Defenisi Tindak Pidana Pembunuhan

berubah-ubah, karena istilah itu dapat berkonotasi dengan bidang yang cukup luas. Oleh karena pada istilah yang lebih khusus, maka perlu ada pembatasan pengertian atau makna sentral yang dapat menunjukkan ciri-ciri atau sifat-sifatnya yang khusus. Untuk memberikan gambaran yang lebih luas, berikut ini dikemukakan beberapa pendapat dari beberapa sarjana antara lain: menurut Sudarto, pidana adalah nestapa yang diberikan oleh Negara kepada seseorang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang hukum pidana, sengaja agar dirasakan sebagai nestapa. 12 Selain dari pengertian Sudarto di atas terdapat pula pengertian sarjana lain, antara lain dari Roeslan Saleh yang menyatakan bahwa pidana adalah reaksi- reaksi atas delik, yang berwujud suatu nestapa yang sengaja ditimpakan Negara kepada pembuat delik. 13 Dari dua pengertian di atas dapat dilihat bahwa tujuan pidana adalah pemberian nestapa, dimaksudkan untuk memberikan efek jera kepada pelakunya. Akan tetapi tidak semua sarjana menyetujui pendapat bahwa hakekat pidana adalah pemberian nestapa. Hal ini antara lain diungkapkan oleh Hulsman sebagaimana dikutip oleh Muladi bahwa pidana adalah menyuarakan untuk tertib; 12 Sudarto, Kapita Selekta hokum Pidana, Bandung: Alumni, 1981 cet, I, hlm. 109-110 13 Roeslan Saleh, Stelsel Pidana Indonesia, Jakarta: Bina Aksara, 1987 cet, I, hlm. 5 pidana pada hakekatnya mempunyai dua tujuan utama, yakni untuk mempengaruhi tingkah laku dan untuk menyelesaikan konflik. 14 Pidana tidak hanya dimaksudkan untuk memberikan penderitaan kepada pelanggar atau membuat jera, tapi juga agar membuat pelanggar dapat kembali hidup bermasyarakat sebagaimana layaknya. Pengaruh dari aliran modern dalam hukum pidana telah memperkaya hukum pidana dengan sanksi yang disebut dengan tindakan maatregel seperti Indonesia misalnya, undang-undang pidana khusus atau perundang-undangan pidana di luar KUHP, terdapat suatu kecendrungan penggunaan sistem dua jalur dalam stelsel sanksinya yang berarti sanksi pidana dan sanksi tindakan diatur sekaligus. Istilah ini biasa dikenal dengan Double Track System, yaitu mempergunakan dua jenis sanksi, pidana dan tindakan. 15 Secara akademisi tujuan dari pemidanaan sebagaimana dituangkan dalam rancangan kitab undang-undang hukum pidana adalah sebagai berikut: a. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat. b. Memasyarakatkan terpidana dengan menegakkan pembinaan sehingga menjadikannya orang yang baik dan berguna. 14 Op, Cit, Sudarto hlm. 11 15 M. Sholahuddin, Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana; Ide Dasar Double Track System, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004, Cet, II, hlm. 3 c. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat. d. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana. Sementara dalam Islam, para ulama ’ mendefinisikan pembunuhan dengan suatu perbuatan manusia yang menyebabkan hilangnya nyawa. Sebagian fuqaha membagi pembunuhan menjadi dua bagian : Pembunuhan sengaja dan pembunuhan kesalahan. Pembunuhan sengaja menurut fuqaha adalah suatu perbuatan dengan maksud menganiaya dan mengakibatkan hilangnya nyawa orang yang dianiaya, baik penganiayaan itu dimaksudkan untuk membunuh ataupun tidak. Sedangkan yang dimaksud dengan pembunuhan kesalahan adalah suatu perbuatan yang mengakibatkan kematian yang tidak disertai niat penganiayaan. Dasar acuan pembagian ini adalah karena Al- Qur’an hanya memperkenalkan kedua macam pembunuhan ini, Allah berfirman . ا                                                                  . 4 92 Artinya: Dan tidak harus sama sekali bagi seseorang mukmin membunuh seorang mukmin yang lain, kecuali dengan tidak sengaja. Dan sesiapa yang membunuh seorang mukmin dengan tidak sengaja, maka wajiblah ia membayar kaffarah dengan memerdekakan seorang hamba yang beriman serta membayar diah denda ganti nyawa yang diserahkan kepada ahlinya keluarga si mati, kecuali jika mereka sedekahkan memaafkannya. tetapi jika ia yang terbunuh dengan tidak sengaja dari kaum kafir yang memusuhi kamu, sedang ia sendiri beriman, maka wajiblah si pembunuh membayar kaffarah sahaja dengan memerdekakan seorang hamba yang beriman. dan jika ia orang yang terbunuh dengan tidak sengaja itu dari kaum kafir yang ada ikatan perjanjian setia di antara kamu dengan mereka, maka wajiblah membayar diah denda ganti nyawa kepada keluarganya serta memerdekakan seorang hamba yang beriman. Dalam pada itu, sesiapa yang tidak dapat mencari hamba yang akan dimerdekakannya, maka hendaklah ia berpuasa dua bulan berturut-turut; hukum yang tersebut datangnya dari Allah untuk menerima taubat membersihkan diri kamu. dan ingatlah Allah Maha Mengetahui, lagi Maha Bijaksana. QS. An-nisaa 4 : 92 Pendapat yang demikian dipegang oleh Madzhab Malik. Pada ayat lain Allah berfirman :                 4 93 Artinya; Dan sesiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka jahanam, kekal ia di dalamnya, dan Allah murka kepadaNya, dan melakanatkannya serta menyediakan baginya azab seksa Yang besar. QS. An-nisaa 4 : 93 Ayat ini menegaskan bahwa hukuman bagi orang yang membunuh, pada hari akhir akan mendapatkan siksaan yang sangat pedih dan kekal berada di neraka jahanam, serta mendapatkan laknat serta kemurkaan dan azab yang besar.

C. Tindak Pidana Pembunuhan Dalam Pandangan Hukum Islam

Syafi’i mengatakan bahwa seseorang yang melakukan gabungan beberapa tindak pidana baik yang di dalamnya terdapat hukuman mati ataupun tidak maka semua hukuman yang diancamkan harus dilaksanakan. Sementara itu sebagian fuqaha berpendapat bahwa selain hukuman mati berarti gugus dan hanya hukuman mati saja yang dilaksanakan. Pendapat i ni menurut Ibnu Mas’ud, Atha’, As- Sya’bi, An Nakhaiy, Al-Auza’iy, Hammad, Malik dan Abu Hanifah. 16 Golongan Hambaliyah, Hanafiyah dan Malikiyah mengatakan bahwa hukuman tersebut saling memasuki at Tadāhul yaitu antara hukuman yang satu dengan yang lainnya saling masuk sehingga pelakunya hanya dikenai satu hukuman yaitu hukuman mati saja sebagai hukuman yang terberat. Pendapat ini juga didukung oleh Ibrahim Al- Nakha’i bahwa hukuman dicukupkan dengan pelaksanaan hukuman mati, sebab adanya kumpulan hak-hak Allah yang murni dan maksud dari hukuman itu sendiri adalah untuk peringatan. Dengan dijatuhkannya hukuman mati maka kebutuhan untuk peringatan tersebut dirasa sudah memadai. 17 Sementara itu Ibnu Q udamah, mengikuti pendapat Ibnu Mas’ud yang mengatakan: 16 Muh. Abu Zahrah, al_uquubah: al Jarimah wa al Uqubah fi al Fiqh al Islam Beirut: Dar al Fikr, t.t., hlm. 298. 17 Wahbah al Zuhaili, al Fiqh al Islam wa Adillatuhu, Jilid IV Beirut: Dar al Fikr, t.t., hlm. 169. Sesungguhnya setiap hukuman itu bertujuan untuk memberikan pelajaran mendidik dan mencegah agar tidak terjadi jarimah lagi, sehingga apabila terdapat beberapa jarimah yang dilakukan dan di dalamnya terdapat ancaman hukuman mati maka tidaklah perlu hukuman selain hukuman mati tersebut dilaksanakan. Dalam masalah ini, pendapat Syafi’i dirasa cukup berat dalam menentukan hukuman terhadap pelanggaran beberapa jarimah. Syafi’i tidak mengakui adanya teori saling memasuki bahwa apabila terjadi gabungan beberapa jarimah yang hukumannya berbeda-beda maka hukuman tersebut harus dilaksanakan satu persatu dan hukuman tersebut tidak dapat untuk memasuki antara sebagian pada sebagian yang lain. Gabungan beberapa jarimah yang tidak terdapat ancaman pidana mati seperti berkumpulnya jarimah zina ghairu mukhson, pencurian, minum khamr yang berulangkali dan masing-masing belum mendapatkan keputusan akhir. Dalam masalah ini terdapat dua pendapat: pertama, bahwa semua hukuman harus dilaksanakan. Alasannya yaitu sebab dari adanya gabungan melakukan jarimah itu berbeda-beda dan lebih dari satu. Berbilangnya lebih dari satu sebab membuat hukuman tidak dapat saling memasuki atau digabung karena sebabnya