BAB VI PENEMUAN
6.1 Keadaan Masyarakat Minangkabau di Tempat Asal
Kondisi permukiman masyarakat Minangkabau di tempat asalnya, dimana rumah dan ruang luar yakni halaman, ruang komunal dan jalan merupakan wadah
yang berperanan dalam mewujudkan, merealisasikan dan menerapkan budaya yang mereka anut dalam kehidupan sehari-hari.
Rumah yang berfungsi sebagai tempat tinggal, dimana budaya dalam hal ini budaya Minangkabau memegang peranan didalamnya. Sistem kekeluargaan
matrilineal yang diterapkan mengikat fungsi rumah sendiri. Hal ini sebagaimana yang disampaikan Rapoport 1969 dalam Fuad http:www.fab.utm.my
downloadConferenceseminarICCI2006SSPP21.pdf bahwasanya bangunan sebuah rumah tempat tinggal merupakan sebuah fenomena budaya yang bentuk
dan organisasi ruangnya sangat dipengaruhi cultural milieu dari etnis tertentu sebagai pemiliknya.
Ruang luar yaitu terdiri dari halaman, jalan dan ruang komunal. Halaman rumah yang merupakan ruang semi publik ada kalanya sewaktu-waktu
dimanfaatkan untuk tempat menggelar upacara adat. Sementara jalan hanya berfungsi sebagai sarana lalu lintas bagi warga masyarakat. Ruang komunal
adalah merupakan ruang yang berada diantara jarak bangunan dimana arah pintu saling berhadap-hadapan. Ruang komunal juga merupakan ruang peralihan antara
halaman dan jalan. Sementara fungsi ruang komunal sebagai ruang berinteraksi sosial sesama penghuni. Saling berkomunikasi satu sama lainnya menjadi hal
86
yang penting dalam kehidupan bersama dalam satu suku. Ruang ini juga dimanfaatkan sebagai tempat bermain anak-anak, menjemur padi dan bahkan
berjualan makanan kecil. Ruang komunal juga ruang yang menjadi sarana penghubung suatu tempat dengan tempat yang lain dan ruang peralihan dari ruang
publik yaitu jalan menjadi ruang semi publik yakni halaman. Selain itu ruang komunal juga menjadi penyerap air hujan.
6.2 Situasi Budaya Masyarakat Minangkabau di Lokasi Penelitian
Permukiman adalah merupakan suatu kawasan yang berfungsi sebagai tempat tinggal, juga tempat melakukan kegiatan untuk menopang kehidupan
penghuninya dan merupakan suatu wadah hidup bersama dalam menjalani proses bermukim. Di tempat yang baru fungsi rumah, tidak lagi seperti rumah di tempat
asal yang fungsinya hanya sebagai tempat tinggal dimana budaya berperan dan mengikat fungsi keberadaannya. Di tempat yang baru ini rumah selain tempat
tinggal, juga dimanfaatkan sebagai tempat usaha atau tempat kos. Dengan rumah yang berfungsi ganda sedemikian, peranan maupun penerapan budaya
Minangkabau tidak lagi seperti di tempat asal, dimana rumah hanya diperuntukkan sebagai tempat tinggal yang penggunaannya diikat oleh ketentuan
adat budaya. Rumah di tempat yang baru merupakan sumber usaha baru dalam
menopang perekonomian masyarakat. Rumah juga merupakan komoditi yang bernilai ekonomi untuk menambah pemasukan penghasilan dalam menunjang
pemenuhan keperluan hidup sehari-hari. Masyarakat memilih dan menentukan tinggal bermukim di permukiman ini salah satunya disebabkan faktor ekonomi
disamping faktor-faktor yang lain seperti dekat dengan keluarga, karena sesuku, dekat ke tempat kerja, karena sewa rumah murah dan lain-lain.
Dalam mengisi kehidupan sosial di lingkungannya, perwujudan budaya masih tetap dilestarikan. Kondisi ini dapat dirasakan bagaimana masyarakat
Minangkabau didaerah ini menerapkan budaya kekerabatan dan kekeluargaan serta budaya gotong royong dalam kehidupan keseharian mereka. Penerapan
budaya ini masih dapat disaksikan pada masyarakat etnis Minangkabau, dimana budaya ”saling mengangkat” antara sesama sesuku masih berlangsung dalam
kehidupan mereka. Umpamanya adanya sanak saudarakeluarga atau adanya orang lain yang tinggal bersama serumah kos, sebagai perwujudan budaya yang
mereka anut. Bila jiran tetangga menyelenggarakan hajatan, mereka dengan suka rela bergotong royong membantu, agar acara tersebut berlangsung sukses.
Demikian juga dalam hal membersihkan lingkungan, mereka bersama-sama saling aktif dalam memelihara dan membersihkannya secara suka rela dengan bergotong
royong. Budaya gotong royong dalam pikiran mereka adalah merupakan suatu keharusan, karena dengan bergotong royong mereka meyakini mampu
meringankan beban, seberat apapun beban yang dipikul seorang warga. Hal ini sebagaimana yang disampaikan Lowi dalam Mulyati 1995 bahwa kekerabatan
dapat menjadi faktor penentu terhadap pembentukan permukiman atau rumah, karena sangat terkait dengan sebuah ikatan sosial, aturan-aturan yang bernuansa
budaya, religi dan juga adanya kegiatan yang bersifat ekonomi. Hubungan antara kekerabatan dalam aspek sosial-kultural dan permukiman sebagai perwujudan
fisiknya, secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Kelompok kekerabatan mempengaruhi lokasi dan tata lahan sesuai prinsip yang dianut
b. Peran sosial antara kerabat mempengaruhi terbentuknya ruang-ruang yang menjadi sarana interaksi antara sesama warga.
Ruang luar di tempat asal dan di tempat yang baru terdapat perbedaan, baik perbedaan wadahnya tempatnya maupun perbedaan peruntukannya
fungsinya. Adanya perbedaan wadah tempat serta peruntukannya, tidak lain disebabkan pada tempat yang baru keberadaan ruang luar sangat terbatas akibat
padatnya bangunan. Di tempat baru yang namanya ruang komunal tidak ada. Sementara fungsi
dan kegiatan yang ada di dalamnya yang merupakan perwujudan budaya, masih tetap dilestarikan. Jalan atau halaman halaman tanpa pagar menggantikan posisi
ruang komunal dan disinilah realisasi budaya dinampakkan. Mereka memanfaatkan jalan selain sebagai akses lalu lintas juga di fungsikan sebagai
tempat bersosialisasi atau tempat bermain anak. Demikian halaman rumah halaman tanpa pagar juga dimanfaatkan sebagai tempat sosialisasi maupun
tempat bermain anak. Keberadaan ruang luar yang merupakan suatu wadah menampung aktivitas tertentu dari warga atau masyarakat suatu lingkungan.
Sebagaimana Rapoport 1969 dalam Burhan 2008 menyatakan bahwa sebagai konsep tata ruang dalam lingkungan permukiman, berkaitan erat dengan
manusia dengan seperangkat pikiran dan perilakunya, yang bertindak sebagai subjek yang memanfaatkan ruang-ruang yang ada dalam kepentingan
kehidupannya. Dalam hal ini, gagasan pola aktivitas suatu masyarakat yang
merupakan inti dari sebuah kebudayaan, menjadi faktor utama dalam proses terjadinya bentuk rumah dan lingkungan suatu hunian. Sementara dalam hal
terbentuknya lingkungan permukiman dimungkinkan karena adanya proses pembentukan hunian sebagai wadah fungsional yang dilandasi oleh pola aktivitas
manusia serta pengaruh setting atau rona lingkungan, baik yang bersifat fisik dan non fisik Rapoport, 1990 dalam Nuraini, 2004.
Perubahan budaya, baik di tempat asal maupun di tempat yang baru, cepat atau lambat perubahan itu akan terjadi. Perubahan budaya tersebut juga
berpengaruh terhadap perubahan rancangan rumah tempat tinggal dan lingkungannya. Bentuk perubahan tidak berlangsung secara spontan dan
menyeluruh, tetapi tergantung kepada elemen rumah dan lingkungannya dalam sistim budaya. Hal ini sebagaimana yang disampaikan Rapoport 1983 dalam
Nuraini 2004 bahwa ada elemen-elemen yang tidak berobah dan ada elemen- elemen yang berobah mengikuti perkembangan zaman. Selanjutnya Rapoport
1983 dalan Nuraini 2004 mengatakan bahwa sesuai kondisinya masyarakat tidak pernah diam, tetapi akan selalu berubah dan berkembang. Sesuatu yang
dihasilkan manusia terbentuk karena latar belakang sosial budaya atau kondisi sosial manusianya.
Sebagai gambaran umum perbedaan permukiman masyarakat Minangkabau, dalam hal ini rumah dan ruang luar yakni halaman, jalan, ruang
komunal dan lahan kosong di tempat asal maupun di tempat yang baru di lokasi penelitian dapat di lihat pada tabel 6.1
Tabel 6.1: Permukiman dan hubungannya dengan budaya Minangkabau
Permukiman dan hubungannya dengan budaya Minangkabau Di tempat asal
Di tempat baru No
Permukiman terdiri dari:
Fungsi Pengaruh budaya
Fungsi Pengaruh budaya
I Rumah ruang dalam
- Tempat tinggal Keberadaan rumah
diikat oleh budaya ”matrilineal”
- Tempat tinggal - Tempat usaha
- Tempat kos Keberadaan rumah tidak
terikat secara mutlak dengan budaya
”matrilineal”
II Ruang luar
1. Halaman
- Punya pagar - Tanpa pagar
2. Ruang Komunal
3. Jalangang
4. Lahan kosong
- - Tempat upacara adat, tempat
rangkiang tempat padi dan pandam kuburan
- Tempat berinteraksi - Tempat bermain anak
- Tempat menjemur padi - Ruang penghubung antara jalan
dan halaman - Tempat berjualan makanan kecil
- Tempat sirkulasi
- -
- Tempat perwujudan budaya
- Tempat perwujudan budaya
-
- - Tempat sosialisasi
- Tempat berinteraksi - Tempat bermain anak
-
- Tempat sirkulasi - Tempat berinteraksi
- Tempat bermain anak
- Tempat bermain anak -
- Tempat perwujudan budaya
-
-Tempat perwujudan budaya
- Sumber: Hasil Analisis Penelitian,