Perbedaan tersebut timbul dari adanya perbedaan intepretasi tentang apa yang dimaksud dengan masyarakat unggul al khair al ummah. Ia bisa diartikan
sebagai masyarakat sipil, bisa pula negara. Tetapi jika kita kembali kepada pengertian masyarakat madani, yang merupakan pemikiran baru di zaman
modern, maka masyarakat madani mencakup masyarakat sipil maupun negara. Masalahnya adalah mana yang dianggap primer dan mana yang sekunder. Hingga
sekarang ini, negara state—konsep civil society dipandang sebagai primer, walaupun kenyataannya, masyarakat sipil terlebih dahulu lahir sebelum
terbentuknya Negara RI. Tetapi, negara juga mempunyai peranan dalam pembinaan masyakat. Di Indonesia, Negara secara tidak langsung ikut
membentuk masyarakat sipil.
37
c. Islam dan Korelasinya dengan Civil Society di Indonesia
Menjelang Perang Dunia II, dipelopori oleh kaum cendekiawan lahirlah organisasi-organsasi keislaman di Indonesia. Boleh dikatakan, kaum cendekiawan
bersama-sama dengan ulama, yang sering juga disebut sebagai cendekiawan tradisional, memegang peranan sentral dan ikut mewarnai pembentukan negara.
Merek terpecah pandangannya dalam melihat kedudukan dan peranan agama dalam negara. Di satu pihak, terdapat pendapat yang menghendaki pemisahan
agama dan negara, dan di lain pihak, terutama kelompok Islam, menentang
37
Gunawan, Hendra. Opcit
sekularisme, mengingat kuatnya unsur keagaman dalam masyarakat, khususnya kaum Muslim, yang pada waktu itu mencakup lebih dari 90 penduduk.
38
Dalam perspektif Islam, civil society lebih mengacu pada penciptaan peradaban. Kata al din, yang umumnya diterjemahkan sebagai agama, berkaitan
dengan makna al tamaddun, atau peradaban. Keduanya menyatu ke dalam pengertian al madinah yang arti harfiyahnya adalah kota. Dengan demikian, maka
civil society diterjemahkan sebagai “masyarakat madani”, yang mengandung tiga hal, yakni agama, peradaban dan perkotaan.
39
Di Indonesia, beberapa waktu lalu terjadi banyak kasus yang menjadi rebutan antara agama dan negara. UU Pornografi dan Pornoaksi serta peraturan
pemerintah tentang poligami adalah di antara contohnya. Di wilayah manakah persoalan seperti pornografi, pornoaksi, dan poligami itu mestinya berada, adalah
salah satu pertanyaan yang sering dilontarkan. Sehingga, muncul lagi kemudian sebuah pertanyaan, apakah kasus-kasus tersebut di atas—dan kasus-kasus
sejenis—menjadi bagian dari wilayah negarakah atau agama. Di sinilah letak kekompleksitasan
dari konsepsi civil society itu sendiri. Artinya, ada yang memahami bahwa civil society itu merupakan pola masyarakat madani yang oleh orang barat
disepadankan dengan civil society yang dipandang modern oleh mereka.
40
38
Gunawan, Hendra. Ibid
39
Gunawan, Hendra. Ibid
40
Burhani, Ahmad Najib. 2009. Muhammadiyah sebagai Civil Islam? Suara Muhammadiyah. 2 Januari
Tidak bisa dimungkiri bahwa teori civil society awalnya berkembang di Barat; dan karena itu menerapkan kerangka teoritis ini begitu saja ke dalam
konteks masyarakat Islam Indonesia menjadi tidak bijaksana. Kesalahan menerapkan satu ukuran teoritis pada kondisi-kondisi masyarakat yang berbeda
inilah, antara lain, yang telah mengarahkan teoritisi Barat untuk melabel masyarakat Islam sebagai tidak sejalan dengan civil society.
41
Masyarakat sipil yang mewarnai dunia Islam di Indonesia ini merupakan mata rantai sejarah dari Islam itu sendiri. Islam tidak pernah sepi dari peranannya
Ernest Gellner, misalnya, menilai dalam kerangka teoritis Barat tentang masyarakat, keberadaan
civil society di kalangan masyarakat muslim adalah sesuatu yang sangat tidak mungkin. Pandangan negatif tentang ketidakmungkinan Islam bersanding dengan
civil society ini dikritik oleh Masoud Kamali, bahwa para pemikir Barat ini gagal memahami dua dimensi Islam, yaitu Islam sebagai agama dan sekaligus sebagai
teori politik dan sumber legitimasi kekuasaan. Kenyataan kedua ini merupakan fakta yang berlangsung sepanjang sejarah Islam. Menurut Kamali, peran
menentukan agama dalam melegitimasi kekuasaan telah menjadikan kelompok ulama sangat berpengaruh dalam masyarakat. Secara historis, ulama memainkan
peranan yang sangat penting dalam banyak lembaga sosial, seperti pendidikan, perkawinan, penguburan, pengumpulan dan pembagian pajak, pendataan
kekayaan, dan sebagainya. Maka, peran-peran yang dimainkan oleh para ulama inilah yang menjadikan status mereka dalam masyarakat semakin kuat.
41
Boy ZTF, Pradana. Opcit
membentuk civil society. Namun demikian, konsep civil society yang dibangun Islam sungguh berbeda dengan konsep civil society yang dibangun oleh dunia
Barat. Civil society dalam pandangan Islam tidak memisahkan umat masyarakat dari negara. Akan tetapi ia merupakan satu kesatuan yang utuh. Berbeda dengan
konsep civil society yang digagas oleh pemikir Barat. Masyarakat diletakkan berseberangan dengan negara. Ia menjadi penyeimbang yang bersifat opisisi dari
negara, dengan tujuan sebagai pengontrol kekuasaan negara. Guna menghilangkan kesalahpahaman berbagai pihak tentang adanya civil society—sebagai lawan dari
pemerintah—maka yang dimaksud masyarakat sipil di sini adalah masyarakat madani, yakni sebenarnya kedua istilah dan konsepsi ini jelas berbeda. Ia tetap
“dipaksa” untuk disamakan asal bisa mengacu untuk menjadi sebuah masyarakat yang etis, progesif, dan menuju kepada terbentuknya peradaban yang unggul.
G. Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian adalah sebagaimana ajaran mengenai cara-cara yang digunakan dalam memproses penelitian.
42
1. Metode Penelitian