D. Awal Berdirinya Al Washliyah
Berdirinya Al-Jam’iyatul Washliyah merupakan perluasan dari sebuah perkumpulan pelajar. Pada awal pertumbuhannya ia banyak mengalami rintangan,
terutama dalam hal keuangan dan penataan organisasi. Maktab Islamiyah Tapanuli MIT merupakan sebuah lembaga pendidikan agama yang didirikan
pada tahun 1918 oleh orang-orang Tapanuli Selatan. MIT sebagai madrasah dianggap modern pada zamannya, namun masih tetap mempunyai cirri-ciri
tradisional. Pelajar-pelajar MIT inilah yang kemudian mendirikan suatu kelompok diskusi yang diberi nama “Debating Club” pada tahun 1928.
61
Perkumpulan pelajar merupakan hal yang umum di kalangan pelajar- pelajar sekolah umum. Di Medan, misalnya saat itu terdapat perkumpulan pemuda
Jong Islamieten Bond JIB cabang Medan, yang didirikan oleh pelajar-pelajar Indonesia yang belajar di sekolah Belanda pada tahun 1926.
62
Debating Club dalam perkembangannya bukan hanya mengadakan diskusi pelajaran, tetapi juga membahas persoalan di masyarakat, terutama mengenai
perbedaan faham di antara golongan-golongan. Agar bisa bergerak lebih luas, mereka bermaksud mendirikan sebuah organisasi Islam, yang kemudian berhasil
mereka dirikan setelah mengadakan pertemuan sebanyak tiga kali membahas hal Tetapi pelajar-
pelajar MIT tidak bergabung dalam perkumpulan ini, karena belum mampu berkomunikasi dalam bahasa Belanda, yang sering kali dipergunakan JIB.
61
Chalijah Hasanuddin. Opcit. Hal 34
62
Broegmans. 1919. Oostkust van Sumatera. Groningen. Hal 86
tersebut, di ujung tahun 1930. Pemberian nama organisasi tersebut mereka serahkan kepada guru kepala MIT, Syekh Muhammad Yunus.
63
Beliau memberikan nama perhimpunan ini, Al-Jam’iyatul Washliyah Perhimpunan yang
menghubungkan dan Mempertalikan. Kemudian para pelajar membentuk panitia persiapan untuk merumuskan dan menyusun Anggaran Dasar. Duduk sebagai
ketua dan sekretaris dalam panitia tersebut adalah Ismail Banda dan Arsyad Talib Lubis. Sehingga pada tanggal 30 November 1930 Al-Jam’iyatul Washliyah secara
resmi berdiri.
64
Duduk sebagai pengurus I adalah Ismail Banda Ketua, Abdurrahman Syihab Wakil Ketua, Arsyad Talib Lubis Sekretaris dan Syekh Muhammad
Yunus Penasehat. Anggota pengurus seluruhnya berasal dari suku Tapanuli Selatan. Dalam pembentukan pengurus disepakati pergantian pengurus setiap
enam bulan sekali.
65
Ketua I : H. Ilyas qadhi, suku Mandailing
Sebenarnya masa kerja pengurus untuk satu periode ini relatif terlalu singkat, tetapi organisasi ini ingin lebih cepat mengadakan evaluasi
kerja. Ternyata dalam periode pertama organisasi ini tidak dapat bergerak banyak, hanya maengadakan tabligh yang bersifat insidentil saja.
Setelah enam bulan kepengurusan pertama berjalan, sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan, maka Al-Jam’iyatul washliyah membentuk
pengurus baru sebagai berikut:
63
Beliau adalah seorang tokoh ulama bermazhab Syafi’i yang independent berada du luar birokrasi kerajaan. Lihat Chalijah Hasanuddin.1988. Al-Jam’iyatul Washliyah 1930-1942; Api Dalam
Sekam di Sumatera Timur. Bandung: Pustaka. Hal 35
64
Chalijah Hasanuddin. Opcit. Hal 36
65
Pengurus Besar Al Djamijatul Washlijah. Opcit. Hal 39
Ketua II : Ismail Banda, suku Mandailing
Penulis I : H. Mahmud qadhi suku Mandailing
Penulis II : Adnan Nur, suku Mandailing
Bendahara : H.M. Ya’cub, suku Mandailing Pembantu : Abdurrahman Syihab, suku Mandailing
Penasehat : Syekh Hasan Maksum, mufti suku Melayu, Syekh Muhammad Junus, suku Mandailing
66
Pada akhir tahun 1931, Al-Jam’iyatul washliyah kembali mengadakan pergantian pengurus untuk periode ketiga. Dalam periode III ini, Ismail Banda
mantan ketua Al-Jam’iyatul Washliyah pada periode I, berangkat ke Makkah untuk melanjutkan belajarnya. Mantan penulis II Adnan Nur, masuk menjadi
anggota Gerindo gerakan Indonesia. Oleh karena kedua orang tersebut mempunyai pengalaman lebih banyak dalam bidang oraganisasi, maka kepergian
mereka melemahkan penataan kegiatan Al-Jam’iyatul washliyah. Pada tahun 1932 Pada periode kedua ini muncul ide baru untuk menggerakkan Al-
Jam’iyatul washliyah dengan mengikut sertakan qadhi ulama kerajaan. Qadhi mempunyai pengaruh atas Sultan, kare ia adalah aparat kerajaan dan mera
bermazhab sama. Pada periode ini Al-Jam’iyatul washliyah diminta oleh masyarakat Firdaus dekat Rampah untuk membuka madrasah. Madrasah tersebut
diberi nama Hasaniyah. Nama ini dipakai karena nama Syekh Hasan Maksum sangat terkenal di Sumatera Timur.
66
Pengurus Besar Al Djamijatul Washlijah. Ibid. Hal 39
Al-Jam’iyatul washliyah kembali mengadakan pemilihan pengurus untuk periode IV dengan susunan sebagai berikut:
Ketua I : T.M. Anwar bangsawan, suku melayu.
Ketua II : Abdurrahman Syihab, suku Mandailing
Sekretaris I :Udin Syamsuddin aktivis muda, suku Mandailing.
Sekretaris II : H. Yusuf Ahmad Lubis qadi suku Mandailing Penasehat
: Syekh Hasan Maksum Imam Paduka Tuan suku melayu H. Ilyas qadhi suku Mandailing
Syekh Muhammad Yunus Kepala MIT suku Mandailing.
67
Al-Jam’iyatul washliyah berhasil membuka cabang di daerah Bedagai pada tahun 1931, di wilayah kerajaan Asahan didirikan cabang di Tanjung Balai
Pada masa ini Al-Jam’iyatul washliyah lebih aktif bergerak karena ada dua pendatang baru dalam kepengurusan organisasi yakni T.M. Anwar seorang
bangsawan berasal dari Tanjung Balai, ia dikenal ramah, dermawan dan tergolong kaya. Abdurrahman Syihab mengajak T.M. Anwar untuk turut bersama membina
dan membantu Al-Jam’iyatul washliyah dengan membiayai sewa rumah untuk kantor organisasi. Bantuan tersebut hanya setahun, namun sangat berarti bagi
organisasi ini. Dalam masa 7 tahun Al-Jam’iyatul washliyah berpindah-pindah kantor sebanyak 10 kali. Pendatang kedua adalah Udin Syamsuddin. Dengan
dana yang kecil, sekretaris ini berusaha menata organisasi dengan baik.
67
Chalijah Hasanuddin. Opcit. Hal 39
pada akhir tahun 1932, cabang Aek Kanopan didirikan pada awal tahun 1933, dan membentuk berbagai ranting di sekitar kota Medan Kampung Baru, Titi Kuning,
Sungai Kerah dan Pulau Brayan. Pada tahun 1934 menyusul di daerah Porsea, tapanuli Utara dan Simalungun, juga di daerah Deli yakni Belawan dan
Labuhan.
68
E. Aktivitas Al Washliyah