Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

Yang dimaksud dengan bekerja adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang, baik sendiri atau bersama orang lain, untuk memproduksi suatu komoditas atau memberikan jasa. 16 Sebagai landasan teoritis mengenai UMKM, penulis akan membahas secara lebih mendalam mengenai pengertian usaha mikro, kecil dan menengah, peranan dan kontribusinya, permasalahan serta upaya-upaya pengembangannya. 1. Pengertian Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil dan menengah Pasal 1 Ayat 1 yang dimaksud dengan usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perseorangan danatau badan usaha perseorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro. Pasal 6 Ayat 1 menjelaskan bahwa kriterianya adalah sebagai berikut : a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,- lima puluh juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,- tiga ratus juta rupiah. Sedangkan usaha kecil menurut UU No. 20 Tahun 2008 pasal 1 ayat 2 adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan atau badan usaha yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan tertentu. Pasal 6 Ayat 2 menjelaskan bahwa kriteria usaha kecil ini adalah sebagai berikut : 16 Yusuf Qardhawi, Kiat Islam Mengentaskan Kemiskinan. Jakarta: Gema Insani Press, 1995, h. 51. a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,- lima puluh juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,- lima ratus juta rupiah tdak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,- tiga ratus juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000,- dua milyar lima ratus juta rupiah. Dengan menggunakan kriteria entrepreneurship, maka kita dapat membagi UMKM ke dalam empat bagian: a. Livelihood Activities, UMKM yang masuk kategori ini pada umumnya bertujuan mencari kesempatan kerja untuk mencari nafkah. Para pelaku di kelompok ini tidak memiliki jiwa entrepreneurship. Kelompok ini disebut sebagai sektor informal. Di Indonesia jumlah UMKM kategori ini sangat besar. b. Micro Enterprise, UMKM ini bersifat pengrajin dan tidak memiliki jiwa entrepreneurship. Jumlah UMKM ini di Indonesia juga cukup besar. c. Small Dynamic Entreprise, UMKM ini cukup memiliki jiwa kewirausahaan. Banyak pengusaha skala menengah dan besar yang masuk kategori ini. Jika dididik dan dilatih dengan baik maka sebagian dari UMKM kategori ini akan masuk ke kategori keempat. Jumlah UMKM ini jauh lebih kecil dari jumlah UMKM yang masuk kategori satu dan dua. Kelompok ini sudah mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor. d. Fast Moving Entreprise, UMKM asli yang mempunyai jiwa kewirausahaan. Kelompok ini akan menghasilkan pengusaha skala menengah dan besar. Kelompok ini jumlahnya jauh lebih sedikit dari UMKM kategori satu dan dua. 17 2. Kontribusi dan Peranan UMKM terhadap Perekonomian Nasional UMKM memiliki peran dan kontribusi yang cukup besar dalam pertumbuhan dan pemerataan ekonomi Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator, antara lain : jumlah unit usaha, penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan Produk Domestik Bruto PDB dan total ekspor non migas. Berikut ini akan digambarkan perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah UMKM dan usaha besar dalam perekonomian Indonesia tahun 2008-2009 Tabel 2.1 Jumlah Unit Usaha UMKM dan Usaha Besar Tahun 2008-2009 No. Indikator Satuan 2008 2009 Perkembangan Jumlah Jumlah Jumlah 1. Unit Usaha - Mikro - Kecil - Menengah - Besar unit 51.414.262 50.847.771 522.124 39.717 4.650 98,90 1,02 0,08 0,01 52.769.280 52.176.795 546.675 41.133 4.677 98,88 1,04 0,08 0,01 1.355.018 1.329.024 24.551 1.416 27 2,64 2,61 4,70 3,57 0,58 Sumber: www.depdop.go.idphocadownloadsandingan_data_umkm_2008-2009.pdf 17 Tiktik Sartika Partomo dan Abd. Rachman Soejoedono, Ekonomi Skala KecilMenengah dan Koperasi. Bogor: Ghalia Indonesia, 2004, h. 25-26. Pertumbuhan unit usaha UMKM lebih tinggi dibandingkan dengan usaha besar. Dalam tabel ini dapat dilihat bahwa pertumbuhan UMKM dalam unit usaha mencapai 2,64 dari 51.409.612 unit pada 2008 menjadi 52.764.603 unit pada 2009, sedangkan usaha besar hanya 0,58 dari 4.650 menjadi 4.677. UMKM masih mendominasi pelaku usaha nasional dengan pangsa 99,99 sedangkan usaha besar hanya sebesar 0,01. Tabel 2.2 Kontribusi UMKM dan Usaha Besar Terhadap Tenaga Kerja Tahun 2008-2009 No. Indikator Satuan 2008 2009 Perkembangan Jumlah Jumlah Jumlah 1. Tenaga Kerja - Mikro - Kecil - Menengah - Besar orang 96.780.483 87.810.366 3.519.843 2.694.069 2.756.205 90,73 3,64 2,78 2,85 98.886.003 90.012.694 3.521.073 2.677.565 2.674.671 91,03 3,56 2,71 2,70 2.105.520 2.202.328 1.230 16.504 81.534 2,18 1,51 0,03 0,61 2,96 Sumber: www.depdop.go.idphocadownloadsandingan_data_umkm_2008-2009.pdf Usaha mikro masih mendominasi unit usaha yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar yaitu sebesar 91,03 atau sebanyak 87.810.366 pekerja pada 2008 menjadi 90.012.694 pekerja pada 2009, hal ini semakin menguatkan bahwa UMKM merupakan unit usaha yang bersifat padat karya dan mampu mengurangi pengangguran. Sedangkan usaha besar hanya mampu menyerap tenaga kerja sebesar 2,70 atau sebanyak 2.756.205 pekerja pada 2008 menjadi 2.674.671 pada 2009. Tabel 2.3 Kontribusi UMKM dan Usaha Besar Terhadap PDB Menurut Harga Berlaku Tahun 2008-2009 No. Indikator Satuan 2008 2009 Perkembangan Jumlah Jumlah Jumlah 1. Unit Usaha - Mikro - Kecil - Menengah - Besar Milyar 4.693.809,0 1.510.055,8 472,830,3 630.339,9 2.080.582,9 32,17 10,07 13,43 44,33 5.294.860,9 1.751.644,6 528.244,2 713.262,9 2.301.709,2 33,08 9,98 13,47 43,37 601.051,9 241.588,8 55.413,9 82.923,0 221.126,2 12,81 16,00 11,72 13,16 10,63 Sumber: www.depdop.go.idphocadownloadsandingan_data_umkm_2008-2009.pdf Pada tahun 2008, peran UMKM terhadap penciptaan PDB nasional menurut harga berlaku sebesar Rp. 2.613 triliun atau sekitar 55,67. Kontribusi usaha mikro sebesar Rp. 1.510 triliun, usaha kecil sebesar Rp. 472 triliun dan usaha menengah sebesar Rp. 630 triliun. Sedangkan usaha besar berkontribusi sebesar Rp. 2.080 triliun atau sekitar 44,33. Sedangkan pada tahun 2009, kontribusi UMKM tercatat sebesar Rp. 2.993 triliun atau naik 14,54 dari tahun sebelumnya dengan rincian usaha mikro sebesar Rp. 1.751 triliun, usaha kecil sebesar Rp. 528 triliun dan usaha besar Rp. 713 triliun. Sedangkan usaha besar berkontribusi sebanyak 43,47 atau Rp. 2.301 triliun. Tabel 2.4 Kontribusi UMKM dan Usaha Besar Terhadap PDB Menurut Harga Konstan Tahun 2008-2009 No. Indikator Satuan 2008 2009 Perkembangan Jumlah Jumlah Jumlah 1. Unit Usaha - Mikro - Kecil - Menengah - Besar Milyar 1.997.938,0 655.703,8 217.130,2 292.919,1 832.184,8 32,82 10,87 14,66 41,65 2.088.292,3 682.462,4 225.478,3 306.784,6 873.567,0 32,68 10,80 14,69 41,83 90.354,3 26.758,6 8.348,1 13.865,5 41.382,2 4,52 4,08 3,84 4,73 4,97 Sumber: www.depdop.go.idphocadownloadsandingan_data_umkm_2008-2009.pdf Pada tahun 2008, peran UMKM terhadap penciptaan PDB nasional menurut harga konstan sebesar Rp. 1.165 triliun atau sekitar 58,35. Kontribusi usaha mikro sebesar Rp. 655 triliun, usaha kecil sebesar Rp. 217 triliun dan usaha menengah sebesar Rp. 292 triliun. Sedangkan usaha besar berkontribusi sebesar Rp. 832 triliun atau sekitar 41,65. Sedangkan pada tahun 2009, kontribusi UMKM tercatat sebesar Rp. 1.214 triliun atau naik 4,20 dari tahun sebelumnya dengan rincian usaha mikro sebesar Rp. 682 triliun, usaha kecil sebesar Rp. 225 triliun dan usaha besar Rp. 306 triliun. Sedangkan usaha besar berkontribusi sebanyak 41,83 atau Rp. 873 triliun. Tabel 2.5 Kontribusi UMKM dan Usaha Besar Terhadap Total Ekspor Non Migas Tahun 2008-2009 No. Indikator Satuan 2008 2009 Perkembangan Jumlah Jumlah Jumlah 1. Unit Usaha - Mikro - Kecil - Menengah - Besar Milyar 983.540,4 16.464,8 40.062,5 121.481,0 805.532,1 1,67 4,07 12,35 81,90 953.089,9 14.375,3 36.839,7 111.039,6 790.835,3 1,51 3,87 11,65 82,98 30.450,5 2.089,5 3.222,8 10.441,4 14.696,8 3,10 12,69 8,04 8,60 1,82 Sumber: www.depdop.go.idphocadownloadsandingan_data_umkm_2008-2009.pdf Kontribusi UMKM terhadap total ekspor non migas pada tahun 2008 sebesar Rp. 178 triliun atau 18,10 dengan rincian usaha mikro sebesar Rp. 16 triliun, usaha kecil sebesar Rp. 40 triliun dan usaha menengah sebesar Rp. 121 triliun, sedangkan usaha besar mendominasi dengan kontribusi sebesar Rp. 805 triliun atau 81,90. Sedangkan pada tahun 2009, kontribusi UMKM sebesar Rp. 162 triliun atau 17,02 turun sebesar 8,85 dari tahun sebelumnya dengan rincian usaha mikro sebesar Rp. 14 triliun, usaha kecil sebesar Rp. 36 triliun dan usaha menengah sebesar Rp. 111 triliun. Adapun usaha besar berkontribusi sebesar Rp. 790 triliun atau 82,98. 3. Masalah-Masalah yang Dihadapi Permasalahan internal usaha mikro, kecil dan menengah meliputi: a. Rendahnya profesionalisme tenaga pengelola usaha UMKM. b. Keterbatasan permodalan dan kurangnya akses terhadap perbankan dan pasar. c. Kemampuan penguasaan teknologi yang masih kurang. Sedangkan permasalahan eksternal meliputi: a. Iklim usaha yang kurang menguntungkan bagi pengembangan usaha kecil. b. Kebijakan pemerintah yang belum berjalan seperti yang diharapkan c. Kurangnya dukungan. d. Masih kurangnya pembinaan, bimbingan manajemen dan peningkatan sumber daya manusia. 18 Beberapa hasil penelitian juga menyebutkan bahwa faktor kegagalan sektor usaha kecil untuk berkembang antara lain; Pertama, Lemahnya kemampuan di dalam pengambilan keputusan. Kedua, Ketidakmampuan dalam manajemen. Ketiga, Kurang berpengalaman. Keempat, Lemahnya pengawasan keuangan. 19 Sedangkan kelemahan usaha kecil dapat dikategorikan ke dalam 2 aspek yaitu kelemahan stuktural dan kelemahan kultural. 1. Kelemahan Struktural Merupakan kelemahan dalam struktur perusahaan, misalnya dalam bidang manajemen dan organisasi, pengendalian mutu, pengadopsian dan penguasaan teknologi, kesulitan mencari permodalan, tenaga kerja masih lokal dan terbatasnya akses pasar. 2. Kelemahan Kultural 18 Ahmad Erani Yustika, Perekonomian Indonesia; Deskripsi, Preskripsi dan Kebijakan. Malang: Bayu Media Publishing, 2006, h. 41. 19 Ibid, h.42. Kelemahan ini berdampak terhadap terjadinya kelemahan struktural. Kelemahan kultural mengakibatkan kurangnya akses informasi dan lemahnya berbagai persyaratan lain guna memperoleh akses permodalan, pemasaran dan bahan baku, seperti: a. Informasi peluang dan cara memasarkan produk. b. Informasi untuk mendapatkan bahan baku yang baik, murah dan mudah didapat. c. Informasi untuk mendapatkan fasilitas dan bantuan pengusaha besar dalam menjalin hubungan kemitraan. d. Informasi tentang tata cara pengembangan produk, baik desain, kualitas maupun kemasannya. e. Informasi untuk menambah sumber permodalan dengan persyaratan yang terjangkau. 20 4. Upaya-upaya Pembinaan dan Pengembangan Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah maupun pihak swasta dalam upaya membina dan mengembangankan UMKM menjadi pelaku usaha yang tidak hanya tahan banting, juga menjadi pelaku yang profesional dan berdaya saing tinggi. 20 Suryana, Kewirausahaan; Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju Sukses. Jakarta: Salemba Empat, 2009, h. 121-122. Sejarah mencatat, berbagai program pengembangan UMKM seperti Bimas Bimbingan Masyarakat tahun 1967, Kredit Investasi Kecil KIK tahun 1975, Proyek Peningkatan Pendapatan Petani Kecil P4K tahun 1982, Kredit Kelayakan Usaha KKU tahun 1990 21 sampai program yang paling baru yaitu Kredit Usaha Rakyat KUR. Program-program tersebut hanya bersifat ad hoc dan tidak menggandeng stakeholder lain yang juga dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan UMKM secara maksimal. Permasalahan UMKM tidak hanya terletak pada kesulitas permodalan 22 semata, tetapi juga berbagai faktor teknis dan non teknis lainnya seperti administrasi, produksi, pemasaran, SDM, perizinan, dan teknologi. Sehingga, upaya-upaya pengembangannya pun harus meliputi berbagai faktor yaitu : 1. Permodalan Faktor ini sudah menjadi perhatian serius khususnya oleh pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari berbagai program yang dikeluarkan mayoritas didominasi oleh program-program permodalan baik tanpa agunan maupun dengan agunan. 21 Krisna Wijaya, Analisis Pemberdayaan Usaha Kecil. Bogor: Wirausaha Muda, 2002, h. 39-94. 22 Endah Widayati dan Pupu Marfuah dalam bukunya Are You An Entrepreneur? lebih luas menjelaskan permodalan bahwa permasalahan ini tidak hanya menyangkut finansialkeuangan, tetapi juga SDM, saranaprasarana, sosial dan alam. 2. Administrasi Membantu pelaku usaha kecil mengatur pembukuan dan memisahkan antara keuangan perusahaan dengan keuangan keluarga. 3. Produksi Menggunaan teknologi tepat guna, sehingga lebih efisien dalam memproduksi barangjasa yang dihasilkan. 4. Sumber Daya Manusia Melakukan pendampingan berupa pelatihan dan pendidikan secara berkesinambungan mengenai konsep kewirausahaan dan faktor-faktor lainnya. 5. Pemasaran Membantu pelaku usaha untuk lebih giat memasarkan produknya baik melalui media massa khusus UMKM maupun pameran dan temu usaha. 6. Perizinan Menyederhanakan sistem perizinan dan mengurangi – bahkan menghilangkan – pungutan-pungutan liar yang masih sering terjadi. 7. Teknologi Peran teknologi khususnya teknologi informasi sangat besar bagi perkembangan UMKM. Teknologi ini tidak hanya dimanfaatkan dalam hal produksi tapi juga untuk memasarkan produk-produk yang dihasilkan. Menurut Khusnul Ashar 2006 23 Pada konteks pelaku usaha kecil, peran teknologi informasi sangat penting mengingat kompetitor atau pesaing UMKM tidak hanya dari bisnis lokal atau regional tetapi telah melibatkan pelaku usaha bisnis berskala internasional. 23 Khusnul Ashar et al, Analisis Makro dan Mikro; Jembatan Kebijakan Ekonomi Indonesia. Malang: BPFE Unibraw, 2006, h. 156.

BAB III GAMBARAN UMUM

LEMBAGA P3UKM DAN PENDAMPING INDIVIDU

A. Profil Pusat Pengembangan Pendamping UKM P3UKM Jawa Barat

1. Sejarah Singkat Ide awal pembentukan P3UKM terinspirasi oleh Kesepakatan Bersama antara Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia dengan Gubernur Bank Indonesia tentang Penanggulangan Kemiskinan melalui Pemberdayaan dan Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah UKM, dimana Surat Kesepakatan Bersama tersebut ditandatangani 22 April 2002. Dalam rangka implementasi Kesepakatan Bersama, maka pada tanggal 3 Oktober 2002 bertempat di kantor Bank Indonesia Bandung dilakukan diskusi mengenai pengembangan Service Provider Management Unit SPMU yang dikenal juga dengan sebutan Business Development Service Provider BDSP, Inkubator Bisnis dan Pendamping UKM, dalam rangka meningkatkan akses UKM terhadap layanan pembiayaan dari perbankan atau lembaga keuangan lainnya. 24 Dalam diskusi yang melibatkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Bank Indonesia, Perbankan, Perguruan Tinggi, Inkubator Bisnis serta UKM terpilih, 24 Pusat Pengembangan Pendamping UKM, Buku Panduan P3UKM Bandung: Pusat Pengembangan Pendamping UKM, 2010, h.1. disepakati bahwa Service Provider Management Unit SPMU sebagai lembaga penyedia jasa yang bergerak di bidang pengembangan UKM perlu diberikan penguatan kompetensi, khususnya di bidang keuangan. Sedangkan untuk pengembangan SPMU perlu dibentuk Service Provider Management Center SPMC Pengembangan Service Provider Management Unit SPMU diharapkan dapat mendekatkan hubungan UKM dengan perbankan yang terkendala, karena : a. Adanya kesenjangan komunikasi antara UKM dengan perbankan. b. Perbankan memiliki keterbatasan informasi dan sumber daya dalam melayani UKM. c. Potensi jumlah BDSP atau Pendamping UKM cukup besar, namun jasa yang ditawarkan kurang relevan dengan kebutuhan UKM dan perbankan. 25 Dalam diskusi tanggal 5 November 2002 di Kantor Bank Indonesia Bandung disepakati SPMC akan segera dibentuk dan pada tanggal 13-15 Desember 2002 diselenggarakan lokakarya penyusunan rencana operasional SPMC. Pada tanggal 13 Februari 2003 bertempat di Gedung Bank Indonesia Bandung dilaksanakanlah penandatanganan Kesepakatan Bersama antara Deputi Gubernur Bank Indonesia, Bapak Maulana Ibrahim dengan Gubernur Jawa Barat, Bapak H. Nuriana tentang pembentukan Pusat Pengembangan 25 Ibid, h.1. Lembaga Jasa Pengembangan Usaha PPLJPU. Nama tersebut dipilih sebagai terjemahan dari SPMC. Pengkajian ulang terhadap nama PPLJPU pada akhirnya diganti menjadi Pusat Pengembangan dan Pendamping Usaha Kecil Menengah P3UKM. Selanjutnya pada tanggal 31 Juli 2008 MoU diperbaharui oleh Gubernur Jawa Barat dan Deputi Gubernur Bank Indonesia. Pada tanggal 11 Juli 2003, Gubernur Jawa Barat H. Danny Setiawan dan Deputi Gubernur Bank Indonesia Maulana Ibrahim meresmikan pendirian P3UKM dan dalam kesempatan ini diresmikan pula Anggota Dewan P3UKM Jawa Barat untuk pertama kalinya sebagai berikut : Ketua : Dr. Sjoko Sarwono, SH, MA. PBI Bandung Wk. Ketua : H. Remi Tjahari, SE Ka. Dinas KUKM Prop. Jawa Barat Anggota : Tb. Hisni Ka. Biro Sarana Perekonomian Jawa Barat : Drs. Asmawi Syam, MM Pinwil BRI : Ir. Hariharmono Busiri PC Bandung Bank Bukopin : Abas S. Somantri, S.Pd, M.Pd Direktur Bank Jabar : Albert A. A. Orah Pinwil Bank Niaga : M. Budi Utomo Pinwil Bank Danamon : Drs. Darwin Suzandi, MBA Pinwil BNI : Ir. Kemal Ranadireksa, MBA Pinwil Bank Mandiri : Hardi Juganda Direktur Bank NISP : Drs. Yoyo Kartoyo, MM Ketua Kadin Jawa Barat : Herman Muhtar Ketua Kadin Bandung : Dr. Rina Indiastuti Ketua LP3E Unpad : Dr. ABM Witono Philosopy Kepala UPTPB Unpar : Ir. Tika Noorjaya Wakil dari BDS Baden Wurttenberg : Ir. H. Iwan Sofwan Wakil dari Pusat Inkubator IKOPIN : Ir. HR. Adang Akhdiyat, MM Ketua Forum BDS : Ir. Yuliarso Pincab Perum Sarana Pengembangan Usaha : IGM Mardika, S.Sos Pincab PT. Askrindo 2. Visi dan Misi Visi P3UKM adalah menjadi lembaga yang dapat mempererat hubungan antara PUKM dan UMKM dengan lembaga keuanganperbankan. Sedangkan misinya menjadikan PUKM sebagai lembaga yang profesional dalam mengembangkan UMKM. 26 3. Tujuan dan Manfaat Tujuan P3UKM adalah meningkatkan produktivitas dan kualitas PUKM sehingga dapat meningkatkan kemampuan akses UMKM terhadap layanan keuangan dari lembaga keuanganperbankan. 27 Adapun manfaat lembaga ini, sebagai berikut : 26 Ibid, h.8. 27 Ibid, h.8.