Menatap masa depan dengan pendamaian dan
276
Harus diakui bahwa usaha rekonsiliasi akan berhadapan tembok memori kolektif yang penuh dengan stigma dan trauma.
Memaori kolektif serupa itu biasanya disertai dengan
perasaan
dendam kolektif, yang menghalangi tumbuhnya sikap saling mengerti antara berbagai komponen sosial. Pengalaman
-
pengalaman pahit di masa yang telah lalu adalah sangat berharga bagi kita i bahan
pelajaran untuk tidak diulangi lagi di masa mendatang. Mungkin
pengalaman-
pengalaman itu tidak boleh dilupakan
– sebab
melupakannya akan membuka pintu pengulangan
–
tapi demi masa depan yang lebih baik, kita semua dari kalalangan yang berbeda
-
beda harus mulai merintis usaha menumbuihkan sikap
-
sikap saling mengerti posisi masing
-
masing, kemudian diteruskan menjadi sikap- sikap saling percaya dan saling menghargai. Kita harus belajar
menananmkan dalam diri kita masing
-
masing pandangan bahwa manusia itu pada dasarnya baik, sebelum terbukti jelas bahwa ia
berp
erangai jahat.
Kesemuanya itu dilakukan tanpa memelihara memori kolektif penuh stigma dan trauma. Maka dari itu tarik menaraik kedua
sikap dilematis antara “tidak melupakan” dan “memaafkan” itu hendaknya diarahkan kepada tumbuhnya secara berangsur
-
angsur sikap saling mengerti posisi masing
-
masing dan saling memahami persoalan, menuju kepada sikap saling hormat dan saling percaya.
Alternative atau pilihan lain untuk semua ialah dibiarkannya terjadi rentetan
sebagai akibat rentetan dendan dan balas dendam, suatu hal yang akan menghabiskan energi nasional dan menyeret
rakyat kepada kesengsaraan tanpa berkeputusan.
Maka guna menyiapkan masa depan itu, tidak ada jalan lain kecuali
harus diusahakan dengan sungguh
-
sungguh untuk
mendamaikan dan menytukan kembali semua pihak yang terlibat dalam konflik masa lalu. Perdamaian dan penyatuan antara manusia
. Dan antara seluruh kekuatan bangsa
adalah
langkah pikiran yang tidak mungkin dihindari. Tetapi langkah pilihan itu sungguh memerlukan kebesaran jiwa dan kesediaan mendahulukan