Transformasi Kitosan dan Asam Palmitat Menjadi N-Palmitil Kitosan

(1)

TESIS

Oleh

IRWANSYAH 097 006 032/KIM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memproleh Gelar

Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Kimia Pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Oleh

IRWANSYAH 097 006 032 / KIM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

Nomor Pokok : 097006032 Program Studi : Ilmu Kimia.

Menyetujui : Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Jamaran Kaban, MSc) (Drs. Adil Ginting, MSc)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan

(Prof. Basuki Wirjosentono, M.S, Ph.D) (Dr. Sutarman, MSc)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Jamaran Kaban, M.Sc. Anggota : 1. Drs. Adil Ginting, M.Sc.

2. Prof. Basuki Wirjosentono, M.S, Ph.D 3. Dr. Hamonangan Nainggolan, M.Sc. 4. Prof. Dr. Tonel Barus.


(5)

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memproleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis dan diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis untuk diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juni 2011.

Penulis,


(6)

ABSTRAK

Banyak peneliti tertarik untuk mengembangkan kegunaan kitosan dengan melakukan reaksi transformasi kimia menjadi turunan kitosan. Telah dilakukan pembuatan N-palmitil kitosan dari reaksi antara palmitil klorida dengan kitosan. Palmitil klorida diperoleh melalui reaksi antara asam palmitat dengan phosforpentaklorida dalam pelarut kloroform pada suhu 60 – 70 oC selama 3 jam. Palmitil klorida direaksikan dengan kitosan dalam kloroform pada suhu O oC selama 30 menit, lalu dihidrolisis menggunakan NaOH 1 M pada suhu 60 – 65 oC selama 20 jam. Terbentuknya N-palmitil kitosan dapat dilihat dari hasil analisa FT-IR, dimana muncul serapan 2916 cm-1 (gugus alkil, CH- stratching; CH3- asymetris), 2848 cm-1 (gugus alkil, CH- stretching; -CH2- symetris), 720 cm-1 (-CH2- rocking in C-(CH2)n -C), 3448 cm-1 (amida, N-H stretching; NH sekunder, dan –OH stretching; dimer), 1543 cm-1(amida II, N-H deformasi; sekunder), 1573 cm-1 (amida I, N-H stretching; C=O stretching; sekunder) dan 1111 cm-1 (amida III, CN stretching-NH deformation, sekunder).

Kata Kunci: N-Palmitil kitosan, Kitosan, Asam palmitat, Palmitil klorida dan FT- IR.


(7)

Many researchers interest to develope using of chitosan by performing chemical transformation reaction to produce chitosan derivatives. It has been conducted formation of N-palmityl chitosan from the reaction between palmityl chloride and chitosan. Palmityl chloride was produced by reaction between palmatic acid with phosphorpentachloride in chloroform at (60-70) oC for 3 hours. Palmityl chloride was reacted with chitosan in chloroform at 0 oC for 30 minutes, then it was hydrolyzed by using NaOH 1M at (60-65) oC for 20 hours. Formation of N-palmityl chitosan can be seen from FT-IR analysis, where absorptions at 2916 cm-1 (alkyl group, CH- stratching, CH3- assymetris), 2848 cm-1 (alkyl group, CH stretching,

-CH2- symetris), 720 cm-1 (-CH2- rocking in C-(CH2)n-C), 3448 cm-1 (amide, N-H

stretching, R2NH secondary, and –OH stretching, dimer), 1543 cm-1 (amide-II, N-H

deformation, secondary), 1573 cm-1 (amide-I, NH stretching, C=O stretching, secunder) and 1111 cm-1 (amide-III, CN stretching-NH deformation, secondary).

Key Words : N-Palmityl chitosan, Chitosan, Palmitic acid, Palmityl chloride and FT-IR


(8)

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan anugrah-Nya, yang telah memberikan kesempatan dan kemudahan, sehingga penulis mampu menyelesaikan tesis dari penelitian dengan judul “ Transformasi Kitosan dan Asam Palmitat Menjadi N-Palmitil Kitosan ”. Tesis merupakan suatu syarat yang harus dipenuhi dalam rangka untuk mencapai kesarjanaan magister (S-2) pada Program Studi Magister Kimia di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini, penulis sangat menyadari bahwa dengan bantuan dari berbagai pihak dapatlah tesis ini terselesaikan, sebagai mana diharapkan. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Jamaran Kaban, M.Sc dan Drs. Adil Ginting, MSc selaku dosen pembimbing I dan II, atas segala dukungan, saran dan masukan serta pengarahannya dalam memberikan pengetahuan dan bimbingan yang sangat bermanfaat bagi penyusunan tesis dari penelitian ini.

2. Bapak Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D dan Dr. Hamonangan

Nainggolan, M.Sc selaku Ketua Prodi dan Sekretaris Prodi Kimia Sekolah Pascasarjana USU, yang telah mengarahkan kami selama perkuliahan dan dalam melaksanakan persiapan penelitian sampai penyelasian penulisan tesis ini.

3. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof . Dr. dr. Syahril Pasaribu,

DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) , Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU, Dr. Sutarman, M.Sc, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami selama mengikuti program magister ilmu kimia.


(9)

Ginting, M.Sc, staf ahli Ibu Juliati Tarigan, S.Si, M.Si dan lainya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, Asisten Laboratorium Aspriadi Tarigan dan lainnya yang telah banyak membantu dalam melakukan penelitian.

6. Kepala dan Staf ahli Laboratorium Kimia Organik FMIPA-UGM Yokyakarta atas bantuannya menganalisa sampel.

7. Keluarga, teristimewa kepada istri saya Dra. Lili Sri Astuti, M.Pd, anak- anak saya Putri Aswanti Hasanah, Dewi Astri Khairina, Fira Aulia Mardha dan Muhammad Fadlan Irliansyah yang dengan penuh pengertian serta Doanya sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan ini.

8. Rekan – rekan se-Jurusan Kimia, khususnya mahasiswa angkatan 2009 Sekolah Pascasarjana USU.

Dengan menyadari keterbatasan pengalaman dan kemampuan yang dimiliki, sudah tentu terdapat banyak kekurangan dalam tulisan ini. Untuk itu penulis mengharapkan adanya saran dan kritik dari berbagai pihak yang sifatnya membangun dan menyempurnakan tesis ini. Akhir kata semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca.

Medan, Juni 2011.

Penulis,

IRWANSYAH


(10)

Penulis lahir di Tanjungpura, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara pada tanggal 08 Nopember 1964 anak kedua dari sembilan bersaudara dari pasangan Bapak Harun Nurdin (Alm) dan Ibu Asnah D.

Pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Tanjungpura (1973 s/d 1978), Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Tanjungpura (1978 s/d 1981) dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Tanjungpura (1981 s/d 1984).

Pada tahun 1984 penulis diterima sebagai mahasiswa FMIPA – USU Medan di Jurusan Kimia (S-1) dan tamat tahun 1991. Penulis diberi kesempatan mengikuti pendidikan Sekolah Pascasarjana USU Medan Jurusan Kimia tahun 2009.


(11)

Halaman

ABSTRAK i

ABSTRACT ii

KATA PENGANTAR iii

RIWAYAT HIDUP v

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xii

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1.Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 2

1.3. Pembatasan Masalah 2 1.4. Tujuan Penelitian 3

1.5. Manfaat Penelitian 3

1.6. Lokasi Penelitian 3

1.7. Metodologi Penelitian 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1. Kitosan 5

2.1.1. PembuatanKitosan 6

2.1.2. Sifat Fisika Kimia Kitosan 8

2.1.3. Reaksi Transformasi Kitosan 9

2.1.3.1. Reaksi Transformasi Kitosan Tanpa Menggunakan Gugus pelindung 11

2.1.3.2. Reaksi Transformasi Kitosan Menggunakan Gugus Pelindung 13


(12)

2.2.2. Sifat dan Kegunaan Asam Palmitat 19

2.3. Reaksi Klorinasi 19

2.3.1. Pereaksi Klorinasi Gugus Karboksilat 19

2.4. Reaktifitas Gugus Fungsi Senyawa Karbon 20

2.4.1. Gugus Karboksilat 20

2.4.2. Gugus Amina 21

2.4.3. Gugus Hidroksi 22

2.5. Spektrofotometer Inframerah (FT-IR) 22

2.5.1. Perinsip Dasar 23

2.5.2. Komponen Peralatan 25

2.5.3. Serapan Khas Gugus Fungsi 26

BAB 3 BAHAN DAN METODE 33

3.1. Bahan dan Alat 33

3.2. Metode Penelitian 34

3.2.1. Karakterisasi Asam Palmitat dan Kitosan Menggunakan Spektrofotometer Inframerah 34

3.2.2. Klorinasi Asam Palmitat dengan Phosforpentaklorida 34

3.2.2.1. Pembuatan Phosforpentaklorida dari diphosforpentaoksida direaksikan dengan asam klorida 34

3.2.2.2. Pembuatan Palmitil Klorida Mereaksikan Asam Palmitat dengan Phosforpentaklorida 35

3.2.2.3. Karakterisasi Palmitil Klorida Menggunakan Sepektrofotmeter Inframerah 35

3.2.3..Pembuatan N,N-Palmitil Kitosan mereaksikan Palmitil Klorida dengan Kitosan 35

3.2.3.1. Pembuatan N,N-Palmitil Kitosan Melalui Reaksi Asilasi Kitosan Menggunakan Palmitil Klorida 35


(13)

3.2.3.4. Karakterisasi Hasil Reaksi Hidrolisis N,N-Palmi til Kitosan Menggunakan Spektrofotometer Infra

merah 36

3.3. Bagan Penelitian 37

3.3.1. Bagan Pembuatan Phosforpentaklorida 37 3.3.2. Bagan Pembuatan Palmitil Klorida dari Klorinasi Asam

Asam Palmitat Menggunakan Phosforpentaklorida 38 3.3.3. Bagan Pembuatan N,N-Palmitil Kitosan Mereaksikan

Palmitil Klorida dengan Kitosan 39

3.3.4. Bagan Reaksi Hidrolisis N,N-Palmitil Kitosan untuk

Menghasikan N-Palmitil Kitosan 40

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 41 4.1. Hasil Penelitiandan Pembahasan 41 4.1.1. Spektrum Inframerah Asam Palmitat 41 4.1.2. Spektrum Inframerah Kitosan 42 4.1.3. Pembuatan Palmitil Klorida dari Klorinasi Asam Palmitat Menggunakan Phosforpentaklorida 43 4.1.4. Pembuatan N,N-Palmitil Kitosan Mereaksikan Palmitil lorida dengan Kitosan 46 4.1.5. Reaksi Hidrolisis N,N-Palmitil Kitosan untuk Menghasilkan N-Palmitil Kitosan 50

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 54

5.1. Kesimpulan 54

5.2. Saran 54

DAFTAR PUSTAKA 55


(14)

Nomor Judul Halaman 2.1. Karakteristik Kitosan 9 2.2. Kegunaan dari kitosan dan turunannya 22 2.3. Serapan Inframerah gugus fungsi senyawa organik 27


(15)

2.1. Struktur Polimer Kitosan 5

2.2.Deasetilasi kitin menjadi kitosan 7

2.3. Mekanisme Reaksi Hidrolisis Kitin Menjadi Kitosan 7

2.4. Kitosan sebagai polielektrolit kationik 8

2.5. Jembatan hidrogen secara (a) intermolekuler atau (b) intramolekuler 10

2.6. Gugus-gugus aktif dari kitosan 10

2.7. Reaksi asilasi pada N-Kitosan dengan asam formiat dan asam asetat 11

2.8. Reaksi N-asilasi kitosan dengan asam 4-klorobutirat 12

2.9. Sintesa asil kitosan dan N,N-diasil kitosan 12

2.10. Reaksi N- dan O-Asilasi kitosan secara bersamaan 13

2.11. Reaksi N,O-asilasi kitosan dengan asam suksinat anhidrit 13

2.12. Reaksi O-Asilasi kitosan dalam basa schiff dengan asil klorida 14

2.13. O-asilasi kitosan mereaksikan kitosan dan asam alkanoat, katalis H2SO4 14

2.14. Skema Spektrofotometer Inframerah Fourier 25 

2.15. Spektrum Asam Heptanoat. Sumber : Aldrich Chemical Company, Milwaukes, Wls. Disken pada PERKIN ELMER 521 29

2.16. Spektrum inframerah dari amida primer 30

2.17. Spektrum inframerah amida skunder 31

2.18. Spektrum inframerah amida tertier 31

2.19. Spektrum inframerah klorida asam 32 4.1. Spektra FT-IR, (atas) Asam Palmitat : pembanding,


(16)

4.5. Spektra FT-IR, (atas) Palmitil Klorida : pembanding,

(bawah) Palmitil Klorida : pereaksi (sampel di analisa) 44 4.6. Spektra FT-IR dari Asam Palmitat pereaksi dan Palmitil

Klorida Hasil Reaksi Klorinasi 45

4.7. Reaksi Asilasi Kitosan menggunakan Palmitil Klorida 46 4.8. Mekanisma reaksi pembentukan N,N-Palmitil Kitosan dari

Reaksi asilasi menggunakan Palmitil Klorida 47 4.9. Spektrum FT-IR, N,N-Palmitil Kitosan 48 4.10. Spektra FT-IR, A. Kitosan dan B. N,N-Palmitil Kitosan 49 4.11. Reaksi Pembentukan N-Palmitil Kitosan dengan menghidrolisis N,

N-Palmitil Kitosan 50 4.12. Mekanisma reaksi pembentukan N-Palmitil Kitosan dari

Palmitil Kitosan di hidrolisis menggunakan larutan NaOH 1 M 50 4.13. Spektrum FT-IR N-Palmitil Kitosan dari hasil hidrolisis N,

N-Palmitil Kitosan 51 4.14. Spektra FT-IR, A.Asam Palmitat, B.Palmitil Klorida, C.Kitosan,

D. N,N-Palmitil Kitosan, dan E. N-Palmitil Kitosan 52 4.15. Tahapan reaksi mulai klorinasi, asilasi dan hidrolisis 53


(17)

Banyak peneliti tertarik untuk mengembangkan kegunaan kitosan dengan melakukan reaksi transformasi kimia menjadi turunan kitosan. Telah dilakukan pembuatan N-palmitil kitosan dari reaksi antara palmitil klorida dengan kitosan. Palmitil klorida diperoleh melalui reaksi antara asam palmitat dengan phosforpentaklorida dalam pelarut kloroform pada suhu 60 – 70 oC selama 3 jam. Palmitil klorida direaksikan dengan kitosan dalam kloroform pada suhu O oC selama 30 menit, lalu dihidrolisis menggunakan NaOH 1 M pada suhu 60 – 65 oC selama 20 jam. Terbentuknya N-palmitil kitosan dapat dilihat dari hasil analisa FT-IR, dimana muncul serapan 2916 cm-1 (gugus alkil, CH- stratching; CH3- asymetris), 2848 cm-1 (gugus alkil, CH- stretching; -CH2- symetris), 720 cm-1 (-CH2- rocking in C-(CH2)n -C), 3448 cm-1 (amida, N-H stretching; NH sekunder, dan –OH stretching; dimer), 1543 cm-1(amida II, N-H deformasi; sekunder), 1573 cm-1 (amida I, N-H stretching; C=O stretching; sekunder) dan 1111 cm-1 (amida III, CN stretching-NH deformation, sekunder).

Kata Kunci: N-Palmitil kitosan, Kitosan, Asam palmitat, Palmitil klorida dan FT- IR.


(18)

Many researchers interest to develope using of chitosan by performing chemical transformation reaction to produce chitosan derivatives. It has been conducted formation of N-palmityl chitosan from the reaction between palmityl chloride and chitosan. Palmityl chloride was produced by reaction between palmatic acid with phosphorpentachloride in chloroform at (60-70) oC for 3 hours. Palmityl chloride was reacted with chitosan in chloroform at 0 oC for 30 minutes, then it was hydrolyzed by using NaOH 1M at (60-65) oC for 20 hours. Formation of N-palmityl chitosan can be seen from FT-IR analysis, where absorptions at 2916 cm-1 (alkyl group, CH- stratching, CH3- assymetris), 2848 cm-1 (alkyl group, CH stretching,

-CH2- symetris), 720 cm-1 (-CH2- rocking in C-(CH2)n-C), 3448 cm-1 (amide, N-H

stretching, R2NH secondary, and –OH stretching, dimer), 1543 cm-1 (amide-II, N-H

deformation, secondary), 1573 cm-1 (amide-I, NH stretching, C=O stretching, secunder) and 1111 cm-1 (amide-III, CN stretching-NH deformation, secondary).

Key Words : N-Palmityl chitosan, Chitosan, Palmitic acid, Palmityl chloride and FT-IR


(19)

BAB 1

P E N D A H U L U A N

1.1. Latar Belakang.

Sebagai negara maritim, Indonesia mempunyai potensi hasil perikanan laut yang sangat melimpah, seperti udang dan kepiting. Kulit udang mengandung 15 – 20 % kitin dan kulit kepiting mengandung 18,70 – 32,20 % kitin (Marganov, 2003). Salah satu turunan kitin adalah kitosan suatu senyawa mempunyai rumus kimia poli-β-(1,4)-2-amino-2-dioksi-D-glukosa yang dapat dihasilkan dari proses hidrolisis kitin menggunakan basa kuat diikuti dengan terjadinya deasetilasi (Srijanto dan Imam, 2005). Senyawa kitosan saat ini telah banyak menarik perhatian peneliti untuk mengembangkan kegunaannya dengan membuat berbagai jenis reaksi transformasi kimia menjadi senyawa turunan kitosan. (Kaban, 2009).

Sejak tahun 2007, Indonesia merupakan produsen crude palm oil (CPO) terbesar dunia. Produksi CPO Indonesia pada tahun 2008 mencapai 20 juta ton. Saat ini kapasitas terpakai industri pengolahan CPO baru mencapai 54 %. Dalam rangka mengantisipasi melimpahnya produksi CPO ini, perlu diupayakan usaha pengolahan CPO menjadi produk hilir. ( http;//repository.usu.ac.id ). Minyak kepala sawit mengandung senyawa-senyawa kimia diantaranya yaitu asam palmitat 40 – 46 %, asam stearat (3,6 – 4,7 %) asam oleat (39 – 45 %), asam miristat (1,1 – 2,5 %) dan asam linoleat (7 – 11 %) (Ketaren, 1986).

Kitosan dapat ditransformasi secara kimia menjadi berbagai senyawa turunannya sehingga kitosan digunakan secara luas dalam berbagai bidang. Keistimewaan dari kitosan, sehingga dapat digunakan dalam industri dikarenakan sifat-sifatnya : 1) berasal dari alam dan dapat diproduksi kembali, 2) biodegradable dan tidak mencemari lingkungan, 3) biokompatibel, 4) dan struktur molekulnya dapat/mudah ditransformasi menjadi turunannya. Sifat-sifat istimewa ini menjadi


(20)

pendorong untuk melengkapi metode mengadopsi biopolimer yang bernilai, sebagai bahan dasar yang selanjutnya ditransformasi secara kimia menjadi bermacam

turunannya guna keperluan tertentu. (Tharanathan and Kittur, 2003).

Beberapa peneliti telah melakukan transformasi kimia terhadap senyawa kitosan, untuk menghasilkan turunan kitosan, antara lain menjadi senyawa karboksimetil kitosan, asetil kitosan dan hidroksipropil kitosan. (Hirano, 2003., Park, 2001). N-karboksibutil kitosan.(Chun H.K, and C.S. Kyu,.1998). N,N-lauril kitosan.(Chun L.M et al., 2003). N-lauril kitosan dan heksanoil kitosan.(Shelma R, dan C.P. Sharma., 2010). Kitosan suksinat diperoleh dengan melarutkan kitosan dalam asam asetat dan metanol, direaksikan dengan anhidrida suksinat (Noerati, 2007).

Pada penelitian ini dilakukan pembuatan N-palmitil kitosan, dengan mengubah asam palmitat melalui reaksi klorinasi menggunakan phosphorpentaklorida membentuk senyawa palmitil klorida yang lebih reaktif. Palmitil klorida direaksikan dengan kitosan, untuk membentuk senyawa turunan kitosan dan selanjutnya dilakukan hidrolisis untuk menghasilkan senyawa N-palmitil kitosan. Hasil reaksi yang terbentuk dari mulai reaksi klorinasi, asilasi dan hidrolisis dikarakterisasi menggunakan FT-IR, untuk mengidentifikasi adanya perubahan gugus fungsi karboksilat pada asam palmitat menjadi asil klorida, dan

gugus amina pada kitosan menjadi gugus amida yang mengikat palmitil. 1.2. Perumusan Masalah.

Bagaimanakah mentransformasi kitosan dan asam palmitat menjadi

palmitil kitosan, tanpa menggunakan gugus pelindung pada gugus hidroksi kitosan? 1.3. Pembatasan Masalah.

1. Kitosan yang dipergunakan adalah sudah tersedia dan tidak diisolasi dari sumbernya.

2. Asam palmitat yang dipergunakan terlebih dahulu diubah menjadi palmitil klorida melalui reaksi klorinasi.


(21)

3. Terbentuknya palmitil kitosan, diidentifikasi dari data hasil analisa secara Spektrofotometer Inframerah (FT-IR).

1.4. Tujuan Penelitian.

1. Membuat senyawa N-palmitil kitosan dari kitosan dan asam palmitat yang sudah diklorinasi dengan phosforpentaklorida diikuti reaksi

hidrolisis.

2. Membuat N-palmitil kitosan dari asam palmitat diklorinasi dan kitosan, tanpa menggunakan gugus pelindung pada gugus hidroksi kitosan.

1.5. Manfaat Penelitian.

1. Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan dalam reaksi sintesa organik, guna pengembangan polimer alam berupa kitosan dan asam palmitat untuk menghasilkan senyawa N-palmitil kitosan.

2. Senyawa N-palmitil kitosan dapat digunakan sebagai bahan baku, untuk pembuatan kosmetik.(Aranaz et al., 2010).

1.6. Lokasi Penelitian.

Reaksi pembuatan senyawa N-palmitil kitosan di Laboratorium Kimia Organik – Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam – Universitas Sumatera Utara (USU) – Medan, analisa menggunakan Spektrofotometer infamerah (FT-IR) di Laboratorium Kimia Organik – Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam – Universitas Gadjah Mada (UGM) – Yokyakarta.

1.7. Metodologi Penelitian.

Penelitian ini bersifat eksperimen laboratorium, dimana objek yang diteliti adalah reaksi antara asam palmitat dengan phosforpentaklorida dalam pelarut kloroform untuk membentuk palmitil klorida, dan reaksi asilasi pembentukan palmitil kitosan dari palmitil klorida dengan kitosan, dilanjutkan reaksi hidrolisis untuk menghasilkan N-palmitil kitosan. Kitosan yang dipergunakan diproduksi dari pabrik fluka, standar pro analysis. Asam palmitat diproduksi pabrik oleh P.T.Sochi berkadar 95%. Phosforpentaklorida dibuat dengan mereaksikan antara asam


(22)

klorida standar pro analysis E’Merck dan serbuk phosfor pentaoksida standar pro analysis E’Merck.

Asam palmitat dilarutkan dalam pelarut semipolar berupa senyawa

kloroform. Selanjutnya kedalam larutan ditambahkan phosforpentaklorida, sambil dilakukan pengadukan dan direfluks pada suhu 60 – 70 oC selama 3 jam. Hasil samping berupa senyawa polar HCl dan POCl3 yang terbentuk setelah didiamkan akan memisah dari lapisan kloroform, pada bagian atas berupa HCl dan bagian bawah POCl3 dan PCl5 berlebih. Pisahkan HCl, POCl3 dan PCl5. Lalu kedalam campuran ditambahkan sedikit demi sedikit kitosan, dan lakukan pengadukan selama 30 menit pada suhu 0 oC. Kemudian diamkan, sehingga terbentuk endapan dan lapisan larutan. Endapan berupa hasil reaksi palmitil kitosan dan pelarut kloroform, serta lapisan atas adalah hasil samping reaksi asilasi berupa HCl.

Hasil samping dipisahkan dan endapan berupa palmitil kitosan selanjutnya dihidrolisis menggunakan larutan NaOH 1 M dengan merefluks pada suhu 60 oC selama 20 jam untuk menghasilkan N-palmitil kitosan. Pengendapan hasil reaksi dilakukan dengan penambahan metanol. Pemisahan hasil reaksi berupa N-palmitil kitosan dilakukan melalui penyaringan,

dan pencucian dengan metanol, keringkan dalam oven pada suhu 110 oC sampai bebas air.

Karakterisasi hasil reaksi dianalisa menggunakan Spektrophotometri Inframerah (FT-IR) guna mengidentifikasi perubahan pada gugus fungsi senyawa hasil reaksi yang terbentuk setelah dilakukan reaksi klorinasi asam palmitat dengan phosforpentaklorida, asilasi kitosan dengan palmitil klorida dan hidrolisis palmitil klorida menggunakan NaOH 1 M.


(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kitosan.

Kitosan pertama kali ditemukan oleh ilmuwan Perancis, Ojier, pada tahun 1823. Ojier meneliti kitosan hasil ekstrak kerak binatang berkulit keras, seperti udang, kepiting, dan serangga.

Gambar 2.1. Struktur Polimer Kitosan.

Kitosan merupakan jenis polimer alam yang mempunyai bentuk rantai linier, sebagai produk deasetilasi kitin melalui proses reaksi kimia menggunakan basa kuat (Muzarelli, 1988). Kitosan adalah poly-D-glukosamine (tersusun lebih dari 5000 unit glukosamin dan asetilglukosamin) dengan berat molekul lebih dari satu juta dalton, merupakan dietary fiber (serat yang bisa dimakan) kedua setelah selulosa. (Simunek et al.,2006). Kitosan merupakan senyawa penting ke-6 dan volume produksinya di alam bebas menempati peringkat kedua setelah serat, diperkirakan volume total makhluk laut di atas 100 juta ton per tahun. Selama ini kitosan dianggap sebagai limbah karena jumlah produksinya yang sangat melimpah dari hasil pengolahan udang dan kepiting, dan belum termanfaatkan secara maksimal. Sedangkan modal untuk mengembangkannya jauh lebih mahal daripada penggunaan serat secara langsung. (http://minabahari.blogspot.com/2009/01/all-about-chitin-chitosan.html) Penggunaan kitosan sebagai serat (dietary fiber ) secara langsung yakni sebagai suplemen untuk menyerap lemak dalam usus guna mencegah kegemukan. Karena


(24)

kitosan mampu menyerap lemak 4-6 kali beratnya sendiri untuk kemudian dibuang melalui faces. (www.wikipedia,

kimia, kitosan ).

2.1.1. Pembuatan Kitosan.

Proses pembuatan kitosan dapat dilakukan dengan terlebih dahulu penghilangan mineral (demineralisasi), selanjutnya penghilangan protein (deproteinasi), deasetilasi kitin dan pemurnian kitosan. Bahan dasar dapat berupa kulit udang atau kepiting.

Proses demineralisasi, pertama kulit udang atau kulit kepiting sudah dihaluskan menjadi serbuk ditambah HCl, lalu campuran dipanaskan pada suhu 70 – 80 oC selama 4 jam sambil diaduk dengan pengaduk 50 rpm, dan disaring. Padatan yang diproleh dicuci dengan akuades untuk menghilangkan HCl yang masih tersisa. Filtrat terakhir yang didapat diuji dengan larutan perak nitrat (AgNO3), bila sudah tidak terbentuk endapan putih maka ion Cl- dalam larutan sudah tidak ada lagi. Kemudian padatan berupa serbuk ini dikeringkan dalam oven pada suhu 70 oC selama 24 jam. Serbuk kulit udang atau kepiting ini sudah tanpa mineral. (Weska dan Moura, 2006).

Proses deproteinasi, dimana serbuk kulit udang atau kulit kepiting kering hasil proses demineralisasi ditambahkan NaOH, campuran ini dipanaskan pada suhu 65 -70 oC selama 4 jam disertai dengan pengudukan 50 rpm. Kemudian padatan yang didapat dikeringkan dan didinginkan. Padatan ini berupa kitin, kemudian dicuci dengan akuades sampai pH menjadi netral. Kitin yang sudah dicuci ditambah dengan etanol 70 % dan dilanjutkan dengan penyaringan, kemudian dicuci endapan dengan akuades panas dan aseton untuk menghilangkan warna, dilakukan sebanyak dua kali. Endapan yang berupa kitin berbentuk serbuk padat, dikeringkan pada suhu 80 oC selama 24 jam. (Weska dan Moura, 2006). Rendemen kitin yang diproleh sebanyak 35 % (Puspawati dan Simpen, 2010). Menguji adanya kitin dilakukan dengan reaksi warna Van Wesslink, dimana kitin direaksikan dengan


(25)

memberikan warna violet (Marganov, 2003).

Proses deasetilasi kitin menjadi kitosan, yaitu kitin ditambah NaOH 60 % , lalu campuran diaduk dan dipanaskan pada suhu 120 oC selama 4 jam.

Gambar 2.2. Deasetilasi kitin menjadi kitosan. (Goosen,1997).

Campuran disaring melalui kertas saring wollfram, selanjutnya larutan dititrasi menggunakan HCl untuk mengendapkan kembali kitosan yang masih ada dalam larutan. Campuran yang ada endapan disentrifuge untuk memisahkan kitosan. Padatan yang diproleh dicuci dengan akuades, padatan yang didapat berupa serbuk kitosan berwarna putih krem, lalu dikeringkan pada 80 oC selama 24 jam sebanyak 55 % (Puspawati dan Simpen, 2010). Untuk menguji kemurniaan kandungan kitosan, dimana sebanyak 1 gram serbuk dilarutkan dalam 100 mL asam asetat 2 % dengan perbandingan 1 : 100 (b/v) antara kitosan dengan pelarut. Kitosan dikatakan mempunyai kemurnian yang tinggi bila larut dalam larutan asam asetat 2% tersebut (Mukherjee, 2001).

Gambar 2.3. Mekanisme Reaksi Hidrolisis Kitin Menjadi Kitosan. (Sugita, dkk., 2009).


(26)

Secara fisik kitosan, tidak berbau, berupa padatan amorf berwarna putih kekuningan dengan rotasi sfesifik [α]D11 -3 hingga -10o (pada konsentrasi asam astat 2 %). Kitosan tidak larut dalam air, alkohol dan aseton. Polimer kitosan dengan berat molekul tinggi, didapati memiliki viskositas yang baik dalam asam. Bersifat hidrofilik, menahan air dalam strukturnya dan membentuk gel secara spontan. Pembentukan gel berlangsung pada pH < 6 dan sedikit asam, disebabkan bersifat polielektrolit kationik dari kitosan. Viskositas gel kitosan dengan

Gambar 2.4. Kitosan sebagai polielektrolit kationik. (Sugita, dkk., 2009).

meningkatnya berat molekul atau jumlah polimer. Penurunan pH akan meningkatkan viskositas, yang disebabkan konformasi kitosan yang telah mengembang, karena daya repulsive di antara gugus-gugus amino bermuatan positif. Viskositas juga meningkat dengan meningkatnya derajat deasetilasi. Gel kitosan teregradasi secara berangsur-angsur, sebagai mana halnya kitosan melarut (Muzarelli etal., 1988).

Kelarutan kitosan sangat dipengaruhi oleh bobot molekul, derajat deasetilasi, dan rotasi sfesifiknya. Beragamnya rotasi sfesifik bergantung pada sumber dan metode isolasi serta transformasinya. Dalam bentuk netralnya, kitosan mampu mengkompleks ion logam berat berbahaya seperti Cu, Cr, Cd, Mn, Co, Pb, Hg, Zn, dan Pd. (Sugita, dkk., 2009). Kitosan hasil dari deasetilasi kitin, larut dalam asam encer seperti asam asetat dan asam formiat. Sifat fisik yang khas dari kitosan yaitu mudah dibentuk menjadi spons, larutan, gel, pasta, membran dan serat yang sangat bermanfaat dalam aplikasinya. (Kaban, 2007).


(27)

Tabel 2.1. Karakteristik Kitosan.

No Parameter Nilai

1 2 3 4

Bentuk partikel Kadar air (%) Kadar Abu (%)

Derajat Deasetilasi (%) Warna Larutan

Viskositas (CPS) - Rendah - Medium - Tinggi - Ekstra tinggi

Dari bubuk sampai serpihan < 10

< 2 >. 70 Jernih < 200 200 – 799 800 – 2000 >.2000 Sumber : Robert, 1997.

2.1.3. Reaksi Transformasi Kitosan.

Kitosan mempunyai reaktifitas kimia yang baik karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil (-OH) dan gugus amina (-NH2) pada rantainya, merupakan polisakarida bersifat basa. Kebanyakan polisakarida yang terdapat di alam bersifat netral dan asam seperti selulosa, dekstran, peptin, asam alginat, agar, dan agarose. (Kumar, 2000).

Kitosan memiliki gugus hidroksil dan amin yang dapat memberi jembatan hidrogen secara intermolekuler atau intramolekuler. Dengan demikian terbentuk jaringan hidrogen yang kuat, membuat kitosan tidak larut dalam air.


(28)

Gambar 2.5. Jembatan hidrogen secara (a) intermolekuler atau (b) intramolekuler.

Gugus fungsi dari kitosan (gugus hidroksil primer pada C-6, gugus hidroksil sekunder pada C-3 dan gugus amino pada posisi C-2) membuatnya mudah dimodifikasi secara kimia, dan ditransformasi menjadi turunannya. Karena adanya gugus amino, kitosan merupakan polielektrolit kationik (pKa 6,5) dan bersifat sebagai basa, hal yang sangat jarang terjadi secara alami. (Kaban, 2007).


(29)

Urutan kereaktifitasan dari gugus aktif yang ada pada molekul kitosan adalah NH2 > NH > (OH pada C-3) > (OH pada C-6). (Fessenden and Fessenden, 1999).

2.1.3.1. Reaksi Transformasi Kitosan Tanpa Menggunakan Gugus Pelindung.

Reaksi-reaksi transformasi kitosan pada N atau N dan O umumnya dilangsungkan tanpa melakukan proteksi (perlindungan) terhadap gugus OH primer maupun pada OH skunder.

Reaksi N-asilasi kitosan dilakukan dengan mereaksikan asam karboksilat dengan kitosan. Pemanasan larutan kitosan dalam asam formiat 100 % pada suhu 90 o

C dengan penambahan sedikit demi sedikit piridin, akan menghasilkan N-formilkitosan, serta N-Asetil dalam asam asetat 20%. Pereaksi yang sangat banyak digunakan untuk N-asilasi kitosan adalah asil anhidrida, baik dalam kondisi homogen dan heterogen. (Kaban, 2007).

dan

Gambar 2.7. Reaksi asilasi pada N-kitosan dengan asam formiat dan asam asetat.

Reaksi N-asilasi kitosan lainnya yaitu, kitosan dengan derajat deasetilasi 0,75 dalam air, ditambahkan asam 4-klorobutirat. Kemudian ditambahkan metanol, dimetilsulfoksid (DMSO) dan N-metil-2-pirolidon (NMP). Campuran diaduk dan direfluks pada suhu 40-72 oC selama 4-8 jam.(Chun K.H, and C.S. Kyu,.1998 ).


(30)

Gambar 2.8. Reaksi N-asilasi kitosan dengan asam 4-klorobutirat.

Reaksi N,O-asilasi kitosan, pemanasan selama delapan jam pasa suhu 60 oC campuran kitosan dengan asil klorida dengan katalis piridin kering dalam pelarut kloroform, menyebabkan semua gugus fungsi dari kitosan mengalami alkilasi. Hasil reaksi berupa O,O-alkilasi dan N,N-alkilasi, dihidrolisis selama 20 jam menggunakan larutan NaOH 1 molar suhu 60 oC mampu memutuskan ikatan ester dan menghasikan senyawa amida dari kitosan dalam bentuk N,N-asil kitosan. Perbandingan volume piridin dan kloroform yang digunakan mempengaruhi derajat substitusi asilasi dari kitosan.(Chun, et al., 2005).

Gambar 2.9. Sintesa asil kitosan dan N,N-diasil kitosan.

N- dan O-asilasi kitosan juga dapat diperoleh secara bersamaan dengan menggunakan asil klorida. Caranya dengan merefluks kitosan dalam dodekanoil klorida berlebih piridin-kloroform sebagai pelarut dan ditambah asam klorida sesudah direfluks 5 jam. Hasil yang diproleh setelah direfluks selama 9 jam dapat larut dalam kloroform, benzena, dietil eter dan piridin. (Kaban, 2007).


(31)

Gambar 2.10. Reaksi N- dan O-Asilasi kitosan secara bersamaan.

N- dan O-asilasi menggunakan anhidrit asam suksinat dapat berlangsung mencampurkan suksinat anhidrit ke dalam campuran kitosan dalam asam asatat 2 % dan metanol 1 : 1 (v/v). Dilakukan pengadukan selama 3 jam dan kemudian dibiarkan selama 20 jam. (Noerati, dkk., 2007).

Gambar 2.11. Reaksi N,O-asilasi kitosan dengan asam suksinat anhidrit.

2.1.3.2. Reaksi Transformasi Kitosan Menggunakan Gugus Pelindung.

Gugus amino, N dari kitosan lebih reaktif dari pada gugus hidroksilnya, sehingga untuk menghasilkan O-asilasi kitosan perlu dilakukan proteksi atau perlindungan terhadap gugus amino. Basa schiff dapat digunakan sebagai gugus pelindung pada reaksi O-asilasi. Pembuatan O-asilasi kitosan menggunakan gugus pelindung basa schiff, dilakukan dengan melarutkan kitosan terasetilasi dalam asam formiat 90% yang mengandung asetat anhidrida dengan asumsi protonasi akan mencegah terjadinya N-asilasi. Selanjutnya direaksikan dengan asilklorida dalam karbon triklorida dan piridin kering. (Goosen, 1997).


(32)

Gambar 2.12. Reaksi O-asilasi kitosan dalam basa schiff dengan asilklorida.

Reaksi O-asilasi dapat juga dilakukan melalui reaksi esterifikasi menggunakan katalis asam sulfat (2 M) ditambahkan kepada suspensi campuran kitosan dan asam alkanoat pada suhu kamar. Campuran dipanaskan pada suhu 80 oC selama 4 jam disertai pengadukan. Asam sulfat yang ditambahkan akan membentuk ion hidrogen sulfit sebagai konter ion dari NH3+, selanjutnya berfungsi untuk memproteksi (sebagai gugus pelindung) N-kitosan. Kemudian pada suhu kamar, tambahkan natrium hidrokarbonat sampai pH 7 (netral). (Badawy, et al., 2005).

Gambar 2.13. O-asilasi kitosan mereaksikan kitosan dan asam alkanoat, katalis H2SO4.

2.1.4. Kegunaan Kitosan dan turunannya.

Kegunaan kitosan terus meningkat, hal ini terutama disebabkan kitosan dapat digunakan secara langsung seperti sumber serat (dietary fiber), suplemen mencegah kegemukan, anti mikroba mencegah infeksi pada luka dan sebagainya. Saat ini, kitin dan kitosan menjadi salah satu bahan kimia dan bahan baku industri yang menjadi unggulan. Modifikasi molekul kitin dan kitosan melalui reaksi transformasi


(33)

kimia dari kitin dan kitosan, sudah banyak menghasilkan senyawa turunan kitin dan kitosan sehingga aplikasi dan

kegunaan senyawa tersebut sangat luas, seperti bagi industri farmasi, kesehatan, kosmetik, makanan, pengolah limbah dan air, fotografi, kayu dan kertas.

Kitin dan kitosan dapat digunakan di berbagai macam aplikasi industri diantaranya, seperti pada tabel 2.2.

Tabel 2.2. Kegunaan dari kitosan dan turunannya.

Bidang Aplikasi Industri Kegunaan

Kesehatan / Farmasi

Pembersih luka, pembawa obat (kapsul), pengantar gen, perbaikan jaringan, digunakan pada tulang dan

gigi, dan radioterafi.

Kosmetik

Menjaga kelembapan kulit, melindungi kulit ari, pengobatan jerawat, reduksi elektrik statis rambut,

dan pewarnaan kulit.

Teknologi

Biokatalis, pengolahan air, pencetakan molekul, reduski logam, stabilasi nano partikel, photografi, tekstil, nanomaterial, biosensor, dan katalis heterogen.

Industri makanan Dietari fiber, pengawet makanan (anti oksidan, anti mikroba), dan pengemulsi.

Pertanian

Elisitor gen, antibakteri, pelapis biji, dan menjaga bunga yang telah dipotong tetap segar.

Sumber : Aranaz et al.,2010.

Pemanfaatan kitosan dan turunannya dalam bidang kosmetik dipergunakan sebagai krem muka, tangan dan kulit (face, hand and body cream) fungsi untuk pelembab, pasta gigi, bedak (make up powder), pelapis kulit dan wajah dari sinar matahari (lotion), busa pembersih. (Goosen,1997). Gugus amina (-NH2) dan hidroksil (-OH) pada rantai kitosan, menyebabkan kitosan


(34)

bersifat polielektrolit kationik (pKa = 6,5) dan bersifat sebagai basa, hal yang sangat jarang terjadi secara alami. Sifat basa ini menjadikan kitosan :

a. Dapat larut dalam media asam encer membentuk larutan yang kental sehingga dapat digunakan dalam pembuatan gel. Dalam beberapa variasi konfigurasi seperti butiran, membran, pelapis kapsul, serat dan spons. b. Membentuk kompleks yang tidak larut dalam air dengan polianion

yang dapat juga digunakan untuk pembuatan butiran gel, kapsul dan membran.

c. Dapat digunakan sebagai pengkhelat ion logam berat dimana gelnya menyediakan sistem produksi terhadap efek destruksi dari ion (Meryati, 2005).

Sifat kitosan sebagai polimer alami mempunyai sifat menghambat absorbsi lemak, penurun kolesterol, pelangsing tubuh, atau pencegahan penyakit lainnya. Kitosan mampu menurunkan tingkat kolesterol dalam serum dengan efektif dan tanpa menimbulkan efek samping.(Rismana, 2001). Kitosan dan beberapa tipe modifikasinya dilaporkan penggunaannya untuk aplikasi biomedi, seperti pelembab kulit, penyembuh luka, anti koagulan, jahitan pada luka (suuture), obat-obatan, bahan vaksin, dan dietary fiber. Baru-baru ini, penggunaan kitosan dan derivatnya telah banyak dikembangkan sebagai proses mineralisasi, atau pembentukan tulang stimulin endoktrin. (Irawan, 2007). Penelitian yang dilakukan Handayani (2004) menunjukan bahwa kitin dan kitosan dapat dipergunakan sebagai bahan koagulasi pada sari buah tomat. Pelapisan menggunakan kitosan (chitosan coating) telah terbukti meminimalisasi oksidasi, ditunjukan oleh angka peroksida, perubahan warna, dan jumlah mikroba pada sampel. (Yingyuad et al., 2006).

Kegunaan turunan kitosan dalam bentuk N-alkil kitosan antara lain, perbaikan jaringan biologis (acaffolds), sensor, bahan bakar sel (membran), model studi interaksi membran biologis, pelapisan untuk anti bakteri, penyusun DNA,


(35)

produk kosmetik, bahan pembawa obat, dan pelapisan membran. Palmitil kitosan kira-kira 10 % telah digunakan untuk kapsul sebagai pelepas obat secara terkontrol (Aranaz et al.,2010).

2.2. Asam Palmitat.

Asam palmitat adalah salah satu asam lemak jenuh yang paling umum ditemukan pada hewan dan tanaman. Sebagai komponen utama minyak dari pohon kelapa (kelapa sawit dan minyak inti sawit). Merupakan asam lemak pertama yang dihasilkan selama lipogenesis (sintesis asam lemak), berupa asam karboksilat dengan ekor panjang tidak bercabang alifatik (rantai) jenuh. Asam lemak jenuh tidak mengandung ikatan ganda atau kelompok fungsional lainnya sepanjang rantai. Istilah "jenuh" mengacu pada hidrogen, dalam bahwa semua karbon (terlepas dari kelompok [-COOH] asam karboksilat) berisi sebagai hidrogen sebanyak mungkin. Asam lemak jenuh membentuk rantai lurus dan, sebagai hasilnya, dapat dikemas bersama sangat erat, yang memungkinkan organisme hidup untuk menyimpan energi kimia yang sangat padat. Jaringan lemak hewan mengandung banyak rantai panjang asam lemak jenuh. Palmitat feed negatif kembali ke asetil-KoA karboksilase (ACC) yang bertanggung jawab untuk mengkonversi asetil-KoA menjadi malonyl-CoA yang digunakan untuk menambah rantai asil berkembang, sehingga mencegah lebih lanjut palmitat generasi. Dalam proses biologi beberapa protein yang diubah dengan penambahan kelompok palmitoil dikenal sebagai palmitoylation proses. Proses palmitoylasi penting bagi lokalisasi membran untuk banyak protein. (http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_palmitat).

Asam lemak yang paling mudah diperoleh adalah asam palmitat atau asam heksadekanoat, tersusun dari 16 atom karbon [CH3(CH2)14COOH].


(36)

Tumbuh-tumbuhan dari famili Palmaceae, seperti kelapa (Cocos nucifera) dan kelapa sawit (Elaeis guineensis) merupakan sumber utama asam lemak ini. Minyak kelapa bahkan mengandung hampir semuanya palmitat (92%). Minyak sawit mengandung sekitar 50% palmitat. Produk hewani juga banyak mengandung asam lemak ini (dari mentega, keju, susu, dan juga daging).(http://www.Wapedia.mobi/id/Asam-Lemak). Minyak kelapa sawit banyak mengandung senyawa-senyawa kimia diantaranya yaitu asam palmitat (40 - 46%), asam stearat (3,6 - 4,7%), asam oleat (39 – 45%), asam miristat (1,1 - 2,5%) dan asam linoleat ( 7- 11% ) (Ketaren, 1986). Asam lemak (bahasa Inggris: fatty acid, fatty acyls) adalah adalah senyawa alifatik dengan gugus karboksil. Bersama-sama dengan gliserol, merupakan penyusun utama minyak nabati atau lemak dan merupakan bahan baku untuk semua lipida pada makhluk hidup. Asam ini mudah dijumpai dalam minyak masak (goreng), margarin, atau lemak hewan dan menentukan nilai gizinya. Secara alami, asam lemak bisa berbentuk bebas (karena lemak yang terhidrolisis) maupun terikat sebagai gliserida. Asam palmitat ditemukan oleh Edmond Frémy pada tahun 1840, dari minyak sawit disaponifikasi. (http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_palmitat).

2.2.1. Pembuatam Asam Palmitat.

Daging buah kelapa (Cocos nucifera) atau kulit buah kelapa sawit (Elaeis guineensis) dipressing atau diektraksi untuk mendapatkan minyak dari kelapa tersebut. Minyak kelapa yang diproleh ditambah larutan NaOH dan metanol, kemudian direfluks sambil diaduk pada suhu 60 oC selama 5 jam. Pisahkan metanol dengan penguapan, dan setelah dingin tambahkan asam sulfat 25 % sampai pH ± 6,8. Asam lemak yang terbentuk dipisahkan dari fraksi air melalui corong pisah dan uapkan sisa pelarut. Kemudian asam lemak yang diproleh dilarutkan dalam aseton, selanjutnya dinginkan pada suhu 5 oC terbentuk residu, lalu dipisahkan

dari filtar dengan penyaringan vacum. (Aritonang, et al., 1979). Residu mengandung asam palmitat.


(37)

2.2.2. Sifat dan Kegunaan Asam Palmitat.

Asam palmitat (16 karbon, massa molar asam palmitat adalah 256,40 gram/mol, dan memiliki gugus fungsi karboksilat) adalah asam lemak jenuh yang terdapat dalam sebahagian besar asam lemak hewani dan minyak nabati, berwujud padat pada suhu ruang (27 °C) dan berwarna putih, memiliki kepadatan 0.850 gram/mL pada suhu 62 oC, sukar larut dalam air .

Dapat larut dalam pelarut organik sepeti klorofrom, aseton, benzena, dietil eter, etahol dan metanol. Titik lebur 63,1 oC dan titik didihnya 352 oC. Anion palmitat yang terbentuk dari asam palmitat dapat terbentuk pada pH netral. (http://www.Wapedia.mobi/id/Asam-Lemak).

Dalam industri, asam palmitat banyak dimanfaatkan dalam bidang kosmetika dan pewarnaan. Penggunaan paling terkenal dari asam palmitat adalah komponen penting dalam pembuatan sabun. Dari segi gizi, asam palmitat merupakan sumber kalori penting, namun memiliki daya antioksidasi yang rendah. Tentang mengkonsumsi asam palmitat, peneliti masih memperdebatkan atas dampaknya. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, konsumsi asam palmitat dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit jantung. Ada sebuah penelitian kontradiktif yang mengatakan, konsumsi asam palmitat tidak memiliki efek terjadinya penyakit jantung. Turunan asam palmitat juga digunakan dalam obat anti-psikotik, terutama dalam pengobatan skizofrenia. Selama Perang Dunia Kedua, asam palmitat yang digunakan setelah dikombinasikan dengan nafta, merupakan bagian yang paling volatile untuk hidrokarbon cair, dalam membentuk napalm, merupakan pembentuk gel yang dipergunakan dalam operasi pertahanan.

(http://www.Wapedia.mobi/id/Asam-Lemak). 2.3. Reaksi Klorinasi.

2.3.1. Pereaksi Klorinasi Gugus Karboksilat. Asetil klorida dapat diperoleh dengan jalan memanaskan asam asetat dengan fosfor


(38)

triklorida (PCl3), atau fosfor pentaklorida (PCl5) ataupun dengan tionil klorida (SOCl2). Reaksinya adalah :

3 CH3COOH + PCl3  3 CH3CO-Cl + H3PO3 CH3COOH + PCl5  CH3CO-Cl + HCl + POCl3 CH3COOH + SOCl2  CH3CO-Cl + HCl + SO2

Pemilihan pereaksi klorinasi harus sedemikian rupa dalam terbentuknya hasil reaksi dan hasil yang tidak diinginkan agar nantinya dapat dipisahkan dengan cara yang tidak terlalu rumit. Hal ini berkenaan dengan sifat kimia maupun sifat fisik dari asam klorida, asam phosfat dan phosforoksitriklorida. (Fessenden and Fessenden,

1999).

2.4. Reaktifitas Gugus Fungsi Senyawa Karbon.

2.4.1. Gugus Karboksilat.

Gugus karboksilat mengandung gugus karbonil (-CO-) dan sebuah gugus hidroksil (-OH), antaraksi dari kedua gugus ini mengakibatkan keaktifan kimia yang unik senyawa dengan gugus karboksil ( -CO2H ). Asam karboksilat adalah senyawaan yang memiliki gugus fungsi karboksil ( R-CO2H ). Terdapat di alam dan beberapa derivatnya, seperti lemak (triester), lilin (monoester), dan protein (poliamida). Bentuk halidanya tidak pernah dijumpai di alam. Karena gugus karboksil bersifat polar dan tidak terintangi, maka reaksinya tidak terlalu dipengaruhi oleh sisi molekul. Sifat kimia yang menonjol dari asam karboksilat adalah keasamannya. Derivat asam karboksilat mengandung gugus pergi yang terikat pada karbon asil, dan bahwa gugus pergi yang baik merupakan suatu basa lemah. Oleh karena itu ion klor ( Cl- ) adalah gugus pergi yang baik. Sedangkan –OH dan –OR adalah gugus pergi yang jelek. Klorida asam dari asam karbolsilat mempunyai gugus pergi yang baik , mudah diserang oleh air, dan memiliki keaktifan yang tinggi, sehingga derivat asam ini sangat penting dalam


(39)

sintesis senyawa organik lain, seperti untuk pembuatan senyawa keton, ester atau amida.

Diantara semua derivat asam karboksilat, halida asamnya merupakan yang paling reaktif, lebih mudah ditukargantikan. Reaksi berlangsung dalam dua tahap: 1) adisi nukleofil kepada gugus karbonil, disusul 2) eleminasi ion klor. Hasil reaksi ini ialah suatu substitusi asil nukleofilik, yang berarti “substitusi nukleofilik pada suatu karbon asil ( RCO- ). Laju reaksi suatu klorida asam dari yang memiliki gugus alkil pendek sampai kepada gugus alkil panjang akan semakin berkurang (lambat). Efek ukuran gugus alkil pada laju reaksi adalah efek pada kelarutan dalam air, bukan dikarenakan efek halangan sterik. Suatu klorida asam dengan gugus alkil kecil adalah lebih mudah larut dan bereaksi dengan lebih cepat. . (Fessenden and

Fessenden, 1999). 2.4.2. Gugus Amina.

Senyawa amina organik merupakan senyawa organik yang mengandung atom-atom nitrogen trivalen, yang terikat pada satu atom karbon atau lebih: RNH2, R2NH atau R3N. Banyak amina memiliki keaktifan faali. Ikatan dalam suatu amina organik beranalogi dengan ikatan dalam ammonia: suatu atom nitrogen sp3 yang terikat pada tiga atom atau gugus lain (H atau R) dan dengan sepasang elektron bebas dalam orbital sp3 yang tersisa. Pasangan elektron bebas membentuk ikatan sigma ke-empat. Bentuk kation beranalogi dengan ion ammonium. Pasangan elektron dalam ammonia atau suatu anima yang terikat, dapat disumbangkan kepada atom, ion atau molekul yang kekurangan elektron. Dalam larutan air, amina bersifat basa lemah dan dapat menerima sebuah proton dari air, dalam suatu reaksi asam-basa yang reversibel. Amina atau alkil amina sebagai basa lemah, direaksikan dengan derivat asam karboksilat, terutama dalam bentuk klorida asam akan bereaksi menghasilkan suatu amida. Gugus amina ( -NH2 ) yang terikat pada gugus karbonil ( -CO- ) disebut gugus amida ( -CO-NH2 ) . Amida mempunyai nitrogen trivalen, terikat pada gugus karbonil. Pemberian nama amida dari nama


(40)

asam kerboksilat induknya, dengan mengubah imbuhan asam ....,-oat (atau –at) menjadi amida. Amida dengan substituen alkil pada nitrogen diberi tambahan N-alkil di depan namanya, dengan N merajuk pada atom nitrogen. (Fessenden and

Fessenden, 1999).

2.4.3. Gugus Hidroksi.

Gugus hidroksi (-OH) yang terikat pada alkil (golongan alkohol) bersifat serupa dengan yang terikat pada rantai cincin glukosa. Gugus ini dapat diesterifikasikan oleh asam karboksilat atau oleh asam anorganik. Dalam senyawa kitosan terdapat dua gugus hidroksi dan satu gugus amina. Kekuatan basa gugus amina (-NH2) dibanding gugus hidroksi (-OH) dalam molekul kitosan, gugus amina memiliki sifat basa yang jauh lebih kuat. Reaktifitas gugus amina kitosan lebih kuat dibandingkan dengan gugus OH-nya. Gugus hidroksi pada alkohol bersifat sebagai asam lemah, dalam air mampu melepaskan proton dan dapat bereaksi dengan logam natrium membebaskan gas hidrogen. (Fessenden and Fessenden, 1999)

2.5. Spektrofotometri Inframerah (FT-IR).

Spektrofotometri inframerah merupakan salah satu analisa kualitatif yang digunakan untuk menentukan gugus fungsi suatu senyawa organik serta untuk mengetahui informasi struktur suatu senyawa organik dengan membandingkan daerah sidik jarinya. Frekuensi di dalam spektroskopi inframerah seringkali dinyatakan dalam bentuk bilangan gelombang, dimana rentang bilangan gelombang yang dipergunakan adalah antara 4600 cm -1 sampai dengan 400 cm -1. Energi yang dihasilkan oleh radiasi inframerah menyebabkan vibrasi atau getaran pada molekul (Silverstein, et al., 1999).

Pancaran infra-merah umumnya mengacu pada bagian spektrum elektromagnet yang terletak di antara daerah tampak dan daerah gelombang mikro. Sebuah molekul yang paling sederhana sekalipun dapat memberikan spektrum yang sangat rumit, keuntungan dari kerumitan spektrum senyawa tersebut dapat


(41)

memberikan manfaat. Spektrum yang dihasilkan senyawa tersebut dibandingkan terhadap spektrum cuplikan asli, kesesuaian puncak demi puncak merupakan bukti kuat tentang identitas cuplikan yang di analisa. Disamping itu enantiomer, dari dua senyawa tidak mungkin memberikan spektrum inframerah yang sama. Walaupun spektrum infra-merah merupakan kekhasan sebuah molekul secara menyeluruh, gugus-gugus atom tertentu memberikan penambahan pita-pita pada serapan tertentu, ataupun di dekatnya, apapun bangun molekul selengkapnya. Hal ini yang memungkinkan kimiawan memproleh informasi tentang struktur yang berguna serta mendapatkan acuan bagi peta umum frekwensi dari gugus yang khas. Karena penyidikan tidak semata menggunakan spektrum infra-merah, suatu analisis yang terperinci tidaklah dilakukan. Oleh karena itu hanya akan disajikan teori secukupmya untuk mewujudkan tujuan penggunaan spektrum infra-merah, dalam kaitan dengan data spektrometri lainnya untuk menentukan struktur molekul. (Silverstein, et al., 1999 ).

Spektrofotometri inframerah merupakan alat rutin dalam penemuan gugus fungsi, pengenalan senyawa, dan analisa campuran. Kebanyakan gugus, seperti C-H, O-H, C=O, dan C=N menyebabkan pita absorsi inframerah, yang berbeda hanya sedikit dari satu molekul ke molekul yang lain, tergantung pada substituen lain dari molekul tersebut. (Day and Underwood, 1981).

2.5.1. Perinsip Dasar.

Struktur sebuah molekul dinyatakan dalam panjang ikatan dan sudut ikatan. Model molekul yang atom-atom penyusunnya dibuat dari bola-bola yang bentuk ikatannya dihubungkan dengan pegas. Apabila suatu pukulan diberikan kepada model molekul tersebut, maka ia akan menjadi suatu benda yang bergemetaran dengan semua atom-atomnya dengan gerakan terhadap satu dengan lainnya. Pegas-pegas akan beregang dan mengkerut atau membengkak secara berulangkali. Gerakan ini dapat dipecahkan menjadi sekumpulan vibrasi induvidual, yang frekwensi wajarnya tergantung pada massa bola dan karakteristik pegasnya. Dalam suatu


(42)

molekul yang sebenarnya, vibrasi analog terjadi, dimana pasangan atom sedang mengalami vibrasi satu terhadap yang lain sewaktu ikatan individual memanjang dan mengkerut, dan kelompok secara keseluruhan berisolasi terhadap atom atau kelompok lain, sebagai suatu struktur yang sedang mengalami berkembang atau berkerut. Suatu dipol listrik berisolasi yang berhubungan dengan suatu cara vibrasi khusus, maka akan terjadi interaksi dengan vektor listrik dari radiasi elektromagnetik dengan frekwensi yang sama, yang menyebabkan absorsi energi yang menampakan diri sebagai amplitudo vibrasi yang meningkat. (Day and Underwood, 1981). Pancaran sinar infra-merah yang serapannya kurang dari 100 cm-1 ( panjang gelombang > 100 µm ) mengenai suatu molekul organik dan diserap oleh molekul tersebut dan kemudian diubah menjadi energi putaran molekul. Penyerapan tersebut tercatu sedemikian, tampak sebagai spektrum rotasi molekul yang terdiri dari garis-garis tersendiri. Pancaran infra merah antara 10.000 – 10 cm-1 (1-100 µm) yang diserap oleh sebuah molekul senyawa organik, kemudian diubah menjadi energi getaran molekul. Pencatuan spektrum getaran tampak sebagai pita-pita, bukan sebagai garis-garis. Hal itu disebabkan oleh perubahan energi getaran tunggal selalu disertai sejumlah perubahan energi putaran. Pita getaran putaran yang khusus terletak antara 4.000 cm-1 dan 666 cm-1. Terdapat dua macam getaran molekul, yaitu getaran ulur dan getaran tekuk. Getaran ulur adalah suatu gerakan berirama disepanjang sumbu ikatan sehingga jarak antar atom bertambah atau berkurang. Getaran tekuk dapat terjadi karena perubahan sudut-sudut ikatan antara ikatan-ikatan pada sebuah atom, atau karena gerakan sebuah gugusan atom terhadap sisa molekul tanpa gerakan nisbi atom-atom di dalam gugusan. Hanya getaran yang menghasilkan perubahan momen dwikutub secara berirama saja yang teramati di dalam infra merah. Medan listrik yang berganti-ganti, yang dihasilkan oleh perubahan penyebaran muatan yang menyertai getaran, menjodohkan getaran molekul dengan medan listrik pancaran elektromagnet yang berayun. (Silverstein, et al., 1999).


(43)

Sumber : E-MAIL: nicinfo@thermonicolet.com • www.thermonicolet.com Gambar 2.14. Skema Spektrofotometer Inframerah Fourier.

2.5.2. Komponen Peralatan.

Spektrofotometer berkas ganda terdiri dari lima bagian utama yaitu : sumber cahaya, daerah cuplikan, fotometer, monokromator dan detektor.

1. Sumber Cahaya

Pancaran inframerah dihasilkan oleh sebuah sumber yang dipanaskan dengan listrik pada suhu 1000-1800

0

C. Sumber cahaya yang umum digunakan adalah lamputungsen, nernst glowers atau globar. Lampu nernst dibuat dari sebuah pengikat dan oksida-oksidazirkonium, torium dan serium. Sedangkan lampu globar

terbuat dari batang kecil silikon karbida. 2. Daerah Cuplikan

Berkas acuan dan berkas cuplikan masuk kedalam daerah cuplikan dan masing-masing menembus sel cuplikan dan sel acuan.

3. Monokromator


(44)

4. Detektor

Detektor akan mendeteksifrekuensi yang dilewatkan pada sampel yang tidak diserap oleh senyawa. Banyaknya frekuensi yang melewati senyawa (yang tidak

diserap) akan diukur sebagai persen transmitan. (Silverstein, et al., 1999). 2.5.3. Serapan Khas Gugus Fungsi.

Untuk menafsirkan sebuah spektrum inframerah tidak terdapat aturan pasti. Tetapi terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi sebelum mencoba menafsirkan spektrum.

1. Spektrum haruslah cukup terpisah dan mempunyai kuat puncak yang memadai. 2. Spektrum dibuat dari senyawa yang cukup murni.

3. Spektrofotometer harus dikalibrasi sehingga pita akan teramati pada serapan (panjang gelombang) yang semestinya.

4. Metoda penanganan sampel harus ditentukan. Bila menggunakan pelarut, maka macam dan konsentrasi pelarut serta tebal sel harus disebutkan.

Penanganan yang tepat atas getaran molekul yang rumit adalah tidak harus mutlak, dimana suatu spektrum infra-merah haruslah ditafsirkan dengan cara perbandingan empirik terhadap spektrum lain, dan dengan mengekstrapolasi kajian molekul yang lebih sederhana. (Silverstein, et al., 1999).


(45)

Tabel 2.3. Serapan inframerah beberapa gugus fungsi senyawa organik.

Golongan Getaran/goyangan

molekul Struktur ikatan

Bilangan gelombang

(cm-1)

Panjang gelombang

(µm)

CH- stretching CH3- assymetris

-CH2- symetris

2975 – 2950 2870 - 2845

3,36 – 3,37 3,47 – 3,50 CH- deformation CH3- assymetris

-CH2- symetris

1470 – 1435 1480 - 1440

6,80 – 6,97 6,76 – 6,94 Alkil

-CH2- rocking in C-(CH2)n-C ; n ≥ 6 ~ 722 ~ 13,90

-OH stretching

carboksylic acid dimer (C-OH)

C - OH

3300 – 2500 3560 - 3500

3,03 – 4,00 2,81 – 2,86 Senyawa

karbonil

C=O stretching -COOH 1723 - 1700 5,80 – 5,88 Amide primery 3500 - 3300 2,86 – 3,03 -NH stretching

Amide secondary ~ 3450 ~ 2,89 Amina

-NH deformation Amide primery 1650 - 1580 6,06 – 6,33 Amida-I -NH stretching C=O stretching;

- primery - secondary - tertier

~ 1690 ~ 1680 1670 - 1630

~ 5,92 ~ 5,95 5,98 – 6,13 Free

- Primery - Secondary

1620 - 1590 1550 - 1510

6,17 – 6,29 6,45 – 6,62 Amida-II Mainly-NH in

planedeformation Associated

- Primery - Secondary

1650 – 1620 1570 - 1515

6,06 – 6,17 6,37 – 6,60 Amida-III CN stretching-NH

deformation

Primery Secondary

~ 1400 ~ 1290

~ 7,14 ~ 7,75

Sumber : Silverstein, et al., 1999 dan Dyke, et al., 1978.

Pita serapan tertentu, misalnya yang muncul dari uluran C-H, O-H, dan C=O, didalam spektrum tetap berada dalam daerah-daerah yang cukup sempit. Perincian penting mengenai struktur, dapat digali dari kepastian letak pita serapan di dalam daerah yang sempit itu. Geseran letak serapan dalam perubahan pita yang menyertai perubahan lingkungan molekul, dapat pula menunjukan perincian penting mengenai


(46)

struktur. Dua kawasan penting dalam pemeriksaan awal sebuah spektrum ialah daerah 4000 –1300 cm-1 (2,5 – 7,7 µm) dan

daerah 909 – 650 cm-1 (11,0 – 15,4 µm). Bagian serapan tinggi dari sebuah spektrum disebut sebagai daerah gugus fungsi. Gugus-gugus fungsi yang penting, seperti OH, NH dan C=O terletak pada bagian ini.

Bagian tengah spektrum, merupakan daerah sidik jari adalah daerah antara panjang gelombang 1300 cm

-1

– 909 cm -1

(7,7 – 11,0 µm). Corak serapan didaerah ini seringkali rumit dengan pita-pita yang ditimbulkan oleh cara-cara getaran yang berantaraksi. Bagian spektrum ini sangat berharga dalam hubungannya dengan bagian spektrum lainnya. ( Silverstein, et al., 1999 ).

Pada daerah sidik jari suatu senyawa akan memberikan pola serapan yang khas yang tidak dimiliki oleh senyawa lainnya, sehingga dengan melihat pola serapan di daerah tersebut dapat disimpulkan struktur kimianya, pada daerah itu pula suatu isomer dapat dibedakan dengan yang lainnya. (Underwood, et al., 2002).

Adanya gugus fungsional yang berbeda dari molekul akan memberikan perubahan yang menyolok pada distribusi puncak serapannya, oleh karena itu bila dua spektrum mempunyai penyesuaian yang tepat di daerah ini, maka hal tersebut merupakan bukti yang kuat bahwa senyawa – senyawa yang memberikan spektrum yang sama adalah identik. Kebanyakan ikatan tunggal memberikan serapan di daerah ini, oleh karena energi vibrasi berbagai ikatan tunggal adalah hampir sama besarnya, maka akan terjadi antaraksi yang kuat antara vibrasi berbagai ikatan tunggal yang berdekatan, oleh karena itu pula maka pita serapan yang dihasilkan merupakan gabungan atau hasil dari berbagai antar aksi dan bergantung kepada struktur rangka keseluruhan dari molekul yang bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka spektrum di daerah sidik jari ini biasanya rumit untuk analisa gugus, sehingga terkadang sukar untuk melakukan interpretasi. Akan tetapi apabila kita analisa lebih jauh, maka justru kerumitan ini bersifat khas untuk setiap senyawa. (Siverstein, et al., 1999).


(47)

Dalam keadaan cair atau padat, dan juga dalam larutan yang kepekatannya lebih daripada 0,01 M, dengan pelarut CCl4, asam-asam karboksilat berada sebagai dimer akibat kuatnya ikatan hidrogen.

Ikatan hidrogen yang luar biasa kuatnya itu diterangkan berdasarkan besarnya sumbangan ion dalam talunan. Akibat kuatnya ikatan hidrogen itu, maka getaran ulur hidroksil bebas dapat diamati (di dekat 3520 cm-1). Walaupun begitu, dalam bentuk apapun selalu terdapat

campuran monomer dan dimer. Dimer asam karboksilat memperagakan serapan ulur O-H yang sangat lebar dan kuat di daerah 3300 – 2500 cm-1. Pita tersebut biasanya berpuncak di 3000 cm-1, Pita ulur C-H yang lebih lemah biasanya tampak

menumpang diatas pita dekat milik O-H. Pita lebar milik O-H itu, di sisi yang berpanjang gelombang tinggi, memiliki struktur-halus/renik yang menyatakan adanya nadalipat dan sambung pita-pita dasar yang terletak pada panjang gelombang yeng lebih besar. Spektrum khas asam karboksilat seperti pada gambar 2.16. point. c.

Gambar 2.15.Spektrum Asam Heptanoat. Sumber : Aldrich Chemical Company, Milwaukes, Wls. Disken pada PERKIN ELMER 521.


(48)

Semua amida memperlihatkan sebuah pita serapan karbonil yang disebut pita Amida-I. Kedudukan pita tersebut tergantung pada derajat ikatan hidrogen dan dengan demikian tergantung pula pada keadaan fisik senyawanya. Amida-amida primer memiliki dua buah pita uluran N-H simetrik dan taksimetrik. Amida skunder hanya menunjukan sebuah pita uluran N-H. Seperti halnya uluran O-H, serapan ulur N-H juga mengalami penurunan oleh adanya ikatan hidrogen walaupun dengan derajat yang lebih kecil. Kedudukan serapan ulur N-H dan O-H bertumpangan dalam pengamatan untuk membedakan kedua struktur tersebut perlu kecermatan. Amida primer dan skunder memperlihatkan sebuah atau banyak pita di daerah sekitar 1650 – 1515 cm-1 yang terutama dihasilkan oleh tekukan NH2 atau NH disebut pita Amida-II. Penyerapan itu melibatkan pengkopelan antara tekukan N-H dan getaran-getaran dasar yang lain serta menuntut suatu geometri trans. Kibasan NH keluar bidang adalah penyebab adanya suatu pita lebar dengan kekuatan menengah di daerah 800 – 666 cm-1. Spektrum dalam gambar 2.17., adalah khas amida primer suatu alifatik.


(49)

Dalam larutan yang lebih pekat dan sampel padat, pita NH bebas digantikan oleh pita-pita jamak/terdarab di daerah 3330 – 3060 cm-1. Pita-pita jamak/terdarab itu

teramati karena gugus amida dapat mengikat membentuk dimer berkonformasi cis, atau membentuk polimer berkonformasi tran,

Spektrum dalam gambar 2.18., adalah khas amida skunder suatu alifatik. (Silverstein, et al. 1999, Fessenden and Fessenden, 1999).

Gambar 2.17. Spektrum inframerah amida skunder.


(50)

Absorpsi inframerah karbonil dari klorida asam dijumpai pada frekwensi yang sedikit lebih tinggi dari pada resapan untuk derivat asam lain. Tidak ada sifat khusus lain dalam spektrum inframerah yang menandakan bahwa inilah klorida asam (asil klorida).

Halida-halida asam memperlihatkan serapan di daerah uluran C=O. Klorida-klorida asam terkonjugasi menampilkan serapan di daerah 1815 – 1785 cm-1. Gambar 2.19. memperlihatkan spektrum inframerah dari klorida asam yang khas. (Silverstein, et al., 1999 , Fessenden and Fessenden, 1999 ).


(51)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1. Bahan dan Alat.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Kitosan p.a (Fluka).

Asam Palmitat P.T. Sochi

Diphosforpentaoksida p.a.(E’Merck).

Asam Klorida pekat p.a.(E’Merck).

Kloroform p.a (E’Merck).

Natrium Hidroksida p.a.(E’Merck).

Metanol p.a.(E’Merck).

Dietil eter p.a.(E’Merck).

Kertas saring Akuades

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Gelas Kimia Pyrex.

Gelas Erlenmeyer Pyrex.

Neraca Analitis Mettler PM 200

Labu Alas Leher Dua Pyrex.

Labu ukur Pyrex.

Labu Volumetrik Pyrex.

Pendingin Bola Pyrex.

Hotplate Stirrer Fisons

Thermometer Fisher


(52)

Corong Penetes Pyrex

Corong Pisah Pyrex

Corong gelas Pyrex

Oven Thermoline

Desikator

Cawan Penguap porselin Spatula

Statif dan klem Botol Akuades

3.2. Metode Penelitian.

3.2.1. Karakterisasi Asam Palmitat dan Kitosan Menggunakan Spektrophotometer Inframerah.

Karakterisasi gugus fungsi kitosan dan asam palmitat yang akan dipergunakan pada penelitian ini menggunakan Spektroforometer Inframerah.

Masing-masing 0,1 gram serbuk kitosan dan 0,1 gram kristal halus asam palmitat diambil dan dalam keadaan bebas air untuk pengujian analisa Spektrofotometer Inframerah.

3.2.2. Klorinasi Asam Palmitat Menggunakan Phosfor Pentaklorida.

3.2.2.1. Pembuatan Phosforpentaklorida dari Diphosforpentaoksida direaksikan dengan asam klorida.

Ambil 417 mL asam klorida pekat ( 5 mol HCl), kemudian encerkan dengan akuades sampai volume 500 mL. Kemudian tempat dalam gelas kimia, lalu tambahkan 75 gram sebuk halus diphosforpentaoksida ( 71 gram = 0,5 mol ) sambil dilakukan pengadukan dengan stirrer, panaskan pada suhu 110 oC dalam lemari asam, hingga air yang terbentuk menguap sampai habis. Timbang hasil reaksi, panaskan kembali sampai didapat berat tetap. Endapan yang terbentuk berupa diphosforpentaoksida berlebih yang tidak bereaksi. Ambil cairan


(53)

kekuningan sedikit kental berupa produk hasil reaksi (phosforpentaklorida). 3.2.2.2. Pembuatan Palmitil Klorida Mereaksikan Asam Palmitat dengan Phosforpentaklorida.

Asam palmitat seberat 3,74 gram ( 0,015 mol) ditempatkan dalam labu leher dua, kemudian melalui corong penetes tambahkan 30 mL kloroform lalu aduk dengan pengaduk stirrer sampai larut. Selanjutya melalui corong penetes tambahkan 2,00 mL phosforpentaklorida (4,2 gram = 0,020 mol), kemudian refluks campuran pada suhu 60 – 70 0C selama 180 menit, dinginkan campuran. Pisahkan dengan corong pisah, fraksi yang memisah dari kloroform berupa POCl3 dilapisan bawah dan HCl dilapisan atas. Hasil reaksi berada dalam lapisan

kloroform.

3.2.2.3. Karakterisasi Palmitil Klorida Menggunakan Spektrophotometer

Infra merah.

Pipet cairan lapisan bagian tengah (kloroform) dari pengerjaan point 3.2.2.2. sebanyak 1,00 mL, uapkan pelarut dan dinginkan residu dalam desikator. Kemudian, tempatkan residu dengan segera dalam bejana kedap udara dan bebas

air. Untuk dianalisa menggunakan Spektrophotometer Inframerah.

3.2.3. Pembuatan N,N-Palmitil Kitosan Mereaksikan Palmitil Klorida dengan Kitosan.

3.2.3.1. Pembuatan N,N-Palmitil Kitosan Melalui Reaksi Asilasi Kitosan Menggunakan Palmitil Klorida.

Tambahkan Kitosan seberat 0,250 gram (0,0016 mol/monomer) kedalam labu berisi fraksi kloroform dari pengerjaan point 3.2.2.2., kemudian aduk dengan

pengaduk stirrer pada suhu 0 oC selama 30 menit. Selanjutnya diamkan campuran dan fraksi yang memisah dari kloroform pada bagian atas berupa HCl. Pisahkan lapisan atas menggunakan corong pisah.


(54)

3.2.3.2. Karakterisasi Hasil Reaksi Asilasi Kitosan Menggunakan Palmitil Klorida dengan Spektrofotometer Inframerah.

Ambil 5 mL lapisan kloroform hasil pengerjaan point 3.2.3.1., kemudian tambahkan 5 mL metanol hingga terbentuk endapan. Saring endapan dan cuci endapan dengan menggunakan metanol. Keringkan endapan dalam oven pada suhu 110 oC sampai bebas air, kemudian analisa menggunakan Spektrofotometer

Inframerah.

3.2.3.3. Hidrolisis N,N-Palmitil Kitosan untuk Menghasilkan N-Palmitil Kitosan.

Fraksi kloroform dari pengerjaan point 3.2.3.1., tambahkan 10 mL metanol dan kemudian tambahkan 10 mL larutan NaOH 1 molar, aduk sampai gumpalan endapan merata dan diamkan. Endapan yang terbentuk disaring dengan kertas saring, cuci endapan dengan metanol dan akuades. Tempatkan endapan dalam labu distilasi dan kemudian tambahkan 40 mL larutan NaOH 1 molar, refluks campuran pada suhu 60 – 65 oC selama 20 jam. Setelah dingin, saring endapan dan cuci dengan akuades. Kemudian cuci dengan metanol, dan keringkan dalam oven pada

suhu 110 oC sampai bebas air.

3.2.3.4. Karakterisasi Hasil Reaksi Hidrolisis N,N-Palmitil Kitosan Menggunakan Spektrofotometer Inframerah.

Hasil pengerjaan 3.2.3.3. kemudian dianalisa menggunakan Spektrofotometer Inframerah.


(55)

3.3. Bagan Penelitian.

3.3.1. Bagan Pembuatan Phosforpentaklorida dari Reaksi Diphosfor pentaoksida dengan Asam Klorida.

Asam Klorida Pekat 417 mL

Encerkan sampai volume 500 mL

Tambahkan 75 gram serbuk P2O5

Aduk dan panaskan suhu 110 oC dalam Lemari asam

Uapkan air sampai habis dan timbang

Panaskan dan timbang.

Berat konstan.

Phosforpentaklorida ( PCl5

)


(56)

3.3.2. Bagan Pembuatan Palmitil Klorida dari Klorinasi Asam Palmitat Menggunakan Phosforpentaklorida.

Tambahkan 30 mL kloroform, aduk.

Tambahkan 2,00 mL PCl5 (berlebih).

Refluks suhu 60 – 70 oC selama 3 jam.

Didiamkan sampai suhu ruang

Pisahkan dengan corong pisah.

Asam Palmitat 3,74 gram

Lapisan Bawah PCI5dan POCI3 Lapisan Tengah

Kloroform dan Palmitil Klorida Lapisan Atas

HCL

O

C

15

H

31

-C

Cl

Ambil 0,5 mL, uapkan pelarut.


(57)

3.3.3. Bagan Pembuatan Palmitil Kitosan Melalui Reaksi Asilasi Kitosan dengan Palmitil Klorida.

Lapisan Tengah Kloroform dan Palmitil Klorida

O

C

15

H

31

-C

Cl

Tambahkan Kitosan 0,250 gram

Aduk selama 30 menit

pada suhu 0 oC.

Diamkan, sampai suhu ruang

dan terbentuk endapan.

Pisahkan dengan corong pisah.

Ambil 5 mL, tambahkan metanol.

Saring endapan, dan cuci dengan metanol. Keringkan di oven suhu 110 oC

Fraksi Kloroform dan endapan (N,N-Palmitil Kitosan)

Lapisan Atas HCL


(58)

3.3.4. Bagan Reaksi Hidrolisis N,N-Palmitil Kitosan untuk Menghasilkan N-Palmitil Kitosan.

Tambahkan 10 mL metanol dan 10 mL larutan NaOH 1 M, aduk.

Saring endapan, cuci dengan

akuades dan metanol.

Tempatkan endapan dalam labu

distilasi.

Tambahkan 40 mL larutan

NaOH 1 M.

Refluks pada suhu 60 – 65 oC

selama 20 jam.

Saring endapan.

Cuci denga akuades dan metanol. Keringkan di oven suhu 110 oC sampai bebas air.

N-Palmitil Kitosan

Residu Filtrat

Gugus Fungsi

Analisa FT-IR Fraksi Kloroform

dan endapan (N,N-Palmitil Kitosan)


(59)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian dan Pembahasan.

4.1.1. Spektrum Inframerah Asam Palmitat

Asam palmitat yang digunakan untuk reaksi pembentukan Palmitil Klorida terlebih dahulu di analisa menggunakan spektrofotometer Inframerah. Gambar 4.1. Spektra hasil analisa FT-IR dari asam palmitat.

Gambar 4.1. Spektra FT-IR, (atas) Asam Palmitat : pembanding, (bawah) Asam Palmitat : pereaksi (sampel di analisa).


(60)

Data hasil analisa Spektrofotometer Inframerah menunjukan enam puncak kuat pada daerah bilangan gelombang 2848, 2915 cm-1, 1472 cm-1 dan 720 cm-1, 1703 cm-1 dan puncak dari 2848, 2915 cm-1 melebar ke 3300 cm-1.

Serapan-serapan kuat pada daerah bilangan gelombang tersebut, menunjukan C-H dari –CH2- dan –CH3 gugus alkil (2848 cm-1 dan 2915 cm-1), -CH2- (1472 cm-1) dan rantai panjang alkil C-(CH2)n-C (720 cm-1), C=O karbonil (1703 cm-1), dan O-H dari karbonil (3300 cm-1) melebar ke 2848 dan 2915 cm-1 (Stark and Wallace, 1982., Silverstein, et al., 1999). Grafik FT-IR hasil analisa menunjukan, asam palmitat yang dipergunakan sebagai pereaksi memiliki grafik

sangat hampir sama dengan grafik FT-IR asam palmitat pembanding (referensi). 4.1.2. Spektrum Inframerah Kitosan.

Kitosan yang akan digunakan sebagai pereaksi untuk pembuatan Palmitil Kitosan terlebih dahulu di analisa menggunakan Spektrofotometer Inframerah. Gambar 4.2. Spektra hasil analisa FT-IR dari kitosan.


(61)

Kitosan :

Data hasil analisa spektrofotometer Inframerah menunjukan empat puncak kuat pada 2917 cm-1, 1080 cm-1, 3368 cm-1, dan 1382 cm-1.

Serapan-serapan kuat pada daerah bilangan gelombang tersebut, menunjukan C-H dari –CH3 alkil (2917 cm-1), C-O (1080 cm-1), NH2 berimpitan dengan O-H (3368 cm-1 melebar), dan C-N (1383 cm-1). (Stark and Wallace, 1982., Silverstein, et al., 1999).

4.1.3. Pembuatan Palmitil Klorida dari Klorinasi Asam Palmitat Menggunakan Phosforpentaklorida.

Reaksi Asam Palmitat dengan phosforpentaklorida :


(62)

Mekanisma Reaksi :

Gambar 4.4. Mekanisma Reaksi Pembentukan Palmitil Klorida.

Hasil reaksi klorinasi dari asam palmitat menggunakan phosforpentaklorida terbentuk senyawa Palmitil Klorida, di analisa menggunakan Spektrofotometer Inframerah. Gambar 4.5. Spektra FT-IR dari Palmitil Klorida.

Gambar 4.5. Spektra FT-IR, (atas) Palmitil Klorida : pembanding, (bawah) Palmitil Klorida : pereaksi (sampel di analisa).


(63)

daerah bilangan gelombang 2848, 2915 cm-1, 1472 cm-1 dan 720 cm-1, munculnya puncak 1699 cm-1.

Serapan-serapan kuat pada daerah bilangan gelombang tersebut, menunjukan C-H dari –CH2- dan –CH3 alkil (2848 cm-1 dan 2915 cm-1), -CH2- (1472 cm-1) dan rantai panjang C-(CH2)n-C alkil terikat di kitosan (720 cm-1), C=O karbonil bergeser (1699 cm-1). (Stark and Wallace, 1982., Silverstein, et al., 1999).

Grafik FT-IR hasil analisa dari palmitil klorida hasil reaksi klorinasi memiliki bentuk sangat hampir sama dengan grafik FT-IR palmitil klorida pembanding (referensi).

Gambar 4.6. Spektra FT-IR dari Asam Palmitat pereaksi dan Palmitil Klorida Hasil Reaksi Klorinasi.


(64)

Dari kedua spektrum FT-IR gambar 4.6., terdapat perbedaan yang nyata, antara serapan pada asam palmitat, di bilangan gelombang 2849, 2917 cm-1 kemudian melebar ke 3300 cm-1, tidak dijumpai pada palmitil klorida adanya bilangan gelombang melebar ke 3300 cm-1. Ini menjelaskan bahwa gugus O-H telah berubah dan digantikan oleh gugus Cl. Adanya Cl terikat pada C=O, ditunjukan dengan munculnya bilangan gelombang 1699 cm-1 dengan sedikit tekukan yang merupakan pergeseran dari bilangan gelombang 1703 cm-1 .

4.1.4. Pembuatan Palmitil Kitosan Mereaksikan Palmitil Klorida dengan Kitosan

Reaksi asilasi kitosan menggunakan palmitil klorida.

Gambar 4.7. Reaksi Asilasi Kitosan menggunakan Palmitil Klorida.


(65)

Gambar 4.8. Mekanisma reaksi pembentukan N,N-Palmitil Kitosan dari Reaksi asilasi menggunakan Palmitil Klorida.

Hasil reaksi asilasi antara kitosan dengan palmitil klorida, di analisa menggunakan Spektrofotometer Inframerah. Gambar 4.9., Spektrum FT-IR dari hasil reaksi asilasi kitosan dengan palmitil klorida.


(66)

Gambar 4.9. Spektrum FT-IR dari N,N-Palmitil Kitosan.

Data hasil analisa Spektrofotometer Inframerah menunjukan enam puncak kuat pada daerah bilangan gelombang 2845, 2918 cm-1, 1705 cm-1 , 1536 cm-1 dan 720 cm-1, serta 3425 cm-1.

Serapan-serapan kuat pada daerah bilangan gelombang tersebut, menunjukan C-H dari –CH2- dan –CH3 alkil (2848 cm-1 dan 2915 cm-1), rantai panjang alkil C-(CH2)n -C terikat pada kitosan (720 cm-1), C=O (1705 cm-1) amina skunder –N(COR)2 , amida C-N (1536 cm-1) dan O-H (3425 cm-1).(Stark and Wallace, 1982., Silverstein, et al., 1999).


(67)

A

B

Gambar 4.10. Spektra FT-IR, A. Kitosan dan B. N,N-Palmitil Kitosan.

Perbedaan dan perubahan puncak (bilangan gelombang) ditunjukan pada gambar 4.10.,

1. Spektrum (A) bilangan gelombang 3368 cm-1 (OH berimpit dengan NH2), di spektrum (B) bilangan gelombang 3425 cm-1 (OH).

2. Spektrum (A) 1382 dan 1421 cm-1 berhampiran (NH2), 1595 cm-1 (C-N), di spektrum (B) muncul 1536 cm-1 {amida, N(COR)2} dan 1701 cm-1 (C=O amida).


(68)

4.1.5. Reaksi Hidrolisis N,N-Palmitil Kitosan untuk Menghasilkan N-Palmitil Kitosan.

Reaksi pembentukan N-Palmitil Kitosan dengan menghidrolisis N,N-palmitil kitosan menggunakan larutan natrium hidroksida.

Gambar 4.11. Reaksi Pembentukan N-Palmitil Kitosan dengan menghidrolisis N,N-palmitil kitosan.

Mekanisme reaksi pembentukan N-Palmitil Kitosan dengan menghidrolisis N,N-Palmitil Kitosan menggunakan larutan Natrium Hidroksida 1 M.

Gambar 4.12. Mekanisma reaksi pembentukan N-Palmitil Kitosan dari hidrolisis N,N-Palmitil Kitosan menggunakan larutan NaOH 1 M


(69)

Hasil reaksi hidrolisis dari N,N-palmitil kitosan menggunakan larutan natrium hidroksida 1 M, di analisa menggunakan Spektrofotometer Inframerah. Gambar 4.13., Spektrum FT-IR dari hasil reaksi hidrolisis senyawa N,N-palmitil kitosan.

Gambar 4.13. Spektrum FT-IR N-Palmitil Kitosan dari hasil hidrolisis N,N-Palmitil Kitosan.

Data hasil analisa Spektrofotometer Inframerah menunjukan enam puncak kuat pada daerah bilangan gelombang 2848, 2973 cm-1, 1543 cm-1, 720 cm-1, dan 3446 cm-1. Serapan-serapan kuat pada daerah bilangan gelombang tersebut, menunjukan C-H (2848 cm-1 dan 2915 cm-1), rantai panjang -CH2- (720 cm-1), C=O (1573 cm-1), berhampiran dengan N-H (1543 cm-1) dan O-H (3448 cm-1), serta C-N (1111 cm-1) (Stark and Wallace, 1982., Silverstein, et al., 1999).


(70)

A

B

C

D

E

Gambar 4.14. Spektra FT-IR, A. Asam Palmitat, B. Palmitil Klorida, C. Kitosan, D. N,N-Palmitil Kitosan, dan E. N-Palmitil Kitosan.


(1)

Dari data FT-IR gambar 4.14., tahapan reaksi, mulai dari asam palmitat diklorinasi membentuk palmitil klorida, selanjutnya palmitil klorida bereaksi dengan kitosan membentuk N,N-palmitil kitosan, dan hidrolisis N,N-palmitil klorida menghasilkan senyawa N-palmitil kitosan, tahapan reaksi pada gambar 4.15.


(2)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut :

Reaksi asilasi, kitosan menggunakan pereaksi palmitil klorida dalam pelarut kloroform dan tanpa melindungi gugus OH pada suhu 0 oC selama 30 menit dapat berlangsung membentuk senyawa N,N-palmitil kitosan.

N-palmitil kitosan dapat dibuat melalui reaksi hidrolisis N,N-palmitil kitosan menggunakan larutan NaOH 1 M pada suhu 60 – 65 oC selama 20 jam.

5.2. Saran

Dari penelitian yang telah dilakukan terdapat beberapa hal menarik untuk diteliti lebih lanjut, antara lain :

1. Pengujian persentase hasil N,N-palmitil kitosan dan N-palmitil kitosan terbentuk.

2. Pengujian NMR dan Mass Spektroskopi untuk mendapatkan hasil secara kualitatif.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1976, “ The Merch Index ”, Ninth Edition, Merck and Co. Inc, New Jersey, USA.

Aritonang, H.F., and M. Surbakti, 2004, “Separation of Lauric Acid From Coconut Oil Using Crystallization Method With Acetone Solvent”, Eugenia 10(2) : 195-204

Aranaz, R. Harris , and A. Heras, 2010,”Chitosan Amphiphilic Derivats,”

Chemistry and Applications, Current Organic Chemistry, Vol. 14, No.3, Madrid, Spain.

Badawy,M.E.I., E.I. Rabea, W. Steurbaut, T.T. Rogge, C.V. Stevens, and G.

Smagghe, 2005,”Insectidal and Growth Inhibitory Effects of Nem O-Acil Chitosan Derivats on The Cotton Leafworm Spodoptera Littoralis”, Comm. Appl, Biol. Sci, Chent University,

Belgium.

Breslow, R., 1969, “ Organic Reaction Mechanisms “, An Introduction, Second Editoin, Columbia Uviversity.

Chun LI.M., L. Chao, X.M. Hua, Z. Huang, W. Min, F. Zhen and S. X. Li, 2005, “ Preparation and Characterization of Acylated Chitosan”, Journal CHEM RES CHENESE U 2005, 21(10, 114-116), Collage of Material Science and Enginnerring, Huaqiao

University, Quanzhou 362011, China.

Day, R.A., and A. L. Undewood, 1981, “Analisa Kimia Kuantitatif”, edisi ke- enam, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Dyke, S.F., A.J. Floyd, M. Sainsbury and R.S. Theobald, 1978, “Organic Spectroscopy”, An Introduction, Longman, London.

Fessenden, R.J. and J.S. Fessenden, 1999. “ Kimia Organik “, Edisi Ketiga, Jilid 2, Penerbit Erlangga Jakarta.

Ginting, M.V., 2005, “ Sintesis N-Palmitoyl Glukosida Melalui Amidasi Palmitoyl Klorida dengan Glukosamin “. Skripsi, Jurusan Kimia, FMIPA, USU.

Goosen, M.F.A., 1997,”Applications of Chitin and Chitosan”,Technomic Publishing Company, Inc, USA.


(4)

Chitosan Macromol” ,Biosci, 2003.

http;//repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19863/4/Chapter%2OII.pdf, “ Perkem bangan Komiditi Kepala Sawit Indonesia ”, download 08 Nop. 2010.

http;//.www.wapedia, mobi/id/Asam_Palmitat, download 05 Des. 2010 Handayani, T., 2004,”Pengaruh Habitat Hidup Udang dan Urutan Proses

Ekstraksi terhadap Kualitas Kitin dan Kitosan Kulit Udang serta Pemanfaatannya sebagai Bahan Koagulasi pada Sari Buah Tomat”, Undergraduate Thesis dari JP TUMM/2004-06-

28.http://library.gunadarma.ac.id. Diakses 23 Maret 2010.

Irawan, B. ,2007,”Berbagai Ragam Pemanfaatan Polimer”,

http://digital-library.usu. ac.id. Diakses 23 Maret 2010.

Kaban, J., 2007, “Studi Karakteristik dan Aplikasi Film Pelapis Kelat Logam Alkali Tanah Alginat-Kitosan”, Disertasi Program Doktor Ilmu Kimia, Sekolah Pascasarjana, USU.

Kaban, J., 2009, “ Modifikasi Kimia Dari Kitosan dan Aplikasi Produk yang Dihasilkan “ ,Pidato Pengukuhan Guru Besar, Kimia Organik Sintesis, FMIPA, USU.

Ketaren, S., 1986, “Minyak dan Lemak Pangan” ,Cetakan Pertama, UI-Press, Jakarta.

Kim, C.H., and K.S. Choi,1998,”Synthesis and Properties of Carboxyalkyl Chitosan Derivatives”, Journal of ind. & Eng. Chemistry, Vol 4, No.1, Marc 1998, 19-25.

Marganof, 2003, “Potensi Limbah Udang Sebagai Penyerap Logam Berat (Timbal, Cadmium dan Tembaga) di Perairan” ,Available from :

tomouto.net/70207134/marganof.pdf.

Muzzarelli, R., V. Baldassare, F. Conti, P. Ferrara, and G. Biagini, 1988, “ Biological activity of Chitosan: Ultrastructural Study

“,Biomaterial, 9:247-252.

Mukherjee, D.P., 2001, “Method forProducing Chitin or Chitosan”,Sept 3., http://www.freepatentsonline.com/6310188.htm., 7 Januari 2009. Noerati, L. Chintia, Radiman, S. Ahmad, dan B. Ariwahjoedi, 2007, “Sintesis

Khitosan Suksinat Larut Air” ,Departemen Kimia FMIPA ITB, Jalan Ganeca, Bandung.


(5)

Puspawati, N.M., dan I.N. Simpen, 2010, “ Optimasi Deasetilasi Khitin Dari Kulit Udang dan Cangkang Kepiting Limbah Restoran Seafood Menjadi Khitosan Melalui Variasi Konsentrasi NaOH “, Jurusan Kimia, FMIPA, Univ. Udayana, Jurnal Kimia 2010 PP. 79090, ISSN 1907-9850.

Pavia, D.L., 1976, “ Introduction to Organic Laboratory Techniques “, W.B. Saunders Company, Philadelphia.

Rismana, E., 2001, “Langsing dan Sehat Lewat Limbah Perikanan”,

www.sinarharapan.co.id.iptek/index.html. diakses 23 Maret 2010. Roberts, G. A. F., 1997 ,” Determination of the degree of N-acetylation of chitin

and chitosan”, In R. A. A. Muzzarelli, &M. G. Peter (Eds.), Chitin Handbook (pp. 127–132). Grottammare, Italy: European

Chitin Society.

Stark, J.G., and H.G. Wallace, 1982,”Chemistry Data Book”, 2 Edition in SI, John Murray, 50 Albemarle Street, London.

Sariisik N.O.M., 2002.,”Using and Properties Biofibers Based on Chitin and Chitosan on Medical Applications University”, Textile,

Engineering Departement, Turkey.

Simunek, J.G., B. Tishchenko, and Hodrova, 2006, “Effect of Chitosan of Human Colonic Bacteria”. Jounal Folia Microbiology. Vol. 51 (4), 306- 308 (2006).

Silverstein, Bassler, and Morrirr, 1999, “Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik“, Alih Bahasa Hartono, AJ., dan Purba Anny Victor, edisi ke empat, Pen. Erlangga.

Srijanto, B., dan I. Paryanto, Feb. 11, 2005, “Pengaruh Suhu pada Pembuatan Khitosan Secara Kimiawi”,http://www.faperta.ugm.ac.id/semnaskan/ abstrak/prosiding2005/abstrak/bidang.thp.php.,27 November 2007 Sugita, P., W. Tuti, S. Ahmad, dan W. Dwi, 2009,”Kitosan: Sumber Biomaterial

Masa Depan”, IPB Press, Bogor.

Tharanathan and Kittur, 2003, “Chitin The Undisputed Biomolecule of Great Potential” ,Critical Reviews in Food Scienceand Nutrition, 43, 1; ProQuestMedical Library.

Vogel, A.I.,” A Text – Book of Practical Organik Chemistry Including Qualitatif Organic Analysis”, third. Edition, Longman, London, PP 792- 974.


(6)

Widiyati, E., 2006, “ Sintesis Asetil Klorida dari Asam Asetat dan Tionil Klorida pada Suhu yang Divariasi dan Mempelajari Mekanisma Reaksinya “.Jurnal Gardien vol.4, 2008, PP. 314-317, Jurusan Kimia, FMIPA, Univ. Bengkulu.

Weska, R. F., and J.M. Moura, 206, “Optimazation of Deasetylation in The Production of Chitosan from Shrimp Waste”, Juornal Food

Enginnering, 80 : 749 – 753.

Yingyuad, S., S. Ruamsin, P. Reekprkhon, S. Douglass, S. Pongamphai, and U. Siripatiawan., 2006, “Effect of Chitosan Coating and Vacum Packaging on The Quality of Refrigrated Grilled Pork”, Journal of Research Article Vol.19, issue 3, Pages 149-157 (2006). John Willey and Sons, Lth. http://www.interscience.wiley.com. Diakses

23 Maret 2010.