discourse discourse
discourse
destructive -constructive
surface  structurecohesion,  conceptual  coherence,  in   ntionality, acceptability,  situationality,  intertextuality,  and  informativity
Handbook of  Semiotics Handbook of  Semiotics
69 translinguistics,  yang  objek  kajiannya  bisa  saja  mitos,  narrative,
jurnalisme,  atau  pada  sisi  yang  lain  mengkaji  objek
-
objek  tentang kebudayaan,  sejauh  itu  semua dibicarakan  melalui  pers,  prospektus,
wawancara dan percakapan….
118
Definisi teks sebagai pesan budaya ini, menurut Bakhtin ahli semiotik Soviet seperti yang dikutip oleh
Todorov  menjadikan  teks  sebagai  “data  primer”  ilmu  sosial:  “Teks menjadi  realitas  secara  langsung  realitas  dalam  pikiran  dan  ilmu
pengetahuan  yang  dengan  pikiran  dan  disiplin  itu    dapat  menjadi gambaran  siapa  diri  mereka.  Jika tidak  ada  teks,  berarti  tidak  ada
objek pikiran dan penelitian”.
Pada  tataran  pragmatik,  teks  didefinisikan  dengan  kriteria komunikasi  berupa    pesan  verbal  dari  seseorang  kepada  seseorang
lainnya. Sebagian ahli semiotik memahami teks sebagai kata sinonim dari
wacana dalam arti pesan yang diucapkan baik melalui tulisan atau pembicaraan.
Dalam  linguistik,  Benveniste  menggunakan  istilah untuk  merujuk  pesan
-
pesan  tertulis  atau  lisan,  Sedangkan  ahli semiotika  lainnya,  seperti  Barthes  membatasi  pengertian  teks  untuk
pesan-
pesan  tertulis  saja  dan  menegaskan  pesan
-
pesan  pembicaraan lisan  masuk  dalam  wilayah  pengertian
wacana.  Sedang Kristeva  memahami  teks  sebagai  produktivitas  maksudnya  adalah  1.
Hubungan  teks  dengan  bahasa sebagai  tempat  teks  diletakkan  dapat berulangkali  didistribusikan
.  2.  Secara urutan  teks  terdiri  dari  intertextulaity:  dalam  beberapa  ruas  susunan
perkataan  diambil  dari  beberapa  teks  lainnya,  baik  dari  luar  maupun sebaliknya.
119
Beaugrande    mencatat  7  kriteria  tekstualitas  sbb.: .  Teks
adalah suatu satuan  ke
bahasaan yang mempunyai wujud dan isi yang
harus  memenuhi  kriteria  tekstualitas:  memiliki  kohesi unsur
-
unsurnya  terdapat  kaitan  semantik  yang  ditandai  secara
118
Winfried Noth,
,
332.
119
Winfried Noth,
,
333.
2. Teks sebagai Pesan Verbal
two  order  of  signification s
signifier -signified
signifier
Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya, Literary Theory, an Anthology
70 formal,  kohesi segi  isinya dapat berterima karena memenuhi logika
tektual,  intensionalitas  teks  diproduksi  dengan  maksud  tertentu, keberterimaan
berterima bagi
pembaca, intertekstualitas
mempunyai  kaitan  secara  semantik  dengan  teks  lain  dan informativitas mengandung informasi dan pesan tertentu.
120
Roland  Barthes membuat  sebuah  model  sistematis  signifikasi dua  tahap
121
dalam  menganalisa  teks baik  sebagai  pesan  verbal  maupun  sebagai  pesan  budaya,
dia
menggunakan  teori yang  dikembangkan  menjadi
teori tentang metabahasa
dan konotasi
Tahap Awal Tahap Kedua
Realitas
Tanda Kebudayaan
Bentuk Isi
Melalui gambar 3 tertulis di atas, Barthes menjelaskan  bahwa signifikasi  tahap  pertama  merupakan  hubungan  antara
120
Benny  Hoed, 81.
121
Roland Barthes, “Mythologies” in
, Julie
Rivkin and Michael Ryan, eds. Malden, Second edition, 2004, 81. Penanda
Petanda Konotasi
Denotasi
Mitos
Gambar 3 Signifikasi Dua Tahap Barth
es diadaptasi dari John Fiske 1990
signified
misreading myth
Analisis  Teks  Media;  Suatu  Pengantar  Untuk  Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing
71
penanda
dan
p
etanda  di  dalam  sebuah  tanda  terhadap realitas  eksternal.  Barthes  menyebutnya  sebagai  denotasi,  yaitu
makna paling nyata dari tanda. Konotasi  adalah  istilah  yang  digunakan  Barthes  untuk
menunjukkan signifikasi tahap kedua. Konsep konotasi didasari tidak hanya oleh paham kognisi, tetapi juga oleh paham pragmatik.Hal  ini
menggambarkan  interaksi  yang  terjadi  ketika  tanda  bertemu  dengan perasaan  atau  emosi  dari  pembaca  serta  nilai
-
nilai  dari kebudayaannya.  Konotasi  mempunyai  makna  yang  subjektif  atau
paling  tidak  intersubjektif.  Dengan  kata  lain,  denotasi  adalah  apa yang  digambarkan  tanda  terhadap  sebuah  objek,  sedangkan  konotasi
adalah bagaimana menggambar
-
kannya. Konotasi  bekerja  dalam  tingkat  subjektif,  sehingga
kehadirannya tidak disadari. Pembaca mudah sekali membaca makna konotatif sebagai fakta denotatif. Karena itu, salah satu tujuan analisis
semiotik  adalah  untuk  menyediakan  metode  analisis  dan             ka berpikir untuk mengatasi salah baca
. Pada  signifikasi  tahap  kedua  yang  berhubungan  dengan  isi,
tanda  bekerja  melalui  mitos .  Mitos  adalah  bagaimana
kebudayaan  menjelaskan  atau  memahami  beberapa  aspek  tentang realitas  atau  gejala  alam.  Mitos  merupakan  produk  kelas  sosial  yang
sudah mempuyai suatu dominasi.
122
D
i  dalam  semiologi  Roland  Barthes,  denotasi  merupakan sistem  signifikasi  tingkat  pertama,  sementara  konotasi  merupakan
tingkat  kedua.  Dalam  hal  ini  denotasi  justru  lebih  diasosiasikan dengan  ketertutupan  makna.  Sebagai  reaksi  yang  paling    kstrim
melawan  keharfiahan  denotasi  yang  bersifat  opresif  ini,  Barthes mencoba  menyingkirkan  dan  menolaknya.  Baginya,  yang  ada
hanyalah konotasi semata
-mata.
Dalam  kerangka  Barthes,  konotasi  identik  dengan  operasi ideologi,  yang  disebutnya  sebagai  mitos,  dan  berfungsi  untuk
mengungkapkan  dan  memberikan  pembenaran  bagi  nilai
-
nilai
122
Alex  Sobur, Bandung,  Remaja Rosdakarya,
2006, 127
-
128.
textual analysis
platform
Semiotika Komunikasi
72 dominan  yang  berlaku  dalam  suatu periode  tertentu.  Di  dalam  mitos
juga  terdapat  pola  tiga  dimensi  penanda,  petanda  dan  tanda,  namun sebagai  suatu  sistem  yang  unik,  mitos  dibangun  oleh  suatu  rantai
pemaknaan yang telah ada sebelumnya, atau, dengan kata lain,  mitos
adalah juga suatu sistem pema
knaan tataran kedua.
123
Barthes  menempatkan  ideologi  dengan  mitos,  karena  baik  di dalam  mitos  maupun  ideologi,  hubungan  antara  penanda  konotatif
dan  petanda  konotatif  terjadi  secara  termotivasi.  Sela     itu,  Barthes juga  memahami  ideologi  sebagai  kesadaran  palsu  yang  membuat
orang  hidup  di  dalam  dunia  yang  imajiner  dan  ideal,  meski  realitas
hidupnya yang sesungguhnya tidaklah demikian.
Ideologi  ada  selama  kebudayaan  ada  dan  konotasi  sebagai suatu  ekspresi  budaya.  Kebudayaan  mewujudkan  dirinya  di  dalam
teks-
teks  dan,  dengan  demikian,  ideologi  pun  mewujudkan  dirinya melalui  berbagai  kode  yang  merembes  masuk  ke  dalam  teks  dalam
bentuk penanda
-
petanda penting, seperti tokoh, latar, sudut pandang,
dan lain
-lain.
124
Pada  analisis  semiotik,  teks  dipahami  sebagai  kelompok  atau kombinasi  tanda  dan  analisis  tanda
-
tanda  di  dalam  kelompok  atau kombinasinya disebut analisis teks
.
Berdsasarkan  pada  uraian teoritis  di  atas,  penelitian  yang mengkaji agenda dasar
NCM
ketika menyatakan diri siap dicalonkan menjadi  calon  presiden  pada  pemilu  tahun  2004  dalam  sepuluh
“Membangun Kembali Indonesia” ini menggunakan model penelitian analis teks dalam Gamba
r 4
sebagai berikut di bawah ini:
123
Roland Barthes, “Mythologies”, 81
-
82.
124
Alex Sobur,
,
71.
E. Kerangka Penelitian