PERKAWINAN DALAM ADAT MADURA

47 untuk mengantarkan hantaran balasan berupa seperangkat pakaian bagi pemuda serta kue- kue Hal ini disebut “tongkebban” artinya ditengkurapkan. 16 e. Prosesi Pertunangan Lamaran Setelah acara nale’e pagar dilanjutkan dengan meresmikan pertunangan yang disebut oleh orang madura dengan lamaran. Pertunangan ini menjadi resmi Kalau orang tua si pemuda mengirimkan “penyengset” bahasa tinggi Madura yang berarti ikat pinggang. 17 Biasanya dalam penyengset berupa pisang susu maka pihak pemuda minta agar segera kesusu disusul dengan perkawinan. Jumlah dari pisang tersebut menandakan jumlah bulan bila 3 sisir berarti 3 bulan Sedangkan kue-kue tak bo leh lupa disertai kue “ tettel” 18 Hal di atas dijalankan oleh keluarga-keluarga madura yang masih berpegang pada adat dan terutama di desa-desa. Kalau di kota-kota sering disertai dengan resepsi pertunangan yang mempertemukan kedua muda-mudi tersebut, lengkap dengan saling mempertukarkan cincin. f. Nyeddek Temo Setelah resmi bertunangan jika beberapa bulan kemudian pihak laki-laki ingin ingin melangsungkan perkawinan maka pihak pemuda mengirimkan 16 Tongkebban adalah Upacara balasan berupa kunjungan dari pihak wanita kepada pihak keluarga pria. 17 Penyengset adalah pengikat dalam ikatan tunangan berupa hantaran atau seserahan pihak laki-laki kepada pihak perempuan yang terdiri dari seperangkat pakaian dan beraneka ragam kue dan buah. 18 tettel” makanan dari beras ketan yang sifatnya rekat yang melambangkan agar hubungan yang rekat atau lengket . 48 utusan yang terdiri dari kaum laki-laki saja guna mengadakan “nyeddek’ temo” mendesak pertemuan untuk membicarakan hari perkawinan kedua muda-mudi itu. Para utusan keluarga pemuda dan pihak si gadis haruslah orang yang ahli dalam perhitungan hari perkawinan yang baik. Masih umum dalam hal ini kedua keluanga tersebut minta pertimbangan Ulama. Setelah hari dan tanggal pernikahan telah ditentukan, sang calon pengantin perempuan akan melakukan persiapan kecantikan di rumahnya. Persiapan kecantikan tubuh dalam adat Madura dilakukan 40 hari sebelum waktu pesta pernikahan. Selama 40 hari, sang calon pengantin perempuan dipingit dirumah. Dipingit berarti tidak boleh keluar rumah selama waktu yang ditentukan untuk perawatan kecantikan kulit sang perempuan.

2. Upacara-upacara pelaksanaan perkawinan

Penyelenggaraan perkawinan dulu di Madura berlangsung selama 3 hari 3 malam sekarang hanya cukup sehari semalam saja, sekalipun ada beberapa daerah dan adat yang harus berlangsung selama 3 hari. 19 Pada hari pertama biasanya dilangsungkan aqad nikah, dan terdapat 3 bentuk akad nikah yaitu:  Ada upacara aqad nikah yang diselenggarakan beberapa hari sebelum resepsi perkawinan, 19 Lilik rosida irmawati, “media budaya madura dalam adat pernikahan”, artikel diakses pada 1mei 2011 dari http:budayamadura.blog.com 49  ada juga yang melangsungkan “kabin moso” yaitu sébelum bersanding dipelaminan, calon mempelai yang baru masuk ruang resepsi melaksanakan aqad nikah dulu,  dan ada juga Apabila pagi harinya melaksanakan aqad nikah maka malam hari nya diselenggarakan resepsinya. Di rumah keluarga calon mempelai laki-laki sebelum melangsungkan upacara aqad nikah, maka diadakan rasol kabin tumpeng untuk selamatan kawin yang berbentuk pembacaan do’a dan makan barsama. Peserta upacara tersebut hanya kaum pria, terutama mereka yang akan mengantar calon mempelai laki-laki untuk aqad nikah. Setelah makan bersama rombongan pengantar calon mempelai laki-laki teresebut, dilepas menuju keluarga calon mempelai perempuan. Waktu penyelenggaraan aqad nikah di rumah keluarga calon mempelai perempuaan umumnya pagi hari. sekitar jam O90.O-1O.OO atau setelah sembahyang Dhuhur. Penghulu umumnya diundang ke rumah keluarga mempelai perempuan untuk menikahkan. Penghulu menikahkan si anak gadis dengan calon suaminya sesuai dengan ketentuan agama dan perundang- undangan. Akhir dari akad nikah selalu disertai dengan doa dan khotbah nikah. 20 20 Adat dan upacara perkawinan daerah jawa timur, hal. 129 50 Menjelang resepsi malam yang pertama mempelai perempuan di paras oleh penghias. Dulu “pangennyas” juru rias pengantin sebelum merias pengantin berpuasa dan bersembahyang hajad untuk memohon kepada Tuhan Yang Maha kuasa aga r mampu memberikan “pangabar” kemantin yang diriasnya menjadi cantik bercahaya. 21 Hiasan di “tarop” selalu ada hiasan lambang-lambang seperti. Janur kuning lambang keperawanan peraban sonte, dan pohon pisang yang sedang “nongkol” jantung pisang sebagai lambang “lanceng kapaceng” jejaka . Juga hiasan daun b eringin sebagai lambang “ rampa„naong baringen korong “ kehendak mengayomi dan membantu keluarga yang tak punya. Pada resepsi malam yang kedua kesibukan perayaan berpindah ke rumah keluarga pengantin laki-laki Malam kedua tersebut a dalah malam “mantan amaen” artinya berkunjung ke rumah keluarga pihak kemantin laki-laki. Kerabat dari kedua pihak hadir ikut meramaikan. Kedua pengantin bersanding di pelaminan dengan berpakaian kraton Pada malam kedua tersebut keduanya masih tidur terpisah dengan pengawasan orang tua. 22 Pada resepsi malam ketiga kedua pengantin bersanding dipelaminan dengan berpakaian bangsawan. Pada malam itu “nangga mamaca”. 23 Pada 21 Wawancara pribadi dengan perias manten, afiah, Jakarta 16 mei 2011 22 Adat dan upacara perkawinan daerah jawa timur, h. 130 23 nangga mamaca mengundang hiburan panggung dangan cerita-cerita percintaaan, hal ini memang dibuat begitu agar kedua pengantin makin dimabuk asmara 51 malam itu untuk kedua pengantin tidak diadakan lagi kamar yang terpisah atau tempat tidur yang terpisah, tapi cukup satu kamar dan satu tempat tidur beralaskan seprai putih bersih, harum oleh bau dupa dan bunga melati. Malam itu harus sudah jadi hubungan seks antara kedua pengantin tersebut. Pagi harinya diadakan selamatan “nase ponar “ nasi kuning dan beras ketan, “asambel Nye’or” sambal kelapa ada kue-kue berbentuk kelamin laki- laki dan perempuan diantaranya diantar-antarkan kepada kerabat dan tetangga, seakan-akan suatu pemberitahuan dengan lambang, bahwa kedua pengantin tersebut sudah melaksanakan hubungan seks sebagai suami isteri dengan Sempurna. Sekarang acara tiga malam tersebut dijadikan satu malam saja, tapi berganti pakaian tiga kali, dan “ngonjong mantu” 24 yang terpisah beberapa hari dari acara resepsi perkawinan dipihak keluarga pengantin perempuan.

3. Upacara-Upacara Sesudah Perkawinan.

Setelah selesai upacara-upacara perkawinan kedua pengantin baru itu yang hidup dilingkungan keluarga isterinya melaksanakan tugas sehari-hari. Dulu pengantin baru itu kira-kira 2 sampai 3 bulan tidak boleh bekerja dan belanja sendiri. Semuannya di tanggung orang tua isterinya. Baru setelah orang tua isterinya menganggap kedua pengantin itu sudah bisa berdiri sendiri mulai dilepas untuk bertanggung jawab sendiri. 24 Ngonjong manto adalah kegiatan silaturrahmi yang wajib dilakukan beberapa hari setelah resepsi oleh pengantin baru untuk mengunjungi semua kerabatnya baik pihak suami atau istri. 52 Mengenai hidup perorangan yang segera melibatkan kedua pengantin baru itu terbagi dalam beberapa tahap sesuai dengan kejadian penting dalam usia-usia tertentu yang hanya dijalani sekali saja dalam hidupnya. Tahap-tahap tersebut adalah: 25 a. Pellet kandung jawa tingkepan, Pellet kandung yaitu apabila usia kandungan pertama si isteri mencapai 7 bulan. maka perawatan atas diri si isteri itu ditangani oleh orang tuanya. Upacara ini diselenggarakan waktu malam hari, di tempat kerabat isterinya. Yang di undang selain kerabat isterinya, juga kerabat suaminya. Didalam rumah ada acara memijat kandungan untuk membetulkan letak bayinya yang dilakukan oleh nyi dukun bayi, diluar para undangan pria atau wanita tempat-terpisah membaca surah Yasin agar ganteng seperti Nabi yusuf bila laki-laki dan surah maryam agar cantik dan baik seperti maryam. Si isteri terus dibawa ke “pakeban’ kamar mandi untuk dimandikan air “kom-koman” air bunga ditempatkan dibelanga penay 26 oleh suaminya dan para“Seppo”.. Semuanya ditujukan untuk kemudahan melahirkan, selamat dan agar bayi adalah calon manusia yang berbudi luhur, taqwa dan berguna. b. Upacara Kelahiran Begitu bayi lahir maka segera dibersihkan dan dimandikan, Bapaknya atau kakeknya membisikkan adzan di te1inga kanan bayi dan iqamath di telinga 25 Adat dan upacara perkawinan daerah jawa timur, h. 132 26 “penay” adalah wadah tradisional dari tanah, yang melambangkan kesederhanaan 53 kirinya. Ari-ari dan tali pusar yang telah di potong diberi ramuan rempah- rempah diberi tu1isan arab dimasukkan kedalam “polo” periuk kecil bertutup di tanam di belakang rumah kalau bayi perempuan agar tidak suka keluar rumah dan betul-betul menjadi ibu rumah tangga di tanam dimuka rumah kalau bayi laki-laki agar menjadi penjaga rumah yang baik. Di atas pendaman ari-ari tersebut, ditanam pandan duri dan selama 7 malam diberi lampu. 27 27 Adat Dan Upacara Perkawinan Daerah Jawa Timur, h. 134 54

BAB IV IMPLIKASI PERKAWINAN SALEP TARJHA

A. ATURAN ADAT TENTANG PERKAWINAN SALEP TARJHA

Masyarakat Madura di satu sisi merupakan masyarakat yang agamis dengan menjadikan Islam sebagai agama dan keyakinannya, Hal ini tercermin dalam ungkapan “Abhantal syahadat, asapo’ iman, apajung Allah” 1 , yang menggambarkan bahwa orang Madura itu berjiwa Agama Islam. Akan tetapi di sisi lain mereka juga masih mempertahankan adat dan tradisi yang terkadang bertentangan dengan ketentuan S yari’at Islam, karena adat dan tradisi yang dipertahankan tersebut hanya berlandaskan pada mitos- mitos yang tidak dapat dirasionalisasikan dan cenderung bertentangan dengan Aqidah Islamiyah, seperti larangan untuk melakukan perkawinan dengan model Salep Tarjha ini salah satunya. Salep Tarjha ini merupakan salah satu model perkawinan yang benar secara syariat Islam dan ketentuan perundang-undangan yang ada di Indonesia, akan tetapi dilarang berdasarkan ketentuan adat-istiadat dan tradisi masyarakat Madura. Karena diyakini dapat membawa bencana dan musibah seperti mengalami sakit-sakitan ke’sakean, kesulitan dalam mencari rezeki dan akan selalu melarat dalam kehidupannya, atau bahkan bisa meninggal dunia pendek omor. 1 Abhantal syahadat, asapo iman, apajung Allah adalah ungkapan dalam bahasa Madura yang memiliki arti berbantalkan syahadat, berselimutkan iman, berpayungkan Allah. Ungkapan ini menunjukkan bahwa Islam merupakan agama yang sudah mendarah daging dalam masyarakat 55 Dalam hal ini, selama penulis melakukan penelitian di lingkungan orang madura yang berada di Jakarta, mendapatkan informasi dari tokoh agama, tokoh adatsesepuh 2 seperti kakek,nenek dan beberapa orang masyarakat yang menjadi informan, menerangkan dan menjelaskan kepada penulis bahwa yang dimaksud Salep Tarjha adalah sebagai berikut.

1. Pengertian Perkawinan Salep Tarjha

menurut bahasa madura Salep Tarjha jika diartikan kedalam bahasa Indonesia maka dapat diartikan sebagai berikut: saling tarik menarik atau, Saling tendang atau, saling mendahului atau, menerobos. Sunarmi yang kerap dipanggil embah endu’ sebagai salah seorang sesepuh Madura mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Salep Tarjha itu apabila ada seorang laki-laki dan perempuan bersaudarakakak adik yang menikah dengan seorang laki-laki dan perempuan yang juga bersaudara. Jadi, laki-laki dan perempuan tersebut menjadi menantu satu orang, seperti Rohimah dan Mad’sehri yang keduanya menjadi menantu Pak Misnali. Rohimah dan Mad ’sehri itu adalah dua orang bersaudara, laki-laki dan perempuan. 3 Dari paparan dan penjelasan tokoh sesepuh Madura di atas, mengenai pengertian Salep Tarjha maka dapat disimpulkan bahwa suatu perkawinan akan disebut sebagai perkawinan Salep Tarjha apabila orang yang menikah tersebut 2 Sesepuh adalah orang yang paling tua di keluarganya seperti kakek atau nenek yang masih memegang teguh adat istiadat madura. dan menjadi penasehat perkawinan agar selamat semua turunannya berdasarkan adat istiadat madura. 3 Sunarmi, wawancara pribadi, Jakarta, tanggal 12 mei 2011. 56 adalah seorang laki-laki dan seorang perempuan saudara kandung yang kemudian keduanya dinikahkan secara silang dengan 2 dua orang saudara kandung juga. Kisah perkawinan Salep Tarjha ini mengingatkan penulis tentang cerita kisah anak nabi adam yaitu Qabil dan Habil. Menurut aturan hukum perkawinan yang berlaku kala itu, Qabil boleh mengawini Labuda, dan Habil harus kawin dengan Iqlima. Dan perkawinan itu harus disilang, antara yang lahir kembar terdahulu dengan yang lahir kembar sesudahnya, asal jangan dengan yang sama-sama lahir atau kembarannya. Namun karena di mata Qabil, wajah Labuda tidak secantik Iqlima, ia menolak aturan itu. Sehingga terjadilah peristiwa pembunuhan pertama yang terjadi di muka bumi.

2. Pendapat Yang Melarang Salep Tarjha

Pada dasarnya, larangan terjadinya perkawinan Salep Tarjha berkaitan erat dengan adanya keyakinan masyarakat akan mitos-mitos 4 yang berkaitan dengan perkawinan tersebut. Masyarakat Madura memiliki keyakinan bahwa perkawinan ini dapat mendatangkan musibah dan bencana bagi pelaku maupun keluarganya, berupa: rezekinya akan sulit, sakit-sakitan ke’sakean atau bahkan meninggal dunia. Kenyataan ini kami pahami dari hasil wawancara yang dilakukan dengan sejumlah sesepuh Madura, dimana para sesepuh ini membenarkan hal tersebut, disamping juga menjelaskan bahwa adanya 4 Mitos adalah semacam tahayyul sebagai akibat ketidaktahuan manusia, tetapi bawah sadarnya memberitahukan tentang adanya sesuatu kekuatan yang menguasai dirinya.