
inia  Matheson  Hooker,  “The  New  Standardization  of Language”, terjemahan, Yudi Latif dan Idi Subandy Ibrahim, dalam         Latif dan Idi Subandy
Ibrahim, eds.
, 56
-93.
21
Ariel  Heryanto,  “Pembakuan  Bahasa  dan  totalitarianism,” dalam  Yudi Latif dan Idi Subandy Ibrahim, eds.,
, 252.
22
Tampubolon,  DP,  “Gejala
-
Gejala  Kematian  Bahasa:Suatu  Observasi Ragam
Politik Orde
Baru
,”
, 24
Oktober 1998.
http:www.sinarharapan.
co.id
opini981019 sh98html.
23
Azyumardi  Azra,  Bahasa  Politik  dan  Politik  Bahasa:  Islam  dalam Pandangan  Lewis,  dalam  Abas  Al
-
Jauhari,  ed., Jakarta,  Paramadina,
Cetakan I, Mei 1996, 231.
11 sepenuhnya  atas  eksklusivisme  Islam.
24
Meskipun  demikian  bahasa politik  Islam  di  Melayu
-
Indonesia,  sangat  dipengaruhi  bahasa  politik Islam yang berlaku di Timur Tengah.
Mochtar  Pabottingi  menilai  bahwa  studi  komunikasi  politik menjadi  tanda  sebuah  pendekatan  baru  dalam  ilmu  politik  di
mana
bahasa  secara  ontologis  dilihat  sebagai  alat  atau  “wak l”  suatu
kekua
saan  dan  secara  epistimologis  dilihat  berdasarkan  pemahaman bahwa  bahasa  adalah  produk  suatu  zaman kebudayaankekuasaan,
bahasa  lalu  dilihat  sebagai  paradigma.
25
M
enurut  P
abottin
gi  contoh penggunaan bahasa sebagai paradigma dalam studi ilmu politik antara
lain  dilakukan  oleh  Anderson  dalam  tulisannya  yang  terkenal
,
tahun  1966  dan  ”Cartoons  and Monuments:  The Evolutions  of Political  Communications under the
New Order,” tahun 1978 yang berisikan tesis bahwa B
ahasa Indonesia
sudah  kehilangan  etos  “revolusioner”
-
nya,  karena
tertimpa
proses penghalusan  sehingga  dinamika  yang  semula  menandainya    ini  tak
ada  lagi.
I
a  sudah  mengalami  proses  kramanisasi.  Ia  sudah terperangkap    dalam  “imaji  orang  Jawa  tentang  politik”  dimana
topeng punya  perana
n
penting.  Selain  itu  dua  puluh  tahun
s
esudah kemerdekaan, bahasa Indonesia “sama sekali bukanlah bah
asa sehari-
hari  yang  dipakai  oleh  lebih  dari  sejumlah  kecil”  penduduk Indonesia.
26
Tesis serupa dikemukakan pula oleh James Siegel dalam
”Solo
in  the  New  Order:  Language and  Hierarchy  in  an  Indonesian  City
”,
New  Jersey:  Princeton  University  Press,  1986
,
bahwa  komunitas bahasa  Jawa  “memperlakukan  bahasa  lain  seolah
-
olah  semuanya  itu
24
Azyumardi  Azra,  “Bahasa Politik Islam di  Asia Tenggara”, dalam  Idris Thaha,  ed.,
Bandung, PT Remaja Rosda Karya, Cetakan Kedua, Mei 2000, 75-76.
25
Mochtar Pabot
ting
i, “Komunikasi Politik dan Transformasi Ilmu Politik” dalam  Maswadi  Rauf  dan Mappa  Nasrun,  ed.
Jakarta, Gramedia, 1993
,
45-
50
.
26
Benedict R. O. G. Anderson, Cartoons and Monuments: The Evolution of
Political Communication
under the New Order, dalam Karl D. Jackson and  Lucian W. Pye,
California, University
of California
Press, First Edition, 1978,  319
-
331.
The Language  of  Indonesian  Politics
mask
Renaisans  Islam  Asia  Tenggara  Sejarah  Wacana  dan  Kekuasaan Indonesia  dan  Komunikasi  Politik
Political Power and Communications in Indonesia
ngoko krama
politesse
Bahasa dan Kekuasaan Politik Wacana di Panggung Or
de Baru
12 termasuk  bahasa  “
”
dan  komunitas  ini  memperkenankan  “
para
pelaku  bahasa
-
bahasa  tersebut  kedalam  komunitas  wacana  yang
dirumuskan sebagai bahasa .”
27
Pabotting
i  kemudian  menyanggah  tesis  Anderson  tentang kramanisasi dalam bahasa Indonesia dengan menyatakan paling tidak
ada
3
kelompok  pelaku  bahasa  Indonesia  yang  tidak  melakukan bahasa
baca: halus
-topeng-
aling
-
aling atau kramanisasi:  1 kelompok  sastrawan  kreatifpopul
e
r,  2  kaum  cendikiawan  3
komunitas atau pertemuan yang bersifat keagamaan.
28
Dalam  bagian tulisannya  yang  lain,  Pabottingi  lebih  lanjut mencatat  setidaknya  ada  empat  praktek  bahasa  yang  distortif  dalam
komunikasi  politik  sebagai
b
erikut:  Distorsi  bahasa  sebagai  topeng, distorsi  bahasa  sebagai  proyek  lupa,  distorsi  bahasa  sebagai
representasi dan distorsi bahasa sebagai ideologi. Dalam  menjelaskan  distorsi  bahasa  sebagai  ideologi,  dia
mencatat  ada  dua  perspektif  yang  cenderung  menyebarkan  distorsi ideologis. 1 Perspektif yang mengidentikkan kegiatan        ik sebagai
hak istimewa sekelompok orang; dan 2 Perspektif   yang semata
-mata
menekankan tujuan tertinggi suatu sistem politik.
Menurut
nya untuk  menghindari  kedua  perspektif  distorsi  di atas,  maka  perlu  adanya  alternatif  baru  yang  menekankan  pada
prosedur  politik  yang  bertolak  dari  pandangan  bahwa  tujuan
-
tujuan politik selamanya akan berbeda
-
beda bukan hanya dari satu bangsa ke bangsa  lain,  tapi  juga  dari  satu  individukelompok  ke
individukelompok  lain.
Pabottin
gi  mencontohkan    bahwa  perhatian besar  pada  prosedur  inilah  yang  membuat  Habermas  sangat  gigih
berbicara  tentang  syarat
-
syarat  bagi  terciptanya  suatu  komunikasi politik  yang  ideal  dimana  setiap  unit  politik  bisa  maju  dan
berkemba
ng secara demokratis.
29
27
Mochtar Pabottingi, ”Bahasa, Kramanisasi, dan Kerakyatan” dalam Yudi Latif dan Idi Subandi Ibrahim, ed.,
Bandung, Mi
zan, Cetakan Ke
-
2, Juni 1996, 154.
28
Mochtar Pabottin
gi, ”Bahasa, Kramanisasi, dan Kerakyatan”,
156
-157.
29
Mochtar Pabottin
gi, “Komunikasi Politik dan Transformasi Ilmu Politik”,
54
-
64
.
13 Jurgen  Habermas  adalah  pendukung  teori  kritis  yang
melakukan perubahan paradigma  “filsafat subjek” model Cartesian ke “filsafat  komunikasi,”  menurutnya  komunikasi  atau  interaksi
merupakan  tindakan  manusia  yang  paling  dasar.  Habermas berpendapat  bahwa  kritik  ideologi  dapat  dijalankan  dalam  empat
tahapan  1
Deskripsi  dan  interpretasi  dari  situasi  yang  ada dengan penelitian
hermeneutik
,
2
Melakukan  refleksi  terhadap  faktor penyebab  situasi  yang  ada  serta  tujuan  yang  ingin  dicapainya,  3
Menyusun  agenda  untuk  mengubah  situasi  menuju  masyarakat egaliter;
4
Melakukan evaluasi terhadap pencapaian situasi yang lebih egaliter dan  demokratis yang telah dicapai.
30
Penelitian  ini  menggunakan  analisis  teks  semiotik
yan
g  tidak berhenti pada
kaji
an tanda dalam jenis, struktur dan maknanya secara individu,  akan  tetapi  melingkupi  pemilahan  tanda
-
tanda  yang dikombinasikan  dalam  pola
-
pola  yang  lebih  besar  sebagai  teks
dan
pesan  verbal  seperti  yang  dikemukakan  oleh  Roland  Barthes 1915-
1980
.
Dalam  tulisan  ini    teks  agenda  dasar  atau NCM
“Membangun  Kembali  Indonesia”  akan  dianalisis  sebagai  pesan politiknya.
Bersamaan  dengan  itu  penelitian  ini  menggunakan  juga analisis  hermeneutik terhadap  teks  agenda  dasar
NCM
“Membangun Kembali Indonesia” dalam relasinya dengan banyak teks lain.  Proses
penafsiran  dalam  hermeneutik  disebut .  Orang
menafsirkan suatu teks dimulai dengan cara dia memeriksanya d
alam
istilah
-
istilah pengertian umum yang mungkin teks itu miliki,        dia memberi  batasan pengertian  umum  itu dengan  mengujinya           teks
tersebut.  Demikian  seterusnya  proses  penafsiran  dapat           dimulai dari spesifik ke umum.
31
Lebih  lanjut  penulis  bermaksud  meneliti  bagaimana
makna
bahasa  politik
NCM
seperti  yang  ditulisnya  secara  tekstual  dalam agenda dasar
“Membangun Kembali Indonesia”
dengan judul
Bahasa
30
Akhyar  Yusuf  Lubis,
Jakarta,
Pustaka Indonesia
S
atu, Cetakan
P
ertama, April 2006, 44-45.
31
Stephen  W.  Littlejohn, California,
Wadsworth Publishing Company, Fifth Edition, 1996, 211.
platform
hermeneutic  circle
Dekonstruksi  Epistimologi  Modern  Dari Posmodernisme  Teori
Kr
itis  Poskolonialisme  Hingga  Cultural  Studies
Th
eories  of  Human  Communication
Platform
Indonesia Kita
mask The  Language  of Indonesian  Politics
.
14 Politik  Nur
cholish  Madjid:  Analisis    Semiotik  terhadap
“Membangun Kembali Indonesia”. Berdasarkan  uraian  dalam  latar  belakang    masalah
dengan
judul  tertulis  di  atas,  penulis  merumuskan
permasalaha
n  pokok penelitian  ini  adalah  bagaimana  makna  pesan  politik
NCM
yang ditulisnya  secara  tekstual  menjadi  agenda  dasar  “Membangun
Kembali Indonesia” dalam buku yang diterbitkan oleh
Universitas  Paramadina,  Cetakan  ketiga,  Maret  2004.  Permasalahan pokok  itu  kemudian  penulis  uraikan  dalam  beberapa  permasalahan
terkait sebagai berikut:
1. Bagaimana  makna  pesan  politik  NCM  dalam  sepuluh agenda  dasar  “Membangun  Kembali  Indonesia”  dilihat
berdasarkan  lingkungan  teks  dan  dialog  dengan  teks lainnya intertekstualitas?
2. Bagaimana  makna  struktur  bahasa  politik  NCM  makna pembentukan  unsur
-
unsur  teks  dan  bagaimana  NCM menyusun  dan  memaknai  nilai
-
nilai  ajaran  Islam  dalam politik makna teks berdasarkan latar belakang pemroduksi
teks seperti yang ditulisnya secara tekstual dalam sepuluh agenda dasar politik “Membangun Kembali Indonesia”
?
Penelitian ini  lebih lanjut akan memperkuat bantahan Mochtar Pabottingi  terhadap  tesis  Anderson
bah
wa  bahasa  Indonesia  sudah kehilangan  etos  “revolusioner”
-
nya,  karena  tertimpa  proses penghalusan  sehingga  dinamika  yang  semula  menandainya    ini  tak
ada  lagi. Ia  sudah  mengalami  proses  kramanisasi.  Ia  sudah terperangkap    dalam  “imaji  orang  Jawa  tentang  politik”  dimana
topeng
punya peranan penting dalam tulisannya yang terkenal
,
tahun  1966  dan  ”Cartoons  and Monuments:  The Evolutions  of Political  Communications under the
New Order,” tahun 1978 Tesis serupa dikemukakan pula oleh James Siegel dalam
”Solo
in  the  New  Order:  Language  and  Hierarchy  in  an  Indonesian  City”, New  Jersey:  Princeton  University  Press,  1986,  bahwa
komunitas
bahasa  Jawa  “memperlakukan  bahasa  lain  seolah
-
olah  semuanya  itu
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah