Shalat Berjama’ah di Lipat Gandakan Pahalanya Sebanyak 27 Kali
Manusia cerdas tentu akan selalu memilih yang terbaik buat dirinya. Sebagai muslim ukuran terbaik adalah segala sesuatu yang bisa mendatangkan
kebaikan untuk kehidupan akhirat. Dalam pelaksanaan shalat, Islam menyajikan dua pilihan. Yaitu shalat
berjama’ah dan shalat sendiri. Jika seorang ingin pahala yang besar dan ingin selalu tersucikan dari dosa, maka tentu pilihan-nya akan jatuh pada shalat
berjama’ah.
20
Shalat berjama’ah lebih utama 27 derajat daripada shalat sendirian. Riwayat lain menyebutkan bahwa ia lebih utama 25 derajat. Rasulullah Saw
bersabda:
tujuh” disebutkan di dalamnya shalat secara sendiri, shalatnya secara berjama’ah, dan keutamaan diantara keduanya; maka total semuanya ialah dua puluh tujuh.
23
Imam an-Nawawi berkata: riwayat-riwayat itu bisa dikumpulkan dengan tiga cara:
Pertama: bahwa tidak ada pertentangan diantara riwayat-riwayat itu; karena menyebut yang sedikit tidak meniadakan yang banyak, dan mafhûm al-
’adad adalah batil menurut para ushûliyyûn. Kedua: bahwa beliau pertama kali menggambarkan dengan yang sedikit,
kemudian Allah ta’âlâ memberitahu beliau dengan penambahan keutamaan maka beliau menggambarkannya.
Ketiga: bahwa ia berbeda sesuai keadaan orang-orang yang mengerjakan shalat itu sendiri maka sebagian mereka mendapat dua puluh lima dan sebagian
mendapat dua puluh tujuh tergantung ada kesempurnaan shalat, mejaga gerakan- gerakannya, kekhusyu’annya, banyaknya jama’ahnya, keutamaan para jama’ah itu
dan kemuliaan tempatnya, dan semisal itu; maka inilah jawaban-jawaban yang dijadikan sandaran mu’tamad.
24
Hadîs di atas dijadikan sebagai dalil bahwasannya seluruh shalat berjama’ah itu sama nilai keutamaannya, baik jumlah jama’ahnya sedikit maupun
banyak. Sebab hadîs tersebut menunjukkan keutamaan shalat berjama’ah secara mutlak, dan tidak berlaku qiyas dalam bab fadhaail keutamaan. Apabila terbukti
bahwa hadîs tersebut menunjukkan keutamaan dalam jumlah dan kadar tertentu
23
Sa’id bin Ali bin Waqf al-Qahthani, Lebih Berkah dengan Shalat Berjamaah, Surakarta: Qaula, 2008, h. 64-65.
24
Ahmad bin Ali bin Hajar Abu al-Fadhil al-Asqalani as-Syafi’I, Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari, Beirut: Dâr Ma’rifat, juz II, h. 133-134.
sedangkan qiyas tidak berlaku, maka itu menunjukkan bahwa seluruh shalat jama’ah sama nilainya, termasuk di dalamnya jumlah jama’ahnya banyak maupun
sedikit. Sebab sama-sama disebut sebagai jama’ah.
25
Hal ini didukung pula oleh sebuah penukilan dengan sanad yang shahîh dari Ibrahim an-Nakha’i bahwa ia
berkata: ”Apakah seseorang mengerjakan shalat bersama orang lain berjama’ah maka pahala mereka berdua berhak dilipat gandakan menjadi dua puluh lima kali
lipat”.
26
Al-Hafîzh Ibnu Hajar membicarakan rahasia pengutamaan shalat jama’ah atas shalat sendirian dengan dua puluh tujuh atau dua puluh lima derajat. Beliau
menyebutkan dua puluh lima pendapat mengenai riwayat dua puluh lima derajat. Kemudian beliau menambahkan, ”Ada dua hal yang tersisa untuk shalat jahriyah:
diam dan mendengarkan ketika imam sedang membaca dan membaca amin bersamaan dengan aminnya iman agar bertepatan dengan aminnya malaikat.
Dengan keterangan ini menjadi jelas bahwa riwayat dua puluh tujuh khusus untuk shalat jahriyah”.
27
Para ulama telah menjawabnya dengan beragam jawaban. Rujukannya adalah prasangka dan rekaan. Sebab tidak ada satu pun dalil atas apa yang mereka
kemukakan. Ia hanyalah simpulan-simpulan yang disimpulkan oleh imam-imam yang mulia.
Ibnu Hajar berkata, ”Hikmah di balik jumlah tertentu ini tidak terang. Ath- Thibi menukil dari at-Turbasti yang intinya, ’Masalah ini tidak bisa diketahui
25
Abu Ihsan al-Maidani al-Atsari, Bimbingan Lengkap Shalat Jama’ah Menurut Sunnah Nabi, Solo: At-Tibyan, 2002, h. 41-42.
26
Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari, juz IV, h. 136.
27
Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari, juz II, h. 157.
dengan akal. Rujukannya adalah ilmu kenabiaan yang semua hakikatnya tidak bisa dijangkau oleh ilmu orang-orang berakal”.
28