platformnya
platform
Demokrasi Religius,
1 0 6 tidak menggunakan jalur partai politik. Apalagi, ia tidak memiliki
partai politik dan belum adanya kejelasan partai politik mana yang akan mengajukan dirinya sebagai capres.
PMKI sendiri didirikan pada 21 Mei 2003 beranggotakan kalangan muda, pelajar, dan perguruan tinggi, dan diresmikan
oleh NCM—
yang menjadi Ketua Dewan Pengur
u
s, di Jakarta, pada Ahad, 12 Oktober 2003. Menurut
nya
, PMKI akan menjadi semacam basis dukungan untuk sebuah partai politik atau koalisi partai yang
berjuang bersamanya. PMKI akan menjadi perekat dan akan menjadi semacam pijakan bersama bila terjadi koalisi partai
yang bermaksud mendukungnya menjadi capres. Apa yang d lakukan
NCM bersam
a PMKI ibarat sebuah upaya mewujudkan terjadinya keajaiban politik di Indonesia. Dia menyatakan Tidak bisa seseorang
mencalonkan diri sebagai presiden tanpa melalui partai politik. Kita telah terjerat pada kesepakatan bahwa semua itu harus at partai
politik. Karena itu, saya
tidak
bisa maju tanpa partai politik.
.
85
Setelah berjalan bersama PMKI, beberapa partai politik
ya
ng telah mendekatinya, hanya sebatas kesamaan kepentingan dalam
. Kami masih menunggu, karena kami tidak ma
u
mendahului partai. Kami harus empati pada mereka, karena memang sulit sekali
mendirikan
partai.
.
Dalam uraian tertulis di atas, terlihat jelas bahwa aktivitas
per
politik
an
NCM berhubungan dengan aspek gagasan pembaharuan pemikiran keislamannya dalam rangka mencari jawaban ajaran Islam
tentang masalah kemoderenan dan keindonesiaan baik secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan masalah politik.
Ada dua tipe cendikiawan Muslim dalam meresponi modernitas. Di satu sisi mereka melakukan pengadopsian gagasan
-
gagasan kunci Barat dan pranata
-
pranatanya yang dibela mati
-
matian, yang sebagian diberi pembenaran dengan diberi kutipan al
-
Qur’an. Di sisi lain ada
85
Idris Thaha, 87.
B. Respons terhadap Aktivitas Politik Nurcholish Madjid
double movement
Pertama
Kedua
ratio legis
Reorientasi Pembaruan Islam Sekularisme, Liberalisme dan Pluralisme Paradigma Baru Islam Indonesia
Reorientasi Pembaruan Islam Artikulasi Islam Kultural
1 0 7 kelompok yang menolak
mentah-
mentah modernitas dan memberikan alternatif apolegetik, berdasarkan pemahaman al
-
Qur’an secara literal.
86
Karena pemahaman al
-Qur’
an yang sepotong
-
sepotong ini, Fazlur Rahman menyarankan jalan keluar melalui dua gerakan dalam
penafsiran al
-
Qur’an yang dikenal dengan . Saran
tersebut dibuat, untuk mengatasi kecenderungan para mo klasik, yang
apolegetik terhadap
Barat, dan
para neo
-
revivalis fundamentalis, yang skripturalis.
87
Dua cara termaksud adalah: , pahami arti atau makna
suatu pernyataan dengan mengkaji situasi atau problem di mana pernyataan al
-
Qur’an tersebut merupakan jawabannya. Menurut Rahman, sebelum mengkaji ayat
-
ayat spesifik dalam sinaran situasi- situasi spesifik, suatu kajian mengenai situasi makro, mengenai
konteks sosial masyarakat saat itu saat al
-
Qur’an diturunkan harus dilakukan.
, mengeneralisir jawaban
-
jawaban spesifik tersebut dan menyata
-
kannya sebagai pernyataan
-
pernyataan yang memiliki tujuan moral sosial umum yang dapat disaring dari ayat
-
ayat spesifik dalam sinaran latar belakang sosio
-
historis dan yang sering
dinyatakan.
88
M. Syafi’i Anwar membuat rancang bangun gagasan
-gagasan
NCM berdasar
-
kan sosiologi agama dengan pendekatan holistik yang menggambarkan konstruksi dialektika dan kesatuan gagasan
pemikiran NCM tentang keislaman, keindonesiaan, dan kemoderenan yang merlahirkan ide-ide pendukung “neo modernisme”, “integrasi”
86
Budhy Munawar
-
Rachman, Jakarta, Lembaga
Studi Agama dan Filsafat bekerjasama dengan Paramadina, Cetakan I, Juni 2010, 400.
87
Budhy Munawar
-
Rachman, , 401.
88
Budhy Munawar
-
Rachman, “Dari Tahapan Moral ke Periode Sejarah: Pemikiran Neo
-
Modernisme Islam di Indonesia” dalam Asep Gunawan, ed., , 465.
Islam Kemodernan dan Keindonesiaan Islam Kemodernan
dan Keindonesiaan,
1 0 8
da
n “pembangunan” dengan teologi inklusif sebagai pangka
tolaknya.
89
A
rtikel panjang NCM yang berjudul “Modernisasi ialah Rasionalisasi, bukan Westernisasi” menjelaskan makna modernisasi
itu identik dengan rasionalisasi dan menolak pengertian yang mengatakan bahwa modernisasi adalah westernisasi, karena
westernisme menurutnya beri
si
kan sekularisme,
90
oleh Muhammad Kamal Hasan, seorang sarjana Muslim Malalysia, dinilai mencermin-
kan pandangan Muslim idelalis. Berdasarkan pandangannya itu dan aktivitasnya menjadi Ketua Umum PB HMI ketika itu yang bersama
koleganya berhasil menyusun dokumen “Nilai
-
Nilai Dasar Perjuangan HMI”, NCM diterima oleh umat Islam secara luas dan dikenal sebagai
tokoh yang memiliki citra “Natsir Muda”.
91
Mohammad Natsir adalah tokoh intelektual Muslim mod
ernis
yang pernah aktif dalam kepemimpinan JIB, Persis dan Masyumi dan pendukung demokrasi
dengan sifat kenegarawanan yang memper
-
juangkan tujuan
-
tujuan politiknya secara konstitusional.
Posisi intektual NCM sebagai seorang muslim modernis seperti tertulis di atas dengan citranya sebagai “Natsir Muda” berubah
menjadi dipertanyakan oleh kalangan umat Islam yang curiga terhadapnya setelah dia menyajikan makalah berjudul “Keharusan
Pembaharuan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat”, di Jakarta, pada tanggal 2 Januari 1970. Dalam makalah itu, NCM
menjelaskan bahwa kaum Muslimin telah mengalami kejumudan dalam pemikiran dan pengembangan ajaran
-
ajaran Islam. Pemikiran mereka telah beku dan kekuatan moralnya telah hilang, terbukti
dengan kenyataan semakin bertambahnya pemeluk agama Islam
89
M. Syafi,i Anwar, “Sosiologi Pembaruan Pemikiran Islam Nurcholish
Madjid”, 517.
90
Nurcholish Madjid, “Modernisasi Ialah Rasionalisasi Bukan Westernisasi” dalam Nurcholish Madjid,
Bandung, Mizan, Cetakan XI, November, 1998, 173.
91
M. Dawam Rahardjo, “Islam dan Modernisasi: Catatan atas Paham Sekularisasi Nurcholish Madjid”, dalam Nurcholish Madjid,
18.
idea of progress
Indonesia Raya Indonesia Raya
the speech of the year
Islam Kemodernan dan Keindonesiaan,
Menembus Batas Tradisi Menuju Masa Depan Yang Membebaskan Refleksi atas Pemikiran Nurcholish Madjid
1 0 9 ketika itu, tapi semakin sedikit diantara mereka yang ik dengan
partai-
partai atau organisasi
-
organisasi Islam
.
Sepertinya mereka bertanya dengan mengatakan Islam Yes, Partai Islam, N
o
? Oleh karena itu perlu upaya pembaruan pemikiran kegamaan
yang
dilakukan oleh kelompok pembaruan yang “liberal” untuk melakukan liberalisasi pandangan terhadap ajaran
-
ajaran Islam dengan sekulari- sasi dan berpikiran bebas serta bersikap terbuka terhadap ‘
’
.
92
Istilah “sekularisasi” dalam makalah NCM itu mendapat
bermacam-
macam reaksi dari masyarakat Indonesia. Salah satu dari mereka yang mendukung ide NCM adalah Moctar Lubis, pemimpin
redaksi Koran yang memuat isi makalah NCM dengan
antusias dalam Koran secara penuh dan Nono A
nwar
Makarim yang mengatakan bahwa makalah NCM itu akan menjadi “
”
, bahkan tidak kurang dari seratus tulisan artikel pada tahun 1970
-
an telah terbit menyambut gagasan NCM itu
se
perti yang muncul dalam Harian Abadi, Kompas dan Mercu Suar, dan majalah mingguan Panji Masyarakat, A
ngkat
an Baru, Mimbar Demokrasi, Forum dan Tempo.
93
Sementara kalangan umat Islam yang curiga dan bereaksi emosional berkaitan dengan terminologi
“sekularisasi” dengan mengatakan seperti “sekularisasi disifatkan sebagai jembatan ke arah komunisme,” atau “komuni
s
me adalah anak sekularisme.” Atau “sekularisme meniadakan atau menghampakan
segala sangkut paut tindakan
n
egara dan pribadi dengan Tuhan,”
dan sebagi
an lainnya mencap pemikiran NCM berorientasi ke Barat, terjebak pemikiran Yahudi, memberi angin kepada Kristenisasi,
keterangannya membuat umat bingung, teologinya mengganggu kemapanan iman dan lembaga keagamaan, ikut merangsang i
92
Nurcholish Madjid, “Keharusan Pembaruan Pemikiran Islam dan Masa- lah Integrasi Umat”, dalam Nurcholish Madjid,
204-214.
93
Budhy Munawar
-
Rachman, “Nurcholish Madjid dan Perdebatan Islam di Indonesia”, dalam Abdul Halim, ed.,
Jakarta,
Paramadina dan Kompas, Cetakan II, Oktober 2006, 123.
Menembus Batas Tradisi,
1 1 0 fundamentalis, menimbulkan skeptisisme terhadap agama, bahkan
menyim-
pang dari ajaran Islam.
94
Gagasan NCM tertulis di atas tentang pembaruan Islam, sebenarnya adalah sebuah respon intelektual terhadap kondisi sosial
politik umat Islam yang ketika itu berada dalam posisi periferal dalam menghadapi kebijakan “era pembangunan”
Orba
yang berparadigma modernisasi. Para senior tokoh Islam modernis menunjuk
-
kan sikap ragu terhadap kebijakan politik pemerintah
Orba
itu, bahkan mereka berapologi dengan menolak modernisasi karena dinilai sebagai
westernisasi atau sekularisasi. Sikap seperti ini melahirkan kesan yang kurang menguntungkan, yakni bahwa Islam itu tradisonalis, anti
modernisasi, anti pembangunan dan bahkan anti Pancasila.
95
Hampir tiga tahun kemudian, NCM mengisi acara pada bulan Oktober 1972 di Taman Ismail Marzuki TIM yang diselenggarakan
Dewan Kesenian Jakarta dengan menjelaskan kembali tesisnya dengan judul “Menyegarkan Paham Keagamaan di Kalangan Umat
Islam Indonesia” yang menyinggung tentang “paham apolegetik” khususnya konsep “Negara Isl
am”
yang merupakan suatu bentuk apolegetis umat Islam terhadap ideologi-ideologi modern seperti
94
Budhy Munawar
-
Rachman, “Nurcholish Madjid dan Perdebatan Islam di Indonesia”dalam Abdul Halim, ed.,
124. Tulisan
-
tulisan yang memberi tanggapan itu a.l. Rusydi, “Pembaruan Nurcholish Madjid” Mercu
Suar 2911970. Hermansjah Nasirun, “Tentang Ceramah Madjid Mercu suar, 321970. Muhammad Natsir, “Arahkan Kegiatan pada masalah
Kemahasiswaan” Abadi, 2931970. M. Amien Rais, “Tanggapan terhadap Pendapat Nurcholish Madjid, Kedaulatan Rakyat, 25
-
3031970. Ahmad Wahib, “Dialog Pembaruan Pemikiran Islam” Mercu suar, 6
-
741970. Endang Saefuddin, “Pembahasan terhadap Prasaran Drs. Nurcholish Madjid” Masyarakat,
AprilMei1970. Saifuddin Anshari, “Sebuah Catatan atas Wawancara sdr. N. Madjid” Panji Masyarakat, 71970. Dr. A. Mukti Ali, Sekularisme”
Panji Masyarakat, no. 73
-
741971. RM Samhudi, “Saya Kembali dengan Rasa Kecewa” Masa Kini, 1351972. Ahmad Basuni, “Memahami dan Melaksanakan
Ajaran Islam, Sebuah Komentar terhadap Pendapat Drs. N. Madjid” Panji Masyarakat, 15
-
1751972. Syaichu Usman, “Keseimbangan yang Dinamis: Jalan Keluar dari Perdebatan” Panji Masyarakat, 10
-
1251970.
95
M. Syafi’i Anwar, “Sosiologi Pembaruan Pemikiran Islam Nurcholish Madjid”, 525.
Koreksi Terhadap Drs. Nurcholish Madjid tentang Sekularisasi
semau gue
Islam Kemodernan dan Keindonesiaan,
Koreksi Terhadap Drs. Nurcholish Madjid tentang Sekularisasi
The Sacred Canopy: Elements of Social Theory of Religion
1 1 1 demokrasi, sosialisme, komunisme dsb bersumberkan pemikiran
legalisme terhadap ketentuan
-
ketentuan hukum fikih fikihisme
,
96
dan
pernyataannya ini pun mendatangkan reaksi keras juga. Salah seorang tokoh Islam yang memberikan reaksi keras
adalah Guru Besar IAIN, M. Rasjidi dengan menganalisis secara sistematis dan serius dengan mengungkapkan tulisan NCM secara
singkat yang akan dikritiknya lalu dianalisis dan dinilai
dalam sebuah
tulisan yang berisi koreksi berjudul Jakarta: Bulan Bintang, Cetakan I,
1972. Seperti tertulis dalam judul buku itu
,
koreksi M. Rasjidi ditujukan kepada penggunaan istilah “sekularisasi”. Menurutnya
akibat yang akan ditimbulkan oleh “sekularisasi” tidak lain kecuali
“sekular
isme” yaitu pemisahan pola kehidupan antara keagamaan kenegaraan. Tidak mungkin ada “sekularisasi” tanpa “berujung pada
sekula
-
risme”.
“Kalau soalnya sebagai yang dituturkan oleh saudara Nurcholish, maka segala sesuatu telah menjadi arbitrer atau
”.
97
Pada awalnya, NCM merasa perlu memberikan penjela
san
96
Nurcholish Madjid, “Menyegarkan Paham Keagamaan di Kalangan Umat Islam Indonesia” dalam Nurcholish Madjid,
253-255.
97
M. Rasjidi, Jakarta, Bulan Bintang, Cetakan I, 1972, 13. Ada dua macam
sekularisme menurut Peter L. Berger , New York, Doubleday and Company, Inc., 1969 yaitu
sekularisme objektif dan sekularisme subjektif. Sekularisasi objektif terjadi bila secara struktural atau institusional terdapat pemisahan antara agama dengan
lembaga
-
lembaga lain. Sekularisasi subjektif terjadi bila pengalaman sehari
-
hari tidak dapat lagi dipetakan dalam agama, ada pemisahan pengalaman hidup
dengan pengalaman keagamaan. Sekularisme objektif dalam politik diwujudkan dalam pemisahan antara negara dan agama. Negeri Islam ng terang
-
terangan
me
nganut sekularisme ialah Turki. Kemalisme Kemal Ataturk, 1881
-
1938 berusaha menghilangkan pengaruh ulama dan pemimpin tarekat pada negara.
Gerakan sekularisme Turki mempunyai pengaruh pada pertumbuhan nasionalisme Indonesia, sehingga sebelum kemerdekaan sering dibedakan dua kelompok
nasionalis, nasionalis sekular dan nasionalis Islam. kipun secara resmi Indonesia adalah Negara Pancasila, tidak sekular tapi bukan negara agama, isu
“nasionalis sekular dan nasionalis Islam dengan baju baru tetap ada dalam politik praktis dipersangkakan ada “ABRI Merah
-
Putih” dan “ABRI Hijau”. Sekularisasi
niyat
Identitas Politik Umat Islam
Kesaksian Intelektual Mengiringi Kepergian Sang Guru Bangsa
Islam Kemodernan dan Keindonesiaan
1 1 2 lebih lanjut bahwa dirinya membedakan antara “sekularisasi” dan
“sekularisme”, sekularisasi yang NCM maksudkan adalah ng bersifat sosiologis seperti yang digunakan oleh Talco
t
t Parsons dan Robert N. Bellah, bukan filosofis.
98
Yudi Latif menuliskan bahwa ‘sekularisasi’ menurut NCM sebenarnya adalah ‘rasional i’, maka
ada benang merah antara pemikiran NCM terdahulu yang menegaskan bahwa modernisasi adalah rasionalisasi bukan wester
-
nisasi.
99
Pada bagian akhir penjelasannya tentang kontroversi konsep sekularisasi dengan rendah hati NCM menerima alasan keberatan Pak
Rasjidi atas penggunaan konsep sekularisasi yang digunakannya: “…, cukup sulit untuk menentukan kapan proses sekularisasi, dalam
makna sosiologisnya, berhenti dan berubah menjadi proses penerapan sekularisme filosofis itu…. Jika benar dugaan ini, maka keberatan Pak
Rasjidi itu cukup beralasan dan dapat diterima.”.
100
Seraya dia menyimpulkan dengan ajakan untuk tidak menggunakan istilah-istilah
itu lagi dan lebih baik menggantinya dengan istilah
-
istilah teknis yang lebih netral.
Paham rasional NCM itu kemudian mendorongnya untuk ikut berkampanye bagi PPP pada tahun 1977 yang menimbulkan
subjektif dapat terjadi pada siapa saja, misalnya dalam penelitian fisika untuk contoh seorang ilmuwan, hasil penelitian orang beragama sama saja dengan hasil
pe
nelitian dengan orang kafir, karena Tuhan itu Maha Adil, tidak pilih kasih dalam
hal-
hal yang memang objektif. Perbedaannya terletak bahwa g sekular mengadakan subjektivikasi pada pengalamannya, sedang orang beriman
mengadakan internalisasi. Dalam hal fisika orang sekular akan berhenti dengan berpikir bahwa ia telah menemukan salah satu hukum Alam, sedang orang beriman
akan pergi lebih jauh dengan mengatakan bahwa hukum Alam itu juga h
ukum
Tuhan. Dengan kata lain perbedaan itu tidak terletak di ujung, tapi di pangkal, dalam perorangan. Lihat Kuntowijoyo, “Demokrasi Agama” dalam Kuntowijoyo,
Bandung, Mizan bekerjasama dengan majalah Ummat, Cetakan I, Mei 1997, 174-176.
98
Nurcholish Madjid, “Seku
larisasi Ditinjau Kembali”, 258.
99
Yudi Latif, “Cak Nur, Kekuatan Satu Visi”, dalam Muhammad Wahyuni Nafis dan Achmad Rifki, ed.
, 142.
100
Nurcholish Madjid, “Sekularisasi Ditinjau Kembali”, dalam , 260.
underdog check and balance
subcontinent
Demokrasi Religius
Surat-
Surat Politik Nurcholish Madjid
-
Mohamad Roem Tidak Ada Negara Islam
1 1 3 pertanyaan bukankah itu bertentangan dengan pemikiran iknya?
Dalam kampanye PPP itu, dia mengemukakan teori “memompa ban kempes” yaitu pemikiran agar mahasiswa memilih partai politik,
misalnya PPP atau PDI, ketimbang Golongan Karya Golkar
yang didukung oleh militer, mesin birokrat dan money 3M sudah dapat
dipastikan menang. Jadi PPP itu seperti sebuah becak yang gembos bannya sehingga sulit berjalan, maka NCM berkampanye untuk
berusaha memompa ban PPP yang pada saat itu berada dalam posisi
dan paling memungkinkan untuk dijadikan sarana mendorong keseimbangan. Dengan begitu NCM sebenarnya telah
mengemukakan pemikiran politiknya tentang
yang menja
di salah satu hal penting dalam demokrasi.
101
Jadi pemihakannya kepada PPP untuk menunjukkan bahwa dia beroposisi
kepada pemerintah, tapi loyal kepada negara, loyal kepada cita
-
cita bersama membangun demokrasi Pancasila.
Sejak tahun 1978 sampai tahun 1984
,
NCM pergi belajar filsafat Islam di University of Chicago, Amerika Serikat. Tanggal 23
Maret 1983 sampai dengan 15 September 1983, ketika dirinya kuliah di sana, dia berkirim surat dengan Mohamad Roem mendiskusikan
te
ntang topik “Tidak Ada Negara Islam”. Pemicunya adalah tulisan M. Amien Rais di majalah Panji Masyarakat, no. 3761982
dengan
judul “Tidak Ada Negara Islam”. Menurut NCM jelas sekali sebutan “Negara Islam” yang formalistik itu tidak pernah digunakan, baik
oleh Nabi sendiri maupun para peng
-
gantinya selama berabad
-abad,
dan jelas sekali pula bahwa ia muncul di kalangan umat han sebagai gejala di zaman modern ini.
102
Istilah “negara Islam” seperti Republik Islam baru muncul setelah negara Pakistan berdiri. Dahulu wilayah
India itu dikuasai kekuasaan Moghul Islam, padahal mayoritas penduduknya Hindu. Ketika India merdeka dari Inggris
tahun 1947, orang Islam sadar bahwa tak mungkin lagi berkuasa,
101
Idris Thaha, , 94.
102
Nurcholish Madjid, “Menyambung Matarantai Pemikiran yang Hilang” dalam Agus Edy Santoso, eds.,
Jakarta, Djambatan, Cetakan ketiga, edisi revisi, 2004, 29.
Menelusuri Kekeliruan Pembaruan Pemikiran Islam Nurcholish Madjid
Menelusuri Kekeliruan Pembaruan Pemikiran Islam Nurcholish Madjid
1 1 4 karena dari segi pendidikan saja kalah dari orang Hindu. Secara
psikologis bisa dimengerti kalau mereka akhirnya merasa perlu mendirikan negara sendiri. Islam lalu dipakai sebagai
identifikasi nasional, sehingga Pakistan kemudian disebut sebagai
n
egara Islam.
103
Atas pendapat NCM tentang tidak ada negara Islam dan keberatannya untuk masuk partai politik Islam seperti dalam
pernyataannya “Islam Yes, Partai Islam No?” kemudian mendapat kritikan Abdul Qadir
Dj
aelani l. 1939 dalam bukunya berjudul Bandung, Yadia, 1994. Menurutnya, NCM harus ikut
bertanggung jawab terhadap kemerosotan posisi partai
-
partai politik Islam di Indonesia, karena persetujuannya dengan Undang
-Undang
No. 81985, yang menyatakan bahwa semua partai politik dan organisasi massa harus menjadikan Pancasila sebagai satu
-
satunya asas. Dia menolak pernyataan NCM bahwa umat Islam meninggalkan
partai Islam karena isu yang dikemukakan oleh partai
-
partai Islam itu
sud
ah tidak menarik lagi atau sudah usang. Mereka melakukan hal itu, menurut Djaelani, karena telah dipaksa oleh rezim penguasa
Orba
untuk menyalurkan aspirasi politik mereka hanya ke Golkar. Oleh karena itu, dia menegaskan, meskipun dalam realitasnya berasas
Pancasila, partai politik seperti PPP masih berfungsi sarana yang amat penting untuk menyuarakan aspirasi politik umat Islam
Indonesia.
104
Jadi Djaelani dalam hal ini mengkritisi kebijakan politik rezim Orba dan menumpahkannya kepada NCM untuk bertanggung
jawab atas kekalahan um
at Islam Indones
ia akibat dari kebijakan itu. Sesungguhnya perbedaan pandangan di kalangan umat Islam
tentang hubungan antara Islam dan negara antara kelompok formalis dan substansialis disebabkan karena perbedaan pandangan mereka
tentang kesempurnaan ajaran Islam. Islam merupakan agama sempurna yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang meliputi
103
Nurcholish Madjid, “Negara Islam: Produk Isu Modern”
, 157-
158.
104
Abdul Qadir Djaelani, Bandung, Yadia, 1994, 37
-
39.
nation state
k alimatun sawa
common platform
civil society
Islam dan Civil Society
Pa
ndangan Muslim Indonesia
Cita-
Cita Politik Islam Era Reformasi
1 1 5 ekonomi, sosial keagamaan dan politik, tapi persoalannya ialah
bagaimana memahami sifat sempurna itu, khususnya berkenaan dengan hubungan antara Islam dan negara sehingga dapat sejalan
dengan prinsip dasar Islam. Di sinilah NCM
memberi
kan pemahaman dengan arah baru pemikiran keislaman dengan menekankan
pentingnya deideologisasi
agama, rasionalisasi,
modernisasi masyarakat,
demokrasi, keadilan
sosial, pluralisme,
dan inklusivisme.
105
Sebab menuru
t
nya
,
sekalipun nilai
-
nilai ajaran Islam itu bersifat universal, pelaksanaan ajarannya sendiri ut
lingkungan sosiokultural masyarakat Indonesia secara keseluruhan, termasuk didalamnya lingkungan politik dalam kerangka
negara bangsa
, maka setiap langkah melaksanakan ajaran Islam di Indonesia harus memperhitungkan kondisi sosial
budaya yang ciri utamanya adalah pertumbuhan, perkembangan dan
kemajemukan.
106
Dalam konteks ini, secara politik dia melihat bahwa Pancasila adalah
atau yang
mempertemukan gagasan keisla
-man dan keindonesiaan.
Jadi, berdasarkan keinginan untuk mengintegrasikan pembaru
-
an pemikiran keislaman, keindonesiaan dan kemoderenan inilah, NCM mengemba
n
gkan wacana yang mengandung muatan kontroversial semisal sekularisasi,
liberalisasi dan anjuran meninggalkan wacana negara Islam ke arah Islam kultural, misa
lnya
tentang keadilan, demokrasi, hak asasi manusia, inklusivisme Islam dan pluralisme Islam. Dari sini ia mulai meluncurkan pemikiran
, istilah yang diterjemahkannya menjadi “masyarakat madani” bercirikan masyarakat egaliter, demokratis dan inklusif, dengan
mengacu kepada Piagam Madinah
seb
agai model.
107
Dan semua itu yang menjadi pangkal tolaknya ialah teologi inklusiv yang berpijak
pada semangat humanitas dan universalitas Islam dalam arti bahwa
105
Hendro Prasetyo dan Ali Munhanif, eds., Jakarta, Gramedia Pustaka Utama
-
PPIM IAIN Jakarta, Cetakan I, 2002, 238-241.
106
M. Syafi,i Anwar, “Sosiologi Pembaruan Pemikiran Islam Nurcholish Madjid”, 522-
5
23.
107
Budhy Munawar
-
Rachman, “Kata Pengantar,” dalam Nurcholish Madjid,
, xviii-xix.
fit} rah
open religion
al-islam al-islam
al-islam ber-islam
al-islaam par excellence al-islam
1 1 6
Islam merupakan agama yang sesuai dengan
kemanusiaan yang menjadikan cita
-
cita Islam sejalan dengan cita
-
cita kemanusiaan pada umumnya karena misi Nabi Muhammad saw sebagai rahmat bagi
semesta alam dan Islam secara sosiologis merupakan agama yang
berwatak kosmopolitan.
108
Ciri lain teologi inklusif adalah memberikan formulasi bahwa Islam itu merupakan agama terbuka
, karena ia meno
-
lak eksklusifisme dan absolutisme, dan memberikan apresiasi yang tinggi terhadap pluralism
e
yang menjadi komitmen dan
paradigma
teologi inklusif yang terpenting.
109
Bagi NCM karena kitab suci Al
-
Qur’an mencantumkan bahwa manusia diciptakan berbangsa
-
bangsa dan bersuku
-
suku agar mereka saling mengenal dan
menghargai,
110
maka bukan saja Islam memandang bahwa pluralitas itu merupakan suatu kenyataan sejarah manusia, tapi juga berarti bahwa pluralitas itu
meningkat menjadi pluralisme, yaitu suatu sistem nilai yang memandang secara positif
-
optimis terhadap kemajemukan itu sendiri,
108
M. Syafi,i Anwar, “Sosiologi Pembaruan Pemikiran Islam Nurcholish
Madjid”, 531.
109
M.Syafi,i Anwar, “Sosiologi Pembaruan Pemikiran Islam Nurcholish
Ma
djid”, 532.
B
erdasarkan pemahaman NCM terhadap beberapa ayat al
-
Qur’an S.
Yu
nus 10:71
-
72, S. al
-Baqa
rah 2:131 Serta S. al
-
Baqa rah 2:132., dia
menegaskan bahwa agama para nabi terdahulu adalah semuanya dan dalam
menjelaskan hal ini dia merujuk tafsir Abdullah Yusuf dan tafsir Muhammad Asad.
D
alil universalisme seperti tersurat dalam al
-
Qur’an dinyatakan bahwa yang pertama kali menyadari
atau sikap pasrah kepada Tuhan sebagai perintah inti agama ialah Nabi Nuh, kemudian perintah
ditegaskan kepada Nabi Ibrahim, yang mewasiatkannya kepada anak keturunannya. Salah satu
dari keturunan itu adalah Nabi Ya’qub atau Israîl artinya, hamba Allah dari jurusan Nabi Ishaq, salah seorang putera Ibrahim. Wasiat Ibrahim dan Ya’qub itu kemudian
menjadi dasar agama-agama Israîl, yaitu yang sekarang bertahan, agama
-
agama Yahudi dan Kristen. Atas dasar ini NCM menegaskan bahw dikarenakan agama
yang
d
ibawa oleh Nabi Muhammad saw pun secara sadar dengan terang benderang mengajarkan sikap pasrah kepada Tuhan, maka disebut agama Islam dengan I
besar yang menjadi agama , namun bukan satu
-
satunya dan tidak unik dalam arti berdiri sendiri, melainkan tampil dalam rangkaian dengan
agama
-agama yang lain.
110
QS. Surat Al
-Hujura
t 48: 13.
ahl al-Kitab k
alimah sawa
committed
Islam Doktrin dan Peradaban Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemoderenan
Islam Doktrin dan Peradaban Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemoderenan
Islam Doktrin dan Peradaban Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemoderenan
1 1 7 dengan menerimanya sebagai kenyataan dan berbuat sebaik mungkin
berdasarkan kernyataan itu.
111
Hal itu berarti juga bahwa ajaran Islam mamandang bahwa kondisi sosial
-
budaya dengan pola kemajemukan selalu memerlukan adanya sebuah titik temu dalam nilai kesamaan dari semua kelompok
yang ada. Dalam al
-
Qur’an pun ada perintah Allah swt kepada Nabi Muhammad saw untuk mengajak kaum
bersat
u dalam satu pandangan yang sama
,
112
yaitu paham Ketuhanan Yang Maha Esa.
113
Maka dalam sejarah Islam di Madinah, Nabi Muhammad saw berusaha mencari titik pertemuan dengan
berbagai golongan di Madinah dengan terlebih dahulu mengakui hak eksistensi masing
-
masing kelompok, dalam dokumen yang terkenal sebagai “Konstitusi Madinah”. Dan Khalifah kedua , Umar ibn al-
Khattab, meneruskan sunnah Nabi itu dalam sikapnya terhadap penduduk Yerusalem dalam dokumen yang kemudian dikenal dengan
“Piagam Aelia” karena Yerusalem saat itu juga dikenal dengan sebutan Aelia.
114
Pemikiran teologi inklusif NCM ini, menurut beberapa pengamat sebagai gagasan yang
terhadap
fenomena plural-
isme agama dan sangat relevan dan kontekstual. Gagasan NCM mengenai pluralisme pun mendapat kritikan
antara lain dari Adian Husaini yang mengeritik NCM dan yang menurutnya kader
-
kader NCM seperti Budhi Munawar
-
Rachman, Ulil Abshar Abdalla dan Sukidi dengan mengata
-
kan bahwa istilah
111
Nurcholish Madjid, , lxxv.
112
QS. Surat Ali
-
Imran 3: 64. Artinya: Katakanlah: “Hai ahli Kitab, marilah berpegang kepada suatu kalimat ketetapan y g tidak ada perselisihan
antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak pula se gian kita menjadikan
sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang
-
orang yang berserah diri kepada Allah”.
113
Nurcholish Madjid, , lxxvi.
114
Nurcholish Madjid, , lxxvi.
al-islam par excellence al-islam
Islam Liberal
Pluralisme Agama dan Diabolisme Intelektual
Islam Liberal Pluralisme Agama dan Diabolisme Intelektual
Islam Doktrin dan Peradaban
al-
Isl
am
1 1 8 pluralisme agama adalah istilah khas dalam teologi yang tidak bisa
didefinisikan sesuka hati. Menurut Adian Husaini para penganut paham ini sudah mempunyai definisi sendiri. Karena itu dia
berkesimpulan bahwa paham pluralisme agama menolak kebenaran eksklusif akidah Islam dan mempersamakan Islam dengan mua
ag
ama.
115
Selain itu Adian Husaini pun mengeritik bahwa pemikiran Islam inklusiv ini bukan sekedar wacana, melainkan sudah diterapkan
di SD
-
SMA Sekolah Madania, sekolah milik Yayasan Wakaf Paramadina dengan ketentuan menghormati orang yang berbeda
agama lalu tidak diklaim kafir. Agama lain tidak disebut sesat dan menyesatkan. Dari sini dimulai langkah pertama untuk bisa menerima
persahabatan dan pertemanan dalam dunia sekolah. Padahal, menurut Adian Husaini, konsep teologi inklusiv atau pluralism
e yang
mengakui kebenaran semua agama, seperti yang disampaikan para tokoh Islam di Indonesia itu jelas
-
jelas bertentangan dengan konsepsi tauhid Islam yang secara tegas disebutkan dalam al
-Qur’an.
116
Jadi
dalam pandangan Adian Husaini itu, paham teologi inklusiv dan pluralisme NCM itu memandang bahwa semua agama itu benar dan
mempersamakan Islam dengan semua agama, padahal anggapan itu tidak sesuai dengan pernyataan NCM yang menandaskan bahwa
agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw adalah agama Islam dengan I besar yang menjadi agama
, namun bukan satu
-
satunya dan tidak unik dalam arti berdiri sendiri, melainkan tampil dalam rangkaian dengan agama
-
agama yang lain.
117
115
Adian Husaini,
,
, 12
-
18.
116
Adian Husaini, ,
Surabaya, Risalah Gusti, Cetakan I, 2005, 44. Ayat al
-Qur’an
dimaksud adala Surat A li Imra
n 3: 19. Artinya “Sesungguhnya agama di sisi Allah hanyalah Islam”.
117
Nurcholish Madjid, , 429. Dalam karya
tulisnya yang berjudul “Islam di Indonesia: Masalah Ajaran Universal dan Lingkungan Budaya Lokal”, NCM merujuk pendapat Ibn Tay yah yang
menyatakan bahwa Islam atau yang dimaksud sebagai hukum
ketundukan makhluk kepada Khaliknya adalah “Islam umum” yang tidak terbatas
Islam Agama Kemanusiaan Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam Indonesia
1 1 9 Tanggal 29 Juli 2005, Majelis Ulama Indonesia MUI
mengeluarkan Fatwa Nomor 7MUNAS VIIMUIII2005 tentang Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama yang berdasarkan
pertimbangan so
sial-
politik dan diselaraskan dengan pandangan- pandangan teologis berdasarkan ayat
-
ayat al
-
Qur’an: Surat
A
li
Imra
n 3: 85 dan 19, Surat al
-
Ka firu
n 109: 6, Surat al
-Ahzab
33: 36, Surat ‘Abasa 80: 8-9, Surat al
-Qas}as
{ 28: 77, Surat al-
An’a
m 6: 116, dan Surat al
-Mu’minu
n 23: 71.
118
Dari
pertimbangan inilah MUI kemudian membuat definisi sendiri istilah sekularisme, liberalism
e dan pluralisme sbb.
Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran
setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja
yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan
berdampingan hidup di
surga
. Pluralitas agama adalah sebuah kenyataan bahwa di
n
egara atau daerah tertentu terdapat berbagai pemeluk agama yang
hidup secara berdampingan. Liberalisme adalah memahami nash-nash agama al
-
Qur’an Sunnah dengan menggunakan akal pikiran yang bebas dan
hanya menerima doktrin
-
doktrin agama yang sesuai dengan akal pikiran semata.
Sekularisme adalah memisahkan urusan dunia dari agama hanya digunakan untuk mengatur hubungan pribadi dengan
oleh ruang dan waktu dan juga merupakan agama semua Na dan Rasul, maka dalam pengertian itu pulalah terdapat salah satu makna penting universalisme “Islam
khusus”,
yaitu Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, penutup para Rasul. Lihat Nurcholish Madjid,
Jakarta, Paramadina, Cetakan I, Juli 1995, xii
-xiv.
118
Diantaranya QS. Surat A li Imra
n 3: 19. Artinya: Sesungguhnya agama di sisi Allah hanyalah Islam.
1 2 0 Tuhan, sedangkan hubungan sesama manusia diatur hanya
dengan berdasarkan kesepakatan sosial.
119
Berdasarkan definisi tersebut, MUI pun membuat ketentuan hukum, yaitu bahwa:
Pluralisme, sekularisme dan liberalisme …
adalah paham yang
bertentangan dengan ajaran Islam. Umat Islam haram mengikuti paham pluralisme, sekularisme dan liberalisme
agama. Dalam masalah akidah dan ibadah, umat Islam wajib bersikap eksklusif, dalam arti
haram mencampur-
adukkan akidah dan ibadah umat Islam dengan akidah dan ibadah
pemeluk agama lain. Bagi masyarakat muslim yang tingga bersama pemeluk agama lain pluralitas agama, dalam
masalah sosial yang tidak berkaitan dengan akidah dan umat Islam bersikap inklusif, dalam arti tetap m
elakukan
pergaulan sosial dengan pemeluk agama lain sepanjang tidak saling merugikan.
120
Perbedaan definisi tentang pluralisme terlihat antara pengertian pluralisme yang dikeluarkan dalam fatwa MUI Nomor 7MUNAS
VIIMUI2005 dengan definisi pluralisme yang dimaksudkan oleh NCM terlihat bahwa MUI membawa terma ini ke dalam wilayah
teologis, sementara NCM lebih membatasinya pada tataran pengertian sosiologis dengan mengakui kesamaan fungsi dan kedudukan semua
agama dalam rangka membangun saling pengertian dan saling menghormati antar sesama pemeluk agama. NCM hanya mengakui
bahwa semua agama itu sama
-
sama benar bagi pemeluknya sehingga tidak terjadi saling melecehkan antar sesama pemeluk agama.
Sedangkan MUI menilai bahwa pluralisme itu sama dengan relati- visme.
Tanda pluralism
e
yang benar, menurut Frans Magnis Suseno, adalah pengaku
-
an terhadap perbedaan di antara agama
-
agama dan
119
Majelis Ulama Indonesia MUI, Fatwa Nomor 7MUNAS VIIMUI II2005.
120
Majelis Ulama Indonesia MUI, Fatwa Nomor 7MUNAS VIIMUI II2005.
common platform
civil society
genuine engagement of diversities within the bond of civility
check and balance
Islam and Universal Values Pemikiran dan Aksi Islam Indonersia
Demokrasi Religius
1 2 1 kesediaan menerima kenyataan bahwa manusia mempunyai agama
yang
berbeda, hal itu tidak sama dengan relativisme yang menolak pluralitas dan toleransi, karena relativisme menuntut agama
melepaskan terlebih dahulu keyakinan subjektivitas mereka, bahwa mereka benar. Sedangkan pluralism
e
mengakui kebenaran agama
masing-
masing, namun pada saat yang sama mendukung upaya pencarian titik
-
titik persamaan dalam nilai
-
nilai yang berbeda.
121
Menurut NCM, fakta bahwa Islam memperkuat toleransi dan memberikan apresiasi terhadap pluralism
e
, sangat kohesif dengan nilai
-
nilai Pancasila yang sejak awal mencerminkan tekad dar berbagai golongan dan agama untuk bertemu dalam titik kesamaan
dalam kehidupan bernegara. Ia melihat ideologi Pancasilalah yang telah member
i
kerangka dasar bagi masyarakat Indonesia dalam masalah pluralism
e
keagamaan.
122
Dengan demikian, diharapkan pemikiran itu dapat memberikan alternatif
untuk
memperkaya dan memperkuat masyarakat sivil melalui
modal saling memahami dan bertoleransi. Menurutnya pluralism
e
harus dipahami sebagai “pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan- ikatan keadaban”
. Oleh karena itu, pluralisme menjadi suatu keharusan bagi keselamatan umat manusia, termasuk masyarakat Indonesia, antara
lain melalui mekanisme pengawasan dan pengimbangan yang dihasilkannya, hal ini justru sangat dibutuhkan
masyarakat Indonesia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
123
Sebagai suri teladan umat manusia, Nabi Muhammad saw telah memberi contoh bagaimana mewujudkan semangat Ket nan
Yang Maha Esa yang bersambung langsung dengan wawasan sosial keagamaan dan politik yang berjiwa paham kemajemukan pluralis
dan yang serba meliputi inklusif itu dalam Masyarakat Madinah.
121
Frans Magnis Suseno, “Islam’s Contribution to a Pluralism Indonesia”, dalam Farinia Fianto, ed.,
Jakarta, ICIP, First edition, 2008, 39.
122
M. Syafi’i Anwar, , 230.
123
Idris Thaha, , 103.
civil society
civil society
good state
civilization madaniyyah
civil madani
civil society m
adani madinah
tamaddun madani
civil al-ahkam al-madaniyyah
civil law al-
qanun al-madani civil code
al- mujt
ama al-madani civil society
1 2 2 Dikaitkan dengan perkembangan global yang menyangkut bangsa
Indonesia sekarang, wawasan Madinah itu bersambung langsung
den
gan perjuangan mengembangkan masyarakat madani,
.
124
Vaclac Havel, seorang pejuang dan cendikiawan yang kemudian menjadi Presiden Cekoslowakia, menggambarkan
masyarakat madani sebagai masyarakat yang dijiwai oleh cita
-
rasa baik
, yang merupakan manifestasi nyata kepekaan manusia kepada dunia, lingkungan, dan rakyat. Dia berpikiran
menuju ke arah terbentuknya semacam masyarakat madani global, yang menekankan kembali nilai
-
nilai yang tidak dikembangkan dalam politik dunia sekarang ini, yaitu keadaban, cit
-
rasa baik, kejujuran, dan di atas semuanya, rasa tanggungjawab. Bagi NCM, pengertian
Havel itu mengarah kepada pengertian kemanusiaan suci primordial yang lebih menyeluruh, yaitu fitrahnya dari Tuhan atau kesucian yang
memanc
ar dalam pola kehidupan umum, sehingga
manusia
mendapatkan segala kebaikan kemanusiaan seperti yang dicontohkan Nabi di Madinah. Oleh karena itu masyarakat Madinah menjadi tolok
ukur peradaban, sehingga peradaban atau disebut
“madaniah” , dan yang beradab atau
adalah
“madani”
.
125
Masykuri Abdillah mengeritik konsep
masyarakat madani yang dikemukakan oleh NCM sebagai “masyarakat berperadaban” berdasarkan kata “
” yang berasal dari kata “
” kota dan peradaban, karena
menurutnya dalam bahasa Arab kata “ ” berarti juga “
”,
seperti kata-kata “ ”
atau “ ”
dan hal ini pun dibuktikan bahwa semua intelektual Muslim di Timur Tengah menggunakan kata
untuk menerjemahkan . Masykuri
124
Nurcholish Madjid, “Mewujudkan Masyarakat Madani di Era Refor-
masi”, 16-
21.
125
Nurcholish Madjid, “Mewujudkan Masyarakat Madani di Era Refor-
masi”, 21.
pertama,
kedua, ketiga,
keempat,
Tharikat Nurcholishy Jejak Pemikiran dari Pembaharu sampai Guru Bangsa
Begawan Jadi Presiden Cak Nur Menuju
Istana
1 2 3 Abdillah menegaskan “Saya setuju sepenuhnya dengan konsep Cak
Nur tentang konsep masyarakat berperadaban, tetapi hen Cak Nur tidak menggunakan istilah “masyarakat madani” untuk konsep
ini, karena istilah ini sudah memiliki pengertian sendiri.
126
Syamsuddin Haris, peneliti LIPI, mengatakan tentang pencalonan NCM sebagai capres bahwa perjuangannya untuk
merebut kursi presiden bukanlah suatu jalan yang rata dan mulus, selain kendala kons
tit
usi yang mengharuskan pencalonan pasangan presiden dan wakil presiden melalui partai atau gabungan partai,
N
CM jug
a
akan menghadapi capres
-cap
res partai lain yang lebih tangguh, seperti Megawati Soekarnoput
ri d
ari PDI-P dan M. Amien Rai
s
dari PAN.
127
Kecuali itu, dia menyebut empat kendala yang akan dihadapi NCM
sebel
um secara resmi menjadi capres, resistensi internal partai yang menyebutkan bahwa jabatan publik
seperti presiden harus berasal dari dalam partai yang berkeringat; adanya pan
da
ngan yang mengatakan, tokoh
-tokoh masyarakat,
seperti NCM lebih pantas menjadi pengawal hati nurani; munculnya kekhawatiran bahwa kesediaan NCM ikut konvensi Partai
Golkar akan disalahgunakan kalangan partai beringin untuk merebut simpati publik, dan membersihkan kotoran Golkar menjelang
Pemilu 2004; dan
munculnya kekhawatiran lainnya, bahwa kesediaan N
CM
menjadi capres akan mempertajam persaingan antartokoh
-
tokoh Islam yang berada di partai politik, seperti M. Amien Rais, Hamzah Haz, dan lainnya.
Sebulan setelah mengumumkan kesiapannya mengikuti konvensi Partai Golkar, NCM secara resmi menyatakan urung dari
penjaringan calon presiden itu, tepatnya pada Kamis, 31 Juli 2003. NCM menjelaskan ada kesenjangan etika antara dirinya dan konvensi,
126
Masykuri Abdillah, “Cak Nur, Politik Islam dan Cita
-
Cita Reformasi”, dalam Jalaluddin Rakhmat, et al.,
Yogyakarta, Pustaka Pelajar, Cetakan I, Oktober 2008, 371.
127
Syamsuddin Haris, “Menimbang Pencalonan Cak Nur”, dalam Ahmad Gaus AF dan Yayan Hendrayani, ed.,
, Jakarta, KPP Kelompok Paramadina, Cetakan I, Agustus 2003, 5
-
9.
platfo rm
Demokrasi Religius Begawan Jadi Presiden Cak Nur
Menuju Istana Begawan Jadi Presiden Cak Nur Menuju
Istana
1 2 4 karena adanya pert
a
nyaan dari beberapa tokoh Partai Golkar yang berkaitan dengan “gizi” ketika NCM menyampaikan visi dan misi di
beberapa daerah kantong Partai Golkar. NCM dengan tegas mengatakan bahwa “gizi” yang dipertanyakan kalangan partai itu
adalah identik dengan “uang”. Menurutnya pertanyaan soal “gizi” atau “uang” itu tidak sesuai dengan platform politik yang ia ajukan.
128
K
ontroversi pun terjadi dalam masyarakat, baik dari kalangan politisi, intelektual maupun aktivis tentang munculnya N
CM
dalam kancah pemilihan presiden. Ada yang berbasa
-
basi formal bahwa pencapresan NCM akan menjadikan pemilu 2004 sebagai pesta
demok
r
asi yang sesungguhnya, namun masyarakat umum terutama memberikan respon
s
bahwa mereka menunjukkan kerinduan rakyat terhadap adanya
yang selama ini tidak pernah terasakan wujudnya dalam gagasan maupun pelaksanaan.
129
Sementara yang lainnya merespon dengan nada sedikit pesimis
,
bahwa NCM akan menghadapi banyak kendala dan hambata
n
yang tentunya akan
menghadang langkah dan jalan pencalonannya sebagai presiden.
Dem ikian pula M . A lfan A lfian M melihat beberapa kelemahan yang ada pada diri NCM dalam pencalonannya sebagai
capres. Menurutnya NCM tidak memimpin sebuah ormas Islam, seperti Abdurrahman Wahid yang memimpin NU atau M. Amien Rais
yang pernah menjabat sebagai ketua PP Muhammadiyah. Meskipun memang pernah dua kali dia memimpin organisasi mahasiswa Islam
seperti HMI, tapi jabatan itu telah lama dipikulnya.
130
N
CM jug
a
tidak bergerak pada tataran
massa, seper
ti partai politik yang menjadi
s
alah satu syarat untuk menuju capres. Selama ini, ia hanya bergerak dalam ranah ide, gagasan dan
konsep
yang terbatas pada segmen kelas menengah perkotaan. Kelemahan lainnya, NCM tidak pernah
128
Idris Thaha, , 86.
129
Veven Sp. Wardhana, ”Platform Capres atau Capres Platform”, dalam Ahmad Gaus AF dan Yayan Hendrayani, ed.,
, 43.
130
M. Alfan Alfian M., “Konsekuensi Kesediaan Cak Nur”, d Ahmad Gaus AF dan Yayan Hendrayani, ed.,
, 11
-
12.
Pertama,
Kedua,
Ketiga,
Begawan Jadi Presiden Cak Nur Menuju Istana
1 2 5 secara langsung mencemplungkan diri ke dalam kepengurusan partai
politik dan belum berpenga
-
laman sebagai orang dalam sistem.
S
enada dengan Alfan, Saifullah Yusuf, ketua umum PP Gerakan Pemuda Ansor menyebutkan beberapa kritik yang bisa
diajukan terhadap munculnya NCM sebagai kandidat presiden.
131
latar
belakang
nya yang lebih banyak dikenal sebagai seorang ilmuwan, selama dalam dua dekade terakhir, yang berdam ak
pada adanya pengakuan publik bahwa dirinya aga
k
teralienasi terhadap wilayah politik praktis, seperti pemerintahan. Pengalaman NCM
sebagai ilmuwan bisa menjadi kekuatan, tapi sekaligus kelemahan dalam urusan politik praktis, khususnya pemerintahan seperti pernah dialami
Abdurrahman Wahid dalam memimpin bangsa dan negara ini, munculnya NCM sebagai capres bisa menimbulkan kecemburuan
politik dari tokoh
-
tokoh politik yang terlibat langsung dari arena politik praktis.
N
CM
tidak memiliki instumen politik yang kuat dan massa yang terukur. Sebab, selama ini ia lebih banyak terlibat dari
dunia keilmuan yaitu di lingkungan terbatas, dan ia hampir tidak pernah berkiprah langsung dengan kalangan masyarakat. Apalagi,
dukungan terhadapnya dari partai-partai politik masih belum jelas. Baik Partai Golkar, PKB, maupun partai
-
partai politik lainnya, yang pernah
m
elontarkan dukungannya masih dihadapkan pada kenyataan politik yang menjadi problem internal partai
-
partai tersebut. Yang jelas, menurut Saifullah, peluang N
CM untuk terpilih
menjadi Presiden pada Pemilu 2004 hampir sama dengan kendala yang dihadapi, tetapi
kehadirannya di bursa capres memberi bobot positif bagi perkemba
-
ngan demokrasi di tanah air. Di tengah kepungan berbagai kendala dan hambatan yang akan
dihadapi N
CM dalam
pencalonannya sebagai presiden, seperti dikemu
-
kakan para pengamat politik di atas, N
CM
tetap dianjurkan untuk tetap meneruskan langkahnya ikut pernilihan presiden pada Pemilu
2004. Arief Budim
an, gu
ru besar di Universitas Melbourne, Australia, misalnya, tetap mendorong N C M u n tu k teru s m aju iku t p ro s es
131
Saifullah Yusuf, “Menimbang Calon Presiden” dalam Ahmad Gaus AF dan Yayan Hendrayani, ed.,
, 52
-57.
Demokrasi Religius Begawan Jadi
Presiden Cak Nur Menuju Istana
1 2 6 cap res , d en gan menunjukkan beberapa alasan.
132
Antara lain: NCM menjadi tokoh alternatif yang bisa menjadi presiden yang d
ibu
tuhkan
In
donesia; N
CM
merniliki kemungkinan besar untuk menang karena
ia
tokoh Islam yang disegani dan diterinta ole
h berbagai kalangan,
baik Islam maupun non
-
Islam; Golkar yang menjad
;
pilihan N
CM
dalam konvensi merupakan partai politik paling profesional dan mempunyai
p
engaruh besar di aparat pemerintahan
—
jadi sebagai kendaraan politik, Golkar bisa diharapkan akan cukup efektif; NCM memiliki
karier dan prestasi yang cukup baik, sehingga dia bisa menjaga integritas keprib ad iannya dengan baik— karena itu, b ila ia
menjadi presiden, maka ia diharapkan iharapkan tetap memper- tahankahs fkapn pendiriannya; N
CM
tentu ta
h
u bahwa terjun ke kancah politik, baik menang maupun kalah, akan menurunkan
pamornya
tidak segemilang ketika ia masih berumah di atas angin; dan N
CM
akan menemukan malapetaka bila ia gagal menjadi
p
residen yang baik, seperti dialami Abdurrahman Wahid. Muhammad Qodari, peneliti CSIS, menganjurkan
N
CM agar mempertahan
-
kan diferensiasi politiknya sebagai guru bangsa dan calon presiden independen bila ia tetap ingin maju dan
mau meraih sukses dalam kompetisi penjaringan capres. Menurut Qodari,
133
seharusnya N
CM
dan tim suksesnya menyadari dan memanfaatkan betul potensi diferensiasi NCM sebagai selling point
dalam pasar bebas Pemilu 2004. Yang dimaksud diferens politik ialah bahwa N
CM
sebagai guru bangsa memiliki sejumlah karakteristik yang berbeda secara kontras dengan mayoritas capres
dan politik lainnya di tanah air ini. Banyak orang mengakui bahwa
N
CM adalah tokoh Islam yang bersih, bermoral, cerdas, santun, berwawasan luas dan dalam serta bijaksana. Dengan keunggulan
utama semacam ini, N
CM
dapat dianggap bagaikan sebuah produk
d
an komoditas baru yang mulai masuk ke pasar politik untuk
132
Idris Thaha, , 91.
133
Muhammad Qodari, “Mengapa Cak Nur Bersedia Menjadi Calon Presiden?” dalam Ahmad Gaus AF dan Yayan Hendrayani, ed.,
, 37-41.
1 2 7 meramaikan bursa capres. Produk atau komoditas baru tentu akan
mendapat perhatian serius bagi para pembeli politiknya, dan karenanya akan menjadi saingan langsung bagi produk atau
komoditas lama yang sebenarnya mulai tidak diperhatikan para pembeli politik. Namun, menurut
nya
, keunggulan utama N
CM
ini tidak dimaksimalkan, baik oleh N
CM sendiri maupun tim suksesnya.
platform Indonesia Kita
modern nation state
Renai
-
sans Islam Asia Tenggara Sejarah Wacana dan Kekuasaan
128
Nasionalisme sesungguhnya merupakan konsep dinamis yang mengalami perubahan sebagai hasil dialektika, bai dengan
perubahan sosial, politik, dan ekonomi dalam negeri maupun perubahan
-
perubahan pada tingkat global.
1
D
emikian Azyumardi Azra mendefinisikan nasionalisme, dalam kerangka itu,
menurutnya terdapat tiga tahap perkembangan nasionalisme di Asia Tenggara, Pertama tahap “protonasionalisme” atau fase nyerapan
gagasan nasionalisme yang diikuti pembentukan organisa
si
- organisasi, Kedua fase yang sarat dengan muatan politis ketimbang
sosial dan kultural, nasionalisme di Indonesia saat ini bertujuan mencegah dengan cara apapun kembalinya kolonialisme dan
imperialisme Eropa. Ketiga fase penekakanan nasionalisme ekonomi dalam bentuk program modernisasi dan industrialisasi
atau pembangunan.
2
Dalam
bab ini, penulis menguraikan bagaimana pandangan nasionalisme di Indonesia menurut
dilihat berdasarkan tinjauan historis.
NCM menuliskan sepuluh butir nya dalam sebuah
buku yang berisikan pembahasan tentang
nasionalisme klasik di bumi Nusantara pada zaman kerajaan
-
kerajaan Sriwijaya, Majapahit dan Aceh sebagai latar belakang hingga masa kristalisasi kesadaran kebangsaan karena perlawanan
kepada penjajahan. Dia melanjutkannya dengan uraian masa kebangkitan nasionalisme modern dan konsolidasinya melalui
proses eksperimentasi pelaksanaan ide-ide tentang
Republik Indonesia.
1
Azyumardi Azra,
“
Nasionalisme, Etnisitas, dan Agama di Asia Tenggara”, dalam
Bandung, PT Remaja Rosdakarya, Cetakan
kedua
, Mei 2000, 105- 112.
2
Azyumardi Azra,
“
Nasionalisme, Etnisitas, dan Agama di Asia Tenggara
”,
105
-112.
BAB IV NASIONALISME DALAM PANDANGAN