Sejarah dan Defenisi Konsep

Menurut Budiarjo, partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah. 25 Menurut Hutington dan Nelson, bahwa partisipasi politik adalah kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuat keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual dan kolektif, terorganisir dan sepontan, mantap atau sporadis, secara damai atau dengan kekerasan. Legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif. 26

3. Civil Sociecty

Dari pengertian mengenai partisipasi politik diatas maka dapat di ambil kesimpulan bahwa yang dimaksud partisipasi politik adalah keterlibatan individu atau kelompok sebagai warga negara dalam proses politik yang berupa kegiatan yang positif dan dapat juga yang negatif yang bertujuan untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan politik dalam rangka mempengaruhi kebijakan pemerintah.

a. Sejarah dan Defenisi Konsep

Secara harfiah, civil society adalah terjemahan dari istilah Latin, civilis societas. Mula-mula ia dipakai oleh Cicero 106-43 S.M, seorang orator dan pujangga Roma, yang pengertiannya mengacu pada gejala budaya perorangan dan 25 Sastroatmodjo, Sudijono. Ibid, Hal 68 26 Budiarjo, Miriam. 1998. Partisipasi dan Partai Politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hal 3 masyarakat. 27 Masyarakat sipil disebutnya sebagai sebuah masyarakat politik political society yang memiliki kode hukum sebagai dasar pengaturan hidup. 28 Di zaman modern, istilah itu diambil dan dihidupkan kembali oleh John Locke 1632-1704 dan Rousseau 1712-1778 untuk mengungkapkan pemikiran mereka mengenai masyarakat dan politik. Locke umpannya, mendefinisikan masyarakat sipil sebagai “masyarakat politik” political society. Namun demikian, dalam konsep Locke dan Rousseau belum dikenal pembedaan antara masyarakat sipil dan negara. Karena negara, lebih khusus lagi, pemerintah, adalah merupakan bagian dari salah satu bentuk masyarakat sipil. Bahkan keduanya beranggapan bahwa masyarakat sipil adalah pemerintahan sipil, yang membedakan diri dari masyarakat alami atau keadaan alami state of nature. 29 Ciri dari suatu masyarakat sipil, selain terdapat tata kehidupan politik yang terikat pada hukum, juga adanya kehidupan ekonomi yang didasarkan pada sistem uang sebagai alat tukar. Selain itu, kemandirian dan kemampuan untuk mengorganisasi diri—mengandaikan suatu keadaan di mana masyarakat memiliki kemampuan untuk mengatur dirinya sendiri, tanpa tergantung pemerintah—juga merupakan ciri lain dari civil society. 30 27 Alatas, Syed Farid. 2001. Islam, Ilmu-ilmu Sosial dan Masyarakat Sipil. Makalah Simposium Internasional. Jurnal Antropologi Indonesia ke-2. Padang : Universitas Andalas 28 Gunawan, Hendra. 2007. Islam dan Civil Society: Konsep, Sejarah, dan Perkembangannya di Indonesia Makalah. Purwokerto: FISIP Universitas Jenderal Soedirman 29 Gunawan, Hendra. Ibid 30 Gunawan, Hendra. Ibid Di Indonesia sendiri, civil society sebetulnya sudah mulai berkembang sejak dekade 70-an bersamaan dengan mulai maraknya lembaga swadaya masyarakat LSM di Indonesia. Memasuki dekade 80-an, wacana ini makin merebut perhatian publik. Ini tidak heran, karena pada dekade tersebut, kekuasaan Orde Baru sedang di puncak kejayaannya dengan wacana tunggal yang sangat hegemonik: ditandai penetapan Pancasila sebagai asas tunggal. Itulah sebabnya, wacana civil society ini seolah-olah menjadi alternatif sebagai wacana tandingin untuk kekuasaan Orde Baru. 31 Masyarakat sipil civil society sebagai sebuah konsepsi, menggambarkan suatu masyarakat yang terdiri dari lembaga-lembaga otonom yang cukup mampu mengimbangi kekuasaan negara. Mereka terdiri atas lembaga swadya masyakat yang mandiri, serikat-serikat pekerja, lembaga-lembaga profesi, perdagangan, badan-badan otonom keagamaan, kelompok mahasiswa, kelompok kebudayaan, dan lembaga lainnya, yang tugasnya adalah untuk mengawasi, meneliti dan menilai kebijakan pemerintah. 32 31 Gunawan, Hendra. Ibid 32 Alatas, Syed Farid. Opcit Dalam konteks ini, mereka juga berhadapan langsung kepada pemerintah untuk mengimbangi kekuasaan negara. Lembaga atau masyarakat itulah yang kemudian diidentikkan dengan masyarakat sipil. Konsep ini, secara jelas ingin memisahkan negara dengan masyarakat. Untuk kemudian mengkontiniukan antara satu dengan yang lainnya demi kesetabilan pemerintah. 33 Sebagai sebuah istilah, civil society memang masih merupakan perdebatan. Setiap ilmuwan sosial cenderung memiliki pandangan yang berbeda- beda tentang istilah ini. Craig Calhoun, misalnya, mendefinisikan civil society sebagai ruang sipil di mana orang bisa mengorganisasikan kehidupan sehari-hari mereka tanpa intervensi negara. Nakamura Mitsuo juga memiliki pandangan yang kurang lebih sama ketika dia menyatakan bahwa di luar ragam perbedaan teoritis dalam mendefinisikan civil society, ada dua aspek penting yang mencirikan civil society yang disepakati oleh para ilmuwan sosial, yaitu kehidupan berserikat— yang sifatnya suka rela—dan keadaban atau nilai-nilai keadaban dalam masyarakat. 34 Untuk mendefinisikan civil society, beberapa tokoh menggambarkan posisi hubungannya dengan beberapa sektor dan kemudian mengaitkan dengan beberapa tingkatan bidang yang ada pada sektor tersebut. Civil society sebagai sektor, maka ia sangat erat kaitannya dengan bisnis, negara, dan keluarga. Sementara civil society sebagai sebuah tingkatan bidang, maka ia memiliki tingkatan dalam keluarga, bisnis dan negara. 35 33 Gunawan, Hendra. Opcit 34 Boy ZTF, Pradana. 2009. Muhammadiyah, Memadukan Peran Ulama dan Bazaris. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah. 35 Paffenholz, T. Spurk, C. 2006. Civil Society, Civic Engagement, and Peacebuilding. Social Development Papers: Conflict Prevention and Reconstruction. Washington DC: The World Bank

b. Wacana Civil Society dan Masyarakat Madani