Letak Geografis GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

2.1 Letak Geografis

Dataran Tinggi Karo atau Tanah Karo terletak di hamparan Pegunungan Tinggi Bukit Barisan, merupakan tempat tinggal masyarakat Karo yang sebenarnya menurut Bapak Wara Sinuhaji pusat dari budaya Karo. 9 Daerah Kabupaten Karo beriklim sejuk dengan suhu udara 16 C sampai 17 C serta memiliki kelembaban udara rata-rata 28, terletak pada garis ordinat 2 50’ LU, 3 19’LS, 97 55’BT dan 98 38’BB. Tanah Karo ini dikelilingi pegunungan dengan ketinggian 140 sampai 1400 meter di atas permukaan laut. Dan terdapat dua gunung berapi yaitu Gunung Sibayak dan Gunung Sinabung yang berada di bagian utara dari Tanah Karo. Jarak dari Medan ke ibukota kabupaten Karo yaitu kota Kabanjahe dapat ditempuh mobil dengan dua jam perjalanan darat. 10 Wilayah Kabupaten Karo memiliki luas 2127,3 km 2 yang berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang, Simalungun, Tapanuli Utara, Dairi dan Aceh Tenggara. 11 Dalam sejarah perkembangan pemerintahan di Kabupaten Karo, Pemerintahan Belanda hanyalah 39 tahun menguasai Tanah Karo yakni mulai tahun 1906 sampai dengan tahun1942. Belanda memulainya dengan mendekati orang-orang yang berpengaruh dalam masyarakat sehingga dengan mudah Belanda menanamkan pengaruhnya dalam masyarakar Karo. Pendekatan yang dilakukan Belanda membawa dampak besar dalam masyarakat Karo yaitu perlawanan rakyat Karo yang semakin lama semakin lemah hingga akhirnya dapat dikuasai oleh Belanda sepenuhnya. Untuk 9 Wara Sinuhaji, Aktivitas Ekonomi Enterpreneursip Masyarakat Karo Pasca Revolusi, Medan: USU Press, 2004, hal. 28. 10 Meneth Ginting, Idaman dan Harapan Masyarakat Kabupaten Karo, Medan: USU Press, 1990, hal. 4. 11 Ibid. hal. 4 Universitas Sumatera Utara memulai pemerintahannya, Belanda kemudian mengangkat para sibayak-sibayak menjadi penguasa daerah setempat. Sibayak-sibayak yang dipilih Belanda merupakan keturunan dari raja-raja berempat yang sudah ada sebelumnya, hasil bentukan Aceh yang sebelumnya pernah menguasai daerah-daerah Sumatera Timur termasuk Tanah Karo dan ditambah dengan keturunan Sibayak Kuta Buluh. Adapun sibayak berempat tersebut adalah Sibayak Suka, Sibayak Sarinembah, Sibayak Barusjahe dan Sibayak Lingga. Dan untuk mengintimidasi daerah-daerah nya di Tanah Karo kelima sibayak tersebut menandatangani Korte Verklaring perjanjian pendek pada tahun 1907. Sibayak-sibayak tersebut menjadi pemimpin suatu wilayah yang ditetapkan oleh Belanda. Adapun pembagian wilayah masing-masing sibayak yaitu: - Landschaap Lingga, membawahi 6 enam urung: 1. Sepuluh Dua Kuta di Kabanjahe 2. Telu Kuta di Lingga 3. Tigapancur di Tigapancur 4. Empat Teran di Naman 5. Lima Senina di Batukarang 6. Tiga Nderket di Tiga Nderket - Landschaap Sarinembah, membawahi 4 empat urung: 1. Sepuluh pitu kuta di Sarinembah 2. Perbesi di Perbesi 3. Juhar di Juhar 4. Kuta Bangun di Kuta Bangun - Landschaap Suka, membawahi 4 empat urung: 1. Suka di Suka Universitas Sumatera Utara 2. SukapiringSeberaya di Seberaya 3. Ajinembah di Ajinembah 4. Tongging di Tongging - Landschaap Barusjahe, membawahi 2 dua urung: 1. Sipitu Kuta di Barusjahe 2. Sinaman Kuta di Sukanalu - Landschaap Kutabuluh, membawahi 2 dua urung: 1. Namo Haji di Kuta Buluh 2. Liang Melas di Samperaya Pada masa Belanda yaitu mulai tahun 1906 sampai tahun 1942 di Tanah Karo, sistem pemerintahan pada wilayah Karo pada dasarnya adalah: a. Pemerintahan oleh Onderafdeling Karo Landen yang dipimpin oleh Controleur pimpinanan pemerintahan selalu ditangani oleh Belanda. b. Landschaap, yaitu pemerintahan Bumi Putra, Pemerintahan Landschaap ini dibentuk berdasarkan perjanjian pendek dengan pemerintahan Onderafdeling. Berakhirnya kolonial Belanda mengakibatkan berakhir juga para sibayak. Setelah Indonesia merdeka yaitu tahun 1945 maka sistem pemerintahan berubah mengikuti sistem pemerintahan Republik Indonesia dengan menetapkan daerah provinsi, kabupaten serta kecamatan. Pemerintahan Kabupaten Karo pada tahun 1945 terdiri dari 10 kecamatan yaitu kecamatan Kabanjahe, Simpang Empat, Payung, Kutabuluh, Tigapanah, Barusjahe, Munte, Juhar, Tiga Binanga dan Mardingding. Pada tahun 2002 jumlah kecamatan di Kabupaten Karo menjadi 13 kecamatan yaitu dengan bertambahnya Universitas Sumatera Utara kecamatan Lau Baleng, Merek dan Berastagi. Dan pada tahun 2007 berubah menjadi 17 kecamatan hingga sekarang yaitu Kecamatan Kabanjahe, Berastagi, Simpang Empat, Tiga Panah, Barus Jahe, Merek, Payung, Kuta Buluh, Munthe, Tiga Binanga, Juhar, Lau Baleng, Mardingding, Merdeka, Dolat Rakyat, Tiga Nderket, dan Naman Teran. 12 Dan yang menjadi lokasi penelitian ini adalah daerah yang masuk ke dalam wilayah Kecamatan Kabanjahe yaitu desa Lau Simomo. Untuk mengetahui daerah penelitian ini secara rinci, maka akan diuraikan batas-batas daerahnya. Secara geografis, kecamatan Kabanjahe terbagi sebagai berikut: 13 − Sebelah Timur berbatasan dengan kecamatan Tiga Panah − Sebelah Barat berbatasan dengan kecamatan Munthe − Sebelah Utara berbatasan dengan kecamatan Berastagi − Sebelah Selatan berbatasan dengan kecamatan Simpang Empat Kecamatan Kabanjahe mempunyai luas wilayah sekitar 44,65 km 2 ha. 14 Desa Lau Simomo, yang merupakan daerah penelitian memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: Daerah ini terdiri dari 8 desa dan 5 kelurahan. Adapun desa yang termasuk ke dalam wilayah kecamatan ini adalah desa Kaban, Kacaribu, Kandibata, Ketaren, Lau Simomo, Rumah Kabanjahe dan Samura. Dan kelurahan yang termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Kabanjahe tersebut adalah kelurahan Gung Leto, Gung Negeri, Kampung Dalam, Padang Mas, dan Lau Cimba. − Sebelah Timur berbatasan dengan desa Singa − Sebelah Barat berbatasan dengan desa Kuta Gerat 12 Kantor Statistik KPU, Kabanjahe, 2007 13 Data kantor camat Kabanjahe, 2007 14 Data kantor camat Kabanjahe, 2007 Universitas Sumatera Utara − Sebelah Utara berbatasan dengan desa Kandibata − Sebelah Selatan berbatasan dengan desa Guru Benua Jarak desa Lau Simomo dari Medan ibukuta Provinsi Sumatera Utara sekitar 85 km, sedangkan dari Kabanjahe ibukota Kabupaten Karo sekitar 10 km. Luas desa Lau Simomo sekitar 106 ha termasuk didalamnya lahan pertanian, bangunan umum dan pemukiman penduduk. Untuk lebih jelasnya lihat tabel di bawah ini: Tabel 2.1.1 Tata Guna Tanah Desa Lau Simomo No Tata Guna Tanah Luas ha 1 Pemukiman 10 2 Sekolah 1 3 Kesain 4 4 Rumah Sakit 1 5 Pekuburan 1,5 6 Lahan Pertanian 88,5 Jumlah 106 Sumber: Kantor Kepala Desa Lau Simomo Tahun 1980 Jumlah penduduk desa Lau Simomo pada tahun 1980 adalah 512 orang dengan perincian sebagai berikut: Perempuan 288 orang Laki-laki 229 orang Universitas Sumatera Utara Adapun jumlah penduduk berdasarkan umur dapat dilihat dari tabel di bawah ini. TABEL 2.1.2 DATA PENDUDUK NO. UMUR LAKI-LAKI PEREMPUAN 1. 0-12 14 25 2. 13-25 105 124 3. 26-35 19 26 4. 36-50 31 36 5. 51-75 38 45 6. 76-ke atas 22 27 Jumlah 229 283 Sumber: Kantor Kepala Desa Lau Simomo1980 Sedangkan pada tahun 1990 penduduk desa Lau Simomo mencapai 529 jiwa. Adapun perinciannya adalah sebagai barikut: Perempuan 331 orang Laki-laki 265 orang Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel di bawah ini. Universitas Sumatera Utara TABEL 2.1.3 DATA PENDUDUK NO. UMUR LAKI-LAKI PEREMPUAN 1. 0-12 23 35 2. 13-25 113 137 3. 26-35 23 31 4. 36-50 34 41 5. 51-75 47 54 6. 76-tak terbatas 25 23 Jumlah 265 331 Sumber: Kantor Kepala Desa Lau Simomo1990 Dari kedua tabel diatas terlihat bahwa pertumbuhan penduduk sangat lambat. Dalam kurun waktu sepuluh tahun hanya bertambah 84 orang. Angka ini relatif kecil bila dilihat atau dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk di desa lain. Hal ini disebabkan karena sebagian penduduk pindah ke desa atau tempat lain karena di desa ini tidak ada hak milik penuh atas tanah yang mereka kelola. Tanah tersebut adalah milik rumah sakit kusta yang ada di desa tersebut. Mereka hanya bisa menanami tanah tersebut, tetapi tidak bisa memilikinya. Bila sewaktu-waktu diminta kembali oleh pihak rumah sakit maka pengelola tanah tersebut terpaksa menyerahkannya. Karena itu, sebagian besar dari mereka membeli tanah di luar dari desa Lau Simomo terasebut. Misalnya saja desa Singa. Desa Singa merupakan desa yang berbatasan langsung dengan desa Lau Simomo. Kedua desa ini hanya dipisahkan oleh jalan raya. Walaupun secara geografis mereka membangun rumah di desa Singa, tetapi mereka masih dihitung sebagai penduduk desa Lau Simomo. Universitas Sumatera Utara Seperti kebanyakan daerah lainnya di Tanah Karo, masyarakat Lau Simomo juga sebagian besar memiliki mata pancaharian sebagai petani. Biasanya tanaman yang ditanam seperti padi, jeruk, pisang, sayur-sayuran, dan sebagainya.

2.2 Latar Belakang Historis