7. Memindahkan kedudukanlokasi barang maupun barang jaminan dari
kedudukan lokasi barang itu semula atau sepatutnya berada, danatau mengalihkan hak atas barang atau barang jaminan yang bersangkutan kepada
pihak lain, 8.
Mengajukan permohonan kepada yang berwenang untuk menunjuk eksekutor,
40
kurator
41
, likuidator
42
atau pengawas atas sebagian atau seluruh harta kekayaan.
B. Bentuk Moral Hazard Nasabah Pada Pembiayaan Murabahah Di Bank Bukopin Syariah
Proses realisasi pembiayaan dibank syariah adalah tidak semulus yang dibayangkan. Karena tidak semua nasabah memiliki karakter bisnis yang sama
satu dengan yang lain. Karakter nasabah ada dua yaitu koorporatif dan tidak koorporatif. Nasabah
yang koorporatif merupakan nasabah yang jujur terhadap segala keadaan usaha nasabah maupun dalam pendapatan nasabah. Nasabah yang tidak korporatif yaitu
nasabah yang mengumpat atau tdak bertanggung jawab atas kewajibanya kepada bank, nasabah seperti ini juga dapat di katakan sebagai nasabah yang melakukan
moral hazard.
40
Eksekutor adalah orang yang melakukan eksekusi
41
Kurator adalah pengurus harta benda orang yang pailit
42
Likuidator adalah orang yang melakukan likuidasi
Moral hazard yang di lakukan oleh nasabah atas pembiayaan yang di berikan adalah berupa ketidaktaatan nasabah dalam menjalankan usaha yang dibiayai
bank dengan ketentuan yang telah di perjanjikan dan di sepakati. Dalam hal ini nasabah terkadang memberikan informasi atau laporan-laporan yang tidak sesuai
pada keadaan yang sesungguhnya. Akibat dari pelanggaran perjanjian jual beli murabahah yang di lakukan
nasabah, maka akibatnya timbul Non Performing Loan, yaitu pembiayaan bermasalah di mana bank tidak mendapatkan laba dari usaha yang di biayai.
Contoh kasusbentuk moral hazard yang di lakukan nasabah Bank Bukopin Syariah
Pada tanggal 13 Februari 2003, Seorang nasabah telah menandatangani kontrak pembiayaan murabahah investasi dengan PT. Bank Bukopin Syariah
yaitu berupa pembelian sebuah alat mesin bubut senilai Rp 170.000.000. Pembiayaan terhitung sejak tanggal 13 Februari 2003 sampai 13 Februari 2005
dengan jaminan berupa sebuah rumah. Sampai pada bulan Juni 2004 nasabah tersebut mulai tidak melaksanakan atau tidak memenuhi kewajibannya sesuai
dengan waktu yang di tentukan, hal ini terus berlanjut hingga pada bulan Oktober 2004 nasabah tidak memenuhi kewajibannya kepada PT. Bank Bukopin Syariah.
Bank dalam hal ini telah berulang kali mengingatkan nasabah baik secara lisan maupun tulisan untuk memenuhi kewajibannya, namun nasabah tetap tidak
mengindahkannya atau tidak menanggapinya. Di karenakan nasabah tidak
memenuhi kewajibannya, maka bank telah menyita seluruh aset yang telah di jadikan jaminan oleh nasabah tersebut.
Setelah dilakukan penyelidikan atas ketidaktaatan nasabah, ternyata pihak bank telah membuktikan bahwa nasabah telah menjual sebagian aset perusahaan
miliknya tanpa adanya persetujuan dari bank yaitu menjual beberapa alat mesin bubut lainnya. Dengan demikian, nasabah telah terbukti melanggar ketentuan-
ketentuan dari pasal 11 akad ini. Akibat dari penjualan sebagian asetnya tersebut, perusahaan nasabah mengalami penurunan tingkat jumlah konsumen dan di ikuti
dengan turunnya tingkat marjin usaha, sehingga dampaknya perusahaan pun menjadi bangkrut dan tidak bisa membayar hutang–hutangnya kepada pihak bank.
Dari contoh kasus di atas, nasabah di anggap telah melakukan ingkarcidera janji, dalam hal ini nasabah dapat di katakan melakukan moral hazard yaitu dari
segi penjualan sebagian aset perusahaan yang berpengaruh pada kemampuantata cara membayar atau melunasi hutang kepada bank. Hal ini nasabah telah
melakukan ingkarcidera janji pada pasal 11 Akad Jual Beli dan Pengakuan Hutang al-Murabahah tentang Pembatasan Terhadap Tindakan Nasabah.
C. Upaya Bank Bukopin Syariah Dalam Mencegah Terjadinya Moral Hazard