Pengaruh Desain Botol Parfum terhadap Intensi Membeli

(1)

PENGARUH DESAIN BOTOL PARFUM TERHADAP

INTENSI MEMBELI PADA REMAJA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

EVY DELIANI

081301033

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GENAP, 2011/2012


(2)

Pengaruh Desain Botol Parfum terhadap Intensi Membeli Evy Deliani dan Zulkarnain

ABSTRAK

Faktor-faktor yang mempengaruhi intensi membeli produk parfum selain karena keharuman parfum tersebut juga dipengaruhi unsur-unsur lain seperti bentuk botol parfum, kemasan, dan cara pengiklanan parfum. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh desain botol parfum terhadap intensi membeli. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre-experimental design jenis one shot case study. Penelitian ini melibatkan 96 mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah

convenience sampling. Pengambilan data diperoleh dengan menggunakan kuisioner, dan alat ukur yang digunakan adalah skala intensi membeli yang disusun berdasarkan aspek intensi membeli yang dikemukakan oleh Ajzen (2005). Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan Uji-t.

Hasil analisis data diperoleh nilai t = 4.414 dan p < 0.05 (Mfungsional = 46.42 dan Mestetik =

49.42). Hal ini menunjukkan bahwa desain botol parfum berpengaruh terhadap intensi membeli pada remaja. Intensi membeli parfum berdasarkan desain botol estetik lebih kuat dibandingkan desain botol fungsional.


(3)

The Influence of Perfume Bottles Design to Purchase Intention Evy Deliani and Zulkarnain

ABSTRACT

There are some factors that influence the purchase intention to perfumes beside the fragrance, its also influenced by other elements such as shapes of bottles, packaging, and advertising. This study aims to determine the influence of perfume bottles design to purchase intention in adolescents. The method used in this study was pre-experimental design, types one shot case study. This study was involved 96 students at Faculty of Psychology, University of Sumatera Utara. The sampling technique used in this study was convenience sampling. Data collected trough a questionnaire, and measuring instrument was used the scale of purchase intention based on aspects of purchase intentions proposed by Ajzen (2005).

Data analyzed statistically using t – test. The results showed that t = 4.414 and p < 0.05 (Mfunctional = 46,42 and Maesthetic = 49,42).) it showed that perfume bottles design influenced to

adolescent purchase intention. Perfume purchase intention based on esthetic design was stronger than functional design.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kehendak-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “pengaruh desain botol parfum terhadap intensi membeli.”

Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku dekan fakultas psikologi.

2. Bapak Zulkarnain, Ph.D, selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas waktu yang diberikan untuk membimbing dan mendorong saya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Ferry Novliadi, S.Psi., M.Si., dan kak Cherly Kemala Ulfa, S.Psi., M.Psi., selaku dosen penguji. Terima kasih atas kritik dan saran yang diberikan dalam penelitian ini.

4. Kakak Fasti Rola, M.Psi., psikolog, selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih sudah membimbing saya selama ini.

5. Kedua orang tua saya dan seluruh keluarga besar yang senantiasa mendoakan saya. Terima kasih atas kasih sayang yang diberikan pada saya selama ini. Saya mempersembahkan skripsi ini untuk kedua orang tua saya.

6. Seluruh dosen dan pegawai di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. 7. Teman-teman saya semua di angkatan 2008. Terkhusus teman-teman yang


(5)

Astrini, dan Arni, serta teman-teman lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

8. Buat Agung, teman dekat saya, terima kasih atas motivasi yang diberikan selama ini.

9. Semua responden dalam penelitian ini. Terima kasih atas kesediaannya.

10. Dan pihak-pihak lain yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini tapi tidak dapat disebutkan satu persatu. Saya ucapkan terima kasih banyak.

Saya menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, saya mengharapkan adanya kritik dan saran agar skripsi ini menjadi lebih baik lagi. Harapan saya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Medan, Maret 2012


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……… i

DAFTAR ISI……….. iii

DAFTAR TABEL……… vi

DAFTAR LAMPIRAN……….. vii

Bab I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………..…. 1

B. Perumusan Masalah………... 6

C. Tujuan Penelitian……….. 6

D. Manfaat Penelitian………. 6

E. Sistematika Penulisan Penelitian……… 7

BAB II : LANDASAN TEORI A. Intensi Membeli……… 9

1. Defenisi Intensi……… 9

2. Aspek Pembentuk Intensi………. 10

3. Defenisi Intensi Membeli……… 13

4. Aspek Intensi Membeli………... 15

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembelian….. 16

B. Desain Botol Parfum……… 19

1. Defenisi Produk………... 19

a. Parfum……… 21


(7)

a. Definisi Desain………. 21

b. Peran Desain Produk……… 22

c. Desain Botol Parfum……… 25

D. Pengaruh Desain Botol Parfum terhadap Intensi Membeli…………... 28

E. Hipotesis……… 30

BAB III : METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian ……… 31

B. Defenisi Operasional Variabel……… 31

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel……… 32

D. Rancangan Penelitian ……… 34

E. Metode Pengumpulan Data……… 35

F. Uji Coba Alat Ukur………. 36

G. Hasil Uji Coba Alat Ukur ……… 38

H. Prosedur Penelitian……….. 40

I. Metode Analisa Data……… 45

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Subjek Penelitian…..……… 47

B. Hasil Uji Asumsi Penelitian.………. 48

C. Hasil Utama Penelitian……….…….……… 50

D. Hasil Tambahan Penelitian……… 51

E. Pembahasan……… 54 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN


(8)

A. Kesimpulan………..…..……… 57

B. Saran……….………. 57

DAFTAR PUSTAKA……… 59


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blueprint Aitem-Aitem Skala Intensi Membeli………. 36

Tabel 2. Distribusi Aitem-Aitem Skala Intensi Membeli Setelah Uji Coba……… 39

Tabel 3. Distribusi Aitem-Aitem Skala Intensi Membeli untuk Gambar Estetik… 39 Tabel 4. Distribusi Aitem-Aitem Skala Intensi Membeli untuk Gambar Fungsional40 Tabel 5. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin………. 47

Tabel 6. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia………. 48

Tabel 7. Hasil Uji Normalitas………... 49

Tabel 8. Hasil Uji Homogenitas……… 50

Tabel 9. Hasil Uji Paired Sample t-test……… 51

Tabel 10. Hasil Perhitungan Mean Empirik dan Mean Hipotetik………. 51

Tabel 11. Kategorisasi Skor Intensi Membeli……… 52


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Uji Coba dan Hasil Uji Coba……….. 63

1. Tabulasi Skor Uji Coba Skala Intensi Membeli……… 64

2. Reliabilitas Uji Coba Skala Intensi Membeli……… 68

3. Gambar Desain Botol Parfum Fungsional dan Estetik……… 69

Lampiran B. Penelitian dan Hasil Penelitian……….. 70

1. Tabulasi Skor Skala Intensi Membeli Desain Botol Fungsional dan Desain Botol Estetik……….. 71

2. Skala Intensi Membeli………... 76

3. Uji Normalitas Data………. 86

4. Uji Homogenitas Data……….. 87


(11)

Pengaruh Desain Botol Parfum terhadap Intensi Membeli Evy Deliani dan Zulkarnain

ABSTRAK

Faktor-faktor yang mempengaruhi intensi membeli produk parfum selain karena keharuman parfum tersebut juga dipengaruhi unsur-unsur lain seperti bentuk botol parfum, kemasan, dan cara pengiklanan parfum. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh desain botol parfum terhadap intensi membeli. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre-experimental design jenis one shot case study. Penelitian ini melibatkan 96 mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah

convenience sampling. Pengambilan data diperoleh dengan menggunakan kuisioner, dan alat ukur yang digunakan adalah skala intensi membeli yang disusun berdasarkan aspek intensi membeli yang dikemukakan oleh Ajzen (2005). Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan Uji-t.

Hasil analisis data diperoleh nilai t = 4.414 dan p < 0.05 (Mfungsional = 46.42 dan Mestetik =

49.42). Hal ini menunjukkan bahwa desain botol parfum berpengaruh terhadap intensi membeli pada remaja. Intensi membeli parfum berdasarkan desain botol estetik lebih kuat dibandingkan desain botol fungsional.


(12)

The Influence of Perfume Bottles Design to Purchase Intention Evy Deliani and Zulkarnain

ABSTRACT

There are some factors that influence the purchase intention to perfumes beside the fragrance, its also influenced by other elements such as shapes of bottles, packaging, and advertising. This study aims to determine the influence of perfume bottles design to purchase intention in adolescents. The method used in this study was pre-experimental design, types one shot case study. This study was involved 96 students at Faculty of Psychology, University of Sumatera Utara. The sampling technique used in this study was convenience sampling. Data collected trough a questionnaire, and measuring instrument was used the scale of purchase intention based on aspects of purchase intentions proposed by Ajzen (2005).

Data analyzed statistically using t – test. The results showed that t = 4.414 and p < 0.05 (Mfunctional = 46,42 and Maesthetic = 49,42).) it showed that perfume bottles design influenced to

adolescent purchase intention. Perfume purchase intention based on esthetic design was stronger than functional design.


(13)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Parfum adalah produk yang sudah tidak asing lagi dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi saat ini aroma parfum yang ditawarkan sudah semakin beragam, baik yang dikhususkan untuk pria, wanita, ataupun untuk keduanya. Kata parfum sendiri berasal dari bahasa latin “per fumum” yang berarti melalui asap. Riwayat parfum telah ada sejak zaman Mesopotamia kuno sekitar lebih dari 4000 tahun yang lalu. Pada zaman dahulu, orang-orang menggunakan tanaman herbal, rempah-rempah dan bunga dan dicampurkan bersama untuk membuat wewangian. Selanjutnya pada pertengahan abad ke-15 parfum mulai dicampur minyak dan alkohol. Meskipun demikian, parfum baru mengalami kemajuan pesat pada abad ke-18 dengan munculnya beragam aroma wewangian dan botol yang indah (Wikipedia, 2011).

Dalam 20 tahun terakhir ini terdapat peningkatan yang pesat pada jumlah produksi parfum (Albano, Goodelman, Kunes, & O’Rourke 2010). Bahkan industri parfum diperkirakan dapat memperoleh hasil penjualan tahunan sebesar 25-30 juta dollar (NYtimes, 2009). Hal tersebut menunjukkan adanya kebutuhan masyarakat akan parfum yang semakin hari semakin meningkat.

Ada beberapa alasan mengapa konsumen menggunakan parfum. Dari hasil penelitian Borgave & Chaudari (2010), konsumen merasa lebih baik dan merasa lebih percaya diri setelah menggunakan parfum. Hasil penelitian lainnya dari Borgave & Chaudari (2010), adalah konsumen menilai wangi parfum berada di urutan pertama yang


(14)

dipertimbangkan pada saat akan membeli parfum. Urutan selanjutnya adalah merek, harga, dan kemasan parfum itu sendiri.

Perilaku membeli merupakan salah satu contoh dari perilaku yang tampak (overt behavior). Faktor penentu dari perilaku yang tampak adalah besarnya intensi untuk menampilkan atau tidak menampilkan perilaku tersebut (Ajzen, 2005). Menurut Schiffman (dalam Barata, 2007), intensi adalah hal yang berkaitan dengan kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau perilaku tertentu. Ajzen (2005) mengemukakan bahwa intensi terdiri dari tiga aspek yaitu sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan kontrol terhadap perilaku.

Menurut Ajzen (dalam Teo & Lee, 2010) hampir setiap perilaku manusia didahului oleh adanya intensi untuk berperilaku. Sehingga, bisa ditarik kesimpulan bahwa sebelum terbentuk perilaku membeli, maka didahului adanya dorongan untuk membeli atau disebut sebagai intensi membeli.

Howard dan Sheth (dalam Tirtiroglu & Elbeck, 2008) mendefenisikan intensi membeli sebagai kemungkinan seorang konsumen berencana membeli produk tertentu pada jangka waktu tertentu dan hal itu terjadi setelah konsumen menyimpan informasi yang relevan untuk menentukan keputusan membeli. Intensi membeli terbentuk dari sikap konsumen terhadap produk dan keyakinan konsumen terhadap kualitas produk (Nugroho, 2009).

Intensi membeli juga berguna untuk melihat segmen pasar produk tertentu dan seberapa efektif promosi suatu produk yang dilakukan terhadap individu yang berbeda. Banyak hasil penelitian melaporkan adanya hubungan positif dan signifikan antara intensi membeli dan perilaku membeli yang sebenarnya (Tirtiroglu & Elbeck, 2008).


(15)

Faktor-faktor yang mempengaruhi intensi membeli produk parfum selain karena keharuman parfum tersebut juga dipengaruhi unsur-unsur lain seperti bentuk botol parfum, kemasan, dan cara pengiklanan parfum (indonesia.fmworld, 2011). Bentuk dari botol parfum merupakan salah satu poin penjualan parfum itu sendiri dan dipertimbangkan memegang peranan penting terhadap intensi membeli parfum pada konsumen (Classen, Howes, & Synott, 1994). Hal ini dikarenakan ada konsumen yang membeli parfum karena alasan keindahan bentuk botol sebuah parfum (Tribunnews, 2011).

Keindahan bentuk botol sebuah parfum adalah salah satu contoh dari desain estetis suatu produk. Desain estetis suatu produk dapat mempengaruhi intensi membeli pada konsumen. Hal ini dikarenakan selain menarik, produk dengan desain estetis dipersepsikan dapat menunjukkan performa yang lebih baik (Hjelm, 2003).

Desain adalah elemen kunci yang digunakan untuk mempersiapkan dasar pemasaran baru yang dapat meningkatkan nilai produk dan nilai kompetitif suatu produk (Blijlevens & Schoormans, 2009). Menurut Klimchuk dan Krasovec (2007), desain kemasan produk merupakan bisnis kreatif yang mengkaitkan bentuk, struktur, material, warna, citra, tipografi, dan elemen-elemen desain dengan informasi produk agar produk dapat dipasarkan.

Desain suatu produk berfungsi menyampaikan maksud produk tersebut kepada konsumen. Konsumen memperoleh maksud produk tersebut melalui kombinasi tampilan fisik produk, seperti warna, bentuk, dan material yang digunakan (Blijlevens & Schoormans, 2009).


(16)

Desain produk juga berfungsi untuk menciptakan keuntungan terhadap adanya tekanan persaingan suatu produk di pasaran dan berkontribusi untuk menciptakan kesuksesan produk tersebut. Hal ini senada dengan hasil penelitian Gemser dan Leenders (dalam Schoormans & Creusen, 2005) yang mengatakan bahwa desain produk yang baik akan mempengaruhi kesuksesan penjualan produk tersebut. Selain itu, penampilan suatu produk dapat meningkatkan nilai produk itu sendiri, karena banyak konsumen yang suka membeli produk yang terlihat estetis (Schoormans & Creusen, 2005).

Desain produk melibatkan beberapa pertimbangan mulai dari melindungi isi, membuat isi produk mudah dipakai dan mudah disimpan, sampai mengkomunikasikan kesan yang diinginkan suatu produk. Desain kemasan juga berperan dalam semua proses periklanan, promosi, dan usaha pemasaran yang bertanggung jawab untuk membentuk citra perusahaan. Tujuan utama desain kemasan adalah fungsional dan promosi. Tujuan fungsional didapat karena kemasan melindungi produk dari mulai dikemas sampai ke tangan konsumen. Tujuan promosi didapat karena kemasan bisa digunakan sebagai alat yang bisa mempengaruhi keputusan membeli individu, kemasan bisa membuat suatu produk berbeda dengan produk lainnya dan menciptakan citra perusahaan dan bisa bertindak sebagai penjual produk yang diam ketika orang melewati produk tersebut (Patsula, 2001).

Dengan banyaknya pilihan produk parfum di pasaran, maka muncullah kompetisi antar produk. Kompetisi pada akhirnya mendorong kebutuhan untuk berbeda dari pasaran. Idealnya, ketika desain kemasan mampu memberikan informasi yang jelas dan spesifik kepada konsumen (baik langsung ataupun tidak langsung), dan satu poin pembanding (suatu produk tampak merupakan produk yang lebih efektif, nilainya lebih


(17)

baik, dan kemasannya lebih nyaman), hal ini dapat memotivasi pembelian terhadap produk tersebut. Penampilan fisik kemasan produk sering menjadi alasan utama terjualnya suatu produk, tidak hanya pada pembelian yang diperhitungkan, tetapi juga pada pembelian yang dilakukan secara spontan (Klimchuk, & Krasovec, 2007).

Bentuk desain dari botol parfum penting untuk meningkatkan nilai parfum tersebut (Wu, Chen & Hsiao, 2006). Selain itu, pemasar bahkan percaya bahwa desain kemasan sebenarnya lebih berpengaruh daripada iklan dan memiliki dampak langsung pada bagaimana konsumen merasa dan mengalami produk itu. Oleh karena itu, produk parfum dikemas sedemikian rupa agar menarik konsumen untuk membeli. Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin melihat pengaruh desain botol parfum terhadap intensi membeli.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh desain botol parfum terhadap intensi membeli?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh desain botol parfum terhadap intensi membeli.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat teoritis


(18)

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk menambah wawasan dalam pengembangan ilmu psikologi, khususnya di bidang Psikologi Industri dan Organisasi, berkaitan dengan bidang perilaku konsumen terutama mengenai pengaruh desain botol parfum terhadap intensi membeli.

b. Mengetahui efek dari desain botol parfum terhadap intensi membeli. 2. Manfaat praktis

a. Bagi peneliti untuk mengetahui pengaruh desain botol parfum terhadap intensi membeli.

b. Bagi peneliti lain dapat dijadikan referensi dalam melakukan kajian atau penelitian dengan pokok pembahasan yang sama.

c. Bagi produsen, pemasar, dan semua individu yang terlibat dalam industri parfum, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan penting untuk pengembangan strategi pemasaran khususnya dalam hal desain botol parfum.

E. Sistematika Penulisan BAB I : Pendahuluan

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.


(19)

Bab ini memuat tentang tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan masalah dan hipotesa penelitian. Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori mengenai parfum, intensi membeli dan desain botol parfum.

BAB III : Metodologi Penelitian

Bab ini menjelaskan tentang identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel, populasi dan metode pengambilan sampel, rancangan penelitian, alat ukur atau instrumen yang digunakan, uji coba alat ukur, validitas dan reliabilitas, prosedur penelitian, dan metode analisa data.

BAB IV : Hasil dan Pembahasan

Bab ini berisi uraian mengenai gambaran umum subjek penelitian dan hasil penelitian serta pembahasan.

BAB V : Kesimpulan dan Saran


(20)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Intensi Membeli

1. Defenisi Intensi

Sebelum terjadinya suatu perilaku, ada hal yang menjadi prediktor utama dalam menentukan perilaku, yaitu intensi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Schiffman (dalam Barata, 2007) yang mengatakan bahwa intensi adalah hal yang berkaitan dengan kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau berperilaku tertentu.

Corsini (2002) dalam The Dictionary of Psychology mendefinisikan intensi sebagai suatu keputusan untuk berperilaku secara tertentu. Selain itu, menurut Ajzen (2005), intensi dapat dijelaskan melalui teori perilaku terencana yang merupakan pengembangan dari teori tindakan beralasan. Intensi merefleksikan kesediaan individu untuk mencoba melakukan suatu perilaku tertentu (Ajzen, 2005).

Dalam referensi lainnya, Ajzen (dalam Teo & Lee, 2010), mengemukakan definisi intensi yaitu indikasi seberapa kuat keyakinan seseorang akan mencoba suatu perilaku, dan seberapa besar usaha yang akan digunakan untuk melakukan sebuah perilaku. Intensi memiliki korelasi yang tinggi dengan perilaku, oleh karena itu dapat digunakan untuk meramalkan perilaku (Ajzen, 2005).

Berdasarkan uraian di atas, maka intensi adalah suatu kemungkinan individu untuk melakukan suatu perilaku tertentu.


(21)

2. Aspek Pembentuk Intensi

Intensi dapat dijelaskan melalui teori perilaku terencana yang merupakan pengembangan dari teori tindakan beralasan oleh Fishbein dan Ajzen (Ajzen, 2005). Teori perilaku terencana didasarkan pada asumsi bahwa individu dapat berperilaku secara bijaksana, sehingga mereka memperhitungkan semua informasi yang ada baik secara implisit maupun eksplisit dan mempertimbangkan akibat dari perilaku mereka. Teori ini mengatakan bahwa intensi seseorang untuk menunjukkan atau tidak menunjukkan suatu perilaku adalah faktor yang paling menentukan apakah suatu perilaku terjadi atau tidak.

Berdasarkan teori ini pula, Ajzen (2005) mengemukakan bahwa intensi terdiri dari tiga aspek, yaitu :

1) Attitude toward the behavior

Sikap atau attitude berasal dari Bahasa Latin, yaitu aptus yang berarti sesuai atau cocok dan siap untuk bertindak atau berbuat sesuatu (Ismail & Zain, 2008). Menurut Ajzen (2005), sikap adalah evaluasi individu secara positif atau negatif terhadap benda, orang, institusi, kejadian, perilaku atau minat tertentu.

Berdasarkan teori ini, sikap individu terhadap suatu perilaku diperoleh dari keyakinan terhadap konsekuensi yang ditimbulkan oleh perilaku tersebut, yang diistilahkan dengan behavioral beliefs (keyakinan terhadap perilaku). Keyakinan terhadap perilaku menghubungkan perilaku dengan hasil tertentu, atau beberapa atribut lainnya seperti biaya atau kerugian yang terjadi saat melakukan suatu perilaku.

Dengan perkataan lain, seseorang yang yakin bahwa sebuah tingkah laku dapat menghasilkan outcome yang positif, maka individu tersebut akan memiliki sikap yang positif, begitu juga sebaliknya.


(22)

2) Subjective norm

Faktor kedua intensi yaitu norma subjektif didefinisikan sebagai adanya persepsi individu terhadap tekanan sosial yang ada untuk menunjukkan atau tidak suatu perilaku. Individu memiliki keyakinan bahwa individu atau kelompok tertentu akan menerima atau tidak menerima tindakan yang dilakukannya. Apabila individu meyakini apa yang menjadi norma kelompok, maka individu akan mematuhi dan membentuk perilaku yang sesuai dengan kelompoknya.

Ajzen (2005) mengasumsikan bahwa norma subjektif ditentukan oleh adanya keyakinan normatif (normative belief) dan keinginan untuk mengikuti (motivation to comply). Keyakinan normatif berkenaan dengan harapan-harapan yang berasal dari

referent atau orang dan kelompok yang berpengaruh bagi individu (significant others) seperti orang tua, pasangan, teman dekat, rekan kerja atau lainnya, tergantung pada perilaku yang terlibat.

Norma subjektif tidak hanya ditentukan oleh referent, tetapi juga ditentukan oleh

motivation to comply. Secara umum, individu yang yakin bahwa kebanyakan referent

akan menyetujui dirinya menampilkan perilaku tertentu, dan adanya motivasi untuk mengikuti perilaku tertentu, akan merasakan tekanan sosial untuk melakukannya.

Sebaliknya, individu yang yakin bahwa kebanyakan referent akan tidak menyetujui dirinya menampilkan perilaku tertentu, dan tidak adanya motivasi untuk mengikuti perilaku tertentu, maka hal ini akan menyebabkan dirinya memiliki subjective norm yang menempatkan tekanan pada dirinya untuk menghindari melakukan perilaku tersebut (Ajzen, 2005).


(23)

3) Perceived behavior control

Kontrol perilaku menggambarkan tentang perasaan self efficacy atau kemampuan diri individu adalam melakukan suatu perilaku. Hal senada juga dikemukakan oleh Ismail dan Zain (2008), yaitu kontrol perilaku merupakan persepsi individu mengenai kontrol yang dimiliki individu tersebut sehubungan dengan tingkah laku tertentu.

Kontrol perilaku merupakan keyakinan tentang ada atau tidaknya faktor-faktor yang memfasilitasi dan menghalangi individu untuk melakukan suatu perilaku. Kontrol perilaku ditentukan oleh pengalaman masa lalu individu dan juga perkiraan individu mengenai seberapa sulit atau mudahnya untuk melakukan suatu perilaku. Pengalaman masa lalu individu terhadap suatu perilaku bisa dipengaruhi oleh informasi yang didapat dari orang lain, misalnya dari pengalaman orang-orang yang dikenal seperti keluarga, pasangan dan teman.

Ajzen (dalam Ismail & Zain, 2008) menjelaskan bahwa perilaku seseorang tidak hanya dikendalikan oleh dirinya sendiri, tetapi juga membutuhkan kontrol, misalnya berupa ketersediaan sumber daya dan kesempatan bahkan keterampilan tertentu.

Kontrol perilaku merepresentasikan kepercayaan seseorang tentang seberapa mudah individu menunjukkan suatu perilaku. Ketika individu percaya bahwa dirinya kekurangan sumber atau tidak memiliki kesempatan untuk menunjukkan suatu perilaku, (kontrol perilaku yang rendah) individu tidak akan memiliki intensi yang kuat untuk menunjukkan perilaku tersebut (Engel, Blackwell, dan Miniard, 1995).

Dalam beberapa situasi, satu atau dua faktor saja dapat digunakan untuk menjelaskan intensi, dan kebanyakan ketiga faktor ini masing-masing berperan dalam menjelaskan intensi. Sebagai tambahan, tiap individu memiliki perbedaan bobot dari


(24)

antara ketiga faktor tersebut mana yang paling mempengaruhi individu tersebut dalam berperilaku (Ajzen, 2005).

Sehingga kesimpulannya seseorang akan melakukan suatu perilaku tertentu jika orang tersebut mengevaluasi perilaku tersebut secara positif, ditambah individu tersebut mendapatkan tekanan dari sosial untuk melakukan perilaku tersebut, serta individu tersebut percaya bisa dan memiliki kesempatan untuk melakukan perilaku tersebut (Ajzen, 2005).

3. Defenisi Intensi Membeli

Howard dan Sheth (dalam Tirtiroglu & Elbeck, 2008) mendefenisikan intensi membeli sebagai kemungkinan seorang konsumen berencana membeli produk tertentu pada jangka waktu tertentu dan hal itu terjadi setelah konsumen menyimpan informasi yang relevan untuk menentukan keputusan membeli. Sedangkan menurut Spears dan Singhs (dalam Liu, Chu-Chi & Chen, 2006) intensi membeli adalah rencana yang dilakukan individu secara sadar yang merupakan usaha untuk membeli sebuah produk.

Mowen dan Minor (2002) mendefinisikan intensi membeli merupakan intensi perilaku yang berkaitan dengan keinginan konsumen untuk berperilaku menurut cara tertentu guna memiliki, membuang, dan menggunakan produk. Menurut Assael (dalam Barata, 2007) intensi membeli merupakan tahap terakhir dari rangkaian proses keputusan pembelian konsumen. Proses ini akan dimulai dari munculnya kebutuhan akan suatu produk (need arousal), dilanjutkan dengan pemrosesan informasi oleh konsumen (consumer information processing), selanjutnya konsumen akan mengevaluasi produk


(25)

tersebut. Hasil evaluasi inilah yang akhirnya memunculkan niat atau intensi untuk membeli.

Infosino (dalam Sun & Morwitz, 2008) mendefinisikan intensi membeli sebagai kesediaan individu untuk membayar dan kemungkinan individu untuk membeli suatu produk. Sehingga, pengetahuan akan intensi membeli dibutuhkan oleh perusahaan untuk mengetahui kecenderungan konsumen terhadap suatu produk maupun dalam memprediksi perilaku konsumen di masa mendatang (Barata, 2007).

Berdasarkan uraian di atas, maka intensi membeli adalah kecenderungan individu untuk membeli suatu produk di masa yang akan datang.

4. Aspek Intensi Membeli

Menurut Ajzen (2005), Intensi memiliki korelasi yang tinggi dengan perilaku, oleh karena itu dapat digunakan untuk meramalkan perilaku. Hal ini dapat juga berlaku pada perilaku membeli. Dengan mengukur intensi membeli individu, dapat meramalkan bahwa individu tersebut akan melakukan perilaku membeli. Terdapat 3 aspek intensi membeli yang berasal dari aspek-aspek intensi berperilaku dari Ajzen (2005), yaitu sebagai berikut:

• Sikap konsumen terhadap perilaku membeli

Seseorang yang yakin bahwa sebuah tingkah laku dapat menghasilkan outcome

yang positif, maka individu tersebut akan memiliki sikap yang positif, begitu juga sebaliknya. Sehingga apabila individu yakin perilaku membeli yang dia lakukan akan menghasilkan outcome yang positif, maka individu tersebut memiliki sikap yang positif terhadap perilaku membeli, begitupun sebaliknya.


(26)

Aspek ini berkenaan dengan harapan-harapan yang berasal dari referent

atau orang dan kelompok yang berpengaruh bagi individu (significant others) seperti orang tua, pasangan, teman dekat, rekan kerja atau lainnya, tergantung pada perilaku yang terlibat.

Sehingga individu yang yakin bahwa kebanyakan referent akan menyetujui dirinya menampilkan perilaku membeli, dan adanya motivasi untuk melakukan perilaku membeli pada suatu produk, maka hal ini akan menyebabkan individu tersebut memiliki subjective norm yang menempatkan tekanan pada dirinya untuk melakukan pembelian terhadap suatu produk.

• Kontrol perilaku terhadap perilaku membeli

Kontrol perilaku merupakan keyakinan tentang ada atau tidaknya faktor-faktor yang memfasilitasi dan menghalangi individu untuk melakukan suatu perilaku. Dalam hal ini, contoh dari faktor-faktor yang memfasilitasi adalah misalnya adanya uang yang dapat digunakan individu untuk membeli suatu produk. Contoh lainnya adalah adanya transportasi dan waktu yang memungkinkan individu untuk membeli suatu produk. Sedangkan contoh faktor-faktor yang menghalangi individu untuk membeli suatu produk adalah tidak adanya dana, waktu dan habisnya suatu produk yang ingin dibeli seseorang.

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intensi Membeli

Menurut Ajzen, (2005), ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan membeli pada konsumen yaitu :


(27)

Faktor individu terdiri dari lima kategori yaitu sebagai berikut :

1) Sikap

Sikap adalah evaluasi individu secara positif atau negatif terhadap benda, orang, institusi, kejadian, perilaku atau minat tertentu. Intensi membeli dipengaruhi secara kuat oleh sikap terhadap suatu produk.

2) Kepribadian

Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda yang dapat mempengaruhi intensi membelinya. Kepribadian adalah karakteristik psikologis yang terdapat pada seseorang yang menyebabkan respon yang relatif konsisten terhadap lingkungannya (Kotler & Keller, 2012).

3) Nilai

Intensi membeli konsumen juga dipengaruhi oleh nilai. Perbedaan nilai yang dianut oleh tiap konsumen akan menyebabkan adanya perbedaan intensi membeli. 4) Emosi

Respon individu tidak hanya didasarkan pada pengaruh kognitif dan rasional saja, tetapi juga dipengaruhi oleh emosi (Kotler & Keller, 2012).

5) Intelijensi

Intelijensi juga berpengaruh pada intensi membeli konsumen. b. Faktor Sosial

Selain faktor individu, faktor sosial juga mempengaruhi intensi membeli, yaitu: 1) Usia dan Jenis Kelamin


(28)

Perbedaan umur dan jenis kelamin seseorang akan mempengaruhi intensi membeli individu tersebut.

2) Ras dan Etnis

Ras dan etnis adalah bagian dari budaya. Perilaku seseorang dipelajari dari lingkungan sekitarnya. Sehingga nilai, persepsi, keinginan dan perilaku antara seseorang yang tinggal pada daerah tertentu dapat berbeda dengan orang lain yang berada di lingkungan yang lain pula (Kotler & Keller, 2012).

3) Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi intensi membeli konsumen. 4) Pendapatan

Keadaan ekonomi seseorang juga akan mempengaruhi pilihan produk yang akan dibelinya. Keadaan ekonomi terdiri dari penghasilan, tabungan dan aset, hutang, dan sikap terhadap membelanjakan uang atau menabung (Kotler & Keller, 2012). 5) Agama

Agama dipertimbangkan memegang peranan penting terhadap intensi seseorang. c. Faktor Informasi

1) Pengalaman

Salah satu aspek dalam intensi membeli adalah kontrol perilaku. Kontrol perilaku ditentukan oleh pengalaman masa lalu individu dan juga perkiraan individu mengenai seberapa sulit atau mudahnya untuk melakukan suatu perilaku.

2) Pengetahuan

Pengetahuan juga berperan dalam intensi membeli konsumen. Pengetahuan didefinisikan sebagai informasi yang disimpan di dalam memori dan meliputi


(29)

aturan-aturan yang luas mengenai ketersediaan dan karakteristik dari suatu produk, dimana membeli suatu produk dan bagaimana menggunakan suatu produk (Engel, et al, 1995).

3) Paparan Media

Paparan media mempengaruhi intensi membeli konsumen pada suatu produk.

B. Desain Botol Parfum 1. Definisi Produk

Produk adalah sesuatu yang dijual oleh perusahaan kepada konsumen (Ulrich & Eppinger, 2008). Suatu produk yang ditawarkan kepada konsumen bertujuan untuk memperoleh pendapatan (income) melalui sistem perdagangan umum yang berlaku (Yuty, 2008). Produk yang ditawarkan kepada konsumen dapat berbentuk objek fisik maupun jasa (Wentz, 1996).

Menurut Jain (2001), produk adalah sekumpulan atribut yang memuaskan kebutuhan konsumen. Sedangkan menurut Kotler & Keller (2012), produk adalah segala sesuatu yang ditawarkan ke pasar untuk memuaskan keinginan atau kebutuhan konsumen. Produk yang dipasarkan bisa berupa barang fisik, jasa, pengalaman, tempat, infomasi, ide, dan organisasi. Dengan demikian, konsep produk tidak hanya terbatas pada objek fisik saja, tetapi termaksuk segala sesuatu yang dapat memuaskan kebutuhan dapat disebut sebagai produk (Kotler & Amstrong, 2001).

Jadi, istilah produk adalah sesuatu yang lebih luas dari sekedar barang berwujud atau jasa. Konsumen yang akan memutuskan kejadian apa yang ingin dialaminya, hiburan yang ingin ditontonnya di TV, tempat yang ingin dikunjunginya saat liburan,


(30)

oganisasi yang akan disumbangnya, dan ide yang akan diikutinya (Kotler & Amstrong, 2001). Dalam penelitian ini, parfum adalah salah satu contoh produk.

Berdasarkan uraian di atas, maka produk adalah sesuatu yang ditawarkan perusahaan ke pasar untuk memenuhi berbagai permintaan maupun kebutuhan konsumen dalam rangka memuaskan kebutuhan konsumen tersebut.

a. Parfum

Kata parfum sendiri berasal dari bahasa latin “per fumum” yang berarti melalui asap. Riwayat parfum telah ada sejak zaman Mesopotamia kuno sekitar lebih dari 4000 tahun yang lalu. Pada zaman dahulu, orang-orang menggunakan tanaman herbal, rempah-rempah dan bunga yang dicampurkan bersama untuk membuat wewangian. Selanjutnya pada pertengahan abad ke-15 parfum mulai dicampur minyak dan alkohol. Meskipun demikian, parfum baru mengalami kemajuan pesat pada abad ke-18 dengan munculnya beragam aroma wewangian dan botol yang indah (Wikipedia, 2011).

Penggunaan parfum tertua berasal dari pembakaran dupa dan herbal yang digunakan dalam kegiatan keagamaan, campuran getah pohon, dan kemenyan yang dikumpulkan dari pohon. Bangsa Mesir adalah yang pertama sekali memasukkan parfum dalam budaya mereka. Diikuti oleh bangsa Cina kuno, Hindu, Israel, Carthaginians, Arab, Yunani, dan Roma (Hickey, 2010).

2. Desain

a. Definisi Desain

Menurut Kotler & Keller (2012), desain adalah sejumlah fitur-fitur yang berdampak pada bagaimana suatu produk terlihat, dirasakan, dan berfungsi pada


(31)

konsumen. Desain merujuk pada pengorganisasian berbagai elemen dalam kemasan (Kotler & Amstrong, 2001).

Hal tersebut senada dengan definisi yang dikemukakan oleh Eames (dalam Morris, 2009), yaitu desain adalah sebuah rencana dalam menyusun elemen-elemen terbaik yang digunakan untuk menyempurnakan sesuatu dengan tujuan tertentu. Desain dipahami sebagai alat persaingan yang ampuh untuk meningkatkan nilai suatu produk (Stokholm, 2003).

Desain juga dapat diartikan sebagai salah satu aktivitas luas dari inovasi desain dan teknologi yang digagaskan, dibuat, dipertukarkan (melalui transaksi jual-beli) dan fungsional. Desain merupakan hasil kreativitas budidaya manusia yang diwujudkan untuk memenuhi kebutuhan manusia, yang memerlukan perencanaan, perancangan maupun pengembangan desain, yaitu mulai dari tahap menggali ide atau gagasan, dilanjutkan dengan tahapan pengembangan, konsep perancangan, sistem dan detail, pembuatan

prototype dan proses produksi, evaluasi, dan berakhir dengan tahap pendistribusian. Jadi dapat disimpulkan bahwa desain selalu berkaitan dengan pengembangan ide dan gagasan, pengembangan teknik, proses produksi serta peningkatan pasar (Wardani, 2003).

Berdasarkan uraian di atas, maka desain adalah suatu pengembangan ide dan gagasan yang dilakukan secara sadar pada sejumlah fitur-fitur yang berdampak pada bagaimana suatu produk terlihat, dirasakan, dan berfungsi pada konsumen.

b. Peran Desain Produk

Menurut Bagas (dalam Wardani, 2003), untuk menilai suatu hasil akhir dari produk sebagai kategori nilai desain yang baik biasanya ada tiga unsur yang mendasarinya, yaitu fungsional, estetika, dan ekonomi. Kriteria pemilihannya adalah


(32)

function and purpose, utility and economic, form and style, image and meaning. Unsur fungsional dan estetika sering disebut fit-form-function, sedangkan unsur ekonomi lebih dipengaruhi oleh harga dan kemampuan daya beli masyarakat. Desain yang baik berarti mempunyai kualitas fungsi yang baik, tergantung pada sasaran dan filosofi mendesain pada umumnya, bahwa sasaran berbeda menurut kebutuhan dan kepentingannya, serta upaya desain berorientasi pada hasil yang dicapai, dilaksanakan dan dikerjakan seoptimal mungkin.

Ada sejumlah alasan mengapa desain suatu produk dapat mempengaruhi pilihan konsumen terhadap suatu produk. Desain suatu produk menentukan kesan pertama konsumen terhadap produk dan dapat mengkomunikasikan manfaat produk tersebut secara cepat. Selain itu, tampilan suatu produk dapat meningkatkan nilai produk itu sendiri karena banyak konsumen memilih membeli produk yang terlihat estetis (Schoorman & Cruesen, 2005).

Schoorman & Cruesen (2005), membagi peran desain produk menjadi enam, yaitu sebagai berikut:

1. Communication of aesthetic

Nilai estetika dari suatu produk berkaitan dengan kesenangan yang didapat dari melihat produk, tanpa mempertimbangkan kegunaan produk tersebut. Ketika produk alternatif lain memiliki fungsi dan harga yang hampir sama, konsumen akan memilih produk yang menarik bagi mereka secara estetis. Beberapa penelitian telah menentukan sifat-sifat dari suatu produk yang berhubungan dengan estetika, salah satunya adalah warna suatu produk.


(33)

Penampilan suatu produk dapat mengkomunikasikan pesan produk tersebut. Sebuah produk misalnya dapat terlihat “ceria”, “membosankan”, “mahal”, dan “kekanakan”.

3. Functional

Nilai fungsional dari suatu produk berkaitan dengan fungsi kegunaan produk yang ditunjukkan. Kegunaan suatu produk bisa langsung terlihat jelas dari penampilannya. Contohnya adalah adanya pegangan pada sebuah produk menunjukkan bahwa produk tersebut mudah dibawa.

4. Ergonomic product information

Nilai ergonomis suatu produk membutuhkan suatu penyesuaian produk tersebut dengan kualitas manusia. Secara teknik, fungsi ergonomis suatu produk dapat diimplementasikan pada sebuah produk dengan cara membuat produk menjadi mudah digunakan. Hal ini mencakup aspek emosional dalam hal tidak adanya rasa frustasi ketika menggunakan suatu produk dan produk tersebut memberikan pengalaman penggunaan yang menyenangkan. Konsumen dapat membentuk kesan tentang kemudahan penggunaan suatu produk atas dasar penampilan produk tersebut.

5. Attention drawing

Mendapatkan perhatian konsumen adalah langkah awal bagi suatu produk yang memungkinkan konsumen untuk membeli suatu produk. Atensi adalah pembagian kapasitas pengolahan informasi pada suatu stimulus. Secara umum, kemampuan suatu produk dalam menarik perhatian konsumen dapat ditingkatkan melalui ukuran ataupun penggunaan warna yang cerah.


(34)

Konsumen menggunakan tampilan produk untuk mengkategorisasikan suatu produk. Contohnya adalah, bentuk umum produk sabun mandi padat adalah berbentuk kotak.

c. Desain Botol Parfum

Sejarah awal disain kemasan produk dimulai dari adanya kebutuhan manusia untuk memiliki barang. Sejak tahun 8000 SM material-material alami seperti anyaman rumput dan kain, kulit pohon, daun, kerang, kerajinan tanah liat, dan peralatan kaca yang kasar digunakan sebagai peti kemas untuk menyimpan barang. Sayur labu yang berongga dan kandung kemih binatang mengilhami bentuk botol kaca, dan kulit binatang serta daun merupakan asal muasal kantung kertas dan pembungkus plastik (Klimchuk & Krasovec, 2007).

Menurut Cenadi (2000), kunci utama untuk membuat sebuah desain kemasan yang baik adalah kemasan tersebut harus sederhana, fungsional dan menciptakan respons emosional positif yang secara tidak langsung berkata, “Belilah Saya.” Kemasan harus dapat menarik perhatian secara visual, emosional dan rasional. Sebuah desain kemasan yang bagus memberikan sebuah nilai tambah terhadap produk yang dikemasnya.

Menurut penelitian, dari seluruh kegiatan penginderaan manusia, 80% adalah penginderaan melalui penglihatan atau kasatmata (visual). Karena itulah, unsur-unsur grafis dari kemasan antara lain: warna, bentuk, merek, ilustrasi, huruf dan tata letak merupakan unsur visual yang mempunyai peran terbesar dalam proses penyampaian pesan secara kasatmata (visual communication).


(35)

Agar berhasil, maka penampilan sebuah kemasan harus mempunyai daya tarik. Daya tarik pada kemasan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu daya tarik visual (estetika) dan daya tarik praktis (fungsional) (Cenadi, 2000).

1. Daya tarik visual (estetika)

Daya tarik visual mengacu pada penampilan kemasan. Semua unsur grafis pada tampilan kemasan tersebut dikombinasikan untuk menciptakan suatu kesan dan dapat memberikan daya tarik visual secara optimal.

Daya tarik visual sendiri berhubungan dengan faktor emosi dan psikologis yang terletak pada bawah sadar manusia. Sebuah desain yang baik harus mampu mempengaruhi konsumen untuk memberikan respons positif tanpa disadarinya. Sering terjadi konsumen membeli suatu produk yang tidak lebih baik dari produk lainnya walaupun harganya lebih mahal. Dalam hal ini dapat dipastikan bahwa terdapat daya tarik tertentu yang mempengaruhi konsumen secara psikologis tanpa disadarinya.

2. Daya tarik praktis (fungsional)

Daya tarik praktis merupakan efektivitas dan efisiensi suatu kemasan yang ditujukan kepada konsumen maupun distributor. Misalnya, untuk kemudahan penyimpanan atau pemajangan produk. Beberapa daya tarik praktis lainnya yang perlu dipertimbangkan antara lain :

• Dapat melindungi produk.

• Mudah dibuka atau ditutup kembali untuk disimpan. • Porsi yang sesuai untuk produk makanan atau minuman. • Dapat digunakan kembali.


(36)

• Memudahkan pemakai untuk menghabiskan isinya dan mengisi kembali dengan jenis produk yang dapat diisi ulang.

Botol parfum sendiri pertama kali digunakan oleh bangsa Mesir sekitar tahun 1000 SM. Saat itu, bangsa Mesir telah menemukan kaca, dan botol parfum adalah salah satu yang paling umum digunakan dengan menggunakan material kaca (Hickey, 2010).

Menurut Bolan (dalam Pfeiffer, 2008) kaca dianggap sebagai kemasan yang ideal yang dapat menjadi daya tarik dan juga indah. Selain itu, kaca dapat mengkomunikasikan kualitas sebenarnya dari suatu produk dan menunjukkan kemewahan produk tersebut. Meskipun bahan kaca mahal dibandingkan dengan bahan kemasan lain, tetapi kaca dapat memberikan kemewahan pada suatu produk, sehingga biaya dari kaca dapat diimbangi oleh kemampuannya dalam meningkatkan penjualan. Pada akhirnya desain kemasan suatu produk berfungsi dalam memasarkan produk dengan mengkomunikasikan kepribadian atau fungsi produk konsumsi secara unik (Klimchuk & Krasovec, 2007).

C. Pengaruh Desain Botol Parfum Terhadap Intensi Membeli

Menurut penelitian Borgave & Chaudari (2010), konsumen menjadi lebih percaya diri dan merasakan kesenangan saat menggunakan parfum. Dari hasil penelitian tersebut juga didapat bahwa wangi parfum adalah alasan utama konsumen memilih parfum yang akan mereka gunakan. Tetapi selain wangi parfum, desain botol parfum juga berperan sebagai daya tarik parfum yang dapat mempengaruhi pembelian parfum.

Hasil penelitian Safiq, Raza, dan Rehman (2011) juga menunjukkan bahwa desain suatu produk berpengaruh secara signifikan dalam meningkatkan intensi membeli konsumen. Intensi membeli merupakan tahap terakhir dari rangkaian proses keputusan


(37)

pembelian konsumen. Proses ini akan dimulai dari munculnya kebutuhan akan suatu produk (need arousal), dilanjutkan dengan pemrosesan informasi oleh konsumen (consumer information processing), selanjutnya konsumen akan mengevaluasi produk tersebut. Hasil evaluasi konsumen inilah yang akhirnya memunculkan niat atau intensi untuk membeli (Assael dalam Barata, 2007).

Agar sebuah produk bisa dilihat dan dikenali oleh konsumen, suatu produk harus dapat menarik perhatian konsumen terlebih dahulu. Desain kemasan yang terdapat pada suatu produk adalah salah satu cara yang dapat digunakan untuk menarik perhatian konsumen (Wang & Chou, 2010).

Desain yang baik dapat memberikan kontribusi dalam hal kegunaan produk dan juga penampilannya. Selain itu, desain yang baik juga dapat menarik perhatian, meningkatkan kinerja produk, memotong biaya produksi, dan memberikan keunggulan bersaing pada produk di pasaran (Kotler & Amstrong, 2001).

Beberapa penelitian menunjukkan adanya pengaruh desain produk yang baik pada kesuksesan penjualan. Bahkan untuk produk industri, penampilan suatu produk memiliki pengaruh terhadap pilihan konsumen terhadap produk tersebut (Schoorman & Cruesen, 2005).

Botol produk adalah salah satu elemen dalam tampilan suatu produk. Hasil penelitian Bloch menyatakan bahwa botol suatu produk dapat digunakan untuk menarik perhatian konsumen (Ricardo, 2008). Warna cerah, kemasan yang lebih tinggi, dan bentuk yang tidak biasa dapat digunakan untuk menarik perhatian konsumen dan mempengaruhi pembelian terhadap suatu produk (Hawkins, Mothersbaugh, dan Best,


(38)

2007). Hal ini menunjukkan bahwa penampilan fisik dan tekstur dari permukaan botol parfum sama pentingnya dengan parfum itu sendiri (Liu, 2003).

Penelitian juga menunjukkan bahwa bentuk-bentuk yang tidak biasa dan unik pada suatu produk dipersepsikan oleh konsumen memiliki isi yang lebih banyak daripada saat produk tersebut dikemas dengan bentuk yang khas (Hawkins, et al, 2007). Hal tersebut dikarenakan kebanyakan konsumen yang sibuk tidak berhenti untuk melihat secara rinci terhadap suatu produk. Hal ini membuktikan bahwa kemasan suatu produk adalah faktor penting yang mempengaruhi keputusan membeli konsumen (Wang & Chao, 2010).

Desain produk dapat menjadi alat promosi yang dapat menarik perhatian konsumen dan telah terbukti dalam meningkatkan jumlah penjualan. Bahkan jika produk tersebut tidak diiklankan, jumlah penjualan dapat terus tumbuh dengan baik karena kemasannya (Wang & Chao, 2010).

E. Hipotesis

Berdasarkan teori-teori yang dipaparkan sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ho : Tidak ada pengaruh desain botol parfumterhadap intensi membeli. Ha : Ada pengaruh desain botol parfumterhadap intensi membeli.


(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Penelitian eksperimen merupakan penelitian yang dilakukan dengan melakukan manipulasi dengan memberikan treatment atau menciptakan sebuah kondisi atau rangsangan pada subjek yang ditelitinya (Prasetyo & Jannah, 2005). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui akibat manipulasi tersebut terhadap perilaku individu yang diamati.

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Untuk dapat menguji hipotesa penelitian terlebih dahulu diidentifikasikan variabel-variabel penelitian. Variabel adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian (Suryabrata, 2008). Dalam penelitian ini variabel-variabel penelitian yang digunakan terdiri dari :

1. Variabel bebas : Desain Botol Parfum 2. Variabel tergantung : Intensi Membeli

B. Defenisi Operasional Variabel

Untuk menghindari salah pengertian dalam menginterpretasikan data-data dan hasil yang diperoleh, berikut ini akan diberikan defenisi operasional dari variabel-variabel penelitian.


(40)

1. Desain Botol Parfum adalah adalah suatu pengembangan ide dan gagasan yang dilakukan secara sadar pada sejumlah fitur-fitur yang berdampak pada bagaimana suatu botol parfum terlihat, dirasakan, dan berfungsi pada konsumen. 2. Intensi Membeli adalah kecenderungan individu untuk membeli suatu produk di masa yang akan datang. Intensi membeli responden akan diukur berdasarkan skala intensi membeli yang dibuat berdasarkan aspek-aspek intensi dari Ajzen (2005). Aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut:

• Sikap konsumen terhadap perilaku membeli • Norma subjektif terhadap perilaku membeli • Kontrol perilaku terhadap perilaku membeli

Intensi membeli individu akan diukur dengan skala intensi membeli. Intensi membeli dapat dilihat dari skor nilai yang diperoleh individu dari skala tersebut. Jika nilai skala yang diperoleh tinggi, hal ini menunjukkan kuatnya intensi untuk membeli pada individu tersebut. Sebaliknya nilai skala yang diperoleh rendah, maka individu menunjukkan lemahnya intensi untuk membeli.

C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel 1. Populasi dan Sampel

Dalam suatu penelitian masalah populasi dan sampel yang dipakai merupakan satu faktor penting yang harus diperhatikan. Populasi adalah keseluruhan gejala atau satuan yang ingin diteliti. Azwar (2007) mendefinisikan populasi sebagai kelompok subjek yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian. Sampel adalah sebagian dari


(41)

dari populasi, maka sampel harus memiliki ciri-ciri yang dimiliki oleh populasinya. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Metode Pengambilan Sampel

Ada dua jenis teknik penarikan sampel yaitu teknik penarikan sampel probabilitas dan teknik penarikan sampel nonprobabilitas. Teknik sampel probabilitas adalah suatu teknik penarikan sampel yang mendasarkan diri bahwa setiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Sementara itu, teknik penarikan sampel nonprobablitas adalah suatu teknik penarikan sampel yang mendasarkan pada setiap anggota populasi tidak memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel (Prasetyo & Jannah, 2005).

Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah teknik nonprobabilitas jenis convenience sampling. Convenience sampling adalah teknik penentuan sampel berdasarkan pada ketersediaan elemen dan kemudahan untuk mendapatkannya. Dengan kata lain, sampel diambil/terpilih karena sampel tersebut ada pada tempat dan waktu yang tepat (Sugiarto, Siagian, Sunaryanto, dan Oetomo, 2003). Teknik ini sering disebut dengan accidental sampling ataupun incidental sampling. Adapun ciri-ciri dan sifat sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

3. Jumlah Sampel Penelitian

Menurut Bailey (dalam Chadwick, Bahr, dan Albrecht, 2010) jumlah sampel minimal adalah sebanyak 30 orang. Chadwick, Bahr, dan Albrecht (2010) mengatakan


(42)

paling sedikit 100 orang atau 200 orang. Tetapi sebenarnya tidak ada aturan mutlak mengenai penentuan besarnya sampel. Peneliti harus meninjau sifat populasi, mempertimbangkan waktu serta dana yang tersedia, kemudian membuat keputusan tentang besarnya sampel.

Dari berbagai pertimbangan yang telah dilakukan, akhirnya peneliti memutuskan untuk memilih 100 orang sebagai sampel dalam penelitian ini. Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai hal, antara lain sifat populasi dan waktu serta dana yang tersedia.

D. Rancangan Penelitian

Dalam metode eksperimen terdapat beberapa bentuk desain yang dapat digunakan dalam penelitian, salah satunya adalah pre-experimental design. Salah satu rancangan

pre-experimental design adalah One-Shot Case Study. Penelitian dengan desain One-Shot Case Study ini pada dasarnya adalah penelitian yang secara eksperimen tanpa rancangan yang lengkap. Disebut tanpa rancangan lengkap karena rancangan eksperimen yang digunakan tidak sepenuhnya mampu mengisolasi pengaruh faktor lain yang sebenanrnya tidak diinginkan dalam penelitian ini (Sinulingga, 2011). Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah within subject design.

Gambar rancangan penelitian One-Shot Case Study adalah sebagai berikut:

Eksperimen Postest


(43)

E. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ilmiah dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang relevan, akurat, dan reliabel. Dalam usaha mengumpulkan data penelitian diperlukan suatu metode. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuisioner.

1. Metode kuisioner

Kuesioner merupakan suatu bentuk instrument pengumpulan data yang sangat fleksibel dan relatif mudah digunakan (Azwar, 2007). Metode ini dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya, dimana peneliti tidak langsung bertanya jawab dengan responden. Data yang diperoleh lewat penggunaan kuisioner adalah data yang kita kategorikan sebagai data faktual. Oleh karena itu, reliabilitas hasilnya sangat banyak tergantung pada subjek penelitian sebagai responden, sedangkan pihak peneliti dapat mengupayakan peningkatan reliabilitas dengan cara penyajian kalimat-kalimat yang jelas dan disampaikan dengan strategi yang tepat.

Berikut adalah blueprint yang akan digunakan untuk membuat kuisioner dalam penelitian ini yaitu kuisioner intensi membeli:


(44)

Tabel 1. blueprint aitem-aitem skala intensi membeli

No. Aspek Bobot (%)

1 Sikap individu terhadap pembelian parfum 40 %

2 Norma subjektif terhadap pembelian parfum

30 %

3 Kontrol perilaku terhadap pembelian parfum

30 %

Total 100

F. Uji Coba Alat Ukur 1. Validitas Alat Ukur

Suatu alat ukur dapat dikatakan baik apabila alat ukur tersebut valid dan reliabel. Validitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur betul-betul mengukur apa yang hendak diukur (Azwar, 2009).

Penelitian ini menggunakan validitas isi. Validitas isi terdiri dari face validity dan

content validity. Face validity adalah validitas didasarkan pada penilaian terhadap format tampilan tes. Face validity ini mengacu pada bentuk dan penampilan suatu alat ukur.

Face validity telah terpenuhi apabila penampilan tes telah meyakinkan dan memberikan kesan mampu mengungkap apa yang hendak diukur.

Content validity berkaitan dengan kemampuan suatu alat ukur untuk mengukur isi atau variabel yang hendak diukur. Content validity diperoleh melalui pendapat

profesional judgment dari dosen pembimbing dan dosen yang memiliki kompetensi dalam bidang yang hendak diteliti (Azwar, 2009).


(45)

2. Reliabilitas Alat Ukur

Konsep dari alat ukur adalah mencari dan mengetahui sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya. Reliabel dapat juga dikatakan sebagai kepercayaan, kehandalan, stabil, konsisten (Azwar, 2009).

Dalam penelitian ini digunakan pendekatan reliabilitas konsistensi internal. Konsistensi internal didasarkan pada data yang berasal dari suatu alat ukur yang diberikan sekali pada kelompok subjek dengan tujuan untuk melihat konsistensi antar item atau antar bagian dalam skala itu sendiri (Azwar, 2009). Teknik estimasi yang digunakan untuk mengukur reliabilitas penelitian ini adalah teknik koefisien Alpha Cronbach.

3. Uji Daya Beda Aitem

Uji daya beda aitem dilakukan untuk melihat sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur. Prinsip kerja yang dijadikan dasar untuk melakukan seleksi aitem dalam hal ini adalah memilih aitem-aitem yang fungsi ukurnya selaras atau sesuai dengan fungsi ukur skala. Atau dengan kata lain, memilih aitem pernyataan yang mengukur hal yang sama dengan apa yang diukur oleh tes sebagai keseluruhan (Azwar, 2009).

Pengujian daya beda aitem ini dilakukan dengan komputasi koefisien Pearson Product Moment. Prosedur pengujian ini akan menghasilkan koefisien korelasi aitem total yang dikenal dengan indeks daya beda item (Azwar, 2009) dan prosedur pengujian ini menggunakan taraf signifikansi 5% (p < 0.05).


(46)

Besarnya koefisien korelasi aitem total bergerak dari 0 sampai dengan 1.00 dengan nilai positif dan negatif. Semakin baik daya diskriminasi aitem maka koefisien korelasinya semakin mendekati angka 1.00 (Azwar, 2009). Batasan nilai indeks daya beda aitem dalam penelitian ini adalah 0.3, sehingga setiap aitem yang memiliki nilai kritik ≥ 0.3 saja yang akan digunakan dalam pengambilan data yang sebenarnya.

G. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Uji coba skala intensi membeli dilakukan terhadap 99 mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang sesuai dengan karakteristik populasi. Hasil uji coba skala intensi membeli menghasilkan 24 aitem yang memiliki rix ≥ 0.3 dari 33 aitem

yang telah di uji. Hasil uji coba skala intensi membeli juga menghasilkan koefisien reliabilitas rxx’ = 0.924.

Tabel 2. Distribusi aitem-aitem skala intensi membeli setelah uji coba

No. Aspek Favorable Unfavorable Jumlah

1. Sikap terhadap Perilaku 1, 4, 10, 13, 19, 22, 28, 32, 33

7, 16, 25 12

2. Norma Subjektif 5, 20 12, 31 4

3. Kontrol Perilaku 6, 9, 11, 15, 18, 24 3, 27 8

Total 17 7 24

Dalam penelitian ini digunakan dua kali perlakuan, sehingga terdapat dua skala intensi membeli yang sama jumlah dan aitem-aitemnya. Perbedaan yang terdapat pada skala intensi membeli yang digunakan untuk gambar yang dikategorikan estetik dan skala intensi membeli yang digunakan untuk gambar yang dikategorikan fungsional adalah


(47)

nomor aitem yang berbeda untuk menghindari adanya proses pembelajaran pada subjek penelitian.

Sebelum skala digunakan untuk penelitian, maka terlebih dahulu aitem-aitem disusun kembali seperti tabel 3 dan 4.

Tabel 3. Distribusi aitem-aitem skala intensi membeli untuk gambar estetik

No. Aspek Favorable Unfavorable Jumlah

1. Sikap terhadap Perilaku 1, 3, 8, 9, 15 13 6

2. Norma Subjektif 4, 10 8,12 4

3. Kontrol Perilaku 5, 6, 7 2,14 5

Total 10 5 15

Tabel 4. Distribusi aitem-aitem skala intensi membeli untuk gambar fungsional

No. Aspek Favorable Unfavorable Jumlah

1. Sikap terhadap Perilaku 1, 2, 6, 11 14 6

2. Norma Subjektif 4, 13 7, 10 4

3. Kontrol Perilaku 3, 8, 9 5, 12 5

Total 10 5 15

I. Prosedur Penelitian 1. Persiapan Penelitian

Persiapan penelitian dilakukan peneliti dengan: a. Pembuatan Alat Ukur


(48)

Pada tahap ini, skala intensi membeli dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan teori yang telah diuraikan sebelumnya dan dengan mengadaptasi skala intensi membeli dari penelitian-penelitian sebelumnya. Penyusunan aitem yang dibuat oleh peneliti dibantu oleh dosen pembimbing sebagai professional judgement. Untuk pelaksanaan uji coba skala intensi membeli, peneliti membuat 33 aitem. Pada skala ini subjek diminta untuk memberikan respon terhadap pernyataan yang favorable dan pernyataan yang unfavorable. Setiap pernyataan memiliki lima alternatif jawaban sehingga memudahkan subjek dalam memberikan jawaban. Respon dari skala ini akan bergerak dari Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Netral (N), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). Skala ini dibuat dalam bentuk booklet ukuran kertas A4.

Pada tahap ini peneliti juga mempersiapkan gambar yang akan dipakai dalam pemberian perlakuan eksperimen. Gambar yang akan digunakan diperoleh peneliti dari internet dan bantuan beberapa artikel yang mendukung. Dari setiap kategori fungsional dan kategori estetik, peneliti menyiapkan sebanyak 12 gambar. Terlebih dahulu kedua belas gambar ini dilakukan pengeditan warna latar belakang gambar dan pengeditan merek untuk menghindari adanya pengaruh warna latar belakang dan merek terhadap pemilihan polling oleh mahasiswa. Hasil polling yang dilakukan pada 54 mahasiswa menghasilkan lima gambar pada kategori desain fungsional dan lima gambar pada kategori desain estetik yang akan digunakan dalam eksperimen.


(49)

b. Uji Coba Alat Ukur

Pengambilan polling gambar dilakukan pada tanggal 23 Februari 2012 terhadap 54 mahasiswa Psikologi Universitas Sumatera Utara. Pengambilan data dilakukan secara langsung dengan menunjukkan gambar-gambar parfum secara langsung kepada responden penelitian. Setelah pengambilan polling gambar, peneliti melakukan uji coba skala intensi membeli yang dilakukan pada tanggal 27 Februari 2012. Peneliti masuk ke kelas untuk mendapatkan untuk menyebarkan skala. Total skala yang disebar berjumlah 105 eksemplar. Kemudian peneliti menganalisa 99 kuesioner yang telah diisi oleh subjek uji coba alat ukur.

c. Revisi Alat Ukur

Dari hasil polling gambar yang telah dilakukan peneliti sebelumnya, maka peneliti memilih lima gambar dari jumlah suara terbanyak hasil polling

mahasiswa dari setiap kategori. Sehingga terdapat lima gambar pada botol parfum dengan kategori fungsional dan lima gambar pada botol parfum dengan kategori estetik. Kelima gambar pada tiap kategori ini nantinya akan dibuat dalam satu

slide. Sehingga ada dua slide yang akan digunakan dalam pelaksanaan eksperimen yang akan dilakukan, yaitu satu slide untuk botol parfum dengan kategori fungsional dan satu slide untuk botol parfum dengan kategori estetik.

Setelah dilakukan uji statistik terhadap aitem-aitem yang diperoleh pada uji coba kuisioner skala intensi membeli, maka dilakukan beberapa revisi terhadap alat ukur. Penguji menguji reliabilitas Alpha Cronbach dengan bantuan aplikasi program SPSS versi 17.0 for Windows. Revisi yang dilakukan adalah


(50)

dengan membuang aitem yang tidak memiliki daya diskriminasi aitem di atas 0.3, sehingga setiap aitem yang memiliki harga ≥ 0.3 saja yang akan digunakan dalam pengambilan data yang sebenarnya. Untuk mendapatkan aitem-aitem yang memiliki harga ≥ 0.3, peneliti melakukan analisis reliabilitas sebanyak empat kali pengulangan sampai tidak ada aitem yang berada dibawah harga ≥ 0.3. Dari hasil uji statistik terhadap hasil uji coba skala intensi membeli, aitem-aitem yang nantinya digunakan dalam pelaksanaan eksperimen sebenarnya adalah aitem-aitem dengan kisaran nilai 0.354 - 0.724. Skala intensi membeli yang akan digunakan dalam penelitian ini sebanyak dua buah skala, yang masing-masing skala hanya berisi 15 buah aitem. Masing-masing skala yang akan digunakan dalam pelaksanaan eksperimen memiliki aitem-aitem yang sama, perbedaan antar skala yang satu dengan skala lainnya adalah perbedaan nomor aitem karena dilakukan pengacakan terhadap aitem-aitem dalam skala dengan tujuan untuk menghindari pembelajaran. Kuesioner hasil revisi inilah yang digunakan peneliti dalam penelitian ini.

d. Menentukan Sampel

Sampel dipilih dengan menggunakan convenience sampling, dalam penelitian ini sampel tergantung pada kelas yang diijinkan untuk digunakan dalam penelitian ini. Sampel dalam penelitian ini adalah 96 mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.


(51)

e. Persiapan ruang penelitian

Penelitian dilakukan di ruang kelas II B pada hari pertama dan di ruang kelas II A pada hari kedua. Dalam ruangan telah disiapkan satu laptop dan satu proyektor yang dibutuhkan dalam eksperimen.

f. Prosedur penelitian

Penelitian ini hanya menggunakan satu kelompok subjek yang akan diberi perlakuan dengan menunjukkan gambar yang merupakan hasil polling dari 54 mahasiswa fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Teknik pengambilan responden penelitian menggunakan convenience sampling, yaitu teknik berdasarkan kemudahan saat memperoleh sampel. Saat pelaksanaan penelitian, pertama, peneliti meminta izin pada dosen yang mengajar di kelas yang akan dilakukan pengambilan data terhadap responden penelitian. Setelah mendapat persetujuan dari responden penelitian, selanjutnya, peneliti membagikan skala ke setiap responden, lalu mengingatkan responden agar jangan mengisi skala terlebih dahulu. Sebelumnya peneliti memberikan instruksi mengenai bagaimana cara mengisi skala dimulai dari menjawab lembar identitas. Lalu peneliti memberi instruksi bahwa responden harus menghubungkan pernyataan yang ada di skala intensi membeli dengan gambar yang ditunjukkan pada slide yang telah disiapkan. Penelitian dilakukan selama dua hari. Pada hari kedua pelaksanaan eksperimen, peneliti juga melakukan prosedur yang sama seperti hari pertama. Hari pertama penelitian dilakukan pada 66 responden penelitian dan hari kedua sebanyak 68 responden penelitian.


(52)

2. Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan data penelitian dilakukan selama dua hari. Penelitian pertama dilakukan pada tanggal 07 Maret 2012 dan penelitian kedua pada tanggal 12 Maret 2012. Jumlah sampel dalam penelitian ini seluruhnya berjumlah 134 orang.

3. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan setelah semua skala terkumpul. Data yang diolah dalam penelitian ini adalah 96 skala dari 134 skala yang disebar. Peneliti menggunakan bantuan program aplikasi komputer SPSS versi 17 for windows

dalam mengolah dan menganalisis data penelitian.

H. Metode Analisis Data

Penganalisisan data merupakan proses lanjutan dari proses pengolahan data untuk melihat bagaimana menginterpretasikan data, kemudian menganalisis data dari hasil yang sudah ada. Penganalisisan data bertujuan agar data dapat dibaca dan ditafsirkan (Azwar, 2005). Analisis data dilakukan setelah semua skala terkumpul. Peneliti menggunakan bantuan program aplikasi komputer SPSS versi 17 for windows dalam mengolah dan menganalisis data penelitian.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh desain botol parfum (dalam hal ini botol parfum yang dikategorikan fungsional dan botol parfum yang dikategorikan estetik) terhadap intensi membeli, sehingga metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistika dengan menggunakan uji paired sample t-test.

Uji paired sample t-test dipilih karena uji ini merupakan perhitungan statistika yang paling tepat untuk penelitian yang sampelnya merupakan sampel yang berpasangan.


(53)

Uji paired sample t-test berfungsi untuk mengetahui perbedaan mean antar sampel yang berpasangan.

Sebelum data-data yang terkumpul dianalisa, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi (Erlina, 2011). Uji asumsi dalam penelitian ini ada dua, yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data penelitian kedua variabel terdistribusi secara normal dalam sebaran kurva normalitas. Uji normalitas ini dilakukan dengan menggunakan uji one-sample Kolmogorov-Smirnov. Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh dalam penelitian ini bersifat homogen atau tidak, uji homogenitas yang digunakan adalah Levene’s Test. Analisis data pada penelitian ini menggunakan program SPSS versi 17 for windows.


(54)

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan gambaran mengenai hasil penelitian sesuai dengan data yang diperoleh. Pembahasan diawali mengenai gambaran umum subjek penelitian yan akan dilanjutkan dengan analisa dan interpretasi data penelitian serta hasil penelitian dan pembahasan.

A. Gambaran Subjek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 96 orang yang telah memenuhi karakteristik populasi penelitian. Berdasarkan 96 orang subjek penelitian, diperoleh gambaran berdasarkan jenis kelamin, usia, dan pendapatan.

1. Gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin.

Berdasarkan jenis kelamin, penyebaran subjek penelitian dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin Jumlah Persentasi

Perempuan 82 85%

Laki-laki 14 15%

Total 96 100%

Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa sebagian besar subjek penelitian adalah sebagian besar perempuan yaitu sebesar 85% dan laki-laki hanya sebesar 15%.


(55)

Tabel 6. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Usia Jumlah Persentasi

17 7 7%

18 42 44%

19 37 39%

20 10 10%

Total 96 100%

Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa sebagian besar subjek penelitian adalah berusia 18 tahun yaitu sebesar 44%, selanjutnya berusia 19 tahun memiliki persentasi sebesar 39%, setelah itu subjek yang berusia 20 tahun sebesar 10% dan terakhir subjek yang berusia 17 tahun memiliki persentasi sebesar 7%.

B. Hasil Uji Asumsi Penelitian 1. Uji normalitas sebaran

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data penelitian setiap variabel terdistribusi secara normal. Uji normalitas ini dilakukan dengan menggunakan uji one samplekolmogorov-smirnov. Tabel 7 memperlihatkan hasil dari uji normalitas terhadap dua skala.

Tabel 7. Hasil Uji Normalitas

Variabel Z p Keterangan

Intensi Membeli (fungsional) 0.553 0.919 sebaran normal Intensi Membeli (estetik) 0.793 0.555 sebaran normal


(56)

Data dikatakan terdistribusi normal jika harga p > 0.05. Berdasarkan tabel 7 diatas, diperoleh nilai Z = 0.553 dengan nilai p > 0.05 yaitu p = 0.919 pada skala intensi membeli (fungsional). Hal ini menunjukkan bahwa data terdistribusi secara normal. Demikian pula pada skala intensi membeli (estetik), diperoleh nilai Z = 0.793 dengan nilai p > 0.05 yaitu p = 0.555. Hal ini juga menunjukkan bahwa data terdistribusi secara normal.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel penelitian adalah homogen. Untuk mengukur homogenitas varians dapat dilakukan dengan menggunakan uji Levene Statistic. Berikut adalah hasil uji Levene Statistic untuk mengetahui homogenitas dalam kelompok sampel penelitian. Kaidah yang digunakan adalah jika nilai signifikan p > 0.05 maka kelompok sampel penelitian homogen, sedangkan jika p < 0.05 maka sampel penelitian tidak homogen. Hasil uji Levene Statistic terlihat seperti pada tabel 8.

Tabel 8. Hasil Uji Homogenitas

Lavene’s test for equality of varience

Keterangan

F Sig.

0.054 0.817 Homogen

Dari tabel 8 diatas, hasil uji Levene Statistic menunjukkan bahwa sampel penelitian bersifat homogen. Kaidah yang digunakan adalah jika nilai signifikan p > 0.05. Dari tabel 8 diatas didapat bahwa F = 0.054. Maka dapat disimpulkan


(57)

C. Hasil Utama Penelitian

Sesuai dengan tujuan dalam penelitian ini serta landasan teori yang telah dikemukakan dalam bab I dan bab II, hipotesa utama penelitian ini adalah :

Ha : Ada pengaruh desain botol parfum terhadap intensi membeli.

Metode analisis yang digunakan adalah paired sample t-test. Adapun prosedur yang digunakan untuk memaknai interpretasi hasil paired sample t-test

yang telah dilakukan adalah dengan melihat indeks error probability yang biasanya disingkat dengan p. apabila dari hasil uji statistik didapatkan nilai p < 0.05 maka hasil uji statistik itu dikatakan signifikan.

Adapun hasil utama penelitian ini akan ditunjukkan pada tabel 9 seperti berikut:

Tabel 9. Hasil Uji Paired Sample t-test

Pair 1 fungsional-estetik t df Sig. (2-tailed)

4.414 95 0.000

Dari tabel 9, dapat dilihat bahwa nilai p pada hasil uji paired sample t-test

adalah 0.000. Karena nilai p < 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterima yaitu, ada pengaruh desain botol parfum terhadap intensi membeli.

D. Hasil Tambahan Penelitian

1. Deskripsi data penelitian berdasarkan mean empirik dan mean hipotetik pada variabel intensi membeli.

Jumlah aitem yang digunakan untuk mengungkapkan variabel intensi membeli ada 15 aitem yang diformat dalam bentuk skala likert dengan lima


(58)

alternatif jawaban. Hasil perhitungan mean empirik dan mean hipotetik disajikan dalam tabel 10 berikut ini:

Tabel 10. Hasil Perhitungan Mean Empirik dan Mean Hipotetik

Variabel Mean Empirik Mean Hipotetik

Intensi Membeli (fungsional)

Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD 25 66 46.42 7.79 15 75 45 10

Intensi Membeli

(estetik)

Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD 29 68 49.42 7.90 15 75 45 10

Tabel 10 diatas menunjukkan bahwa untuk skala intensi membeli (fungsional) diperoleh mean empirik sebesar 46.42 dan SD = 7.79. Sedangkan untuk skala intensi membeli (estetik) diperoleh mean empirik sebesar 49.42 dan SD = 7.90. Dalam penelitian ini mean empirik intensi membeli (fungsional) dan (estetik) lebih tinggi dibandingkan mean hipotetiknya. Hal ini menunjukkan bahwa sampel penelitian ini memiliki intensi membeli yang lebih tinggi daripada populasi.

Selanjutnya dilakukan pengelompokan yang didasari oleh kategorisasi hipotetik. Hasil dari pengelompokkan ini menunjukkan bahwa mean empirik variabel intensi membeli (fungsional) sebesar 46.42 menggambarkan tingkat intensi membeli subjek berada pada tingkat sedang. Sedangkan mean empirik variabel intensi membeli (estetik) sebesar 49.42 menggambarkan tingkat intensi membeli subjek juga berada pada tingkat sedang. Lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut ini:


(59)

Tabel 11. Kategorisasi Skor Intensi Membeli

Variabel Rentang Nilai Kategori

Intensi Membeli (fungsional) & (estetik)

X < 35 Lemah

35 ≤ X < 55 Sedang

55 ≤ X Kuat

2. Kategorisasi data penelitian

Berdasarkan data penelitian dapat dilakukan pengelompokan yang mengacu pada kriteria kategorisasi. Kategorisasi ini didasarkan pada hasil uji asumsi yang menunjukkan skor populasi terdistribusi secara normal. Kriteria kategorisasi yang digunakan dalam penelitian ini dibagi dalam 3 kategori, yaitu: lemah, sedang, dan kuat. Kategorisasi untuk variabel intensi membeli dengan jumlah individu dan persentasi individu didalamnya terhadap 96 orang sampel penelitian dapat dilihat pada tabel 12 berikut ini:

Tabel 12. Kategorisasi Subjek Berdasarkan Skor Intensi Membeli Variabel Rentang Nilai Kategori Jumlah Presentasi

Intensi Membeli (fungsional)

X < 35 Rendah 7 7%

35 ≤ X < 55 Sedang 76 78%

55 ≤ X Tinggi 13 15%

Intensi Membeli

(estetik)

X < 35 Rendah 4 4%

35 ≤ X < 55 Sedang 72 75%


(60)

Berdasarkan kategorisasi pada tabel 12, dapat dilihat bahwa sebagian besar subjek memiliki tingkat intensi membeli (fungsional) sedang, yaitu: sebesar 78%, sedangkan yang lainnya memiliki intensi membeli (fungsional) pada tingkat rendah sebanyak 7%, dan 15% memiliki tingkat intensi membeli (fungsional) yang tinggi. Sedangkan untuk intensi membeli (estetik), sebagian besar subjek memiliki tingkat intensi membeli (estetik) sedang, yaitu: sebesar 75%, sedangkan yang lainnya memiliki intensi membeli (estetik) pada tingkat rendah sebanyak 4%, dan 21% memiliki tingkat intensi membeli (estetik) yang tinggi.

E. Pembahasan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh desain botol parfum terhadap intensi membeli. Hal ini ditunjukkan dengan nilai t = 4.414 dan p < 0.05 yang berarti desain botol parfum memiliki pengaruh terhadap intensi membeli. Dilihat dari perbedaan mean antara botol parfum yang memiliki desain fungsional dan yang memiliki desain estetik. Botol parfum dengan desain estetik memiliki mean lebih tinggi dibandingkan botol parfum dengan desain fungsional.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Safiq, Raza, dan Rehman (2011) yang menunjukkan bahwa desain suatu produk berpengaruh secara signifikan dalam meningkatkan intensi membeli konsumen. Ada sejumlah alasan yang dapat menjelaskan kaitan desain estetik dengan intensi membeli parfum.

Pertama, Portel (dalam Horsky dan Honea, 2009) mengatakan bahwa produk estetik yang menarik secara visual menghasilkan respon yang lebih


(61)

disukai dan berdampak pada adanya harapan terhadap produk tersebut. Hal ini disebabkan karena daya pikat suatu produk dapat menghasilkan affective expectation (kepercayaan mengenai adanya hubungan antara pengalaman mengkonsumsi suatu produk dengan kesenangan dan hal-hal positif lainnya yang akan didapat).

Kedua, seperti yang dikemukakan oleh Kotler dan Keller (2012) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen, yaitu faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologis. Faktor psikologi terdiri dari beberapa subfaktor lainnya. Salah satu subfaktor psikologis adalah emosi. Respon individu tidak hanya didasarkan pada pengaruh kognitif dan rasional saja, tetapi juga dipengaruhi oleh emosi. Suatu produk bisa membuat konsumen merasa bangga, bersemangat, atau percaya diri. Oleh karena itu, pemasar harus bisa menciptakan iklan produk yang dapat membuat individu merasa tertarik terhadap suatu produk secara emosional.

Ketiga, berdasarkan hasil penelitian Gemser dan Leenders (dalam Schoormans & Creusen, 2005) yang mengatakan bahwa desain produk yang baik akan mempengaruhi kesuksesan penjualan produk tersebut. Penampilan suatu produk dapat meningkatkan nilai produk itu sendiri, hal ini disebabkan karena banyak konsumen yang suka membeli produk yang terlihat estetis.

Keempat, menurut Hawkins, et al, (2007), warna cerah, kemasan yang lebih tinggi, dan bentuk yang tidak biasa dapat digunakan untuk menarik perhatian konsumen dan mempengaruhi pembelian terhadap suatu produk. Hal ini


(62)

menunjukkan bahwa penampilan fisik dan tekstur dari permukaan botol parfum sama pentingnya dengan parfum itu sendiri (Liu, 2003).

Kesimpulannya adalah bahwa kemasan suatu produk adalah faktor penting yang mempengaruhi keputusan membeli konsumen konsumen (Wang & Chao, 2010). Desain produk dapat menjadi alat promosi yang dapat menarik perhatian konsumen dan telah terbukti dalam meningkatkan jumlah penjualan. Bentuk dari botol parfum merupakan salah satu poin penjualan parfum itu sendiri dan dipertimbangkan memegang peranan penting terhadap intensi membeli parfum pada konsumen (Classen, et al, 1994).


(63)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan disimpulkan jawaban-jawaban dari permasalahan yang terdapat di dalam penelitian ini. Selanjutnya peneliti akan memberikan saran-saran metodologis dan praktis bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian dengan tema yang mirip penelitian ini.

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa dan interpretasi data yang dilakukakan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat pengaruh desain botol parfum terhadap intensi membeli. Intensi membeli lebih kuat pada botol parfum dengan estetik daripada botol parfum dengan desain fungsional.

2. Berdasarkan data hipotetik, skor total intensi membeli dibagi atas tiga kategori, yaitu: lemah, sedang, dan kuat. Secara umum, intensi membeli pada botol parfum dengan desain fungsional tergolong sedang. Sementara itu, intensi membeli botol parfum dengan desain estetik juga tergolong sedang.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan kesimpulan yang dikemukakan, maka peneliti mengajukan beberapa saran untuk memperkaya hasil penelitian ini. Saran-saran ini diharapkan dapat berguna bagi perkembangan studi ilmiah mengenai pengaruh desain botol parfum terhadap intensi membeli, serta


(64)

dapat berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Saran-saran tersebut meliputi:

1. Saran metodologis

Berdasarkan hasil penelitian ini bagi pihak-pihak yang berminat melakukan penelitian sejenis atau mengembangkan penelitian ini lebih jauh, hendaknya memperhatikan hal-hal berikut:

a. Penelitian selanjutnya hendaknya menggunakan aitem-aitem skala intensi membeli yang tepat untuk merespon tayangan gambar yang digunakan dalam penelitian.

b. Penelitian selanjutnya hendaknya melakukan kontrol terhadap penayangan gambar dengan waktu penayangan yang sama pada eksperimen yang dilakukan untuk menghindari adanya pengaruh lama penayangan gambar parfum terhadap intensi membeli.

2. Saran praktis

Mengingat bahwa desain botol parfum memberi pengaruh terhadap intensi membeli, diharapkan pihak-pihak yang terlibat dalam industri parfum dapat mempertimbangkan peranan desain botol parfum untuk meningkatkan intensi membeli.


(1)

Berikut Contoh Pengerjaannya :

Setiap orang dapat memberikan jawaban yang berbeda karena itu

pilihlah jawaban yang paling sesuai dengan diri Anda. Semua pilihan

jawaban adalah benar, tidak ada jawaban yang dianggap salah.

No. PERNYATAAN SS S N TS STS

1. Saya suka menggunakan parfum SS S N TS STS

Jika Anda ingin mengganti jawaban Anda, berikan tanda = pada jawaban yang salah dan berikan tanda silang pada kolom jawaban yang Anda anggap paling sesuai.

Contoh Koreksi Jawaban:

No. PERNYATAAN SS S N TS STS

1. Saya suka menggunakan parfum SS S N TS STS

Bila sudah selesai harap periksa kembali jawaban Anda. Jangan sampai ada nomor yang terlewati.


(2)

No. PERNYATAAN SS S N TS STS

1. Jika saya punya uang, saya akan membeli

parfum. SS S N TS STS

2. Saya tidak merasa rugi mengeluarkan uang

lebih untuk membeli parfum. SS S N TS STS

3. Saya membeli parfum agar saya diterima

oleh teman-teman saya. SS S N TS STS

4. Walaupun ada kesempatan dan uang yang

cukup, saya tidak tertarik untuk membeli parfum.

SS S N TS STS

5. Saya suka menggunakan parfum. SS S N TS STS

6. Saya tidak tertarik menggunakan parfum,

sekalipun orangtua saya akan membelikannya.

SS S N TS STS

7. Saya tertarik untuk membeli parfum. SS S N TS STS

8. Membeli parfum hanya buang-buang uang

saja. SS S N TS STS

9. Saya merasa bahwa teman-teman saya

mengharapkan saya untuk membeli parfum. SS S N TS STS

10. Menggunakan parfum dapat membuat saya

lebih percaya diri. SS S N TS STS


(3)

parfum.

12. Saya tidak tertarik membeli sebuah parfum,

walaupun kata teman-teman saya parfum tersebut bagus untuk saya.

SS S N TS STS

13. Saya telah merencanakan kapan dan

dimana saya akan membeli parfum. SS S N TS STS

14. Walaupun teman-teman saya membeli

suatu parfum, saya tidak tertarik untuk ikut membeli parfum tersebut.

SS S N TS STS

15. Saya membeli parfum karena produk

tersebut bermanfaat buat saya. SS S N TS STS

MOHON PERIKSA KEMBALI JAWABAN ANDA, PASTIKAN

TIDAK ADA PERNYATAAN YANG TERLEWATKAN.


(4)

UJI NORMALITAS DATA NPar Tests

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum fungsional 96 46.4271 7.79034 25.00 66.00 Estetik 96 49.4271 7.90302 29.00 68.00

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

fungsional estetik

N 96 96

Normal Parametersa,,b Mean 46.4271 49.4271 Std. Deviation 7.79034 7.90302 Most Extreme Differences Absolute .056 .081 Positive .049 .073 Negative -.056 -.081 Kolmogorov-Smirnov Z .553 .793 Asymp. Sig. (2-tailed) .919 .555 a. Test distribution is Normal.


(5)

UJI HOMOGENITAS DATA Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the Difference

F Sig. T df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error

Difference Lower Upper

VAR00002 Equal variances assumed .054 .817 -2.649 190 .009 -3.00000 1.13260 -5.23409 -.76591

Equal variances not assumed

-2.649 189.961 .009 -3.00000 1.13260 -5.23409 -.76591

HASIL UTAMA PENELITIAN

T-Test

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 Fungsional 46.4271 96 7.79034 .79510


(6)

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 fungsional & estetik 96 .640 .000

Paired Samples Test

Paired Differences

T df Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper