Political  Communi -
cation and Public Opinion in America
Communication  activity  considered  political  by  virtue    of  its consequences  actual  or  potential  which  regulate  human  conduct
under  condition  of  conflict
who says what, to whom, in which channel, whith what effect’ The Structure and Functions of Communication in Society
Politics:  Who Gets What,  When, How
Bahasa Jurnalistik Komunikasi Politik Komunikator, Pesan dan Media,
Communication in a Divided World: Opportunitie
s
and  Constrain Metode Penelitian Komunikasi
49 bertolak  belakang seperti  a.l.  hiperbola,  litoses,  ironi,  oksimoron,
satire,  klimaks  dan  antiklimaks
,
sinisme,  sarkasme  dan  gaya  bahasa pertautan yang  menunjukkan  adanya  pertalian  diantara  dua  hal  yang
dibicarakan  seperti  a.l.  metonomia,  sinekdoke,  alusi,  eufemisme, eponym, epitet serta gaya bahasa perulangan yakni  gaya bahasa yang
mengandung  perulangan  bunyi,  suku  kata,  kata,  frasa,  atau  bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah
konteks yang sesuai
seperti a.l aliterasi, asonansi, antanaklasis
.
56
Dan  D.  Nimmo  1989  dalam  bukunya, , memberi pengertian komuni
-
kasi  politik  dengan  lebih  dahulu  menguraikan  apa  arti dan  apa  arti  politik.  Menurutnya    hakikat  politik  adalah  komunikasi
baca:  mempengaruhi  orang  lain  dan  komunikasi  politik  merupakan bidang  kajian  ilmu    lintas  disipli
n.
Dia  mendefinisikannya  sebagai,
“
”.  Artinya  aktivitas  komunikasi  yang memiliki  pengaruh  politik  baik  secara  potensial  atau  aktual  untuk
mengendalikan mereka yang berada dalam keadaan konflik.
57
Berdasarkan  teori  komunikasi  Lasswell  yang  monumental
‘ dalam
bukunya
.
58
Pada  gilirannya  teori  ini  dikembangkannya  dengan    menulis  buku pada tahun 1958 berjudul
,
dia mendefinisikan  secara  lebih  khusus  komunikator  politik  sebagai
mereka  yang  menjadi  pemimpin  dalam  proses  opini,  seperti  politisi
56
Haris Sumadiria, ,  147
-
153.
57
Dan D. Nimmo, 13-
21.
58
Harold D. Lasswell, London,  International  Institute  of  Communications,  the  Loius  G.
Cowan  Lecture,  1977 ,  5.  Lihat  juga  Lely  Arrianie,  Sandiwara  di  Senayan  Studi
Dramaturgis  Komunikasi  Politik  di  DPR  RI,  dalam  Deddy  Mulyana  dan  Solatun  ,
ed. Bandung, Rosda, 2007 ,
28.
C. Komunikator dan Pesan dalam Komunikasi Politik
Komunikasi Politik Komunikator, Pesan dan Media, Komunikasi Politik Komunikator, Pesan dan Media,
Komunikasi Politik Komunikator, Pesan dan Media,
50 baik  ideolog  maupun  wakil  partisan,  komunikator  professional  dan
aktivis.
59
Nimmo menguraikan
bahwa komunikator
politik menyampaikan  pesannya  sebagai  pembicaraan  politik  bertujuan
memberikan  informasi  dan  meyakinkan  khalayak,  maka  untuk memahami  pesan  politik  perlu  dilihat  gejala  linguistik
bahasa
dan simbol  politik  serta  penggunaan bahasa untuk persuasi  politik  dalam
wujud  propaganda,  periklanan  maupun  retorika.
60
Pada  penjelasan tentang  pesan  politik,  Nimmo  membahas  bagaimana  komunikator
politik  politisi,  profesional  dan  aktivis  menggunakan
bahasa
dan simbol,  baik  untuk  memberikan  informasi  atau  untuk  meyakinkan
khalayak.  Dalam  hal  ini  dia  membahas  juga  tentang  persuasi  politik sebagai ret
h
orika. Berkaitan  dengan  posisi  penting  komunikator  dalam  me-
nentukan  pesan  politik,  menurut  Nimmo  ketika  komunikator  politik sebagai  politikus  dalam  pelaksanaannya  terkadang  bertindak  sebagai
wakil  partisan  dan  terkadang  pula  bertindak  sebagai  ideolog.
61
Sebagai  wakil  partisan,  komunikator  politik  mewakili  kelompok tertentu dalam tawar
-
menawar dan mencari kompromi pada masalah
-
masalah politik Mereka bertindak dengan tujuan mempengaruhi opini orang  lain,  mengejar  perubahan  atau  mencegah  perubahan  opini.
Mereka  adalah  makelar  yang  membujuk  orang  lain  agar  ikut  dan setuju  dengan  ide  yang  ditawarkannya  seperti  yang  lazim  dilakukan
oleh  para  elite  politik  partai,  para  anggota  DPR,  atau  para  menteri yang  ditugasi  khusus  oleh  presiden  untuk  melakukan  berbagai  lobi
dan komunikasi pol
itik dengan kelompok atau partai politik lain. Sementara  komunikator  politik  sebagai  ideolog,  mereka
berusaha  memengaruhi  opini  publik  dengan  mengendalikan  situasi agar  menguntungkan  pihaknya,  dan  juga  dengan  menetapkan  dan
59
Dan D. Nimmo, 13-
21.
60
Dan D. Nimmo, 16.
61
Dan D. Nimmo, 30-
32.
opinion leader
Komunikasi Politik Komunikator, Pesan dan Media,
NU Politik?: Analisis Wacana Media
51 meyakinkan  orang  ke  satu  cara  berpikir  tertentu.  Mereka  adalah
pesilat lidah yang menawarkan gagasan yang lebih baik. Dengan  demikian,  wujud  politikus  sebagai  komunikator
politik  sekaligus  sebagai  wakil  partisan  dan  ideolog  hanya  berbeda pada  derajatnya,  bukan  pada  jenisnya.  Yang  termasuk  ke  dalam
komunikator  politik  tipe  ini  adalah  setiap  calon  atau  pemegang jabatan politik, baik yang dipilih, diangkat, ditunjuk, maupun pejabat
karir tanpa mengindahkan apakah jabatan itu eksekutif, legislatif, atau yudikatif.
Komunikator  profesional  menggunakan  ket
e
rampilan  yang khusus  dalam  mengolah  simbol
-
simbol  dan  memanfaatkan  ketram- pilannya    untuk  menempa  mata  rantai  yang  menghubungkan  pihak
-
- pihak  yang  berbeda  atau  kelompok
-
kelompok  yang  dibedakan. Menurut  James  Carey,  seperti  dikutip  oleh  Nimmo,  mereka  adalah
makelar  simbol  yang  menerjemahkan  sikap,  pengetahuan,  dan  minat
suatu komunitas
bahasa ke dalam istilah-istilah komunitas
bahasa lain
yang  berbeda  tetapi  menarik  dan  dapat  dimengerti.  Mereka menghubungkan para pemimpin yang satu dengan pemimpin lainnya
sekaligus  para  pengikutnya
.
62
Mereka  terdiri  dua  kelompok,  yaitu
para jurnalis dan para promotor.
Aktivis  sebagai  komunikator  politik  terdiri  atas  dua  k     mpok. Kelompok pertama  adalah  juru  bicara  yang  menggunakan  jaringan
organi
sasi, sedangkan kelompok kedua adalah pemuka pendapat yang menggunakan jaringan interpersonal.
63
Juru  bicara  ini  biasanya  tidak  bercita
-
cita  untuk  memegang jabatan  tertentu  di  pemerintahan.  Mereka  bukanlah  aktivis  politik  pro-
fesional  dalam  komunikasi  politik,  melainkan  karena  mereka  terlibat dalam politik maupun dalam komunikasi, maka dapat disebut aktivis politik
semiprofesional.  Tugas  juru  bicara  ini  mirip  dengan  jurnalis,  yaitu melaporkan  keputusan  dan  kebijakan  pemerintah  kepada  anggota
suatu  organisasi.  Sedangkan  jaringan  interpersonal  mencakup komunikator  politik  utama  seperti  para pemuka pendapat, yaitu orang
62
Dan D. Nimmo, 33.
63
Fathurin Zen, Yogyakarta, LKiS,
Cetakan Pertama,
Maret 2004,
68.
di n
dunya d
awlah
Syari a‘h
syura d
awlah
NU Politik: Analisis Wacana Media Islam
dan Negara Transformasi Gagasan dan Praktik Politik Islam di Indonesia Islam  dan  Masalah  Kenegaraan  Studi  tentang
Percaturan dalam Konstituante Islam dan Negara Transformasi Gagasan dan Praktik
Politik Islam di Indonesia
52 yang  dimintai  petunjuk  dan  informasinya  sebelum  suatu  persoalan
diputuskan.  Sehingga,  setiap  keputusan  yang  diambil  banyak dipengaruhi oleh pemuka pendapat tersebut. Mereka meyakinkan orang
lain pada cara berpikir tertentu.
64
Sementara  itu  sehubungan  dengan  umat  Islam  dan  politik  di Indonesia  secara  umum  dapat  diklasifikasikan  dalam  dua  pemikiran
politik Islam. Pertama sebagian umat Islam yang percaya ajaran Islam itu  komprehensif  dan  sempurna  meliputi  tiga  “D”
,  agama; ,  dunia;  dan
,  negara.  Kedua  beberapa  kalangan muslim  lain  berpendapat  bahwa  Islam    “tidak  mengemukakan  suatu
pola  baku  tentang  teori  negara  atau  sistem  politik              harus dijalankan oleh umat Islam.
65
Kelompok pertama beranggapan bahwa Islam  harus  menjadi  dasar  negara  dan
sebagai konstitusinya  karena  kedaulatan  politik  ada  di  tangan  Tuhan,
meskipun  mereka  mengakui  prinsip musyawarah,  tapi
aplikasinya  berbeda  dengan  demokrasi.  Sedangkan  kelompok  kedua berpendapat  bahwa  “tidak  ditemukan  istilah
dalam  arti sebagai  negara    dalam  al
-
Qur’an,  isi  al
-
Qur’an  jelas  mengandung nilai
-
nilai  dan  ajaran
-
ajaran  yang  bersifat  etis….  mengenai  aktivitas sosial dan politik umat Islam yang mencakup prinsip
-
prinsip tentang keadilan, kesamaan, persaudaraan, dan kebebasan.”
66
Tapi “al
-
Qur’an bukanlah  buku  tentang  ilmu  politik.”
67
Pada  perkembangannya
64
Fathurin Zen,
,
69.
65
Lihat uraian komprehensif tentang hal ini dalam Bahtiar Effendy, Jakarta,
Paramadina  bekerjasama  dengan  LSI  dan  Prenada  Media  Group,  Cetakan  II  yang diperluas, Juni 2009,
9-
11.
66
Ahmad  Syafi’i  Maarif, Jakarta, LP3ES, Cetakan Pertama, Pebruari, 1999,
15.
67
Bahtiar Effendy, , 14. Secara terurai Bahtiar Effendy menjelaskan tinjauan
teoritis  Islam  politik  di  Indonesia  dari  bermacam
-
macam  pendekatan  a.l.  C.A.O. Nieuwenhuije  1958  meneliti  politik  Islam  Indonesia  dengan
Islam. Dia
mengatakan seperti
halnya jenis
dekonfessionalisasi  di  Belanda,    Islam  di  Indonesia  rela  melepaskan  sikap  formal untuk  memperluas  penerimaan  semua  kelompok  berkepentingan  tanpa  harus
P endekatan Dekonfessionalisasi
53 kemudian,  setelah  rezim  Orde  Baru  tumbang,  setidaknya          tiga
berubah  keyakinan, Misalnya  ketika umat  Islam menerima Pancasila.  Lain  halnya Harry J. Benda dengan
Islamnya meneliti politik Islam Indonesia    abad ke
-
16 sampai abad ke
-
18, menurutnya kekuasaan politik Islam di Indonesia  terdomestifikasi  seperti  terlihat  dalam  penolakan  ide  negara  Islam,
pembubaran Masyumi, serta pemapanan ideologi Pancasila dalam politik Indonesia kontemporer.
oleh  Robert  R.  Jay  dan  Clifford  Geertz  yang berusaha  menjawab  pertanyaan:  Mengapa  perebutan  kekuasaan  antar  Islam  dan
Jawaisme  terjadi?      Berdasarkan  penelitian  historis        dan  penafsiran  antropologis yang  luas,  Robert  Jay  menyimpulkan  sesuai  sejarah  Islamisasi  di  tanah  Jawa
terdapat  dua  model  keberislaman  yaitu  muslim  “ortodoks’  santri  dan  muslim “sinkritisme”  abangan.  Kecendrungan  skismatis  keduan  a  kemudian  berkembang
ke bidang non-agama, seperti  politik dengan terjadinya permusuhan  antara negara-
ne
gara pesisir di bawah kerajaan Demak dan negara sinkritisme Mataram sepanjang abad  ke
-
16.  Hal  itu  juga  terjadi  dalam  konteks  sejarah  politik  Indonesia  modern seperti  antara  lain  terjadi  pada  periode  pascakolonial  pada  perdebatan
-
perdebatan ideologis dan konstitusional yang menyebabkan pengelompokan muslim nasionalis
sekuler  dan  muslim  ortodoks  pada  1940
-
an  dan  1950
-
an  dan  tampak  pada  hasil pemilu di Indonesia tahun 1955.
Hal  itu  juga  dijadikan  contoh  oleh  Clifford  Geertz  1959  yang  mengembangkan konsep  aliran  dalam  tiga  varian  sosio
-
kultural  yang  terkenal:  abangan  pandangan dunia dan etos  yang sinkritis terlihat pada mayoritas     nduduk  yang  petani, santri
Islam terlihat pada pedagang serta priyayi bercorak kehinduan tampak pada unsur birokrasi. Menurut Geertz  pada   pemilu tahun 1950
-
an kelompok santri cenderung mengarahkan  orientasi  politik  mereka  ke  partai
-
partai  politik  Islam,  seperti Nahdlatul  Ulama  NU  dan  Masyumi,  sedangkan  abangan  dan  priyayi  lebih  suka
mengekspresikan  kedekatan  politis  mereka  dengn  partai  “nasionlis”  Partai Nasionalis Indonesia PNI atau Partai Komunis Indonesia PKI.
Donald  K.  Emmerson  menggunakan dalam  meneliti  setelah
masa  kekalahan  politis  umat  Islam  pada  sedikitnya  lima  bidang:  konstitusi,  fisik,
p
emilu,  birokrasi  dan  simbol,  maka  umat  Islam  Indonesia  mengerahkan  kembali energi  mereka  dalam  rangka  mengembangkan  sisi  non
-
politis  dari  agama  mereka. Kecenderungan  diskursus Islam  Indonesia sepanjang 1980
-
an menegaskan dimensi kulturalnya, maka pada gilirannya jika Islam kultural berkembang semakin pesat dan
semakin  berpengaruh,  pertanyaanya  kemudian  menurut  Emmerson:  “Siapa sesungguhnya yang mengkooptasi mempengaruhi atau menguasai siapa?
Allan  Samson,  B.J.  Boland  dan  Howard  Federspiel  menggunakan
untuk  meneliti  politik  Islam  modern.  Samson  mencatat  bahwa pandangan  par
tai-
partai  Islam  mengenai  politik,  kekuasaan  dan  ideologi  tidak tunggal, menurutnya muncul orientasi fundamentlis, reformis dan akomodasionis.
P endekatan Domestifikasi
Pendekatan  Skismatis  dan  Aliran
P endekatan  Kultural
Pend
ekatan Trikotomi
Progressive -Liberal  Islam
Islam  Negara  dan  Civil  Society  Gerakan  dan Pemikiran Islam Kontemporer
Wajah  Liberal  Islam  di  Indonesia
The  Future  of  Secularism
54 model  gerakan  Islam:  Pertama  gerakan  pro  syariat  yang
menegakkan  syariat  Islam  dengan  menyerukan  kembali  ke    iagam Jakarta,  kedua  gerakan  Islam  moderat  yang  menolak  tegas  berbagai
upaya untuk  kembali  ke  Piagam  Jakarta  dan  ketiga  gerakan  dakwah sufistik yang dipimpin tokoh
-
tokoh seperti KH Abdullah Gymnastiar dan    M.  Arifin  Ilham  yang  tidak  memiliki  agenda  perjuangan
politik.
68
Gerakan  pro  syariat  dipelopori oleh  ormas
-
ormas  Islam  seperti  Komite  Indonesia  untuk  Solidaritas Dunia  Islam  KISDI,  Majelis  Mujahidin  Indonesia  MMI,  Hizbut
Tahrir  HT,  Front  Pembela  Islam  FPI  dan  Forum  Komunikasi Ahlussunah  Wal  Jamaah  atau  Laskar  Jihad.  Mereka  pendukung
fundamentalisme  Islam  yang  membela  doktrin  Islam  dengan
menegas
kan  superioritas  Tuhan,  melakukan  usaha
-
usaha  untuk mengimplementasikannya secara total dan mengharamkan istilah dan
konsep  demokrasi.  Sedangkan  gerakan  Islam  moderat  diwakili  oleh Nahdlatul  Ulama  NU  dan  Muhammadiyah  serta  Jaringan  Islam
Liberal  JIL  yang  secara  tegas  memproklamirkan  diri  lahir  untuk melawan fundamentalisme Islam.
69
JIL  yang  didirikan  pada  Tahun  2001  oleh  antara  lain cendikiawan  muda NU seperti Ulil Abshar Abdalla dan Ahmad Sahal
dll.  oleh  M.  Syafi’i  Anwar  secara  tegas  digolongkan  sebagai PLI  berdasarkan  agenda  mereka  untuk
mengembangkan  pendekatan  liberal  dan  inklusif  terhadap  ajaran Islam.
70
Menurutnya JIL adalah kebangkitan generasi baru intelektual
68
Kom
aruddin  Hidayat  dan  Ahmad  Gaus  AF,  “Tipologi  Gerakan  Islam Kontemporer  di  Indonesia”,  dalam
Jakarta, Paramadina, Cetakan  I, Maret 2005,  488- 489.
69
JIL  berpusat  di  Jalan  Utan  Kayu  68H  Jakarta  adalah  komunitas  anak muda  yang mengkaji ajaran  Islam dengan  visi keislaman      ng toleran dan terbuka
dan  mendukung  penguatan  proses  demokratisasi  di  Indonesia.  Lihat  Luthfi Assyaukanie,
Jakarta,  Paramadina,  Cetakan  I, 2002,
sampul.
70
M. Syafi’i Anwar, “The Clash of Religio Political Thought: The Contest between Radical
-
Conservative Islam and Progressive
-
Liberal Islam in
Post-
Soeharto Indonesia”,  in  T.N.  Srinivasan  ed.
Oxford
, Oxford
University Press, 2007,  210-211.
Jaringan  Ulama  Timur  Tengah  dan  Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII Akar Pembaruan Islam Indonesia
Merambah  Jalan  Baru  Islam Rekonstruksi  Pemikiran  Islam  Indonesia  Masa  Orde  Baru
55 muslim yang memiliki relasi dengan generasi pembaruan          pasca
deka
de  tahun  1970
-
an  yang  dipelopori  oleh  almarhum  NCM.  Secara lebih  luas  sejarahwan  Azyumardi  Azra    menelusuri  akar      rakan
Islam  progressif  sebagai  bagian  dari  empat  gelombang  pembaruan Islam.
71
Berbeda  dengan  Deliar  Noer  1973  yang  mengemukakan bahwa  pembaruan  Islam  di  Indonesia  berawal  pada  abad  ke
-
20, menurutnya  gelombang  pertama  pembaruan  Islam  di  Indonesia
bermula  pada  abad  ke
-
17  dengan  bukti  adanya  jaringan  ulama Indonesia  dan  Haramayn  Makkah  dan  Madinah  dan  se
kitarnya.
72
Dilanjutkan dengan gelombang kedua pembaruan Islam di
Indonesia
yang  ditandai  dengan  gerakan  Padri  di  Minangkabau  pada  abad  ke
-
19,  kemudian  gelombang  ketiga  pembaruan  Islam  di  Indonesia  pada awal  abad  ke-20  yaitu  era  berkembangnya  modernisme  Islam  yang
ditransmisikan  Azra:  mewariskan  dan  menurunkan  sesuatu
s
epanjang  waktu  dengan  kembalinya  para  pelajar  Melayu
-Indonesia
dari  Kairo  dan  tersebarluasnya  buku
-
buku  karya  para  pembaharu Islam  seperti  Jamal  al
-
Din  al
-
Afghani,  Muhammad  Abduh, Muhammad Rasyid Rida dll. yang berpusat di Kairo. Kaum modernis
adalah  mereka    yang  melakukan  artikulasi  dan  upaya  penyadaran untuk  mereformulasikan  nilai
-
nilai  dan  prinsip
-
prinsip  Islam  dalam istilah
-
istilah  pemikiran  modern  atau  untuk  menyatukan  pemikiran dan institusi modern dengan tradisi Islam.
73
Azra  menegaskan  bahwa  para  cendikiawan  muslim  pendu- kung  modernisme  Islam  dan  berbagai  macam  variasinya  kemudian
seperti  ‘neo
-
modernist’  dengan  tokoh
-
tokohnya  seperti  Harun Nasution 1919
-
1998, NCM, Munawir Sjadzali 1925
-
2004, Ahmad
71
Azyumardi  Azra,  “The  Root  and  Nature  of  Progressive  Islam:  The Indonesian  Experience”,  Paper  Presented  at  Seminar  on               g  Progressive
Islam:  A  Global  Prespective’,  Graduate  School  Syarif  Hidayatullah  State  Islamic University The IAIN
-
McGill Social Equity Project, Jakarta, 25
-
27 July 2009.
72
Azyumardi  Azra, Jakarta, Prenada
Media, Cetakan ke
-2, Edisi Revisi, 2004,
300-301.
73
Fachry  Ali  dan  Bahtiar  Effendy, Bandung,  Mizan,
Cetakan I, April 1986,  110.
Pergolakan  Politik  Islam:  Dari Fundamentalisme,  Modernisme  Hingga  Post  Modernisme
concern viable
Dari
Neomodernisme ke Islam Liberal The  Limits of    Nationalism
56 Syafi’i Maarif dll.
74
serta selanjutnya mereka yang disebut pendukung ‘neo
-
tradisionalism
e
’  bahkan  ‘post
-
tradisionalism
e
’  kemudian  gene
-
rasi  muda  NU  penerus Abdurrahman  Wahid  1940-2009  yang melakukan  kajian Islam “kontekstual”, “pribumi” dan “liberal” JIL
yang  terkadang  melahirkan  ide-ide  kontroversial    di  tengah  umat muslim  Indonesia  semuanya  dapat  digolongkan  sebagai  Islam
progresif.
75
Kebebasan  dan  persamaan  merupakan  nilai
-
nilai  dasar liberalisme  yang  bertentangan  dengan  chauvinisme  berupa  satu
bentuk  nasionalisme  yang  menolak  persamaan  kedudukan  seluruh
bangsa-
bangsa  di  dunia.  Chaim  Gans  mengklasifikasikan  nasionalis- me  berbentuk chauvinisme  itu sebagai nasionalisme statis yang ber-
tentangan  dengan  nasionalisme  kultural.
76
Para  pendukung  nasio- nalisme  kultural  saling  berbagi  persamaan  nilai
-
nilai  sejarah  dan kebudayaan  yang  sangat  penting  antar  kelompok  mereka  dengan
74
Azra  menandaskan  dengan  kritis  bahwa  neo
-
modernisme  sebagai gerakan  Islam  lebih  menekankan  signifikansi  warisan  pemikiran  Islam  ketimbang
modernisme  itu  sendiri.  Lihat  Azyumardi  Azra,
,
Jakarta,  Paramadina, 1996,
xi. Berda
sarkan pemikiran ini pada kasus Cak Nur, Azra lebih lanjut meneliti secara seksama  bahwa Cak Nur berpegang kuat kepada  Islam tradisi hampir secara
keseluruhan, pada tingkat teoritis dan eksoteris. Deng     sangat bagus dan distingtif, dia  bukan  sekadar  berpijak  pada  aspek  itu,  namun  ia  juga  memberikan  sejumlah
pendekatan  dan  penafsiran  baru  terhadap  tradisi  Islam           Ini  dalam  bidang eksoteris.  Sedang  dalam  bidang  esoteris,  Cak  Nur  hampir  tidak  diragukan  lagi
mempunyai apresiasi  yang cukup tinggi terhadap tasawuf pada umumnya….adapun pergeseran  agendanya  dapat  ditemui  pada
intelektual  Cak  Nur  …  yang melangkah  lebih  jauh  dengan  berupaya  membangun  suatu  peradaban  Islam  yang
khas, yang mempunyai akar kuat pada tradisi Islam klasik;bukan hanya
dal
am era  modern,  tetapi  juga  dalam  masa  postmodern.  Berdasarkan  hal  ini,
neomodernisme  Islam  Indonesia
-
walaupun  tidak  dapat  disamaratakan
-
telah mengalami metamorfosis menjadi neotradisionalisme. Lihat pula Azra, “Jejak Fazlur
Rahman  dalam  Wacana  Islam  di  Indonesia”  pengantar  dalam  Abd  A’la,
Jaka
rta, Paramadina, April 2003,
xii-
xiii.
75
Azyumardi  Azra,  “The  Root  and  Nature  of  Progressive  Islam:  The Indonesian Experience”, 9.
76
Chaim  Gans, United  Kingdom,  Cambridge
University Press, First Published, 2003, 7-
8.
Pertama
protonasionalisme Kedua
Ketiga
The Limits of  Nationalism Renaisans  Islam  Asia  Tenggara
nation
Soekarno,  Islam  dan  Nasionalisme Islam  dan  Nasionalisme  Reposisi  Wacana  Universal
dalam Konteks Global
57 tujuan  melestarikan  nilai  moral  dan  kebudayaan  itu  antar  generasi.
77
Di  Asia  Tenggara,  menurut  Azra,  nasionalisme  bukan merupakan  konsep  baku.  Ia  merupakan  konsep  dinamis  yang
mengalami  perubahan  sebagai  hasil  dialektika,  baik  dengan perubahan  sosial,  politik,  dan  ekonomi  dalam  negeri  maupun
perubahan  pada  tingkat  global.  Paling  tidak  terdapat  tiga  fase perkembangan  nasionalisme  di  Indonesia.
fase  penyerapan gagasan  nasionalisme  yang  diikuti  pembentukan  organisasi-
organisasi, di Indonesia dapat dilihat sejak dari  Budi Utomo, Sarekat
D
agang  Islam  SDI,  dan  Sarekat  Islam  SI.  Tahap  ini  disebut  juga
“
”. fase  yang  sarat  dengan  muatan  politis
ketimbang  sosial  dan  kultural,  nasionalisme  di  Indonesia  saat  ini bertujuan  mencegah  dengan  cara  apapun  kembalinya  kolonialis
me
dan  imperialisme  Eropa. fase  penekakanan  nasionalisme
ekonomi  dalam  bentuk  program  modernisasi  dan  industria isasi  atau pembangunan,  di  Indonesia  ditandai  dengan  kebangkitan  pemerintah
Orba di bawah pimpinan Soeharto.
78
Menurut  Hasan  al
-
Banna,  seperti  dikutip  oleh  Adhyaksa Dault,  terdapat  beberapa  nilai
-
nilai  ideal  nasionalisme  yang  relevan dengan  doktrin  Islam  seperti  nilai  cinta  tanah  air,  cinta  kehormatan
dan kebebasan, cinta kemasyarakatan dan pembebasan.
79
Perspektif  atau  cara  pandang  yang  digunakan  untuk menganalisis  makna  pesan  politik  NCM  dalam  agenda  dasar
77
Chaim Gans,
, 7.
78
Azyumardi  Azra, ,  105-112.
Nasionalisme berasal dari kata yang berarti bangsa. Bangsa dalam pengertian
antropologis  dan  sosiologis  berarti  sebagai  suatu  persekutuan  hidup  yang  berdiri sendiri dan masing
-
masing anggota persekutuan hidup tersebut merasa sebagai satu kesatuan  ras,  bahasa,  agama,  sejarah  dan  adat  istiadat.  Sedangkan  bangsa  d
pengertian  politis  adalah  masyrakat  dalam  suatu  daerah  yang  sama,  dan  mereka tunduk kepada kedaulatan  negaranya sebagai suatu kekuasaan tertinggi ke luar dan
ke  dalam.  Lihat  Badri  Yatim, Ciputat
, Logos, Cetakan I, Februari 1999, 57-
58.
79
Adhyaksa  Dault,
Jakarta, Pustaka Al-
Kautsar, Cetakan I, 2005, 195
-
197.
C.
Perspektif Interpretatif untuk Memahami Teks
genre interpretive theory.
genre  interpretive
a  world  of  meaning
verstehen
Theories  of  Human  Communication Theories of Human Communication
Penelitian Ilmu
-
ilmu Sosial
58
‘
Membangun Kembali  Indonesia’ adalah perspektif interpretatif; atau dalam istilah Littlejohn adalah
80
Perspektif atau genre ini mencakup teori-teori yang berusaha menemukan makna
dalam suatu tindakan dan teks. Teori
-
teorinya berusaha menerangkan suatu  proses  terjadinya  suatu  pemahaman,  dan  membuat  sebuah
perbedaan  antara  pemahaman  dan  eksplanasi  ilmia  Tujuan interpretasi  bukan  untuk  menemukan  hukum
-
hukum  yang  mengatur suatu  peristiwa,  tetapi  berusaha  membongkar  cara-cara  orang  dalam
memahami pengalaman mereka sendiri. Lebih  jauh  Littlejohn  mengemukakan,  bahwa  teori
-
teori dalam
sangat  mengagungkan  subjektifisme,  atau memberi  tempat  yang  tinggi  pada  pengalaman  individu,  dan
menganggap  sangat  penting  pemahaman  individu  terhadap    uatu peristiwa.
81
Teori
-
teori  ini  memberikan  penekanan  kepada  bahasa sebagai  pusat  pengalaman,  dan  meyakini  bahwa
bahasa
akan menciptakan  sebuah  dunia  makna
dimana seseorang  tinggal  dan  melalui  mana  semua  pengalaman  dipahami.
Teori
-
teori  dalam  perspektif  interpretatif  cenderung  menghindari penilaian  yang  memastikan  tentang  fenomena  yang  diartikan,
interpretasi seringkali bersifat tentatif dan relatif. Dalam  lingkup  yang  lebih  kecil,  penelitian  tentang  makna
pesan  politik  NCM  dalam  agenda  dasar  “Membangun  Kembali Indonesia” sebagai  sebuah  teks,  akan  dianalisis  dengan  memakai
metode ,  yaitu  cara  mengembangkan  pengetahuan  yang
memanfaatkan  kemampuan  manusia  menempatkan  diri  melalui
p
ikiran dalam situasi dan kondisi orang lain dengan tujuan memahami pikiran, pandangan, perasaan, cita
-
cita, dorongan dan kemauannya.
82
Dekade  tahun1960  merupakan  tahun  perubahan  besar pemikiran  madzhab  filsafat  di  Prancis  dari  pemikiran  madzhab
80
Stephen  W.  Littlejohn, USA,
Wadsworth Publishing Company, Fifth Edition, 1996, 16.
81
Stephen W. Littlejohn,
,
17.
82
J.J.J.M. Wuisman,
,
49.
D. An alis is  Teks  dalam  Se mi otik d an  Interpr etati f