Indikasi Moral Hazard dan Adverse Selection dalam Penyaluran Dana Pihak Ketiga (Studi Kasus : Bank Syariah Periode Januari 2012 – Februari 2016)
INDIKASI MORAL HAZARD DAN ADVERSE SELECTION
DALAM PENYALURAN DANA PIHAK KETIGA
(Studi Kasus : Bank Syariah Periode Januari 2012 – Februari 2016)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh : Nur Anisha NIM : 1113081000123
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
(2)
INDIKASI MORAL HAZARD DAN ADVERSE SELECTION
DALAM PENYALURAN DANA PIHAK KETIGA
(Studi Kasus : Bank Syariah Periode Januari 2012 – Februari 2016)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh :
Nur Anisha NIM : 1113081000123
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
(3)
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
Hari ini tanggal 9 Agustus 2016 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas Mahasiswa :
1. Nama : Nur Anisha 2. NIM : 1113081000123 3. Jurusan : Manajemen/ MIPS
4. Judul Skripsi : Indikasi Moral Hazard dan Adverse Selection dalam Penyaluran Dana Pihak Ketiga (Studi Kasus : Bank Syariah Periode Januari 2012 – Februari 2016)
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan LULUS dan diberi kesempatan untuk melaksanakan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Manajemen pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
(4)
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hari ini tanggal 23 September 2016 telah dilakukan Ujian Skripsi atas Mahasiswa :
5. Nama : Nur Anisha 6. NIM : 1113081000123 7. Jurusan : Manajemen/ MIPS
8. Judul Skripsi : Indikasi Moral Hazard dan Adverse Selection dalam Penyaluran Dana Pihak Ketiga (Studi Kasus : Bank Syariah Periode Januari 2012 – Februari 2016)
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan LULUS dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
(5)
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Nur Anisha
NIM : 1113081000123
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis Jurusan : Manajemen/ MIPS Dengan ini menyatakan bahwa :
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan mempertanggungjawabkan.
2. Tidak melakukan plagiat naskah orang lain.
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa izin pemilik karya.
4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data.
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini.
Apabila dikemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah melakukan pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan di atas, maka saya siap untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikan Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
(6)
Yang Menyatakan
(7)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Identitas Pribadi
Nama : Nur Anisha
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 03 Oktober 1994
Alamat Rumah : Jl. Kartika RT.017/04 No. 46 Kelurahan Meruya Utara, Kecamatan Kembangan, Kota Jakarta Barat, Provinsi DKI Jakarta.
Ayah : Jamin
Ibu : Anah
Telepon : 089 7018 9929
Email : [email protected]
Pendidikan Formal
2000 – 2006 MI. Yapiri
2006 – 2009 MTs Darunnajah Ulujami
2009 – 2012 MA Darunnajah Ulujami
2012 – 2014 Program Profesional TI Perbankan Syariah CCIT Fakultas Teknik Universitas Indonesia. 2013 – 2016 Program Sarjana S1 Manajemen
FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pendidikan Non Formal
Pelatihan Sharia Banking 2015
Pengalaman Organisasi
Sekretaris Bagian Pengajaran Darunnajah 2010-2012 Sekretaris Bagian Keilmuan LDK Komda FEB UIN Jakarta 2014
(8)
ABSTRACT
This research aimed to indicate whether the moral hazard and adverse selection problems in the distribution of third party funds (mudharabah financing) are distributed by Islamic Banks as well as to analyze the cause of moral hazard and adverse selection and risk mitigation to overcome these problems. Moral hazard is identified from the causes of non performing financing (NPF), which is seen from the variables Gross Domestic Product (GDP), inflation, the ratio of return (margin) murabahah (MM) to return profit loss sharing mudharabah (MPLS), and the ratio of murabahah financing (RM) to mudharabah financing (FM), while adverse selection is identified from the causes of non performing financing (NPF) which is seen from the variable level of revenue sharing (TBH). The data used comes from islamic banking statistics published by the financial services authority (FSA) in the period January 2012 to February 2016. The result of the research by the Error Correction Model (ECM) shows the short term increase GDP and TBH affect the NPF, whereas in the long term increase GDP, the ratio of margin murabahah (MM) to return profit loss sharing mudharabah (MPLS), and the ratio of murabahah financing (RM) to mudharabah financing (FM), TBH, and deflation increase the NPF. Increasing NPF caused by rising GDP, the ratio of margin murabahah (MM) to return profit loss sharing mudharabah (MPLS), and deflation indicate the moral hazard in islamic banks, while increasing NPF caused by rising TBH indicate the adverse selection in islamic banks. The moral hazard and adverse selection demonstrates that bank both less careful in financing and less incentive in monitoring and screaning process.
Key Word : Mudharabah Financing, Non performing financing, Moral Hazard, Adverse Selection, Error Correction Model.
(9)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat indikasi moral hazard
dan adverse selection dalam penyaluran dana pihak ketiga (dalam bentuk pembiayaan mudharabah) yang disalurkan oleh bank syariah serta menganalisis penyebab terjadinya moral hazard dan adverse selection dan mitigasi risiko yang dilakukan bank syariah dalam mengatasi masalah tersebut. Moral hazard
diidentifikasi dari penyebab terjadinya non performing financing (NPF), yang dilihat dari variabel Gross Domestic product (GDP), inflasi, rasio return (margin)
murabahah (MM) terhadap return profit loss sharing mudharabah (MPLS), dan rasio alokasi pembiayaan murabahah (RM) terhadap pembiayaan mudharabah
(FM), sedangkan adverse selection diidentifikasi dari penyebab terjadinya non performing financing (NPF) yang dilihat dari variabel tingkat bagi hasil (TBH). Data yang digunakan bersumber dari statistik perbankan syariah yang dipublikasikan oleh Otoritas jasa keuangan (OJK) pada periode Januari 2012 sampai Februari 2016. Hasil penelitian dengan metode Error Correction Model
(ECM) menunjukkan dalam jangka pendek peningkatan GDP dan TBH akan mempengaruhi NPF, sedangkan dalam jangka panjang peningkatan GDP, rasio margin murabahah terhadap margin profit loss sharing mudharabah, TBH dan penurunan inflasi akan meningkatkan NPF. NPF meningkat yang disebabkan oleh meningkatnya GDP, rasio return (margin) murabahah (MM) terhadap return profit loss sharing mudharabah (MPLS), dan menurunnya inflasi mengindikasikan adanya moral hazard di bank syariah. Sedangkan meningkatnya NPF yang disebabkan oleh meningkatnya TBH mengindikasikan adanya adverse selection di bank syariah. Indikasi moral hazard dan adverse selection menunjukkan bank kurang hati-hati dalam menyeleksi dan menyalurkan pembiayaan atau bank kurang melakukan monitoring maupun screening.
Kata kunci : Pembiayaan Mudharabah, Non performing financing, Moral Hazard, Adverse Selection, Error Correction Model.
(10)
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanya bagi Allah yang telah menciptakan kita dalam keadaan mencintai agamanya dan berpegang pada syariat-Nya. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad yang telah berjihad untuk menyiarkan ajaran-ajaran Islam yang agung dalam akhlak beliau yang mulia, dan semoga kesejahteraaan dan rahmat senantiasa juga tercurah untuk keluarganya dan para sahabatnya terkasih yang senantiasa mengikuti petunjuknya, sehingga mereka beruntung dengan mendapat ridha dan pahala dari sisi Allah.
Terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua saya, Bapak Jamin dan Ibu Anah yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materil, memberikan kasih sayang, cinta, dan selalu mendoakan dengan penuh rasa ikhlas. Kalian adalah motivasi terkuat bagi penulis untuk bisa segera menyelesaikan skripsi ini.
2. My Brothers, Rizky Ramadhan dan Faizal Syarif yang selalu memberi motivasi kepada penulis untuk menjadi kakak baik, semoga kita akan menjadi anak yang selalu bisa menjadi kebanggan bapak dan mama.
3. Bapak Dr. M. Arif Mufraini, Lc., MA selaku Dekan FEB, Bapak Dr. Amilin, SE.Ak., M.Si selaku Wadek I FEB, Bapak Dr. Ade Sofyan Mulazid, MH selaku Wadek II FEB, dan Bapak Dr. Desmadi Saharuddin, Lc., MA selaku Wadek III FEB, yang telah memberikan jalan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni. sebagai Dosen Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan waktunya di tengah kesibukan untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi ini serta motivasinya yang begitu besar pada penulis.
(11)
6. Ibu Ela Patriana, MM. selaku Sekretaris Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Bapak Rahmatullah, M.Ag. selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah
mengarahkan dan memotivasi selama penulis menuntut ilmu di kampus ini. 8. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, terima kasih atas curahan ilmu
yang Bapak dan Ibu berikan kepada penulis.
9. Seluruh Staf Tata Usaha dan karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, atas kerja kerasnya melayani mahasiswa dengan baik, membantu dalam mengurus kebutuhan administrasi, keuangan dan lain-lainnya.
10. Sahabat terbaikku Azka Amany yang telah membantu, memotivasi, dan menghibur penulis dari awal perkuliahan, hingga penulis menyelesaikan skripsi ini.
11. Teman seperjuanganku selama di CCIT FTUI dan MIPS, terimakasih atas dukungan dan motivasi kalian. Semoga Allah SWT selalu memudahkan langkah kalian untuk menuju cita-cita dan tujuan.
12. Sahabat-sahabatku yaitu Amanda Febriana, Lailatul jannah, Najwa Fithrati, Siti Sarah Anggraeni, Khritmadanty Angelita, Ayu Indah Wati, Citra Mi’rajul Ummah, Ayu Setia Mauliddini, Dwi Ratnasari, Dedeh Rahmawati, Shofwatun Niswah, Annisa Nasharuddin, Dika Nurmalita Sari, Eliza Nur, Meruni Sani Putri, Teddy Azhari, Afief Amrullah, Chanasya Bayu Ananda, dan Razi Nur Arif yang selalu mendukung, mendoakanku, memotivasi, dan menghibur selama proses menyelesaikan skripsi ini.
13. Keluarga besar Komda FEB yang telah memberikan pengalaman dan pelajaran yang beigitu berharga selama masa perkuliahan yang menjadikan penulis lebih baik lagi dari waktu-ke waktu. Semoga kekeluargaan kita tetap terjaga.
14. Keluarga besar KKN NASA 2015 yang telah memberikan pengalaman dan pelajaran yang begitu berharga selama masa KKN yang menjadikan pribadi penulis lebih baik lagi dari waktu ke waktu. Semoga kekeluargaan kita tetap terjaga.
(12)
15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah ikut berkontribusi dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih memiliki banyak kekurangan. Dengan segenap kerendahan hati penulis mengharapkan saran, arahan maupun kritikan yang konstruktif demi penyempurnaan hasil penelitian ini. Skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, baik dunia perbankan, dunia akademisi, para pembaca serta bagi penulis sendiri sebagai proses pengembangan diri.
Jakarta, 05 September 2016 Penulis
(13)
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ... ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ... Error! Bookmark not defined. LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi
ABSTRACT ... vii
ABSTRAK ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Permasalahan ... 10
1. Identifikasi Masalah ... 10
2. Batasan Masalah ... 11
3. Rumusan Masalah ... 11
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 14
A. Landasan Teori ... 14
1. Moral Hazard ... 14
2. Adverse Selection ... 17
3. Pembiayaan Mudharabah ... 20
4. Masalah Keagenan dalam Pembiayaan Mudharabah ... 21
5. Penyebab Konflik Keagenan ... 25
6. Identifikasi Risiko Bank Syariah ... 26
7. Non Performing Financing ... 28
8. Faktor-Faktor Penyebab Pembiayaan Bermasalah ... 30
(14)
10. Inflasi ... 34
11. Tingkat Bagi Hasil ... 37
B. Keterkaitan Antar Variabel ... 39
C. Penelitian Terdahulu ... 42
D. Kerangka Pemikiran ... 47
E. Hipotesis ... 52
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 54
A. Ruang Lingkup Penelitian ... 54
B. Metode Penentuan Sampel ... 54
C. Metode Pengumpulan Data ... 55
D. Metode Analisis Data ... 56
E. Operasional Variabel ... 70
BAB IV PEMBAHASAN ... 74
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 74
1. Bank Syariah ... 74
2. Perkembangan Non Performing Financing (NPF) ... 76
3. Perkembangan Gross Domestic Product (GDP) ... 78
4. Perkembangan Inflasi ... 79
B. Analisis dan Pembahasan ... 80
1. Uji Normalitas ... 81
2. Uji Linieritas ... 82
3. Uji Stasioner ... 82
5. Uji Asumsi Klasik ... 87
6. Regresi Metode Error Correction Model (ECM) ... 91
7. Uji simultan (Uji F) ... 96
8. Uji Secara individual (Uji t) ... 96
9. Uji Adjusted R Square ... 101
C. Interpretasi Data ... 102
(15)
4. Jumlah RM/FM dan Tingkat NPF ... 109
5. Jumlah TBH dan Tingkat NPF ... 112
BAB V PENUTUP ... 119
A. Kesimpulan ... 119
B. Implikasi ... 121
DAFTAR PUSTAKA ... 123
(16)
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Halaman
Tabel 2.1: Kategori NPF ... 29
Tabel 2.2: Penelitian Terdahulu ... 42
Tabel 4.1: Uji Akar Unit nilai Phillips-Perron test pada Tingkat Level ... 83
Tabel 4.2: Uji Akar Unit Phillips-Perron test pada First Difference... 84
Tabel 4.3: Hasil Uji t ... 97
Tabel 4.4: Tabel Margin Murabahan dan Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah . 108 Tabel 4.5: Jumlah Penyaluran Pembiayaan Murabahah dan Mudharabah ... 111
(17)
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Halaman
Gambar 1.1: Perkembangan NPF ... 5
Gambar 1.2: Perkembangan Inflasi ... 7
Gambar 1.3: Perkembangan GDP ... 8
Gambar 2.1: Pengukuran Moral Hazard dan Adverse Selection ... 50
Gambar 2.2: Kerangka Pemikiran ... 51
Gambar 4.1: Perkembangan Jaringan Perbankan Syariah ... 75
Gambar 4.2: Perkembangan Pembiayaan yang Diberikan Bank Syariah ... 76
Gambar 4.3: Pertumbuhan NPF ... 77
Gambar 4.4: Perkembangan Gross Domestic Product ... 78
Gambar 4.5: Perkembangan Inflasi ... 79
Gambar 4.6: Uji Normalitas ... 81
Gambar 4.7: Uji Linearitas ... 82
Gambar 4.8: Uji Johansen Kointegrasi ... 86
Gambar 4.9: Uji Multikolinieritas ... 88
Gambar 4.10: Uji Autokorelasi ... 89
Gambar 4.11: Uji Autokorelasi dengan WLS ... 89
Gambar 4.12: Uji Heteroskedastisitas ... 90
Gambar 4.13: Hasil Analisis Jangka Panjang ... 92
(18)
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan Halaman
Lampiran 1 : Data Penelitian Januari 2012-Februari 2015 ... 127
Lampiran 2 : Uji Normalitas ... 128
Lampiran 3 : Uji Linearitas ... 128
Lampiran 4 : Uji Stasioner Variabel NPF ... 129
Lampiran 5 : Uji Stasioner Variabel GDP ... 130
Lampiran 6 : Uji Stasioner Variabel Inflasi ... 131
Lampiran 7 : Uji Stasioner Variabel MM/MPLS ... 132
Lampiran 8 : Uji Stasioner Variabel RM/FM ... 132
Lampiran 9 : Uji Stasioner Variabel TBH ... 133
Lampiran 10 : Uji Derajat Integrasi Variabel NPF ... 134
Lampiran 11 : Uji Derajat Integrasi Variabel GDP ... 135
Lampiran 12 : Uji Derajat Integrasi Variabel Inflasi ... 136
Lampiran 13 : Uji Derajat Integrasi Variabel MM/MPLS ... 136
Lampiran 14 : Uji Derajat Integrasi Variabel RM/FM ... 137
Lampiran 15 : Uji Derajat Integrasi Variabel TBH ... 138
Lampiran 16 : Uji Kointegrasi Johansen Test ... 139
Lampiran 17 : Uji Asumsi Klasik ... 139
Lampiran 18 : Hasil Analisis Jangka Panjang... 142
Lampiran 19 : Hasil Uji ECT ... 142
(19)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Goldstein Morris (1998) mengungkapkan istilah moral hazard kembali populer sejak terjadinya krisis keuangan di Asia. Krisis keuangan tersebut dipicu dari pemberian kredit yang kurang berhati-hati dalam memberikan pinjaman. Sejalan dengan itu back up yang disediakan bank sentral membuat bank semakin berani mengambil risiko dalam memberikan pinjaman.
Back up yang disediakan bank sentral merupakan solusi dari turunnya tingkat kepercayaan masyarakat karena terdapat beberapa bank yang dilikuidasi akibat krisis moneter yang menghantam Indonesia pada tahun 1998. Dalam pelaksaannya back up tersebut memang dapat menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap bank, tetapi ruang lingkup yang terlalu luas menyebabkan timbulnya moral hazard.
Moral hazard dalam dunia perbankan setidaknya dibedakan atas dua tingkatan, yaitu moral hazard pada tingkat bank dan pada tingkat nasabah.
Moral hazard pada tingkat bank yaitu moral hazard dalam penyaluran dana pihak ketiga yaitu risky lending behavior yang menyebabkan timbulnya
moral hazard dan adverse selection ditingkat nasabah, mengacu dari Vaubel (1983) dalam Dreher (2004) yang menyebutkan bahwa tindakan tersebut termasuk dalam moral hazard tidak langsung. Sedangkan moral hazard
(20)
dari pemerintah atau keberadaan lembaga penjamin simpanan dalam hal ini dikategorikan sebagai moral hazard langsung.
Moral hazard terjadi akibat persoalan regulasi dan perundang-undangan yang lemah, aspek penjaminan simpanan dan aspek penjaminan kredit. Moral hazard sangatlah mengancam kemajuan usaha dan organisasi, selain itu secara perlahan-lahan dapat menghilangkan responsibility dan akuntabilitas dalam suatu perusahaan, dampaknya produktivitas dan kinerja akan turun dan menjadikan perusahaan tidak memiliki daya saing. Beberapa pendapat ekonom mengatakan bahwa salah satu diantara penyebab krisis ekonomi di berbagai negara adalah karena adanya tindakan moral hazard dari pemilik perbankan maupun pemilik kapital. Krisis ekonomi yang terjadi di tahun 1998 dan krisis global tahun 2008 salah satu penyebabnya adalah karena tindakan moral hazard (Ibrahim Taswan dan Ragimun, 2011:7)
Salah satu tindakan moral hazard yaitu ketidakhati-hatian bank dalam menyalurkan pembiayaan, yang dimana ketidakhati-hatian tersebut dapat menimbulkan kredit macet. Dani Prabowo (2014) mengatakan adanya kasus kredit macet pada Bank Bukopin senilai Rp 76 miliar akibat fasilitas kredit yang disalurkan itu tidak digunakan sebagaimana mestinya. Kemudian kasus kredit macet sebesar Rp 2,7 triliun di Bank Mandiri, dan masuknya Bank Persyarikatan dalam kategori bank dalam pengawasan khusus dalam sudut pandang moral hazard. Hal tersebut menunjukkan kurangnya kehati-hatian dan monitoring yang dilakukan oleh pihak bank sehingga nasabah melakukan
(21)
Muhammad Imanuddin (2010) menyebutkan bahwa selain moral hazard juga terdapat adverse selection, yang dimana adanya ketidak seimbangan informasi yang dilakukan oleh salah satu pihak, yang menyebabkan pihak lain tidak mengetahui kondisi yang sebenarnya terhadap suatu usaha. Sehingga pilihan yang ditetapkan hanya menguntungkan satu pihak saja, dan merugikan pihak yang lain.
Menurut Anwar Nasution (2003) dalam tulisannya berjudul Masalah-masalah Sistem Keuangan dan Perbankan Indonesia. Adverse Selection
merupakan salah satu bentuk asimetri informasi yang terjadi sebelum transaksi keuangan dilakukan karena peminjam dengan kualitas rendah (memiliki risiko kredit tinggi) biasanya akan mencari pinjaman dengan bunga tinggi. Dari masalah adverse selection inilah sebagian besar dari pinjaman biasanya merupakan kredit bermasalah. Asimetri informasi ini juga menggambarkan dampak lanjutan dari krisis finansial pada perekonomian misalnya dalam kondisi suku bunga naik, mungkin berakibat pada adverse selection sehingga mengakibatkan penurunan penawaran kredit oleh bank. Demikian pula kondisi penurunan nilai agunan yang menyebabkan timbulnya debitur dengan net worth yang rendah.
Bank atau pemilik modal dikatakan mengalami masalah adverse selection apabila dalam penyaluran kredit, bank tidak memiliki kemampuan dan pengetahuan untuk membedakan beberapa projek investasi berdasarkan risiko yang dihadapi. Dari masalah adverse selection inilah sebagian besar dari pinjaman biasanya merupakan kredit bermasalah. Adverse selection
(22)
dapat terjadi apabila suku bunga pasar meningkat, terkadang peminjam sengaja menyembunyikan informasi yang sebenarnya menyangkut kondisi keuangan serta resiko investasi untuk mendapatkan pinjaman baru setelah kenaikan bunga.
Perbankan Syariah IB (2009) mengungkapkan bahwa berkembangnya
moral hazard di perbankan konvensional tidak terlepas dari sistem operasionalnya dimana resiko tidak terdistribusi secara proporsional pada pihak-pihak terkait. Resiko tidak tersebar secara merata antara pemilik dana, pengguna dana, serta pihak bank. Dalam pendistribusian resiko, Perbankan berbasis syariah dirasa mampu menjadi jalan keluar dari permasalahan kridit macet, karena menggunakan prinsip bagi hasil dalam menjalankan kegiatan operasionalnya. Bank syariah juga menjalankan kegiatan operasinya dengan sistem transparansi dan kemitraan antara bank dan nasabah serta prinsip keadilan yang diharapkan mampu menjadikan perekonomian Indonesia menjadi lebih baik. Perbankan syariah menggunakan profit and loss sharing
(PLS) sebagai pengganti bunga. Secara teori keberadaan sistem profit and loss sharing berimplikasi kepada risiko serta peluang moral hazard di perbankan sebab risiko menjadi tanggungan kedua pihak. Bank syariah dan nasabah dipaksa untuk menyusun suatu desain kontrak yang optimal bagi kedua belah pihak, sebab keduanya akan berbagi risiko maupun hasil.
Bank syariah menawarkan imbalan kepada masyarakat pemilik dana dengan sistem bagi hasil yang ditentukan pada awal perjanjian. Hal inilah
(23)
syariah. Peningkatan jumlah dana pihak ketiga pada bank, mendorong pihak bank untuk menyalurkan dana tersebut kepada calon debitur dengan harapan mendapat bagi hasil dari penyaluran pembiayaan tersebut. Seiring dengan perkembangan kegiatan perbankan diiringi pula peningkatan penyelewengan yang terjadi yang merupakan dampak dari tindakan lalai yang mengabaikan prinsip kehati-hatian.
Mulya E. Siregar (2015) mengatakan bahwa hingga akhir 2015 perkembangan bisnis perbankan syariah mengalami penurunan yang drastis, pertumbuhan aset yang sempat mencapai 49 persen pada tahun 2013 tidak dapat terulang lagi. Pada tahun 2015 pertumbuhan bank syariah hanya mencapai 7,98 persen pada juli 2015. Turunnya pertumbuhan perbankan syariah tidak hanya terjadi dari sisi aset, namun juga pada pembiayaan dan dana pihak ketiga (DPK). Pertumbuhan yang melambat ini diperparah pula oleh meningkatnya rasio pembiayaan bermasalah (non performing financing/NPF). Pertumbuhan NPF dapat dilihat dari gambar dibawah ini:
Gambar 1.1: Perkembangan NPF
Sumber : Statistik Perbankan Syariah (Data Diolah)
Pada gambar diatas menunjukkan bahwa kredit bermasalah pada bank syariah cenderung meningkat setiap tahunnya, pada tahun 2012 kredit
2.22% 2.62%
4.33% 4.50%
0.00% 2.00% 4.00% 6.00%
2012 2013 2014 Jul-15
NPF
(24)
bermasalah sebesar 2,22% kemudian meningkat sebesar 2,62%. Lalu peningkatan NPF melonjak pada tahun 2014 hingga sebesar 4,33%, hingga pada bulan Juli 2015 NPF sebesar 4,50%.
Di sektor perbankan, perlu diadakan langkah-langkah memperkuat manajemen risiko, seperti screening dan monitoring terhadap kredit-kredit berisiko guna meminimalisir dampak negatif dari adverse selection dan moral hazard dari kreditor serta menerapkan spesialisasi dalam bentuk pinjaman sebagai salah satu upaya menyeleksi kelayakan suatu perusahaan atau perorangan pada saat mengajukan pinjaman. Pembiayaan bermasalah dapat dipicu oleh kondisi ekonomi makro suatu negara yang dapat memberikan pengaruh bagi kelancaran suatu usaha. Di antaranya adalah Inflasi. Inflasi merupakan salah satu variabel ekonomi makro yang digunakan untuk mengukur kondisi perekonomian negara. Jika tingkat inflasi suatu negara tinggi dapat berpengaruh terhadap perekonomian, baik dari segi pendapatan, investasi, suku bunga, nilai tukar dan lain sebagainya.
Tingkat inflasi yang tinggi akan berakibat terhadap turunnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi segala kebutuhannya, dan pada akhirnya akan mempengaruhi pendapatan yang diperoleh lembaga perbankan yaitu dari tingkat pengembalian pinjaman atau pembiayaan dan akan meningkatkan rasio dari pembiayaan bermasalah (non performing financing) (Siti Jamiatun Nafiah, 2007: 4). Perkembangan inflasi dapat dilihat pada gambar berikut :
(25)
Gambar 1.2: Perkembangan Inflasi
Sumber : Kebijakan Moneter Bank Indonesia (Data Diolah)
Berdasarkan gambar diatas bahwa dari akhir tahun 2012 hingga akhir tahun 2013 inflasi mengalami peningkatan yang sangat tajam dari 4,30% sampai 8,38%, kemudian diakhir tahun 2014 terjadi peningkatan sebesar 0,2% dari akhir tahun 2013 sehingga menjadi 8,36%, dan inflasi mengalami penurunan pada Juli 2015 sebesar 7,26%. Kemudian selain inflasi terdapat faktor faktor ekonomi makro yang dapat meningkatkan NPF yaitu gross domestic product (GDP).
Gross domestic product (GDP). termasuk faktor yang mempengaruhi kemampuan masyarakat dalam membayar kredit. Estimasi GDP akan menentukan perkembangan perekonomian. GDP berasal dari jumlah barang konsumsi yang bukan termasuk barang modal. Dengan meningkatnya jumlah barang konsumsi menyebabkan perekonomian bertumbuh, dan meningkatkan skala omset penjualan perusahaan, karena masyarakat yang bersifat konsumtif dan menandakan bahwa kemampuan masyarakat dalam membayar kredit juga akan meningkat. GDP di Indonesia setiap tahunnya mengalami penurunan, berikut merupakan data GDP Indonesia:
4.30%
8.38% 8.36%
7.26%
0.00% 2.00% 4.00% 6.00% 8.00% 10.00%
2012 2013 2014 Jul-15
Inflasi
(26)
Gambar 1.3: Perkembangan GDP
Sumber : Profil Ekonomi Kementrian Perdagangan RI (Data Diolah)
Dapat dilihat dari gambar diatas bahwa GDP mengalami penurunan setiap tahunnya. Pada tahun 2012 GDP sebesar 6,03 %, kemudian menurun pada tahun 2013 menjadi 5,56 %, dan terus menurun hingga pada tahun 2015 sebesar 4,79%. Hal tersebut menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia sedang mengalami penurunan. Peningkatan inflasi serta penurunan GDP membuat masyarakat sulit untuk memenuhi kewajibannya dalam membayar kredit, terlebih lagi hal tersebut dapat mendukung debitur untuk melakukan tindakan-tindakan yang tidak sesuai kontrak. Dalam hal ini pihak perbankan harus berhati-hati dalam menyeleksi calon debitur yang akan diberikan pembiayaan.
Siti Jamiatun Nafiah (2007) moral hazard dapat diindikasikan dari melihat laju inflasi terhadap rasio NPF. Jika inflasi mengalami penurunan maka diharapkan rasio NPF juga akan menurun, akan tetapi apabila tingkat inflasi menurun dan rasio NPF meningkat berarti adanya ketidak hati-hatian bank dalam menyalurkan Dana Pihak Ketiga (DPK) atau kurangnya
6.03
5.56
5.02 4.79
0 2 4 6 8
2012 2013 2014 2015
GDP
(27)
monitoring maupun screening dalam memilih calon debitur dari pihak bank sehingga mengakibatkan naiknya rasio NPF.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mustofa Edwin dan Ranti Wiliasih (2007) moral hazard dapat diindikasikan apabila NPF meningkat pada saat GDP meningkat. Idealnya, ketika GDP meningkat maka terjadi peningkatan transaksi ekonomi, dunia bisnis lebih menggeliat sehingga jika pada kondisi tersebut NPF meningkat, mengindikasi bank kurang berhati-hati atau kurang melakukan monitoring.
Penelitian terkait moral hazard juga dilakukan oleh Desty Setyowati (2008) moral hazard dapat diindikasikan pada saat kondisi pasar real setate yang direpresentasikan oleh perubahan harga rumah meningkat. Idealnya ketika harga rumah meningkat maka permintaan untuk kredit rumah menurun, jumah penyaluran kredit rumah juga akan menurun sehingga jika pada kondisi tersebut NPF meningkat, mengindikasikan bank kurang berhati-hati atau kurang monitoring.
Indikasi adverse selection dapat dilihat dari tingkat bagi hasil yang ditetapkan oleh bank, apabila pada kondisi bagi hasil yang ditetapkan untuk nasabah tinggi namun jumlah NPF meningkat maka hal tersebut terindikasi adanya adverse selection. Karena idealnya pada saat bagi hasil yang ditetapkan tinggi maka nasabah akan lebih mampu memenuhi kewajibannya terhadap bank dan apabila dalam kondisi tersebut nasabah justru tidak dapat membayar kewajibannya maka adanya ketidak seimbangan informasi yang dimiliki nasabah dan pihak bank sehingga bank memberikan pembiayaan
(28)
pada nasabah yang berkualitas buruk. Karena nasabah yang berkualitas buruk akan menyampaikan kepada bank bahwa dirinya memiliki karakteristik yang tinggi sehingga layak untuk mendapatkan bagi hasil yang tinggi pula. Hal ini menunjukkan bahwa shahibul mal dapat menggunakan skema bagi hasil untuk menyeleksi mudharib dan menekan permasalahan adverse selection
(Misnen Ardiansyah, 2014: 265).
Penelitian ini penulis menganalisis bagaimana ketidakhati-hatian pihak bank dalam menyalurkan dana pihak ketiga berdampak pada terjadinya pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing). Selain itu menganalisis bagaimana ketidak seimbangan informasi yang terjadi sebelum akad disepakati akan berdampak pada terjadinya pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing). Penelitian ini juga menganalisis penyebab terjadinya resiko moral hazard dan adverse selection pada pembiayaan mudharabah serta cara memitigasi risiko tersebut.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti “INDIKASI MORAL HAZARD DAN ADVERSE SELECTION DALAM PENYALURAN DANA PIHAK KETIGA (Studi Kasus : Bank Syariah Periode Januari 2012 – Februari 2016)”
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah-masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut :
(29)
a. Moral hazard dan adverse selection sebagai salah satu penyebab meningkatnya non performing financing (NPF)pada bank.
b. Bank syariah dianggap mampu untuk mengurangi tingkat kredit macet, karena bank syariah manerapkan sistem profit and loss sharing. Akan tetapi bank syariah juga tidak dapat sepenuhnya terhindar dari praktik moral hazard dan adverse selection.
c. Dibutuhkan identifikasi mengenai faktor-faktor yang mendorong terjadinya moral hazard dan adverse selection bank syariah. Serta melakukan mitigasi risiko untuk meminimalisir tindakan tersebut.
2. Batasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah, terfokus dan tidak meluas, penulis membatasi masalah dalam penulisan penelitian ini. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah :
a. Rasio not performing financing dijadikan indikator untuk melihat kemungkinan terjadinya moral hazard dan adverse selection
b. Hanya menggunakan GDP dan Inflasi sebagai faktor eksternal yang menyebabkan not performing financing
c. Penelitian dilakukan dari laporan keuangan bank syariah yang dipublikasikan oleh Otoritas Jasa keuangan (OJK)
3. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah : a. Apakah terdapat indikasi moral hazard dan adverse selection dalam
(30)
b. Bagaimana faktor-faktor yang mendorong terjadinya moral hazard
dan adverse selection dalam pembiayaan mudharabah pada bank syariah?
c. Bagaimana mitigasi risiko yang dilakukan oleh bank syariah untuk meminimalisir tindakan moral hazard dan adverse selection?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah :
a. Menganalisis indikasi moral hazard dan adverse selection
dalam pembiayaan mudharabah pada bank syariah.
b. Menganalisis faktor-faktor yang mendorong terjadinya moral hazard dan adverse selection dalam pembiayaan mudharabah pada bank syariah.
c. Menganalisis mitigasi risiko yang dilakukan oleh bank syariah untuk meminimalisir tindakan moral hazard dan adverse selection
2. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini diharapkan akan memperoleh manfaat antara lain :
a. Bagi Penulis
(31)
tentang praktek manajemen perbankan syariah khususnya tentang masalah yang berkaitan dengan moral hazard dan adverse selection
dalam penyaluran dana pihak ketiga. b. Bagi Perbankan
Penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk membantu pihak manajemen bank terhadap pemberian keputusan pembiayaan untuk meminimalisir terjadinya risiko pembiayaan.
c. Bagi Akademisi
Penelitian ini akan menambah kepustakaan di bidang manajemen perbankan syariah dan dapat dijadikan sebagai bahan bacaan untuk menambah wawasan pengetahuan tentang moral hazard dan adverse selection terhadap penyaluran dana pihak ketiga dan Penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk peneliti selanjutnya.
(32)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori
1. Moral Hazard
Penggunaan istilah “moral hazard’’ pada awalnnya digunakan dalam
bidang asuransi. Dalam kamus Inggris maka "moral hazard" diterangkan sebagai "the hazard arising from the uncertainty or honesty of the insured". Sebagai contoh bila seorang pengusaha yang mengambil asuransi resiko kebakaran untuk gudangnya. Ketika ia terjepit hutang dan menjelang jatuh tempo maka kecenderungannya akan mengambil jalan pintas dan melakukan ketidak jujuran, ia akan membakarnya sendiri gudangnya untuk mendapatkan dana asuransi sebagai ganti ruginya.
Moral hazard terjadi karena seorang individu atau lembaga bertindak yang tidak sesuai dengan apa yang terdapat didalam kontrak. Hal ini dipicu dari tindakan ketidak hati-hatian dalam memberikan tanggung jawab kepada pihak lain tersebut dan kurangnya pengawasan atau monitoring
dari instansi terkait serta kurang tegasnya terhadap pemberlakuan sanksi bagi individu atau lembaga yang melakukan pelanggaran. Dalam hal ini Bank Indonesia juga berperan dalam melakukan pengawasan dan
monitoring terhadap kebijakan-kebijakan yang terdapat dalam manajemen bank.
Moral hazard dapat didefinisikan menjadi empat berdasarkan kondisi yang berbeda (Mitnick,1996:7). Pertama, moral hazard terjadi karena
(33)
kondisi monitoring disability (hidden action). Prinsipal tidak dapat mengamati atau memonitor perilaku agen. Ketidak mampuan memonitor tindakan secara konseptual menunjukkan ketidakpastian mengenai hubungan antara tindakan agen dengan hasil untuk principal, ketidaksamaan informasi antara kedua pihak, kebutuhan untuk melakukan kesepakatan mengenai masalah insentif untuk agen, ketidakmampuan membuat kontrak untuk menghilangkan masalah (tanpa kemampuan untuk memonitor perilaku agen, kontrak yang dibuat tidak dapat dilaksanakan). Prinsipal dan agen diasumsikan mempunyai potensi untuk konflik kepentingan.
Kedua, moral hazard terjadi karena adanya undesirable behavior production (perilaku yang tidak diinginkan) dipandang dari perspektif prinsipal. Agen tidak cukup menjamin tindakannya akan menguntungkan prinsipal atau bisa mengurangi kerugian yang mungkin terjadi. Moral hazard diidentifikasi sebagai hasil dari perilaku agen yang berisiko. Ketiga, moral hazard terjadi karena undesirable outcome (impact) production. Moral hazard merupakan bentuk oportunisme pasca kontraktual yang timbul karena tindakan yang mempunyai konsekuensi efisiensi yang tidak dapat diobservasi secara bebas sehingga seseorang bisa memenuhi kepentingan pribadinya atas biaya pihak lain. Keempat,
moral hazard sebagai bentuk dari morals disability. Moral hazard terjadi karena kecenderungan perilaku-perilaku yang tidak bermoral seperti tidak jujuran, tidak pedulian, ketidaktahuan atau ketidaktabahan hati.
(34)
Moral hazard dalam dunia perbankan setidaknya dapat dibedakan atas 2 tingkatan. Pertama, moral hazard di tingkat bank dan yang kedua adalah
moral hazard di tingkat nasabah. Moral hazard ditingkat bank dapat dibedakan, diantaranya yaitu:
a. Moral hazard dalam penyaluran dana pihak ketiga, yaitu risky lending behavior yang menyebabkan timbulnya Moral hazard dan adverse selection. Ditingkat nasabah yang disebut juga Moral hazard tidak langsung (mengacu pada pengertian Moral hazard yang dikemukakan oleh Vaubel (1983) dalam Dreher (2004).
b. Moral hazard ketidakhati-hatian bank dalam menyalurkan kredit karena adanya penjaminan dari pemerintah atau keberadaan lembaga penjamin simpanan dalam hal ini termasuk dalam Moral hazard
langsung (mengacu pada pengertian Moral hazard yang dikemukakan oleh Vaubel (1983) dalam Dreher (2004)
c. Moral hazard pada saat penyaluran bank tidak mencerminkan bank sebagai lembaga intermediasi atau tidak meyalurkan dana kepada sektor riil (Desty Setyowati, 2008:14).
d. Moral hazard ketika bank memberikan cost of fund yang rendah dan menerapkan tingkat yang tinggi, juga termasuk dalam katagori Moral hazard dan lainnya. (Desty Setyowati, 2008:14).
Moral hazard pada bank terjadi ketika bank syariah sebagai mudharib tidak berhati-hati dalam menyalurkan dana sehingga berpotensi menimbulkan moral hazard di sisi nasabah dan menyebabkan kerugian.
(35)
Moral hazard lainnya yaitu pada saat bank tidak membayarkan bagian shahibul maal sebagaimana rasio yang telah ditetapkan di awal perjanjian, atau ketidakpatuhan bank syariah terhadap prinsip-prinsip syariah juga dapat dikategorikan dalam tindakan moral hazard. Sedangkan moral hazard pada nasabah umumnya terjadi pada produk pembiayaan yang berbasis pada equity financing (mudharabah dan musyarakah) atau biasa dikenal dengan profit loss sharing. Akad mudharabah yang tidak mensyaratkan jaminan dan juga memberikan hak penuh pada mudharib untuk menjalankan usaha tanpa campur tangan shahibul maal dan ditanggungnya kerugian oleh shahibul maal (kecuali kesalahan manajemen) mengakibatkan akad pembiayaan ini sangat rentan terhadap masalah moral hazard. Moral hazard pada sisi nasabah ini merupakan isu global yang menyebabkan bank syariah lebih memilih dengan pembiayaan dengan basis debt financing (murabahah, ishtisna, dan salam).
2. Adverse Selection
Adverse selection merupakan permasalahan asymmetric information
yang terjadi ex ante, yakni sebelum disalurkannya kredit/pembiayaan.
Adverse selection merupakan permasalahan yang timbul ketika pemilik dana memilih entrepreneur yang akan diberikan kredit/pembiayaan (Tarsidin, 2010:43). Hal ini dikarenakan pemilik dana/shahibul maal tidak mengetahui dengan pasti karakteristik mudharib. Adverse selection dalam pasar keuangan terjadi ketika peminjam potensial yang kemungkinan
(36)
besar membuahkan hasil yang tidak diinginkan (adverse) yaitu risiko kredit yang buruk (Mishkin,2008:50).
Pada kontrak bagi hasil, jumlah profit tidak diperjanjikan dalam kontrak. Skema bagi hasil ditetapkan dimuka dan akan tetap berlaku berapa pun profit yang diperoleh mudharib dari usaha atau proyek yang dijalankan. Dengan demikian, mudharib kurang termotivasi untuk mencapai suatu jumlah profit tertentu. Hal ini menyebabkan mudharib akan menyatakan bahwa dirinya memiliki karakteristik tinggi pada saat mengajukan kredit atau pembiayaan dan memperoleh rasio bagi hasil yang tinggi untuk dirinya (Tarsidin,2010: 45).
Pemilik dana atau shahibul maal akan menawarkan rasio bagi hasil yang lebih tinggi kepada mudharib yang memiliki karakteristik tinggi. Karena mudharib dengan karakteristik tinggi akan menghasilkan profit yang besar yang berdampak pada tingginya pendapatan bagi hasil yang akan diterima oleh pemillik dana/shahibul maal. Sedangkan untuk mudharib dengan karakteristik rendah, hanya ditawarkan rasio bagi hasil yang rendah juga baginya. Dengan demikian, skema bagi hasil yang ditawarkan oleh pemilik dana/shahibul maal merupakan suatu alat seleksi. Kemungkinan mudharib akan berusaha menyatakan pada bank atau
shahibul maal bahwa dirinya memiliki karakteristik tinggi sehingga selayaknya memperoleh kredit atau pembiayaan dan rasio bagi hasil yang tinggi. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya permasalahan adverse
(37)
selection, yakni bank atau shahibul maal salah memilih mudharib yang berhak memperoleh kredit atau pembiayaan.
Untuk mengatasi permasalahan adverse selection, pihak bank atau
shahibul maal perlu mengetahui karakteristik mudharib. Melalui analisis atas dokumen yang diajukan mudharib, shahibul maal bisa memperoleh sebagian informasi yang diperlukan untuk menilai karakteristik mudharib. Karakteristik mudharib tersebut dapat diketahui dengan tepat melalui suatu verifikasi yang berbiaya relatif besar.
Pendekatan lainnya juga dapat dilakukan dengan tidak sepenuhnya mengandalkan pada verifikasi. Shahibul maal dapat menawarkan suatu skema bagi hasil yang lebih menguntungkan bagi mudharib apabila
mudharib menyatakan dengan benar karakteristiknya. Melalui skema bagi hasil tersebut diharapkan adanya pengungkapan informasi privat yang dimiliki oleh mudharib kepada shahibul maal. Skema bagi hasil tersebut harus dapat membuat mudharib menyatakan dengan sebenarnya karakteristiknya (Tarsidin,2010:46).
Mudharib akan dihadapkan pada risiko bahwa dirinya tidak memperoleh kredit pembiayaan jika menyatakan dengan benar karakteristiknya. Di samping itu, mudharib juga dihadapkan pada kemungkinan bahwa dirinya memperoleh rasio bagi hasil yang lebih rendah jika menyatakan dengan benar karakteristiknya. Dengan demikian, pengungkapan informasi privat yang dimiliki oleh mudharib kepada
(38)
compatible (insentif yang diperoleh cukup). Mudharib yang bersedia memperoleh pembiayaan dengan rasio bagi hasil yang rendah mengindikasikan bahwa karakteristiknya rendah. Sedangkan mudharib
dengan karakteristik yang tinggi tidak akan menerima kontrak bagi hasil yang menawarkan rasio bagi hasil yang rendah. Meskipun dengan rasio bagi hasil yang rendah tersebut mudharib tetap dapat memperoleh level utilitas tertentu yang diinginkannya, namun mudharib dengan katakterisik tinggi tersebut memiliki banyak alternatif pembiayaan lainnya yang menawarkan rasio bagi hasil yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa shahibul maal dapat menggunakan skema bagi hasil untuk menyeleksi mudharib dan menekan permasalahan adverse selection.
3. Pembiayaan Mudharabah
Menurut Fatwa DSN-MUI No: 07/DSNMUI/IV/2000, mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan 100% modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat dari kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian tersebut diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, maka si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Mekanisme atau tatacara pemberian pembiayaan dimulai dari proses permohonan pembiayaan yang dilakukan secara lisan kemudian
(39)
ditindaklanjuti dengan permohonan tertulis. Dilanjutkan dengan pengumpulan data dan investigasi untuk pembiayaan produktif, data yang diperlukan adalah kemampuan nasabah dalam melunasi pembayaran dengan cara melihat bisnis plannya dan rencana alternatif jika terjadi hal yang tidak terduga, data obyek pembiayaan, data jaminan. Selanjutnya dilakukan Analisa pembiayaan dengan berbagai metode salah satunya dengan metode 5C yaitu capacity, character, capital, collateral dan condition (Zulkifli, 2007:145)
4. Masalah Keagenan dalam Pembiayaan Mudharabah
Teori keagenan (agency theory) menjelaskan bahwa hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut. (Jensen dan Meckling,1976:5). Tiga asumsi sifat dasar manusia guna menjelaskan tentang teori agensi yaitu: manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest), manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan manusia selalu menghindari risiko (risk averse) (Eisenhardt,1989:58).
Adanya masalah keagenan memunculkan biaya agensi yang terdiri dari (Jensen dan Meckling, 1976: 6) :
a. The monitoring expenditure by the principle, yaitu biaya pengawasan yang dikeluarkan oleh prinsipal untuk mengawasi perilaku dari agen dalam mengelola perusahaan.
(40)
b. The bounding expenditure by the agent (bounding cost), yaitu biaya yang dikeluarkan oleh agen untuk menjamin bahwa agen tidak bertindak yang merugikan prinsipal.
c. The residual loss, yaitu penurunan tingkat utilitas prinsipal maupun agen karena adanya hubungan agensi
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, kontrak mudharabah yang dijalankan oleh lembaga keuangan syariah (bank/BMT) merupakan suatu kontrak yang mengandung peluang besar terjadinya imperfect information
bila salah satu pihak tidak jujur. Dengan kata lain kontrak mudharabah sarat terjadinya imperfect information dalam hubungan antara principal (shahibul maal) dengan agent (mudharib), maka muncullah masalah
asymmetric information. Asymmetric information adalah kondisi yang menunjukkan sebagian investor mempunyai informasi dan yang lainnya tidak memilikinya (Jogiyanto, 2000:369).
Masalah keagenan pada kontrak mudharabah berasal dari tiga sumber (Algoud dan Lewis 2003:120). Pertama, tidak adanya syarat jaminan yang akan memperburuk problem adverse selection. Menurut teori perbankan Islam dana yang disediakan berdasarkan kontrak profit loss sharing
terutama akan mendorong para pengusaha baru yang tidak memiliki aset apapun selain usaha (tenaga) dan keahlian mereka, tanpa jaminan digolongkan memiliki resiko tinggi.
Kedua, kontrak mudharabah akan cenderung memunculkan moral hazard karena lembaga keuangan (bank/BMT) tidak dapat memaksa
(41)
pengusaha untuk mengambil tindakan yang sesuai, selain itu juga tidak membatasi aktivitas pengusaha dengan menentukan intensitas usahanya. Ketiga, karena pengeluaran perusahaan seluruhnya ditanggung oleh lembaga keuangan (bank/BMT).
Selanjutnya menurut Khalil dalam Manzilati (2011:285-286), secara umum menunjukkan tiga masalah utama keagenan yang terkait dengan kontrak mudharabah diantaranya: pertama, besarnya ketidakpastian (uncertainty) maksudnya adalah kontrak bagi hasil merupakan kontrak yang bisa dipastikan adanya ketidakpastian pendapatannya. Khususnya pada lembaga keuangan (bank/BMT). Ketidak pastian ini berasal dari hasil yang tergantung sepenuhnya pada keputusan investasi perusahaan yang dibuat oleh agen. Lebih jauh agen tidak diawasi secara penuh oleh principal (bank/BMT), sehingga memiliki sejumlah kebebasan dan bisa berpeluang menimbulkan masalah, misalkan agen tidak transparan dalam menyampaikan hasil yang diperoleh.
Masalah kedua, linieritas yang ekstrim (extreme linearity), maksudnya adalah linier sharing antara hasil dengan kinerja dari proyek yang dihasilkan, hasil akhir yang diharapkan tergantung sepenuhnya pada kemampuan/keterampilan pengusaha (agent) dan tingkat usaha yang dihasilkan. Masalah ketiga, adalah terkait dengan kekuatan untuk menentukan pilihan/kebijakan (discretionary power). Kontrak
mudharabah juga merepresentasikan suatu kekuatan kebijakan semenjak agen memulai menangani proyek dan mempunyai hak untuk membuat
(42)
keputusan terkait dengan investasi dan distribusi aliran kas berikutnya. Hal ini menimbulkan discration yang penuh atas aset pengusaha, sama seperti yang dimiliki manajer pada proyek sendiri tanpa menghadapi resiko kerugian secara keuangan. Berbeda dengan modal di dalamnya tidak ada hak otomatis untuk membuat pengangkatan direktur dengan menggunakan kekuatan voting, yang mengijinkan pemodal untuk mencampuri bila ada kesalahan terkait dengan aktivitas operasional.
Pembiayaan mudharabah memiliki risiko masalah keagenan yang relatif tinggi karena nasabah menggunakan dana bukan seperti yang tertera dalam kontrak, kelalaian dan kesalahan yang disengaja, serta nasabah yang tidak jujur akan menyembunyikan keuntungan (Multifiah, Asfi Manzilati, dan Laili Hurriati, 2015: 55). Dalam upaya mengatasi atau mengurangi masalah keagenan ada dua cara yang dapat dilakukan principal untuk mengurangi risiko akibat tindakan agen yaitu pemilik modal melakukan pengawasan (monitoring) dan agen sendiri melakukan pembatasan atas tindakan-tindakannya (bonding), sehingga dapat mengurangi kesempatan penyimpangan yang dilakukan oleh agen. (Jensen dan Mackling, 1976:5)
Monitoring merupakan simbol penting dalam interaksi pada kerja sama mudharabah. Melalui monitoring shahibul maal mendapatkan informasi yang benar apakah nasabah bisa dipercaya telah mengarahkan segala kemampuan yang dimiliki untuk investasi tersebut, juga apakah nasabah juga selalu menjaga amanah dengan bertindak jujur dalam melaporkan hasil yang diperoleh dengan tidak membesar-besarkan biaya
(43)
sehingga keuntungan menjadi kecil (Manzilati, 2011:289). Batasan yang diterapkan untuk meminimalisir terjadinya masalah keagenan maka lembaga keuangan syariah menerapkan batasan tertentu baik dalam jangka waktu pembiayaan maupun jumlah pembiayaan.
5. Penyebab Konflik Keagenan
Pemilik harus mengendalikan konflik keagenan untuk menghindari permasalahan yang mengganggu kemajuan perusahaan di masa mendatang. Permasalahan keagenan ditelusuri dari beberapa kondisi, seperti penggunaan arus kas bebas (free cash flow) pada aktifitas yang tidak menguntungkan, peningkatan kekuasaan manajer dalam melakukan
over investment, dan consumption of excessive perquisites (Jensen, 1986). Dalam hal ini yang dimaksud manajer atau agent adalah pengelola dana atau mudharib sedangkan pemilik perusahaan atau principal adalah shahibul maal.
Manajer berperan untuk memaksimalkan pemegang saham namun manajer yang tidak signifikan dalam kepemilikan perusahaan memungkinkan untuk melakukan berbagai hal yang bukan untuk kepentingan pemegang saham (Duc Hong Vo dan Van Thanh-Yen Nguyen, 2014: 274). Masalah keagenan antara pemegang saham dengan manajer, potensial terjadi jika manajer memiliki kurang dari 100% saham perusahaan. Karena tidak semua keuntungan akan dapat dinikmati oleh manajer, maka mereka tidak berkonsentrasi pada maksimisasi kemakmuran pemegang saham (Brigham dan Daves, 2001). Penunjukkan
(44)
manajer oleh pemegang saham untuk mengelola perusahaan. Akan memunculkan perbedaan kepentingan dan informasi yang tidak lengkap (asymetry information) antara pemilik perusahaan (principal) dengan agen (agent). Perbedaan sangat mungkin terjadi karena para agen tidak perlu menanggung resiko sebagai akibat adanya kesalahan dalam pengambilan keputusan bisnis, begitu pula jika mereka tidak dapat meningkatkan nilai perusahaan. Resiko tersebut sepenuhnya ditanggung oleh principal. Karena tidak menanggung resiko dan tidak mendapat tekanan dari pihak lain dalam mengamankan investasi para principal, maka agen cenderung membuat keputusan yang tidak optimal (Jensen dan Meckling, 1976:5)
Pembiayaan mudharabah rentan terhadap resiko kerugian karena 2 faktor yang pertama yaitu faktor internal yang berupa kurangnya SDM yang ahli dalam penerapan pembiayaan syariah khususnya pada pembiayaanmudharabah dan yang kedua faktor eksternal yang berupa kondisi masyarakat yang tingkat kejujurannya dan keamanahannya belum terjamin (Muhammad, 2008:2). Dalam pembiayaan mudharabah ini dibutuhkannya keterbukaan antara kedua belah pihak mengenai untung rugi suatu bisnis yang dijalankan, jika nasabah tidak menyampaikan secara transparant tentang hasil yang diperoleh maka aktivitas tersebut menimbulkan masalah keagenan yang berupa adverse seletion maupun
moral hazard.
(45)
Penerapan manajemen risiko pada perbankan syariah disesuaikan dengan ukuran dan kompleksitas usaha serta kemampuan Bank. Bank Indonesia menetapkan aturan manajemen risiko ini sebagai standar minimal yang harus dipenuhi oleh BUS dan UUS sehingga perbankan syariah dapat mengembangkannya sesuai dengan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi namun tetap dilakukan secara sehat, istiqomah, dan sesuai dengan Prinsip Syariah.
Pada peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011 pasal 5, bahwa termasuk dalam kelompok Risiko Kredit adalah Risiko konsentrasi pembiayaan. Risiko konsentrasi pembiayaan merupakan Risiko yang timbul akibat terkonsentrasinya penyediaan dana kepada 1 (satu) pihak atau sekelompok pihak, industri, sektor, atau area geografis tertentu yang berpotensi menimbulkan kerugian cukup besar yang dapat mengancam kelangsungan usaha Bank.
Risiko ini timbul apabila Bank memberikan pembiayaan berbasis bagi hasil kepada nasabah dimana bank ikut menanggung risiko atas kerugian usaha nasabah yang dibiayai (profit and loss sharing). Dalam hal ini, perhitungan bagi hasil tidak hanya didasarkan atas jumlah pendapatan atau penjualan yang diperoleh nasabah namun dihitung dari keuntungan usaha yang dihasilkan nasabah. Apabila usaha nasabah mengalami kebangkrutan, maka jumlah pokok pembiayaan yang diberikan bank kepada nasabah tidak akan diperoleh kembali. Masalah keagenan juga rentan muncul pada pembiayaan berbasis bagi hasil yang dimana terdapat
(46)
perbedaan kepentingan antara mudharib dan shahibul maal sehingga memungkinkan mudharib menyembunyikan keuntungan yang sebenarnya, dan hal ini akan mengurangi keuntungan shahibul maal. Berdasarkan masalah ini diperlukan suatu mekanisme dalam memotivasi mudharib sehingga dapat mengalokasikan dananya pada bisnis yang tepat serta tidak menyembunyikan keuntungan yaitu dengan monitoring terhadap usaha yang dilakukan oleh mudharib, dan apabila shahibul maal terkonsentrasi pada satu atau beberapa jenis usaha saja maka akan mempermudah kontrol terhadap kebijakan yang diambil oleh mudharib.
7. Non Performing Financing
Sebagai indikator yang menunjukkan kerugian akibat risiko kredit adalah tercermin dari besarnya non performing loan (NPL), dalam terminologi bank syariah disebut non perfoming financing (NPF). Non Performing Financing (NPF) adalah rasio antara pembiayaan yang bermasalah dengan total pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah. Berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia kategori yang termasuk dalam NPF adalah pembiayaan kurang lancar, diragukan dan macet.
=� � � ℎ %
Dalam peraturan bank indonesia Nomor 8/21/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Penilaian Kualitas Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah pasal 9 ayat (2), bahwa kualitas
(47)
lancar (L), dalam perhatian khusus (DPK), kurang lancar (KL), diragukan (D), macet (M). Berikut merupakan tabel perhitungan NPF berdasarkan kemampuan bayar nasabah (debitur) di bank syariah:
Tabel 2.1: Kategori NPF
Jenis Pembiayaan Kategori yang Diperhitungkan Dalam NPF Kurang
lancar
Diragukan Macet
Murabahah, Istishna, Ijarah, Qard
Tunggakan lebih dari 90 hari s.d 180 hari
Tunggakan lebih dari 180 hari s.d 270 hari
Tunggakan lebih dari 270 h
Salam Tunggakan
lebih dari 90 hari s.d 180 hari
Tunggakan lebih dari 180 hari s.d 270 hari
Tunggakan lebih dari 270 h
Mudharabah, Musyarakah
Tunggakan s.d 91s.d180 hari realisasi bagi hasil di atas 30% s.d 90% dari proyek pendapatan
Tunggakan lebih dari 181 s.d 270 hasil; reaisasi bagi hasil kurang dari 30%
Tunggakan lebih dari 270 hari; realisasi pendapatan kurang dari 30 % dari proyeksi pendapatan lebih dari 3 periode pembayaran
Sumber: wawancara dengan Bank Syariah
Non performing financing (NPF) akan berdampak pada menurunnya tingkat bagi hasil yang dibagikan pada pemilik dana. Hubungan antara bank dan nasabah didasarkan pada dua unsur yang saling terkait, yaitu hukum dan kepercayaan. Suatu bank hanya dapat melakukan kegiatan dan mengembangkan usahanya apabila nasabah percaya untuk menempatkan uangnya. Kemudian setelah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, bank kemudian menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak.
(48)
8. Faktor-Faktor Penyebab Pembiayaan Bermasalah
Sebab-sebab pembiayaan bermasalah dapat berasal dari pihak bank maupun pihak nasabah, faktor internal dan faktor eksternal diantaranya sebagai berikut (Trisadini Prasastinah Usanti dan A. Shomad, 2008 : 16) : a. Faktor Internal (berasal dari pihak bank)
1) Kurang baiknya pemahaman atas bisnis nasabah 2) Kurang dilakukan evaluasi keuangan nasabah
3) Kesalahan setting fasilitaspembiayaan (berpeluang melakukan
sidestreaming)
4) Perhitungan modal kerja tidak didasarkan kepada bisnis usaha nasabah
5) Proyeksi penjualan terlalu optimis
6) Proyeksi penjualan tidak memperhitungkan kebiasaan bisnis dan kurang memperhitungkan aspek kompetitor
7) Aspek jaminan tidak diperhitungkan aspek marketable lemahnya supervisi dan monitoring
8) Terjadinya erosi mental: kondisi ini dipengaruhi timbali balik antara nasabah dengan pejabat bank sehingga mengakibatkan proses pemberian pembiayaan tidak didasarkan pada praktek perbankan yang sehat.
b. Faktor Eksternal (dari pihak nasabah)
1) Karakter nasabah tidak amanah (tidak jujur dalam memberikan informasi dan laporan tentang kegiatannya)
(49)
2) Melakukan sidestreaming penggunaan dana
3) Kemampuan pengelolaan nasabah tidak memadai sehingga kalah dalam persaingan usaha
4) Usaha yang dijalankan relatif baru 5) Bidang usaha nasabah telah jenuh
6) Tidak mampu menanggulangi masalah/ kurang menguasai bisnis 7) Meninggalnya key person
8) Terjadi bencana alam
9) Adanya kebijakan pemerintah: peraturan suatu produk atau sektor ekonomi atau industri dapat berdampak positif maupun negatif bagi perusahaan yang berkaitan dengan industri tersebut.
Setiap terjadi pembiayaan bermasalah maka bank syariah akan berupaya untuk menyelamatkan pembiayaan, berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/9/PBI/2011 Tentang perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/PBI/2008 Tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. Restrukturisasi pembiayaan adalah upaya yang dilakukan Bank dalam rangka membantu nasabah agar dapat menyelesaikan kewajibannya, antara lain melalui:
1) Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan jadwal pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya tidak termasuk perpanjangan atas pembiayaan mudharabah atau musyarākah yang memenuhi kualitas lancar dan telah jatuh tempo serta bukan disebabkan nasabah mengalami penurunan kemampuan membayar.
(50)
2) Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruh persyaratan Pembiayaan tanpa menambah sisa pokok kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada Bank, antara lain meliputi: Perubahan jadwal pembayaran, perubahan jumlah angsuran, perubahan jangka waktu, perubahan nisbah dalam pembiayaan mudharabah atau musyarakah, perubahan proyeksi bagi hasil dalam pembiayaan mudharabah dan musyarakah, dan pemberian potongan. 3) Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan persyaratan
pembiayaan yang antara lain meliputi: penambahan dana fasilitas pembiayaan bank, konversi akad pembiayaan, konversi pembiayaan menjadi surat berharga syariah berjangka waktu menengah, dan konversi pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara pada perusahaan yang disertai dengan rescheduling atau reconditioning
9. Gross Domestic Product (GDP)
GDP adalah produk barang dan jasa total yang dihasilkan dalam perekonomian suatu negara di dalam masa satu tahun. GDP didalamya merupakan pendapatan faktor produksi milik bangsa Indonesia yang berada di dalam negeri ditambah milik bangsa asing di dalam negeri. GDP dihitung biasanya dengan menggunakan dua keterangan menurut patokan harga yang dipakai, yaitu :
a. Harga Konstan
� ℎ = × �� ℎ���� b. Harga Berlaku
(51)
� ℎ = �� ℎ�� × �� Hkx = Harga konstan
Hbx = Harga berlaku
IHK = Indeks harga konsumen
100 = Indeks harga konsumen tahun dasar X = Tahun tertentu
GDP nominal (atau disebut GDP atas dasar harga berlaku) merujuk kepada nilai GDP tanpa memperhatikan pengaruh harga. Sedangkan GDP riil (atau disebut GDP atas dasar harga konstan) mengoreksi angka GDP nominal dengan memasukkan pengaruh dari harga. GDP dapat dipahami melalui cara perhitungan pendapatan nasional berikut dibawah ini (Triyanto, 1983: 16).
�� = � +
��� = �� − �� = ��� − � Dimana :
GNP = Produk nasional bruto GDP = Produk domestik bruto NNP = Produk nasional neto
F = Pendapatan neto terhadap luar negeri atas faktor-faktor produksi D = Penyusutan
Nit = Pajak tidak langsung neto, yaitu selisih antara pajak tidak langsung dengan subsidi
(52)
NI = Pendapatan nasional (Y)
Jika persamaan digabungkan maka didapat persamaan sebagai berikut: � = �� + � + −
10. Inflasi
Secara umum inflasi berarti kenaikan tingkat harga secara umum dari barang/ komoditas dan jasa selama suatu periode waktu tertentu. Inflasi dapat dianggap sebagai fenomena moneter karena terjadinya penurunan nilai unit perhitungan moneter terhadap suatu komoditas (Karim, 2010: 135)
Laju inflasi merupakan tingkat perubahan harga secara umum untuk berbagai jenis produk dalam rentang waktu tertentu misalnya per bulan, per triwulan atau per tahun. Inflasi diukur dengan tingkat inflasi (rate of inflation) yaitu tingkat perubahan dari tingkat harga secara umum (Murni, 2006:203).
Persamaannya adalah sebagai berikut: Tingkat hargat – Tingkat hargat-1
x 100 = Rate of Inflation Tingkat hargat-1
Adapun jenis inflasi dapat dibedakan berdasarkan pada tingkat-tingkat laju inflasi, yaitu (Murni, 2006:204):
a. Moderat Inflation
Laju inflasinya antara 7% sampai dengan 10% adalah inflasi yang ditandai dengan harga-harga yang meningkat secara lambat. Umumnya disebut sebagai “inflasi satu digit”. Pada tingkat inflasi
(53)
seperti ini orang-orang masih mau untuk memegang uang dan menyimpan kekayaannya dalam bentuk uang daripada dalam bentuk aset riil.
b. Galloping Inflation
Adalah inflasi ganas yang tingkat laju inflasinya antara 20% sampai dengan 100%. Yang dapat menimbulkan gangguan-gangguan serius terhadap perekonomian dan timbulnya distorsi-distorsi besar dalam perekonomian. Hal ini ditandai dengan uang kehilangan nilainya dengan cepat, sehingga orang tidak suka memegang uang atau lebih baik memegang barang. Kredit jangka panjang di dasarkan pada indeks harga atau menggunakan mata uang asing seperti Dollar serta kegiatan investasi masyarakat lebih banyak di luar negeri. c. Hyper Inflation
Adalah inflasi yang tingkat inflasinya sangat tinggi (di atas 100%). Inflasi ini sangat mematikan kegiatan perekonomian masyarakat. Berdasarkan kepada sumber atau penyebab kenaikan harga-harga yang berlaku, inflasi biasanya dibedakan kepada tiga bentuk Berikut (Sukirno, 2011:333):
1) Inflasi Tarikan Permintaan (Demand Pull Inflation)
Inflasi ini biasanya terjadi pada masa perekonomian berkembang dengan pesat. Kesempatan kerja yang tinggi menciptakan tingkat pendapatan yang tinggi dan selanjutnya menimbulkan pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomi
(54)
mengeluarkan barang dan jasa. Pengeluaran yang berlebihan ini akan menimbulkan inflasi. Inflasi tarikan permintaan juga dapat berlaku pada masa perang atau ketidakstabilan politik yang terus menerus. Dalam masa seperti ini pemerintah berbelanja jauh melebihi pajak yang dipungutnya. Untuk membiayai kelebihan pengeluaran tersebut pemerintah terpaksa mencetak uang atau meminjam dari bank sentral. Pengeluaran pemerintah yang berlebihan tersebut menyebabkan permintaan agregat akan melebihi kemampuan ekonomi tersebut menyediakan barang dan jasa. Maka keadaan ini akan mewujudkan inflasi.
2) Inflasi Desakan Biaya (Cost Push Inflation)
Inflasi ini terutama berlaku dalam masa perekonomian berkembang dengan pesat ketika tingkat pengangguran sangat rendah. Inflasi ini terjadi bila biaya produksi mengalami kenaikan secara terus menerus. Kenaikan biaya produksi dapat berawal dari kenaikan harga input seperti kenaikan tarif listrik, kenaikan BBM, dan kenaikan input lainnya yang mungkin semakin langka dan harus diimpor dari luar negeri. Apabila perusahaan-perusahaan masih menghadapi permintaan yang bertambah, mereka akan berusaha menaikkan produksi dengan cara memberikan gaji dan upah yang lebih tinggi kepada pekerjanya dan mencari pekerja baru dengan tawaran pembayaran yang lebih tinggi ini. Langkah ini mengakibatkan biaya produksi meningkat,
(55)
yang akhirnya akan menyebabkan kenaikan harga-harga berbagai barang.
3) Inflasi Diimpor (Imported Inflation)
Inflasi ini dapat juga bersumber dari kenaikan harga-harga barang yang diimpor. Inflasi ini akan wujud apabila barang-barang impor yang mengalami kenaikan harga mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan pengeluaran perusahaan-perusahaan atau dalam setiap kegiatan produksi.
11. Tingkat Bagi Hasil
Menurut Veithzal (2008) Tingkat bagi hasil (equivalen rate) adalah rata-rata tingkat imbalan atas pembiayaan mudharabah dan musyarakah bagi bank syariah pada saat tertentu, dinyatakan dalam prosentase.
Equivalen rate juga dapat diartikan sebagai tingkat pengembalian atas investasi yang telah ditanamkan. Equivalent rate perannya hampir sama dengan bunga pada bank konvensional, yaitu memberikan gambaran seberapa besar tingkat pengembalian atas investasi yang ditanam. Bedanya, bunga langsung diperjanjikan diawal kontrak sebelum investasi berjalan. Sedangkan equivalent rate dihitung oleh pihak bank setiap akhir bulan setelah investasi yang dijalankan memberikan hasil. Nasabah dapat melihat berapa equivalent rate bank bulan lalu untuk memberikan perkiraan berapa equivalent rate bank pada bulan berjalan. (Vera Susanti, 2015:114)
(56)
TBH = ℎ ℎ ℎ × %
Faktor yang mempengaruhi bagi hasil terdiri dari (Antonio, 2001:139) adalah:
a. Faktor Langsung
1) Investment rate merupakan persentase aktual dana yang diinvestasikan dari total dana yang diperoleh LKS. Jika LKS menentukan investment rate 85%, hal ini berarti 15% dari total dana adalah sisa dana yang tidak diinvestasikan merupakan dana yang dialokasikan untuk memenuhi likuiditas.
2) Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan merupakan jumlah dana dari berbagai sumber dana yang tersedia untuk diinvestasikan. Dana tersebut dapat dihitung menggunakan salah satu metode ini :
a) Rata-rata saldo minimum bulanan. b) Rata-rata saldo harian.
Investment rate dikalikan dengan jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan, akan menghasilkan jumlah dana aktual yang digunakan.
3) Nisbah (profit sharing ratio) merupakan rasio yang harus di setujui dan ditentukan pada awal perjanjian antara pihak nasabah dengan pihak LKS.
b. Faktor tidak langsung
(57)
a) LKS dan nasabah melakukan share dalam pendapatan dan biaya. Pendapatan yang “dibagihasilkan” merupakan pendapatan yang diterima dikurangi dengan biaya-biaya lainnya
b) Jika semua biaya ditanggung LKS, maka hal ini disebut revenue sharing
2) Kebijakan akunting (prinsip dan metode)
Bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh berjalannya aktivitas yang diterapkan, terutama sehubungan dengan kebijakan akuntansi mengenai pengakuan pendapatan dan biaya.
B. Keterkaitan Antar Variabel
1. Gross Domestic Product (GDP) berpengaruh positif terhadap NPF. Penelitian Ranti Wiliasih (2005) menyatakan bahwa meningkatnya GDP mengakibatkan meningkatnya NPF dan didukung oleh penelitian Teti Rahmawati (2010) yang menyatakan bahwa GDP memiliki arah yang positif dan signifikan terhadap NPF. Pengaruh yang positif antara GDP dan NPF mengindikasikan adanya moral hazard, idealnya pada saat GDP meningkat maka terjadi peningkatan transaksi dan aktifitas ekonomi. Sehingga kondisi bisnis pada umunya berada pada kondisi yang lebih baik. Keadaan yang lebih baik tersebut seharusnya akan memberikan dampak positif terhadap hasil yang diperoleh, sehingga apabila meningkatnya GDP akan meningkatkan NPF maka hal tersebut
(58)
menunjukkan adanya ketidakhati-hatian dalam memberikan pembiayaan sehingga memberikan kesempatan terjadinya moral hazard di sisi nasabah.
2. Inflasi berpengaruh negatif terhadap NPF. Penelitian Teti Rahmawati (2010) menyatakan bahwa inflasi memiliki arah yang negatif signifikan terhadap NPF. Penelitian tersebut didukung oleh Mutamimah dan Siti Nur Zaidah (2012) yang menyatakan bahwa inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap NPF. Indikasi moral hazard terjadi jika NPF meningkat pada saat tingkat inflasi menurun. Idealnya, ketika harga- harga cenderung turun, maka para mudharib lebih mampu untuk melunasi kewajibannya. Jika pada kondisi ini terjadi kenaikkan NPF maka mengindikasikan adanya moral hazard pada bank syariah karena bank kurang berhati-hati atau kurang monitoring.
3. Kebijakan pembiayaan bank berdasarkan return pembiayaan murabahah (MM) terhadap pembiayaan mudharabah (MPLS) berpengaruh positif terhadap NPF, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Setyowati (2008) yang menyatakan bahwa return pembiayaan murabahah terhadap pembiayaan mudharabah berpengaruh positif signifikan terhadap NPF. Komposisi return murabahah lebih besar daripada return mudharabah. Hal ini menyebabkan bank syariah lebih fokus terhadap pembiayaan murabahah yang menghasilkan return tinggi. Sedangkan dengan fokusnya bank ke murabahah menyebabkan bank kurang berhati-hati dan kurang melakukan monitoring kepembiayaan mudharabah. Padahal
(59)
secara teori risiko murabahah lebih kecil dibandingkan dengan risiko mudharabah. Akibatnya, NPF di bank syariah akan meningkat akibat kontribusi NPF yang besar dari pembiayaan mudharabah. Peningkatan return yang diikuti dengan meningkatnya NPF mengindikasikan adanya
moral hazard. Dimana adanya ketidakhati-hatian dari bank syariah atau sistem di bank syariah yang memberikan kesempatan terjadinya moral hazard.
4. Kebijakan pembiayaan bank berdasarkan alokasi pembiayaan yang direpresentasikan oleh rasio pembiayaan murabahah (RM) terhadap pembiayaan mudharabah (FM) berpengaruh positif terhadap NPF. Penelitian Setyowati (2008) yang menyatakan bahwa alokasi pembiayaan murabahah terhadap pembiayaan mudharabah berpengaruh positif signifikan terhadap NPF. Apabila bank lebih terkonsentrasi terhadap pembiayaan murabahah berdampak pada peningkatan NPF maka bank belum mampu mengatur dan belum optimal dalam melakukan monitoring sehingga pembiayaan yang berisiko rendah pun dapat menyebabkan kredit macet. Maka apabila rasio pembiayaan murabahah terhadap pembiayaan mudharabah berpengaruh positif signifikan terhadap NPF menggambarkan adanya indikasi moral hazard.
5. Tingkat bagi hasil berpengaruh positif terhadap NPF, pengaruh yang positif antara bagi hasil dan NPF mengindikasikan adanya advesre selection. Menurut Misnen Ardiansyah (2014) Pemilik dana akan
(1)
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(RM_FM(-1)) -0.556530 0.130743 -4.256684 0.0001 C 0.023382 0.020211 1.156907 0.2533 R-squared 0.282588 Mean dependent var -0.001857 Adjusted R-squared 0.266992 S.D. dependent var 0.156355 S.E. of regression 0.133864 Akaike info criterion -1.143205 Sum squared resid 0.824305 Schwarz criterion -1.065238 Log likelihood 29.43692 Hannan-Quinn criter. -1.113741 F-statistic 18.11936 Durbin-Watson stat 1.795779 Prob(F-statistic) 0.000101
Lampiran 15 : Uji Derajat Integrasi Variabel TBH
Null Hypothesis: D(TBH) has a unit rootExogenous: Constant
Bandwidth: 1 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -7.797637 0.0000 Test critical values: 1% level -3.574446
5% level -2.923780
10% level -2.599925
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) 2.856198 HAC corrected variance (Bartlett kernel) 2.774702
Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(TBH,2) Method: Least Squares Date: 09/06/16 Time: 20:41
Sample (adjusted): 2012M03 2016M02 Included observations: 48 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(TBH(-1)) -1.136751 0.146046 -7.783492 0.0000 C -0.088997 0.249431 -0.356801 0.7229 R-squared 0.568410 Mean dependent var -0.002083 Adjusted R-squared 0.559028 S.D. dependent var 2.599743 S.E. of regression 1.726378 Akaike info criterion 3.970702 Sum squared resid 137.0975 Schwarz criterion 4.048669 Log likelihood -93.29685 Hannan-Quinn criter. 4.000166 F-statistic 60.58275 Durbin-Watson stat 2.056992 Prob(F-statistic) 0.000000
(2)
Lampiran 16 : Uji Kointegrasi Johansen Test
Date: 08/26/16 Time: 17:03Sample (adjusted): 2012M04 2016M02 Included observations: 47 after adjustments Trend assumption: Linear deterministic trend Series: NPF GDP INF MM_MPLS RM_FM TBH Lags interval (in first differences): 1 to 2
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)
Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.675371 132.4507 95.75366 0.0000 At most 1 * 0.512803 79.57232 69.81889 0.0068 At most 2 0.485817 45.77522 47.85613 0.0774 At most 3 0.194346 14.51195 29.79707 0.8107 At most 4 0.077734 4.355215 15.49471 0.8729 At most 5 0.011674 0.551894 3.841466 0.4575 Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue)
Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.675371 52.87833 40.07757 0.0011 At most 1 0.512803 33.79710 33.87687 0.0511 At most 2 * 0.485817 31.26328 27.58434 0.0161 At most 3 0.194346 10.15673 21.13162 0.7298 At most 4 0.077734 3.803321 14.26460 0.8795 At most 5 0.011674 0.551894 3.841466 0.4575
Lampiran 17 : Uji Asumsi Klasik
1.
Uji Multikolinearitas
GDP INF MM_MPLS RM_FM TBH
GDP 1.000000 0.320427 0.734487 0.684515 0.043648 INF 0.320427 1.000000 0.427713 0.579865 0.042818 MM_MPLS 0.734487 0.427713 1.000000 0.831544 0.223500 RM_FM 0.684515 0.579865 0.831544 1.000000 0.115874 TBH 0.043648 0.042818 0.223500 0.115874 1.000000
(3)
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 9.624090 Prob. F(2,42) 0.0004 Obs*R-squared 15.71327 Prob. Chi-Square(2) 0.0004
Test Equation:
Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 08/26/16 Time: 17:16 Sample: 2012M01 2016M02 Included observations: 50
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. GDP -2.41E-07 1.27E-06 -0.189994 0.8502 INF 0.001592 0.027475 0.057961 0.9541 MM_MPLS 0.049901 0.075763 0.658641 0.5137 RM_FM -0.044792 0.097833 -0.457840 0.6494 TBH -0.011019 0.013225 -0.833224 0.4094 C 0.266935 0.660753 0.403986 0.6883 RESID(-1) 0.593826 0.155660 3.814899 0.0004 RESID(-2) -0.020666 0.159692 -0.129413 0.8976 R-squared 0.314265 Mean dependent var -9.85E-16 Adjusted R-squared 0.199976 S.D. dependent var 0.280113 S.E. of regression 0.250544 Akaike info criterion 0.215285 Sum squared resid 2.636444 Schwarz criterion 0.521209 Log likelihood 2.617871 Hannan-Quinn criter. 0.331783 F-statistic 2.749740 Durbin-Watson stat 2.036456 Prob(F-statistic) 0.019132
3.
Uji Autokorelasi dengan WLS
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 0.330707 Prob. F(2,41) 0.7203
Obs*R-squared 0.777922 Prob. Chi-Square(2) 0.6778
Test Equation:
Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 08/26/16 Time: 23:12 Sample: 2012M02 2016M02 Included observations: 49
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. GDP-0.552198*GDP(-1) 3.05E-08 2.26E-06 0.013481 0.9893 INF-0.552198*INF(-1) 0.000424 0.040708 0.010404 0.9917 MM_MPLS-0.552198*MM_MPLS(-1) 0.017931 0.100542 0.178345 0.8593 RM_FM-0.552198*RM_FM(-1) -0.038156 0.180771 -0.211074 0.8339
(4)
TBH-0.552198*TBH(-1) -0.004555 0.020127 -0.226294 0.8221
C 0.087428 0.670961 0.130303 0.8970
RESID(-1) 0.137131 0.168661 0.813052 0.4209 RESID(-2) -0.007529 0.160616 -0.046876 0.9628 R-squared 0.015876 Mean dependent var -6.09E-16 Adjusted R-squared -0.152145 S.D. dependent var 0.225053 S.E. of regression 0.241568 Akaike info criterion 0.144950 Sum squared resid 2.392556 Schwarz criterion 0.453818 Log likelihood 4.448729 Hannan-Quinn criter. 0.262134 F-statistic 0.094488 Durbin-Watson stat 1.969690 Prob(F-statistic) 0.998371
4.
Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic 0.601630 Prob. F(20,29) 0.8797 Obs*R-squared 14.66224 Prob. Chi-Square(20) 0.7954 Scaled explained SS 13.66473 Prob. Chi-Square(20) 0.8471
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 08/26/16 Time: 17:12 Sample: 2012M01 2016M02 Included observations: 50
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -15.61848 20.09523 -0.777223 0.4433 GDP^2 -2.02E-11 4.74E-11 -0.425328 0.6737 GDP*INF 1.95E-08 1.34E-06 0.014589 0.9885 GDP*MM_MPLS 8.51E-07 3.74E-06 0.227180 0.8219 GDP*RM_FM -2.32E-07 4.46E-06 -0.052084 0.9588 GDP*TBH -9.11E-07 7.37E-07 -1.234735 0.2268 GDP 3.80E-05 5.04E-05 0.753896 0.4570 INF^2 -0.000347 0.016333 -0.021236 0.9832 INF*MM_MPLS -0.048523 0.078155 -0.620854 0.5395 INF*RM_FM 0.145403 0.104380 1.393020 0.1742 INF*TBH 0.001027 0.008221 0.124870 0.9015 INF -0.753595 1.025364 -0.734954 0.4683 MM_MPLS^2 -0.054211 0.079889 -0.678578 0.5028 MM_MPLS*RM_FM 0.054845 0.167237 0.327948 0.7453 MM_MPLS*TBH 0.023633 0.043941 0.537840 0.5948 MM_MPLS -0.286808 1.581816 -0.181316 0.8574 RM_FM^2 -0.056836 0.188913 -0.300860 0.7657 RM_FM*TBH -0.002308 0.063741 -0.036207 0.9714 RM_FM -0.062232 2.135677 -0.029139 0.9770 TBH^2 -0.005669 0.005090 -1.113778 0.2745 TBH 0.665399 0.784508 0.848173 0.4033 R-squared 0.293245 Mean dependent var 0.076894 Adjusted R-squared -0.194172 S.D. dependent var 0.120507
(5)
S.E. of regression 0.131688 Akaike info criterion -0.921492 Sum squared resid 0.502909 Schwarz criterion -0.118443 Log likelihood 44.03731 Hannan-Quinn criter. -0.615687 F-statistic 0.601630 Durbin-Watson stat 1.985002 Prob(F-statistic) 0.879716
Lampiran 18 : Hasil Analisis Jangka Panjang
Dependent Variable: NPFMethod: Least Squares Date: 08/26/16 Time: 23:25 Sample: 2012M01 2016M02 Included observations: 50
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -8.911691 0.766938 -11.61983 0.0000 GDP 1.73E-05 1.47E-06 11.80066 0.0000 INF -0.066741 0.032388 -2.060647 0.0453 MM_MPLS 0.202506 0.087703 2.308995 0.0257 RM_FM -0.318259 0.114638 -2.776210 0.0080 TBH 0.091061 0.015052 6.049697 0.0000 R-squared 0.890321 Mean dependent var 3.544600 Adjusted R-squared 0.877858 S.D. dependent var 0.845809 S.E. of regression 0.295600 Akaike info criterion 0.512550 Sum squared resid 3.844700 Schwarz criterion 0.741992 Log likelihood -6.813742 Hannan-Quinn criter. 0.599923 F-statistic 71.43443 Durbin-Watson stat 0.895604 Prob(F-statistic) 0.000000
Lampiran 19 : Hasil Uji ECT
Null Hypothesis: ECT has a unit root Exogenous: ConstantBandwidth: 3 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -3.711348 0.0068 Test critical values: 1% level -3.571310
5% level -2.922449
10% level -2.599224
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) 0.055066 HAC corrected variance (Bartlett kernel) 0.060456
(6)
Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(ECT) Method: Least Squares Date: 09/06/16 Time: 21:16
Sample (adjusted): 2012M02 2016M02 Included observations: 49 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. ECT(-1) -0.446005 0.123974 -3.597577 0.0008 C 0.003528 0.034239 0.103054 0.9184 R-squared 0.215916 Mean dependent var 0.006509 Adjusted R-squared 0.199233 S.D. dependent var 0.267755 S.E. of regression 0.239602 Akaike info criterion 0.020286 Sum squared resid 2.698231 Schwarz criterion 0.097503 Log likelihood 1.503002 Hannan-Quinn criter. 0.049582 F-statistic 12.94256 Durbin-Watson stat 1.899605 Prob(F-statistic) 0.000769
Lampiran 20 : Hasil Analisis Jangka Pendek
Dependent Variable: D(NPF)Method: Least Squares Date: 08/26/16 Time: 23:43
Sample (adjusted): 2012M02 2016M02 Included observations: 49 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.024065 0.035334 0.681069 0.4996 D(GDP) 1.00E-05 4.39E-06 2.275542 0.0280 D(INF) -0.064689 0.039687 -1.629960 0.1106 D(MM_MPLS) -0.021842 0.069398 -0.314738 0.7545 D(RM_FM) -0.258072 0.216272 -1.193278 0.2395 D(TBH) 0.052566 0.018792 2.797266 0.0077 ECT(-1) -0.397682 0.115513 -3.442763 0.0013 R-squared 0.349476 Mean dependent var 0.038776 Adjusted R-squared 0.256545 S.D. dependent var 0.245141 S.E. of regression 0.211370 Akaike info criterion -0.138846 Sum squared resid 1.876452 Schwarz criterion 0.131414 Log likelihood 10.40173 Hannan-Quinn criter. -0.036310 F-statistic 3.760563 Durbin-Watson stat 2.140831 Prob(F-statistic) 0.004380