sahabatnya. Para sahabat pun bahkan ada yang dipapah oleh dua orang karena sakit untuk melaksanakan shalat berjamaah di masjid.
13
Apabila setiap manusia membaca dan memperhatikan dengan sebaik- baiknya al-Qur’ân, as-Sunnah serta pendapat dan amalan salafush shalih maka
seseorang akan mendapati bahwa dalil-dalil tersebut menjelaskan kepada umat Islam akan wajibnya shalat berjamaah di masjid. Di antara dalil-dalil tersebut
adalah :
1. QS. an-Nisâ: 102
“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka sahabatmu lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama mereka, Maka hendaklah
segolongan dari mereka berdiri salat besertamu dan menyandang senjata, Kemudian apabila mereka yang salat besertamu sujud telah
menyempurnakan serakaat
14
, Maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu untuk menghadapi musuh dan hendaklah datang golongan
yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka
13
Yayasan Forum Dakwah Ahlussunnah Wal Jamaah, Shalat Berjamaah Di Masjid, Wajibkah, artikel ini diakses pada tanggal 20 April 2010 dari, http:fdawj.atspace.org
14
Menurut Jumhur Mufassirin bila Telah selesai serakaat, Maka diselesaikan satu rakaat lagi sendiri, dan nabi duduk menunggu golongan yang kedua.
denganmu
15
, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta
bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu
kesusahan Karena hujan atau Karena kamu memang sakit dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah Telah menyediakan azab yang
menghinakan bagi orang-orang kafir itu
16
”. QS. an-Nisâ: 102.
Asbab al-Nuzul
Ketika ada peperangan yang terjadi sesudah turunnya ayat 101, Nabi saw mengerjakan shalat Zhuhur. Maka berkatalah orang-orang musyrik: ”Sungguh
Muhammad dan sahabat-sahabatnya memberi kemungkinan kepada kalian untuk menggempur dari belakang, silahkan kalian perhebat serangan kalian terhadap
mereka”. kemudian seorang di antara mereka ada yang berkata: ”Ambil kesempatan lain saja, pasti mereka akan mengerjakan hal yang serupa di tempat
yang sama”. Maka Allah menurunkan ayat antara kedua waktu salat itu ”In Khiftum an Yaftinakumulladziina Kafaruu” sampai ”Adzaaban Muhiinan”.
kemudian di turunkan pula ayat shalat khauf.
17
Dikemukakan oleh Al-Baihaqi dalam kitab Ad-Dalail, dari Ibnu ’Iyasy az- Zarqi berkata: ”Kami berada bersama Rasulullah di Usfan, lalu dihadang oleh
orang-orang musyrik yang dipimpin oleh Khalid bin Walid. Mereka berada di antara kami dan kiblat. Maka Nabi melakukan shalat Zhuhur bersama kami.
Berkata mereka orang-orang musyrik: ”Mereka akan kalang kabut, kalau kita
15
Yaitu rakaat yang pertama, sedang rakaat yang kedua mereka selesaikan sendiri pula dan mereka mengakhiri sembahyang mereka bersama-sama nabi.
16
Cara sembahyang khauf seperti tersebut pada ayat 102 Ini dilakukan dalam keadaan yang masih mungkin mengerjakannya, bila keadaan tidak memungkinkan untuk mengerjakannya,
Maka sembahyang itu dikerjakan sedapat-dapatnya, walaupun dengan mengucapkan tasbih saja.
17
M. Abdul Mujieb, Lubabun Nuqul fi Asbabun Nuzul: Riwayat Turunnya ayat-ayat al- Qur’an, Rembang: Daarul Ihya, 1986, h. 185.
berhasil menyerang barisan depan mereka”. Kemudian yang lain berkata: ”Sekarang datang waktu mereka salat, dan mereka lebih mencintai shalat dari
pada anak-anak dan diri mereka sendiri”. Maka Malaikat Jibril turun dengan membawa wahyu ayat ini di antara shalat Zhuhur dengan Asar: ”Dan apabila
kamu berada di tengah-tengah mereka, lalu kamu hendak mendirikan salat bersama mereka ......... sampai akhir ayat”.
18
Munasabah Ayat
Konteks ayat-ayat sebelum ini adalah membicarakan beberapa hukum Jihad Fi Sabilillah, kemudian hukum-hukumnya hijrah, berpindah dari sesuatu
daerah karena hendak mencari ridha Allah. Kemudian, oleh karena salat itu merupakan suatu kewajiban yang harus dikerjakan dalam situasi apa pun, tidak
bisa gugur karena dalam suasana perang, di tengah-tengah hijrah ataupun dalam perjalanan, tetapi dalam situasi perang dan perjalanan itu sering terjadi suatu
kesukaran, maka ayat-ayat di atas sengaja diturunkan untuk menerangkan cara- cara salat dalam situasi yang menakutkan seperti itu, dengan tetap menjaga salat
ini kendati ketika berhadapan dengan musuh. Namun dalam keadaan seperti itu diberinya rukhshah keringanan untuk mengqashar salat itu, buat memudahkan
hamba-hamba-Nya. Maka dengan demikian, munasabah sekali disebutkannya hukum-hukum ini.
19
18
Bahrun Abu Bakar, Terjemahan Tafsir Jalalain berikut Asbabun Nuzûl, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2004, cet. Ke-4, jilid 1, h. 416-17.
19
Mu’ammal Hamidy dan Imron A. Manan, Terjemahan Tafsir Ayat Ahkam Ash- Shabuni, Surabaya: Pustaka Bina Ilmu, 2003, cet. Ke-4, jilid 1, h. 451-452.
Penjelasan
Pada ayat di atas Allah SWT memerintahkan kepada Rasulullah Saw dan para sahabatnya untuk melaksanakan shalat berjama’ah meskipun dalam kondisi
perang yang berkecamuk dan penuh ketakutan yang diistilahkan dengan shalat khauf. Hal ini menunjukkan bahwasanya shalat berjama’ah merupakan ibadah
yang sangat agung dan dicintai Allah, yang tidak selayaknya seorang yang beriman untuk melalaikannya.
20
Mereka diperbolehkan berjalan dan memukul dengan pukulan yang bertubi-tubi, sedangkan mereka dalam keadaan shalat. Jika
sekiranya seseorang diperbolehkan meninggalkan shalat berjama’ah, niscaya para tentara yang berbaris menghadang musuh dan orang-orang yang terancam
serangan musuh itu lebih berhak untuk diperbolehkan meninggalkan shalat berjama’ah. Oleh karena hal itu tidak terjadi tidak diperbolehkan meninggalkan
shalat berjama’ah, maka dapat diketahui bahwa shalat berjama’ah itu termasuk kewajiban yang sangat penting, dan tidak diperbolehkan bagi seorang pun
meninggalkannya.
21
Sebagian ulama mengatakan, diantaranya Jabir al-Hasan, Qatadah, dan al- Hakam berdasarkan kepada hadîs Ibnu Abbas bahwa dalam keadaan perang
sedang berkecamuk, mereka melakukan shalat-nya satu rakaat saja.
22
20
Admin, Memakmurkan Masjid dengan Shalat Berjamaah, artikel ini diakses pada tanggal 20 April 2010 dari, http:www.assalafy.org
21
Abdul Aziz Bin Abdullah Bin Baz, Keharusan Melaksanakan Shalat Fardhu dengan
Berjamaah, artikel ini diakses pada tanggal 20 April 2010 dari, http:evisyari.wordpress.com
22
Ibnu Katsȋr, Tafsir al-Qur’ân al-Azhim, jilid 5, h. 448.
Shalat Khauf banyak ragamnya, karena sesungguhnya musuh itu adakalanya berada di arah kiblat, dan adakalanya berada di lain arah. Shalat itu
adakalanya terdiri atas empat rakaat, adakalanya tiga rakaat seperti shalat Maghrib, dan adakalanya dua rakaat seperti shalat Subuh dan shalat Safar.
Kemudian adakalanya mereka melakukan shalat dengan berjama’ah, adakalanya perang sedang berkecamuk, sehingga mereka tidak dapat berjama’ah, melainkan
masing-masing shalat sendiri dengan menghadap ke arah kiblat atau ke arah lainnya, baik dengan berjalan kaki ataupun berkendaraan. Dalam keadaan perang
sedang berkecamuk, mereka diperbolehkan berjalan dan memukul dengan pukulan yang bertubi-tubi, sedangkan mereka dalam shalatnya.
23
Abu Asim Al-Abbadi meriwayatkan dari Muhammad ibnu Nasr Al- Marwazi, bahwa ia berpendapat shalat Subuh dikembalikan menjadi satu rakaat
dalam keadaan khauf perang. Ishaq ibnu Rahawaih mengatakan, “Adapun dalam keadaan pedang
beradu, maka cukup bagimu satu rakaat dengan cara memakai isyarat saja. Jika kamu tidak mampu, cukup hanya dengan sekali sujud karena shalat adalah
żikrullah.” Di antara Ulama ada yang membolehkan mengakhirkan shalat karena uzur
peperangan dan sibuk menghadapi musuh, seperti yang dilakukan oleh Nabi Saw.; beliau mengakhirkan shalat Zhuhur dan Asar dalam Perang Ahzab dan
mengerjakannya sesudah Maghrib. Kemudian beliau melakukan shalat Magrib dan Isya sesudahnya. Juga seperti yang disabdakannya sesudah itu yakni dalam
23
Ibnu Katsȋr, Tafsir al-Qur’ân al-Azhim, h. 448.
Perang Bani Quraizah ketika beliau mempersiapkan pasukan kaum muslim untuk menghadapi mereka. Nabi Saw. bersabda:
24
sunnahnya. Sedang para imam adalah khalifah-khalifahnya yang datang sesudahnya juga menegakkan syariat dan agamanya. Karena itu tidak dapat
diterima pendapat yang menganggap, bahwa ini adalah khushusiyah buat Nabi.
26
Firman Allah SWT :
“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka sahabatmu lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama mereka, Maka hendaklah
segolongan dari mereka berdiri salat besertamu dan menyandang senjata, Kemudian apabila mereka yang salat besertamu sujud telah
menyempurnakan serakaat
27
, Maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu untuk menghadapi musuh dan hendaklah datang golongan
yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu
28
, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta
bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu
kesusahan Karena hujan atau Karena kamu memang sakit dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah Telah menyediakan azab yang
menghinakan bagi orang-orang kafir itu
29
”. QS. an-Nisâ: 102.
26
Hamidy, Terjemahan Tafsir Ayat Ahkam Ash-Shabuni, h. 461.
27
Menurut Jumhur Mufassirin bila Telah selesai serakaat, Maka diselesaikan satu rakaat lagi sendiri, dan nabi duduk menunggu golongan yang kedua.
28
Yaitu rakaat yang pertama, sedang rakaat yang kedua mereka selesaikan sendiri pula dan mereka mengakhiri sembahyang mereka bersama-sama nabi.
29
Cara sembahyang khauf seperti tersebut pada ayat 102 Ini dilakukan dalam keadaan yang masih mungkin mengerjakannya, bila keadaan tidak memungkinkan untuk mengerjakannya,
Maka sembahyang itu dikerjakan sedapat-dapatnya, walaupun dengan mengucapkan tasbih saja.
Maksudnya, apabila kamu shalat bersama mereka sebagai imam dalam shalat khauf. Hal ini bukan seperti keadaan yang pertama tadi, karena pada
keadaan pertama shalat di-qasar-kan dipendekkan menjadi satu rakaat, seperti yang ditunjukkan oleh makna hadisnya, yaitu sendiri-sendiri, sambil berjalan kaki
ataupun berkendaraan, baik menghadap kearah kiblat ataupun tidak, semuanya sama. Kemudian disebutkan keadaan berjama’ah dengan bermakmum kepada
seorang imam, alangkah baiknya pengambilan dalil yang dilakukan oleh orang- orang yang mewajibkan shalat berjama’ah berdasarkan ayat yang di mulia ini,
mengingat dimaafkan banyak pekerjaan karena jama’ah. Seandainya berjama’ah tidak wajib, maka hal tersebut pasti tidak diperbolehkan.
30
Mayoritas ulama menjawab hal ini dengan mengatakan bahwa syarat keberadaan Nabi di tengah-tengah mereka adalah dalam rangka menjelaskan
hukum, bukan menetapkan hukum. Sehingga makna ayat tersebut, “Terangkan kepada mereka dengan contoh darimu, karena hal itu lebih jelas daripada
perkataan”, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Arabi dan lainnya.
31
Adapun orang yang menyimpulkan dalil dari ayat ini, bahwa shalat khauf di-mansukh sesudah Nabi Saw, karena berdasarkan kepada firman-Nya:
30
Ibnu Katsȋr, Tafsir al-Qur’ân al-Azhim, h. 452.
31
Zuhdi Amin, Meraih Kesempurnaan Shalat: 424 koreksi kesalahan dalam shalat, Jakarta: Darul Haq, 2008, h. 287.
“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka sahabatmu lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama mereka, Maka hendaklah
segolongan dari mereka berdiri salat besertamu dan menyandang senjata, Kemudian apabila mereka yang salat besertamu sujud telah
menyempurnakan serakaat
32
, Maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu untuk menghadapi musuh dan hendaklah datang golongan
yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu
33
, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu
dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat
sesuatu kesusahan Karena hujan atau Karena kamu memang sakit dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah Telah menyediakan azab yang
menghinakan bagi orang-orang kafir itu
34
”. QS. an-Nisâ: 102. Dengan pengertian ini, berarti gambaran shalat tersebut terlewatkan
olehnya, dan cara penyimpulan dalil seperti ini lemah. Dapat pula disanggah dengan sanggahan semisal perkataan orang-orang yang tidak mau berzakat.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Na’im ibnu Hammad, telah menceritakan kepada
kami Hammad, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Mubarak, telah menceritakan kepada kami Ma’mar, dari Az-Zuhri, dari salim, dari ayahnya
sehubungan dengan firman Allah SWT :
32
Menurut Jumhur Mufassirin bila Telah selesai serakaat, Maka diselesaikan satu rakaat lagi sendiri, dan nabi duduk menunggu golongan yang kedua.
33
Yaitu rakaat yang pertama, sedang rakaat yang kedua mereka selesaikan sendiri pula dan mereka mengakhiri sembahyang mereka bersama-sama nabi.
34
Cara sembahyang khauf seperti tersebut pada ayat 102 Ini dilakukan dalam keadaan yang masih mungkin mengerjakannya, bila keadaan tidak memungkinkan untuk mengerjakannya,
Maka sembahyang itu dikerjakan sedapat-dapatnya, walaupun dengan mengucapkan tasbih saja.
“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka sahabatmu lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama mereka, Maka hendaklah
segolongan dari mereka berdiri salat besertamu dan menyandang senjata, Kemudian apabila mereka yang salat besertamu sujud telah
menyempurnakan serakaat
35
, Maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu untuk menghadapi musuh dan hendaklah datang golongan
yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu
36
, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu
dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat
sesuatu kesusahan Karena hujan atau Karena kamu memang sakit dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah Telah menyediakan azab yang
menghinakan bagi orang-orang kafir itu
37
”. QS. an-Nisâ: 102. Ia mengatakan, yang dimaksud adalah shalat khauf. Rasulullah Saw shalat
dengan salah satu golongan dari dua golongan yang ada sebanyak satu rakaat, sedangkan golongan yang lain menghadap kearah musuh sambil berjaga-jaga.
Setelah itu golongan yang tadinya menghadapi musuh datang dan shalat bersama Rasulullah Saw. Rasulullah Saw shalat satu rakaat lagi bersama mereka,
35
Menurut Jumhur Mufassirin bila Telah selesai serakaat, Maka diselesaikan satu rakaat lagi sendiri, dan nabi duduk menunggu golongan yang kedua.
36
Yaitu rakaat yang pertama, sedang rakaat yang kedua mereka selesaikan sendiri pula dan mereka mengakhiri sembahyang mereka bersama-sama nabi.
37
Cara sembahyang khauf seperti tersebut pada ayat 102 Ini dilakukan dalam keadaan yang masih mungkin mengerjakannya, bila keadaan tidak memungkinkan untuk mengerjakannya,
Maka sembahyang itu dikerjakan sedapat-dapatnya, walaupun dengan mengucapkan tasbih saja.
kemudian salam. Sesudah itu masing-masing dari kedua golongan melakukan shalat sendiri-sendiri masing-masing satu rakaat.
38
Perintah menyandang senjata dalam shalat khauf, menurut segolongan ulama diinterpretasikan berhukum wajib karena berdasarkan kepada makna
lahiriah ayat. Pendapat ini merupakan salah satu dari kedua pendapat yang dikatakan oleh Imam Syafi’î. Sebagai dalilnya ialah firman Allah SWT yang
mengatakan:
.…..
…… “......... Dan tidak ada dosa atas kalian meletakkan senjata kalian, jika
kalian mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kalian memang sakit; dan siap siagalah kalian.........”. An-Nisâ: 102
Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa setiap manusia harus tetap waspada dalam keadaan shalat disaat perang sedang berkecamuk; karena sewaktu-
waktu bila diperlukan, pasti akan menyandangnya dengan mudah, tanpa susah payah lagi.
39
2. QS. al-Baqarah: 43