3.5 Subsidi Bagi Rumah Sakit dan Pasien
Dalam menjalankan pelayanan rumah sakit dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. Tidak hanya untuk membiayai perawatan rumah sakit tetapi juga pasien yang
membutuhkan bantuan. Tahun pertama berdirinya rumah sakit, kebutuhan pasien ditanggung oleh keluarga masing-masing dan juga oleh Zending. Tapi lama-kelamaan
bantuan keluarga berkurang bahkan akhirnya tidak ada lagi sama sekali. Untuk itu maka pasien yang sanggup bekerja mencoba untuk bercocok tanam di lahan rumah
sakit. Tetapi ini juga tidak dapat memenuhi kebutuhan pasien yang membutuhkan biaya yang besar untuk penyembuhan penyakitnya. Karena itu, penginjil mencoba
meminta bantuan kepada pemerintah daerah setempat, dinas kesehatan dan para dermawan. Setelah rumah sakit dibawah naungan Dinas Kesehatan Tingkat I
Sumatera Utara, maka bantuan-bantuan yang datang semakin banyak. 1.
Pemerintah Sudsidi untuk anggaran rumah sakit dan pasien disediakan oleh
pemerintah setiap tahun. Didalamnya termasuk untuk biaya operasional dan obat- obatan serta fasilitas- fasilitas rumah sakit, dan untuk pasien diberikan tunjangan
berupa uang dan kebutuhan pokok setiap bulan. 2.
Non Pemerintah Bantuan yang datang tidak hanya dari pemerintah saja tetapi juga datang
dari masyarakat yang peduli kepada pasien penderita penyakit kusta. Masyarakat dan organisasi-organisasi sering sekali memberikan bantuan walaupun tidak secara rutin.
Biasanya bantuan yang diberikan berupa pakaian, kebutuhan pokok, uang dan juga pelayanan rohani. Bantuan yang diberikan langsung kepada masyarakat, tidak melalui
rumah sakit.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PERANAN RUMAH SAKIT KUSTA LAU SIMOMO BAGI
MASYARAKAT DESA LAU SIMOMO
4.1 Dalam Bidang Kesehatan
Peranan Rumah Sakit Kusta Lau Simomo tidak hanya dirasakan manfaatnya oleh pasiennya saja tetapi juga masyarakat umum. Penularan penyakit kusta dapat
dicegah dengan adanya usaha rehabilitasi sebagai tempat khusus bagi penderita kusta.
36
Penanganan rumah sakit sebagai tempat rehabilitasi pemberantas penyebaran penyakit kusta kepada masyarakat. Prof. W. Schumffner mengatakan bahwa sebelum
injil tiba di Tanah Karo, penduduk berkisar 120.000 jiwa. Diperkirakan lebih kurang 70.000 jiwa bermukim di dataran tinggi Karo dan 50.000 jiwa tinggal di dataran
rendah. Dan diperkirakan ada 0,02 orang Karo mengidap penyakit kusta pada saat itu. Prof. W. Schumffner merupakan salah satu yang terlibat dalam melayani
penderita penyakit kusta di Tanah Karo pada tahun 1913.
37
Seperti yang kita ketahui bahwa penderita kusta mendapat perlakuan yang tidak baik dari lingkungan masyarakat dahulu. Asumsi yang ada pada saat itu bahwa
penyakit kusta adalah penyakit yang datang akibat kutukan. Mereka terasing dari masyarakat, dikucilkan dan dibenci. Masyarakat tidak peduli dengan penderita kusta.
Mereka diperlakukan dengan tidak manusiawi. Mereka disingkirkan dari pergaulan Melihat jumlah penderita
tersebut, bukan tidak mungkin penyebaran penyakit kusta akan berkembang pesat di kalangan masyarakat apabila tidak ditanggulangi dengan cepat dan akan menimbulkan
masalah sosial.
36
Adhi Djuanda, opcit., hal.
37
P. Sinuraya, Diakonia GBKP, Jilid I, Medan: Moderamen GBKP, 1992, hal. 53.
Universitas Sumatera Utara