Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
3
anjuran menikah dengan orang tertentu pula. Larangan ini disebabkan karena adanya hubungan tertentu antara seseorang dengan yang lainnya. Walaupun
antara kedua hukum ini memiliki dasar pertimbangan yang berbeda, namun baik dalam agama ataupun istiadat, memperoleh keturunan serta menjaga
hubungan kekerabatan merupakan salah satu tujuan penting dari suatu perkawinan.
4
Hidup dalam masyarakat juga memiliki berbagai aturan yang berkaitan dengan masalah perkawinan, ada aturan adat yang lebih mengutamakan
perkawinan dengan kerabat ada juga yang yang tidak boleh kawin kecuali dengan seseorang di luar klan atau sukunya. keunikan-keunikan aturan ini tidak
lain adalah demi untuk menjaga prinsip-prinsip adat yang lainnya. Kendati berbagai macam aturan tentang masalah perkawinan ini telah
ditetapkan adat, namun dalam masyarakat tetap saja ditemukan berbagai bentuk pelanggaran terhadap aturan tersebut. Permasalahan ini dapat terjadi bukan
hanya karena kurangnya kesadaran masyarakat mengenai fungsi dari larangan adat ini, akan tetapi juga karena keterkaitan mengenai relevansi aturan adat itu
sendiri dengan pemahaman serta pola fikir masyarakat yang semakin maju. Perubahan serta perkembangan pola pikir ini akan dapat menyebabkan adanya
interpretasi baru mengenai relevansi aturan adat tersebut dengan perubahan yang sedang terjadi didalam masyarakat.
4
Hilman Hadi Kusuma, Hukum Perkawinan Adat, Jakarta: Pt Pradya Paramitha 1987, cet-2, h. 22.
4
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, salah satu bentuk aturan perkawinan dalam adat adalah bahwa seseorang itu dilarang melangsungkan
perkawinan dengan kerabat. Contoh larangan adat seperti ini terdapat pada masyarakat Madura yang mana melarang pernikahan Salep Tarjha yakni
pernikahan silang antara 2 dua orang bersaudara sataretanan putra-putri.
5
Contoh : Ali dan Arin adalah dua orang bersaudara kakak-adik yang dinikahkan secara silang dengan Rina dan Rizal yang juga dua orang
bersaudara kakak-adik. Dalam hal ini perlu digarisbawahi bahwa suatu perkawinan itu akan disebut sebagai perkawinan Salep Tarjha, apabila orang
yang menikah tersebut adalah seorang laki-laki dan seorang perempuan saudara kandung yang kemudian keduanya dinikahkan secara silang dengan 2 dua
orang saudara kandung juga. Jadi, apabila modelnya tidak seperti ini, maka tidak disebut dengan perkawinan Salep Tarjha.
Pada dasarnya, larangan terjadinya perkawinan Salep Tarjha berkaitan erat dengan adanya keyakinan masyarakat akan mitos-mitos yang berkaitan
dengan perkawinan tersebut. Tentunya mitos-mitos tersebut tidak terlepas dari ajaran dan doktrin yang ditanamkan oleh nenek moyang mereka secara turun
temurun kepada keturunannya. Masyarakat Madura memiliki keyakinan bahwa perkawinan ini dapat mendatangkan musibah dan bencana bagi pelaku maupun
keluarganya.
5
Myhidayah Weblog, “Perkawinan Salep Tarjha”, artikel diakses pada 24 desember 2010 dari web myhidayah wordpress.com.
5
Perkawinan Salep Tarjha dalam Islam dibolehkan hal ini dapat dilihat dari surat An-Nisa ayat 23 tentang wanita yang haram dinikahi karena
hubungan kerabat. Yang mana dijelaskan bahwa Diharamkan menikah karena ada hubungan darah, hubungan perkawinan dan hubungan persusuan
6
Para ulama di Madura menggunakan ayat tersebut sebagai landasan bahwa pernikahan Salep Tarjha boleh dilakukan karna pernikahan antara
saudara ipar tidak ada dalam surat An-Nisa ayat 23. menurut ulama Madura Perkawinan salep tarjha, secara normatif boleh-boleh saja dilakukan, karena di
dalam Al- Qur’an dan Al-Hadits maupun menurut pandangan para ulama yang
sudah terkodifikasi di dalam kitab-kitab fiqh klasik kitab kuning tidak didapatkan satupun adanya larangan terhadap model perkawinan Salep Tarjha
tersebut. Oleh karenanya, siapapun yang melakukan perkawinan model tersebut dibenarkan dan tidak dilarang
Dari ayat dan pendapat ulama di atas jelas bahwa hukum perkawinan Salep Tarjha dalam Islam adalah boleh, oleh karena itu sehubungan dengan
status hukum perkawinan ini terlihat ada pertentangan antara hukum Islam dengan ketentuan adat masyarakat Madura yang melarang perkawinan.
Untuk mengetahui permasalahan lebih dalam dan detail maka penulis
berkeinginan untuk meneliti permasalahan ini dengan judul: Perkawinan Salep Tarjha Pada Masyarakat Madura Ditinjau Dari Hukum Islam.
6
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia Jakarta: Prenada Media,2007, h. 110-111.
6