Talkshow “Bukan Empat Mata” Di Trans 7 Dan Tingkat Kepuasan Khayalak (Studi Korelasional Tentang Pengaruh Acara Talk Show “Bukan Empat Mata” Di Trans 7 Terhadap Tingkat Kepuasan Khayalak Di Kalangan Mahasiswa FISIP USU Medan)

(1)

TALKSHOW “BUKAN EMPAT MATA” DI TRANS 7 DAN

TINGKAT KEPUASAN KHAYALAK

(Studi Korelasional Tentang Pengaruh Acara Talk Show “Bukan Empat Mata” di Trans 7 Terhadap Tingkat Kepuasan Khayalak di Kalangan

Mahasiswa FISIP USU Medan)

Diajukan Oleh :

NIM : 050922023 ADE LEDY MAULITA

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM EKSTENSION UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PERSETUJUAN

NAMA : ADE LEDY MAULITA

NIM : 050922023

DEPARTEMEN : ILMU KOMUNIKASI

JUDUL : TALK SHOW “BUKAN EMPAT MATA” DI TRANS 7 DAN TINGKAT KEPUASAN KHALAYAK.

(Study Korelasional Tentang Pengaruh Acara Talk Show “Bukan Empat Mata” di Trans 7 Terhadap Tingkat Kepuasan Khalyak di Kalangan Mahasiswa Fisii USU Medan).

Pembimbing Ketua Departemen

(Dra. Dewi Kurniawati,M.Si) (Drs. Amir Purba MA

NIP. 131 837 036 NIP. 131 654 104

)

Dekan FISIP USU

(Prof.DR.M. Arif Nasution, M.A NIP. 131 757 010


(3)

KATA PENGANTAR

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Segala puji bagi ALLAH SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya yang senantiasa menyertai penulis. Terlebih pada saat penyusunan skripsi Talk Show “Bukan Empat Mata” di Trans 7 dan Tingkat Kepuasan Khalayak di Kalangan Mahisiswa FISIP USU Medan yang dapat berlangsung dengan baik mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan dan penyusunan skripsi.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih pada pihak-pihak yang terkait baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah membantu memudahkan penyusunan skripsi, mulai dari tahap persiapan sampai pada tahap penyusunan.

Ucapan terima kasih yang terdalam kepada kedua orangtua penulis Ayahanda (Alm.)Kol Arifin Harahap dan Ibunda tercinta Siti M Arifin Hasibuan, yang telah membesarkan dan memberikan semua dukungan sepenuh jiwa yang tiada henti baik material, moril dan doanya serta memberikan kebahagiaan sepanjang hayat penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi penyampaian isi, hingga pembahasan masalah.

Pada kesempatan ini juga penulis ingin mengucpkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Ketua Departemen Komunikasi FISIP USU Bapak Drs. Amir Purba, MA 2. Dosen Pembimbing Penulis, Dra. Dewi Kurniawati,M.Si yang telah


(4)

kesabaran layaknya seorang ibu dalam memberikan bimbingan selama penyusunan skripsi dan membantu segala permasalahan penulis.

3. Bapak Drs. Humaizi,MA, selaku Pembantu Dekan I.

4. Saudara-saudara yang tercinta Arfina Wedy Harahap, S.E dan Ardiansyah 5. Yang Istimewa yang selalu ada dan siap membantu setiap saat serta selalu

memberikan semangat Heru Asmara Sinta Sinuhaji, S.sos.

6. Kakanda-kakanda tersayang kak Laura dan Mbok Syull yang sangat perhatian kepada penulis yang begitu memperhatikan penulis dengan sabar dan tulus, bang pipin yg baik hati, tidak lupa Indah alias Khairani yg sudah feminim.

7. Teman-teman kerja: Econ Tonggi, Dhika Pertiwi, Indun Wulan, Rini, Kak Tina, Kak Susi, Kak Dede, Kak Lisa, Nova, Bang Coxcox, Fahri, Kak Wita, Kak Tari, Ika tidak lupa jg ibu Asm Ida Ayu Dewi terimakasih atas dukungan kalian guys.

8. Buat K’Ros, K’Cut, Maya, Rotua dan yang tak bisa di sebutkan satu persatu terima kasih atas bantuannya selama ini.

9. Seluruh Bapak/Ibu Dosen dan Staf Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu di dalam perkuliahan.

Terima kasih atas dukungannya.

Akhir kata penulis memanjatkan doa dan syukur yang tak terhingga kehadirat Allah SWT atas segala kemudahan yang diberikan, semoga Allah memberikan berkah kepada kita semua.


(5)

Penulis berharap agar skripsi ini bermanfat bagi setiap yang membaca dan dapat menjadi bahan masukan bagi yang ingin melakukan penelitian sejenisnya dan jika terdapat kesalahan penulisan, penulis mohon maaf sebesar-besarnya.

Medan, Desember 2008 Penulis,

NIM : 050922023 Ade Ledy Maulita


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah ... 1

I.2. Perumusaan Masalah ... 3

I.3. Pembatasan Masalah ... 3

I.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

I.5. Kerangka Teori ... 4

I.6. Kerangka Konsep ... 10

I.7. Model Teoritis ... 11

I.8. Operasional Variabel ... 11

I.9. Defenisi Variabel ... 12

I.10. Hipotesa ... 14

BAB II LANDASAN TEORITIS II.1. Teori Penggunaan dan Kepuasan ... 15

II.2. Teori Komunikasi ... 20

II.3. Teori Komunikasi Massa ... 28

II.4. Media Massa ... 32

II.5. Televisi ... 35

II.6. Talkshow ... 38


(7)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 43

III.2. Metode Penelitian ... 49

III.3. Populasi dan Sampel ... 50

III.4. Teknik Penarikan Sampling ... 52

III.5. Teknik Pengumpulan Data ... 56

III.6. Teknik Analisa Data ... 56

BAB IV ANALISA DATA IV.1. Pelaksanaan dan Pengumpulan Data dilapangan ... 59

IV.2. Tehnik Pengolahan Data ... 60

IV.3. Analisa Tabel Tunggal ... 61

IV.4. Analisa Tabel Silang ... 87

IV.5. Pengujian Hipotesa ... 93

IV.6. Pembahasan ... 95

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan ... 97

V.2. Saran ... 98


(8)

LAMPIRAN


(9)

Tabel Judul hal

1a Populasi Penelitian ... 58

1b Sampel Penelitian ... 62

2 Data Responden ... 69

3 Uang Saku Responden ... 70

4 Tempat Tinggal Responden ... 70

5 Frekuensi responden menonton televisi ... 71

6 Intensitas responden menonton Bukan Empat Mata ... 72

7 Kelebihan Tukul Arwana ... 73

8 Tukul Arwana sebagai ikon Empat Mata ... 74

9 Kemampuan Tukul Arwana membawa acara ... 75

10 Penampilan Tukul Arwana ... 76

11 Gaya bicara Tukul Arwana ... 77

12 Bahasa tubuh/ Gesture Tukul Arwana ... 78

13 Tata bahasa Tukul Arwana ... 79

14 Cara Tukul Arwana menyapa audiens ... 80

15 Cara Tukul Arwana bercanda ... 81

16 Cara Tukul Arwana membahas materi talkshow ... 82

17 Cara Tukul Arwana membaca kuis ... 83

18 Cara Tukul Arwana menutup acara ... 84

19 Pemahaman responden tentang materi talkshow ... 85

20 Penyajian materi talkshow ... 86

21 Jargon-jargon / Ungkapan Tukul Arwana ... 87

22 Pengetahuan responden tentang bintang tamu ... 88

23 Kesesuaian materi dan bintang tamu ... 89

24 Penilaian responden tentang tata panggung / studio ... 90

25 Penilaian responden tentang houseband music ... 91

26 Frekuensi penayangan talkshow ... 92

27 Waktu penayangan talkshow ... 93

28 Pendapat responden tentang talkshow dan informasi ... 94

29 Pendapat responden tentang talkshow dan pengetahuan ... 95

30 Perasaan responden setelah menonton talkshow ... 96

31 Alasan responden menonton talkshow untuk mengikuti trend program ... 97

32 Pendapat responden terhadap Bukan Empat Mata ... 98

33 Komunikasi responden dan lingkungan sebelum menonton Bukan Empat Mata ... 99

34 Komunikasi responden dan lingkungan setelah menonton Bukan Empat Mata ... 101

35 Pendapat responden tentang perasaan terhibur setelah menonton Bukan Empat Mata ... 102

36 Pendapat responden tentang perasaan terhibur setelah menonton Bukan Empat Mata ... 103

37 Hubungan antara status tempat tinggal responden dengan intensitas menonton Bukan Empat Mata... 104


(10)

38 Hubungan antara intensitas menonton talkshow dengan

mendapatkan informasi ... 105 39 Hubungan antara pemahaman jargon dengan perasaan setelah

menonton talkshow ... 107 40 Hubungan antara pengetahuan tentang bintang tamu dengan

perasaan terhibur setelah menonton talkshow... 108 41 Hubungan antara cara bercanda Tukul Arwana dengan

perasaan responden setelah menonton talkshow ... 109 42 Hubungan antara pemahaman materi dengan perasaan


(11)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul Talkshow “Bukan Empat Mata” dan Tingkat Kepuasan Khalayak. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh talkshow “Bukan Empat Mata” terhadap tingkat kepuasan khalayak

mahasiswa FISIP USU, mengetahui tingkat kepuasan yang diperoleh mahasiswa, dan mengetahui bagaimana efektivitas media massa dalam

memenuhi kebutuhan-kebutuhan audiensinya akan isi media, dalam penelitian ini adalah kebutuhan mahasiswa akan program acara talkshow “Bukan Empat Mata” ditrans7. Dengan demikian perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sejauhmanakah pengaruh talkshow “Bukan Empat Mata” di Trans7 terhadap tingkat kepuasan khalayak dikalangan mahasiswa FISIP USU.

Dalam penelitian ini metode yang dipergunakan adalah metode korelasional, yakni metode untuk meneliti sejauhmana pengaruh talkshow terhadap tingkat kepuasaan mahasiswa.

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa program S1 reguler FISIP USU dari seluruh departemen, angkatan 2005-2006 dengan jumlah 878 orang. Sampel penelitian diperoleh dengan menggunakan rumus Taro Yamane yakni menjadi 89 orang, dengan teknik penarikan sampel menggunakan stratified sampling, dan teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner,

Selanjutnya, peneliti melakukan scoring dan ranking pada jawaban responden di kuesioner. Dari analisa data berdasarkan tabel skor Fotron Cobol dan tabel rank, maka diperoleh rs = 0,524, dimana pada skala Guilford nilai berada pada skala 0,41-0,70, yakni adanya hubungan yang cukup berarti. Kemudian nilai zhitung diperoleh sebesar 4,897, dan nilai Z1/2α apabila dilihat pada tabel z tidak

tercantum, tetapi melebihi nilai yang ada yakni ± 0,500. Dari perbandingan nilai zhitung danZ1/2α, didapatkan kesimpulan Ho ditolak yang berarti terdapat hubungan

antara talkshow “Bukan Empat Mata” dengan tingkat kepuasan mahasiswa.

Dengan demikian dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa “terdapat hubungan yang cukup berarti antara talkshow “Bukan Empat Mata” di Trans7 dengan Tingkat Kepuasan Khalayak dikalangan Mahasiswa FISIP USU”, dan yang paling banyak mempengaruhi tingkat kepuasan mahasiswa adalah pemahaman meteri yang dibahas dalam talkshow, penampilan Tukul Arwana sebagai host atau pembawa acara, dan adanya perubahan kondisional hubungan antara responden dan lingkungan (keluarga, teman, tetangga) setelah menonton acara talkshow “Bukan Empat Mata”.


(12)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul Talkshow “Bukan Empat Mata” dan Tingkat Kepuasan Khalayak. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh talkshow “Bukan Empat Mata” terhadap tingkat kepuasan khalayak

mahasiswa FISIP USU, mengetahui tingkat kepuasan yang diperoleh mahasiswa, dan mengetahui bagaimana efektivitas media massa dalam

memenuhi kebutuhan-kebutuhan audiensinya akan isi media, dalam penelitian ini adalah kebutuhan mahasiswa akan program acara talkshow “Bukan Empat Mata” ditrans7. Dengan demikian perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sejauhmanakah pengaruh talkshow “Bukan Empat Mata” di Trans7 terhadap tingkat kepuasan khalayak dikalangan mahasiswa FISIP USU.

Dalam penelitian ini metode yang dipergunakan adalah metode korelasional, yakni metode untuk meneliti sejauhmana pengaruh talkshow terhadap tingkat kepuasaan mahasiswa.

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa program S1 reguler FISIP USU dari seluruh departemen, angkatan 2005-2006 dengan jumlah 878 orang. Sampel penelitian diperoleh dengan menggunakan rumus Taro Yamane yakni menjadi 89 orang, dengan teknik penarikan sampel menggunakan stratified sampling, dan teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner,

Selanjutnya, peneliti melakukan scoring dan ranking pada jawaban responden di kuesioner. Dari analisa data berdasarkan tabel skor Fotron Cobol dan tabel rank, maka diperoleh rs = 0,524, dimana pada skala Guilford nilai berada pada skala 0,41-0,70, yakni adanya hubungan yang cukup berarti. Kemudian nilai zhitung diperoleh sebesar 4,897, dan nilai Z1/2α apabila dilihat pada tabel z tidak

tercantum, tetapi melebihi nilai yang ada yakni ± 0,500. Dari perbandingan nilai zhitung danZ1/2α, didapatkan kesimpulan Ho ditolak yang berarti terdapat hubungan

antara talkshow “Bukan Empat Mata” dengan tingkat kepuasan mahasiswa.

Dengan demikian dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa “terdapat hubungan yang cukup berarti antara talkshow “Bukan Empat Mata” di Trans7 dengan Tingkat Kepuasan Khalayak dikalangan Mahasiswa FISIP USU”, dan yang paling banyak mempengaruhi tingkat kepuasan mahasiswa adalah pemahaman meteri yang dibahas dalam talkshow, penampilan Tukul Arwana sebagai host atau pembawa acara, dan adanya perubahan kondisional hubungan antara responden dan lingkungan (keluarga, teman, tetangga) setelah menonton acara talkshow “Bukan Empat Mata”.


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Kebudayaan populer dengan alatnya televisi hadir secara luas berkat dukungan kemajuan teknologi sehingga dapat diproduksi, didistribusikan, dan direproduksi dalam jumlah besar secara cepat ( mass production ) untuk konsumsi yang besar pula (mass consumtion). Kebudayaan populer seperti bersifat komersial, diperjualbelikan untuk memenuhi kebutuhan selera pasar akan hiburan. Televisi sangat erat kaitannya dengan budaya populer. Contoh hasil-hasil kebudayaan populer adalah film televisi, sinetron, reality show, konser musik, talkshow, dan banyak lagi. Ada banyak kebudayaan populer lain yang dapat dilakukan orang untuk menghibur diri seperti menikmati musik, tarian, olahraga, membaca buku dan sebagainya, namun tidak ada yang tidak menonton televisi. Menonton televisi merupakan aktivitas yang banyak penontonnya, karena dikemas menjadi suatu kegiatan yang menarik. Hal ini berkaitan dengan hal pemanfaatan waktu atau pembagian waktu antara “ work ” dan “ play ”. Kegiatan profesi masyarakat yang beraneka ragam menuntut masyarakat untuk menghabiskan waktu lebih banyak. Namun dengan fungsinya sebagai media massa yang menyajikan informasi, pendidikan, hiburan, yang dikemas dalam gambar yang bergerak dan bersuara (audio visual), maka televisi tetap menghipnotis masyarakat untuk menempatkan diri untuk menonton. Sifat televisi sebagai salah satu media massa yang audio visual, mampu menarik lebih banyak penonton


(14)

dibandingkan media massa yang lain seperti: radio, atau surat kabar. Walaupun demikian televisi juga memiliki kelemahannya sendiri.

Kreativitas dunia pertelevisian semakin terasah dengan ketatnya kompetisi yang bukan saja pada tingkat lokal, tetapi juga tingkat nasional, sebut saja beberapa stasiun televisi swasta yakni: RCTI, SCTV, TRANS TV, GLOBAL TV, TRANS 7, LATIVI, INDOSIAR, TPI, ANTV, METRO TV, dan ditambah dengan masih banyak lagi televisi daerah. Stasiun-stasiun televisi ini bersaing untuk mendapatkan perhatian masyarakat melalui program-program acara yang mereka tawarkan. Berbagai bentuk program acara dimunculkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, khususnya pemirsa televisi yang haus akan tayangan yang informatif, namun juga menghibur. Mulai dari program yang diperuntukan pada anak-anak, remaja hingga orang dewasa, untuk rumah tangga hingga perusahaan besar, dan mulai dari berita, baik ringan maupun berita kriminal, hingga acara hiburan yang mengasyikkan, dan sebagainya.

Akhir-akhir ini banyak sekali stasiun televisi yang menyajikan acara-acara baru seapik mungkin dengan ciri khas yang berbeda-beda. Dapat kita saksikan berbagai macam program acara mulai dari sinetron, infotainment, kuis, dan yang terakhir yang paling sering muncul adalah proram acara talkshow. Dilihat dari model acaranya, talkshow termasuk salah satu acara yang semakin banyak bermunculan dengan ciri khas masing-masing acara dan bahkan menjadi tayangan atau program yang banyak diminati oleh khalayak banyak. Ditambah lagi, program ini kebanyakan disajikan pada waktu- waktu yang memang tidak mengganggu kegiatan masyarakat, sehingga memungkinkan banyaknya orang


(15)

yang menonton televisi, sehingga lebih leluasa menangkap informasi yang disampaikan.

Sebut saja beberapa program talkshow seperti “Dorce Show” yang dibawakan oleh Dorce Gamalama, “Om Farhan”yang dibawakan oleh Farhan, “Senin Malam Show” yang dibawakan oleh Indro Warkop dan almarhum Taufik Savalas, acara “ Bukan Empat Mata” yang sebelumnya “ Empat Mata” dibawakan oleh Tukul Arwana, dan sebagainya, menjadi pilihan masyarakat yang menyukai acara yang menghibur sekaligus memberikan informasi yang mungkin tidak diberikan oleh program acara yang lain.

Salah satu program acara talkshow yang paling banyak diminati dan paling banyak pro kontra adalah “Bukan Empat Mata”. Dimulai dengan tayangan perdana pada tanggal 28 Mei 2006 dengan nama acara “Empat Mata”, pukul 22.00 WIB di stasiun televisi Trans7, yang sebelumnya bernama TV7. Stasiun ini didirikan pada tanggal 25 Novenber 2001 dengan nama TV7 ( PT. Duta Visual Nusantara Tivi Tujuh ) yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh Gramedia Group. Pada tanggal 4 Agustus 2006, PT. Transformasi Televisi Indonesia resmi membeli 49 % saham PT. Duta Visual Nusantara Tivi Tujuh

sehingga tv7 kini dimiliki bersama oleh Gramedia Group dan TransCorp. Talkshow ini bahkan sempat beberapa kali mengubah waktu penayangannya, dari yang mulai satu kali seminggu, sekarang menjadi lima kali tayang dalam seminggu, yakni Senin hingga Jumat, dan dimulai pukul 21.30.

Acara talkshow yang telah berganti nama “Bukan Empat Mata” ini dibawakan oleh pembawa acara Tukul Arwana, dibantu oleh band pendukung. Kesemuanya ini diramu dengan apik dalam suasana studio yang dibuat layaknya


(16)

sedang barada di sebuah ruangan tamu. Tukul sendiri merupakan pembawa acara yang senang bercanda dengan menggunakan kata-kata tertentu, melakukan gerakan-gerakan kocak, atau membuat mimik muka yang mengundang tawa penonton dan juga bintang tamunya. Dan bahkanTukul kini terkenal dengan ciri kahas kata-kata seperti “Puas!!”, “Tak sobek-sobek”, Kembali ke laptop!!” dan “ Wong Ndeso Katro”. Mulai dari anak kecil, hingga orang dewasa tidak asing dengan kata-kata tersebut, bahkan tidak sedikit yang suka menirukannya..

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti pengaruh talk show “Bukan Empat Mata” di Trans 7 terhadap Tingkat Kepuasan Khlayak dikalangan mahasiswa FISIP USU”.

I.2 PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan diatas, maka dapat dikemukakan perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Sejauhmanakah pengaruh tayangan “Bukan Empat Mata” terhadap tingkat kepuasan khalayak dikalangan mahasiswa FISIP USU ?

I.3 PEMBATASAN MASALAH

Untuk menghindari ruang lingkup yang terlalu luas sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka peneliti membatasi masalah yang akan diteliti. Adapun pembatasan masalah yang akan diteliti sebagai berikut:

1. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan September-November 2008


(17)

yang masih aktif, tahun angkatan 2005-2006 seluruh departemen di FISIP USU Medan.

1.4 TUJUAN PENELITIAN Tujuan Penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh tayangan “Bukan Empat Mata” terhadap tingkat kepuasan khalayak.

2. Untuk mengetahui tingkat kepuasan yang diperoleh khalayak setelah menonton tayangan “Bukan Empat Mata” .

3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh media televisi terhadap khalayak.

4. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian mengenai acara talk show, khususnya pada mahasiswa komunikasi FISIP USU.

I.5 MANFAAT PENELITIAN Manfaat penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan tentang pendekatan Uses and Gratification terutama dalam hal komsumsi media.

2. Secara akademis, penelitian ini dapat disumbangkan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) USU dalam menambah dan memperkaya bahan penelitian serta referensi bahan bacaan.


(18)

3. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi sumbangan pikiran dan konstribusi kepada perusahaan media khususnya stasiun televisi Trans 7 dalam menyajikan program-program acara yang memenuhi kebutuhan informasi.

I.6 KERANGKA TEORI

Teori adalah konstruk, definisi, dan preposisi yang mengemukakan pendangan sistematis untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut (Rakhmat, 2004:6). Menurut Singarimbun (1995), teori mengandung 3 hal: pertama, teori adalah serangkai preposisi antar konsep yang saling

berhubungan. Kedua, menerangkan fenomena sosial dengan cara menentukan hubungan antar konsep. Ketiga, teori menerangkan hubungan dengan konsep lainnya dan bagaimana bentuk hubungannya (Kriyantono, 2006:45).

Adapun teori-teori yang dianggap relevan untuk digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Uses and Gratification Theory

Pendekatan Uses and Gratification dijabarkan untuk pertama kalinya dalam sebuah artikel yang ditulis Elihu Katz (1959). Katz berpendapat bahwa penelitian komunikasi pada masa itu kebanyakan bertujuan untuk mencari jawaban atas pertanyaan “Apa yang dilakukan media terhadap orang banyak”? Katz, Blumler, dan Michael Gurevitch (1947) mengemukakan konsep dasar dasar teori ini yaitu meneliti asal mula kebutuhan secara psikologis dan sosial, yang menimbulkan harapan-harapan tertentu dari media massa atau sumber-sumber yang lain, yang membawa pada pola terpaan media yang berlainan dan


(19)

menimbulkan pemenuhan kebutuhan dan akibat-akibat yang lain, barangkali juga termasuk yang tidak kita inginkan. Pendekatan Uses and Gratification berangkat dari pandangan bahwa komunikasi (khususnya media massa) tidak mempunyai kekuatan mempengaruhi khalayak. Dalam bentuk paling sederhana, teori ini adalah memposisikan khalayak anggota memiliki kebutuhan atau dorongan tertentu yang dipuaskan oleh sumber media dan non media (Elvinaro, 2004 : 28).

Katz Blumler, dan Michael Gurevitch mengemukakan konsep dasar teori ini yaitu meneliti asal mula kebutuhan secara psikologis sosial, yang menimbulkan harapan-harapan tertentu dari media massa atau sumber-sumber yang lain, yang membawa pada pola terpaan media yang berlainan, dan menimbulkan pemenuhan kebutuhan dan akibat-akibat lain, barangkali juga termasuk yang tidak kita inginkan (Kriyantono, 2006 : 204). Mereka mengutip dua peneliti Swedia yang pada tahun 1968 mengusulkan suatu “ model manfaat dan gratifikasi ” yang mencakup unsur-unsur :

1. Audien dipandang bersikap aktif, artinya peranan penting manfaat media massa diasumsikan berorientasi pada sasaran.

2. Dalam proses komunikasi massa, banyak inisiatif pengaitan antara gratifikasi kebutuhan dan pilihan media yang terletak pada audien.

3. Media bersaing dengan sumber-sumber pemenuhan kebutuhan yang lain (Severin, 2007 : 356).

Elemen “Pola terpaan media yang berlainan” pada teori Uses and Grafication berkaitan dengan media eksposure atau terpaan media, karena mengacu pada kegiatan menggunakan media. Eksposure lebih dari sekedar mengakses media, tidak hanya menyangkut apakah seseorang secara fisik cukup


(20)

dekat dengan kehadiran media massa, akan tetapi apakah seseorang itu cukup terbuka terhadap pesan-pesan media massa tersebut. Eksposure merupakan kegiatan mendengar, melihat dan membaca pesan-pesan media massa ataupun mempunyai pengalaman dan perhatian terhadap pesan tersebut yang terjadi pada individu atau kelompok tersebut.

Menurut Bovee dan Arens (1992), media exposure berkaitan dengan berapa banyak orang melihat program yang ditayangkan di suatu media. Biasanya yang menjadi kendala dalam media exposure ini adalah hanya sejumlah orang saja dari keseluruhan pemirsa, pendengar, atau pembaca yang berkenaan untuk melihat, mendengar isi-isi pedan yang ada. Jadi, menurut mereka membandingkan media exposure untuk suatu publikasi, baik melalui radio, televisi, atau media lain merupakan pekerjaan yang sangat sulit. Oleh karena itu dalam periklanan sangat diperlukan pertimbangan yang matang untuk memutuskan yang terbaik dan tepat berdasarkan pengalaman yang ada (Kriyantono, 2006 : 205).

a. Komunikasi

Pada abad ke-5 sebelum Masehi, di Yunani, berkembang suatu ilmu yang mengkaji proses pernyataan antar manusia, namanya retorika, kemudian muncul istilah-istilah baru seperti dialog atau meieutic, dan orasi. Pada perkembangan awal ini batasan komunikasi yang dapat kita terapkan adalah percakapan atau penyampaian gagasan komunikasi yang dapat kita terapkan adalah percakapan atau penyampaian gagasan antar manusia secara lisan dan bertatap muka baik berupa pidato maupun diskusi. Penyampaian gagasan ini bukan tanpa tujuan, melainkan demi mendidik, membangkitkan kepercayaan, dan menggerakkan perasaan orang lain atau masyarakat. Komunikasi terus berkembang tidak hanya


(21)

menyampaikan gagasan melalui lisan. Pada zaman kekaisaran Romawi, salah seorang kisarnya yang bernama Julius Caesar membuat papan pengumuman yang disebut Acta Diuma.

Hal ini terus berkembang lagi setelah ditemukannya kertas, penemuan mesin cetak oleh Johannes Guttenberg, dan terbitnya surat kabar pertama (Avisa Relation Oder Zeitung di Jerman dan Weekly News di Inggris pada tahun 1622. Setelah surat kabar, peradaban manusia juga lebih berkembang dan ditemukanlah radio, film, televisi, dan sejumlah media lain seperti yang kita miliki saat ini.

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris “communication” berasal dari kata Latin “Communication” dan bersumber dari kata comunis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna, maksudnya bila seseorang mengadakan kegiatan komunikasi dengan suatu pihak, maka orang tersebut cenderung berusaha untuk mengadakan persamaan arti dengan pihak lain yang menjadi lawan komunikasinya. Joseph A. Devito (1978) dalam bukunya “Communicology : An Introduction to the study of communication” menjelaskan komunikasi adalah kegiatan yang dilakukan seseorang atau lebih dari kegiatan menyampaikan dan menerima pesan komunikasi.

yang terganggu keributan, dalam suatu konteks, bersama dengan beberapa efek yang timbul dari kesempatan arus balik. Sedangkan Howard Stephenson (1971) dalam bukunya “Handbook of Public Relations” menjelaskan komunikasi merupakan proses penyampaian peran komunikasi dan juga efek komunikasi dari seseorang atau kelompok, kepada orang atau kelompok lainnya (Lubis, 2005 : 10). Berikut beberapa defenisi yang dapat dirinci :


(22)

1. Carl Hovland (1953) dalam karyanya “Social Communication” menjelaskan bahwa komunikasi adalah proses seseorang menyampaikan rangsangan biasanya dengan lambang kata/gambar, guna mengubah tingkah laku orang lain.

2. Andresen (1959) menyatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses dimana kita mengerti orang lain dan kemudian berusaha untuk dimengerti oleh mereka. Hal ini dinamis, berubah secara konstan dan membagi respon untuk situasi yang total.

3. Lewis (1963) menyatakan komunikasi merupakan proses dimana seseorang mengurangi ketidakpastian mengenai penyimpangan dengan mendeteksi syarat yang diberikan padanya agar menjadi relevan terhadap penyimpangan itu.

4. Berelson dan Steiner (1964) mengungkapkan bahwa komunikasi penyampaian nformasim ide, emosi, kemampuan, dan lain-lain dengan menggunakan simbol, kata-kata, gambar, bilangan, grafik, dan lainnya. 5. Miller (1966) menyebutkan komunikasi sebagai suatu hal yang

mempunyai pusat perhatian dalam situasi perilaku sumber menyampaikan pesan kepada penerima secara sadar untuk mempengaruhi perilaku.

6. Gebner (1966) menyabutkan komunikasi adalah interaksi sosial melalui simbol dan sistem pesan.

7. Emery, Ault. Dan Agee (1963) menyampaikan bahwa komunikasi diantara manusia merupakan seni menyampaikan informasi, ide, dan tingkah laku dari satu orang ke orang lain (Ardianto, 2007 : 18-19)


(23)

Pengertian komunikasi massa merujuk pada pendapat Tan dan Wright, dalam Liliweri (1991), merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator secara massal, berjumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh (terpencar), sangat heterogen, dan menimbulkan efek tertentu sedangkan defenisi Gerbner tergambar bahwa komunikasi massa itu menghasilkan suatu produk berupa pesan-pesan komunikasi. Produk tersebut disebarkan, didistribusikan kepada khalayak luas secara terus menerus dan jarak waktu yang tepat, misalnya harian, mingguan, dwimingguan, atau bulanan.

Komunikasi massa bisa didefenisikan dalam tiga ciri :

1. Komunikasi massa diarahkan kepada audiens yang relatif besar, heterogen, dan anonim.

2. Pesan-pesan yang disebarkan secara umum, sering dijadwalkan untuk mencapai sebanyak mungkin anggota udiens secara serempak dan sifatnya sementara.

3. Komunikator cenderung berada atau beroperasi dalam sebuah organisasi yang kompleks yang mungkin membutuhkan biaya yang besar.

Proses memproduksi pesan tidak tidak dapat dilakukan perorangan, melainkan harus lembaga dan membutuhkan suatu teknologi tertentu, sehingga komunikasi massa akan banyak dilakukan oleh masyarakat industri (Severin, 2007 : 4). Michael W. Gamble dan Teri Kwal Gamble (1986) dalam bukunya introducing mass communication, dijelaskan bahwa sesuatu dapat dikatakan komunikasi massa jika mencakup :


(24)

1. Komunikator dalam komunikasi massa mengandalkan peralatan modern untuk menyebarkan atau memancarkan pesan secara cecpat kepada khalayak yang luas dan tersebar. Pesan itu disebarkan melalui media modern pula antara lain surat kabar, majalah, televisi, film atau gabungan di antara media tersebut.

2. Komukator dalam komunikasi massa menyabarkan pesan-pesannya bermaksud mencoba berbagai pengertian dengan jutaan orang yang tidak saling kenal atau mengenal satu sama lain.

3. Pesan adalah publik, artinya pesan bisa didapatkan dan diterima oleh banyak orang dan bukan kelompok tertentu.

4. Komunikator biasanya organisasi formal seperti ikatan atau perkumpulan. 5. Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper.

6. Umpan balik dalam komunikasi sifatnya tertunda.

c. Kepuasan

Para khalayak menjadi perhatian baik dari prilaku, kebutuhan, sistem nilai, dan gaya hidupya. London dan Della Bitta (1993) menjelaskan kepuasan sebagai hasil proses kognitif yang berbentuk disonansi positif negative (Brotoharsojo, 2005 : 167). Khalayak merasa puas bila nilai harapannya sama dengan kenyataan yang didapatkan dari mengkonsumsi suatu produk media massa. Harapan ini merupakan perpanjangan dari kebutuhan khalayak. Khalayak selalu mencari media massa yang mampu memenuhi kebutuhannya. Namun, tidak semua media massa, khususnya televisi, mampu memenuhinya karena televisi memiliki kelebihan tersendiri yang membuat khalayak betah untuk berlama-lama di depan


(25)

televisi. Untuk itu, khalayak akan menilai harapannya akan produk media massa itu. apabila sesuai (positif), maka kebutuhan dapat terpenuhi dan khalayak dapat merasa puas, begitu sebaliknya. Maka, dapat disimpulkan kebutuhan merupakan faktor yang menentukan kepuasan seseorang.

Katz, Gurevith, dan Haas (1973) membuat daftar 35 kebutuhan yang diambil dari literatur tentang fungsi-fungsi sosial dan psikologis media massa kemudian menggolongkan kedalam lima kategori :

 Kebutuhan kognitif.  Kebutuhan afektif.

 Kebutuhan integratif personal.  Kebutuhan integratif sosial.

 Kebutuhan pelepasan ketegangan (Severin, 2007:357).

I.7 Kerangka konsep

Kerangka konsep merupakan hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan dicapai. Dengan kerangka konsep akan menuntutn penelitian dalam merumuskan hipotesis (Nanawi, 1995 : 40). Kerangka konsep adalah hasil pemikiran rasional dalam menguraikan rumusan hipotesis, yang merupakan jawaban sementara yang akan diuji kebenarannya. Agar konsep-konsep dapat dilakui secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel.


(26)

Variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel Bebas (X)

Adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang menentukan atau mempengaruhi ada atau munculnya gejala atau faktor atau unsur lain

(Nanawi, 1995:56). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah acara talkshow “Bukan Empat Mata” Trans 7.

2. Variabel Terikat (Y)

Adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang ada atau muncul dipengaruhi atau pelemah hubungan antara variabel bebas dan terikat tersebut. Variabel antara dalam penelitian ini adalah karakteristik responden.

3. Variabel Antara

Adalah variabel yang berada diantara variabel bebas dan terikat, berfungsi sebagai penguat atau pelemah hubungan antara variabel bebas dan terikat tersebut. Variabel dalam penelitian ini adalah karakteristik responden.

I.8 MODEL TEORITIS

Berdasarkan variabel-variabel yang telah ditetapkan, bila dikaitkan dengan variabel lainnya, maka akan terbentuk model teoritis sebagai berikut :

I.9 Variabel Operasional Variabel Bebas (X)

Talkshow Bukan Empat Mata di Trans

7

Variabel Terikat (Y) Tingkat Kepuasan


(27)

Variabel operasional berfungsi untuk memudahkan kerangka konsep dalam penelitian. Maka berdasarkan kerangka teori dan kerangka di atas, maka dibuat variabel operasional yang berfungsi untuk kesamaan dan kesesuaian dalam penelitian berikut :

Tabel Operasional Variabel

Variabel Teoritis Variabel Opersional Variabel bebas (X)

Talkshow “Bukan Empat Mata” di Trans 7

Komponen talkshow :

• Host atau pembawa acara

• Materi acara

• Bintang tamu acara

• Studio/panggung acara

• Frekwensi penayangan

• Waktu penayangan Variabel terikat (Y)

Tingkat Kepuasan Mahasiswa

Berdasarkan kategori-kategori kebutuhan :

• Kognitif

• Afektif

• Integratif personal

• Integratif sosial

• Pelepasan Ketegangan Variabel Antara (Z)

Karakteristik responden

• Departemen/jurusan


(28)

• Jumlah uang saku

I. 10 DEFINISI OPERASIONAL

Defenisi operasional merupakan penjabatan lebih lanjut tentang konsep yang telah dikelompokkan dalam keranga konsep. Definisi operasional adalah sebuah petunjuk pelaksanaan mengenai cara-cara untuk mengukur variabel-variabel. Dengan kata lain, defenisi opeasional adalah suatu informasi ilmiah yang sangat membantu penelitian lain yang ingin menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 1995 : 46).

1. Variabel Bebas (Antara Talkshow “Bukan Empat Mata” di Trans 7) - Pembawa acara/host seseorang yang membawakan suatu program acara Pembawa acara harus mempunyai nilai jual, dan merupakan trademark dari acara yang dibawakannya.

- Matei acara : topik-topik apa yang akan diangkat dalam acara talkshow.

- Bintang tamu : acara talkshow menampilkan wawancara menarik terhadap orang-orang tertentu seperti selebriti dan tokoh-tokoh.

- Studio/tata ruang tempat yang digunakan untuk mengadakan acara talkshow

- Frekwensi penayangan adalah seberapa banyak frekwensi tayangan muncul di di televisi dan seberapa sering mahasiswa menonton tayangan tersebut.


(29)

- Kebutuhan kognitif : kebutuhan untuk memperoleh informasi pengetahuan, dan pemahaman

- Kebutuhan afektif : kebutuhan akan emosional, pengalaman, kesenangan dan estetika

- Kebutuhan intergratif personal : kebutuhan untuk memperkuat kredibilitas seseorang, rasa percaya diri, stabilitas dan status.

- Kebutuhan Integratif Sosial : kebutuhan untuk memperat hubungan dengan keluarga, teman, dan sebagainya.

- Kebutuhan pelepasan ketegangan : kebutuhan akan pelarian dan pengalihan dari rutinitas dan masalah, serta pelepasan emosi.

3. Variabel Antara (karakteristik responden)

- Departemen : yakni jurusan/departemen yang diambil mahasiswa di Fakultas FISIP, terbagi atas Ilmu komunikasi, Ilmu Politik, Administrasi Negara, Sosiologi, antropologi, dan kesejahteraan social.

- Tempat tinggal : Yakni status tempat tinggal mahasiswa saat ini, apakah itu tinggal dengan orang tua, kost, atau menyewa rumah, dan sebagainya. - Jumlah uang saku: adalah jumlah pendapatan perbulan / uang saku

perbulan yang diperoleh mahasiswa untuk memenuhi kebutuhannya.

I.11 HIPOTESIS

Hipotesis adalah pernyataan yang merupakan dugaan sementara atau terkaan apa saja yang dia amati dalam usaha usaha memahaminya yang mungkin benar dan mungkin juga salah. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Ho : Tidak terdapat hubungan antara acara talkshow “Bukan Empat Mata” di Trans 7 tingkat kepuasan khayalak di kalangan mahasiswa FISIP USU. Ha : Terdapat hubungan antara talkshow “Bukan Empat Mata”di Trans 7


(30)

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1. Teori Penggunaan dan Kepuasan (Uses And Gratification Theory)

Pendekatan Uses and grafication dijabarkan untuk pertama kalinya dalam sebuah artikel yang ditulis Elihu Katz (1995). Katz berpendapat penelitian komunikasi pada masa itu kebanyakan bertujuan hanya untuk mencari jawaban atas pertanyaan “Apa yang dilakukan media terhadap orang banyak ?”. Katz, Blumer, dan Michael Gurevitxh (1974) mengemukakan konsep dasar teori ini yaitu meneliti asal mula kebutuhan secara psikologis dan sosial, yang menimbulkan harapan-harapan tertentu dari media masa atau sumber-sumber yang lain, yang membawa pada pola terapaan media yang berlainan dan menimbulkan dan menimbulkan pemenuhan kebutuhan dan akibat-akibat yang lain, barang kali dan barang kali juga termasuk yang tidak kita inginkan. Pendekatan Uses and Gratification berangkat dari pandangan bahwa komunikasi (khususnya media massa) tidak mempunyai kekuatan mempengaruhi khalayak (Severin, 2007 : 354).

Dalam bentuk paling sederhana, teori ini adalah memposisikan khayalak anggota memilki kebutuhan atau dorongan tertentu yang dipuaskan oleh sumber media dan non media. Kebutuhan aktual dipuaskan oleh media yang disebut media rafications. Sejumlah peneliti mengklasifikasikan penggunaan dan kepuasaan kedalam empat kategori yakni cognition (pengetahuan), diversion (hiburan), social utility (kepentingan sosoal), dan withdrawal (pelarian). Kognisi mendasari seseorang untuk memperoleh informasi tentang sesuatu, kemudian dia menggunakan media sebagai baian dari kognisi. Diversion atau hiburan merupakan kebutuhan dasar manusia lainnya. Hiburan dapat diperoleh melalui beberapa bentuk yang dikemukakan oleh para peneliti sebagai berikut : stimulation atau pencarian untuk mengurangi rasa bosan atau melepaskan diri dari kegiatan rutin, relaxation atau santai atau pelarian dari tekanan dan masalah, emotional release atau pelepasan emosi dari perasaan dan energi yang terpendam. Kategori berikutnya adalah social utility. Pakar-pakar psikologi mengidentifikasi


(31)

penetapan integrasi sosial, mencakup kebutuhan untuk memperkuat hubungan dengan keluarga, teman dan yang lainnya dalam masyarakat. Kebutuhan ini diperoleh melalui pembicaraan atau diskusi tentang sebuah program televisi, film pelarian. Orang menggunakan media tidak hanya untuk tujuan santai, tetapi juga pelarian. Karena orang menggunakan media massa untuk mengatasi rintangan antara mereka dan orang-orang lain, atau untuk menghindari aktivitas lain (Ardianto, 2004:28).

Dalam literatur tentang manfaat dan gratifikasi ada beberapa cara mengklasifikasikan kebutuhan dan gratifikasi audiens. Sebagian mengatakan soal gratifikasi langsung dan gratifikasi terabai. Peneliti lain menyebutkan sebagai informatif-mendidik an khyalik pelarian-hiburan. McQuail, Blumler, Brown (1972), berdasarkan penelitian mereka di Inggris, mengusulkan kategori-kategori berikut :

1. Pengalihan pelarian dari rutinitas dan masalah, pelepasan emosi

2. Hubungan personal – manfaat sosial informasi dalam percakapan, pengganti media untuk kepentingan perkawanan

3. Identitas pribadi atau psikologi individu informasi penguasan nilai atau penambah keyakinan, pehamahan diri, eksplorisasi realitas, dan sebagainya. 4. Pengawasan informasi mengenali hal-hal yang mungkin mempengaruhi

seseorang atau akan membantu seseorang melakukan atau menuntaskan sesuatu.

Inti dari teori Uses and Graficaion adalah khayalak pada dasarnya menggunakan media berdasarkan motif-motif tertentu. Media dianggap berusaha memenuhi motif khayalak. Jika motif ini terpenuhi maka kebutuhan khayalak akan terpenuhi. Ada akhirnya media yang mampu memenuhi kebutuhan khayalak disebut media yang aktif (Kriyantono, 2006 : 2003-204)

Kart dan kawan-kawan (1974) serta Dennis Mcquail (1975) menggambarkan logika yang mendasari penelitian uses and gratification sebagai berikut : Faktor sosial psikologis menimblkan Kebutuhan yang melahirkan Harapan-haparan terhadap media massa atau sumber lain yang mengarah pada Berbagai pola penghadapan media Menghasilkan gratifikasi kebutuhan Konsekuensi lain yang tidak diinginkan


(32)

Katz, Blumer, dan Gurevitch (1974) menjelaskan menenai asumsi dasar dari teorti uses and gratification, yaitu :

1. Khayalak dianggap aktif, artinya khayalak sebagai bagian penting dari penggunaan media masaa diasumsikan mempunyai tujuan

2. Dalam proses komunikasi massa, inisiatif untuk mengaitkan pemuasan kebutuhan dengan pemilihan media terletak pada khayalak

3. Media massa harus bersaing dengan sumber-sumber dilain untuk memuaskan kebutuhannya. Kebutuhan yang dipenuhi media lebih luas. Bagaimana kebutuhan ini terpenuhi melalui komunikasi media amat bergantung kepada perilaku khayalak yang besangkutan.

4. Tujuan pemilihan media masa disimpulkan dari data yang diberikan anggota khayalak, artinya orang dianggap cukup mengertai melaporkan kepentingan dan motif pada situasi-situasi tertentu.

5. Penilaian tentang arti kultural dari media massa harus ditangguhkan sebelum diteliti lebih dahulu orientasi khayalak (Ardianto, 2004 : 71-72).

Dalam sebuah laporan yang lengkap dari sebuah penelitian Levy (1978), menyimpulkan bahwa di samping menyampaikan informasi kepada pemirsa, berita-berita televisi juga menguji persepsi dan sikap pemirsa terhadap peristiwa-peristiwa maupun orang-orang “baru” namun demikian, partisipasi berjarak dengan realitas “yang disucihamakan: dan diselamatkan oleh pembaca berita selebriti. Banyak pemirsa yang katanya “secara aktif” memilih diantara siaran-siaran yang tengah besaing, “mengatur jadwal mereka agar berada di dekat pesawat televisi pada jam berita, dan memberikan perhatian yang akrab tapi selektif terhadap acara tersebut”. Katz, Gurevitch, dan Haas (1973) memandang media sebagai suatu alat yang digunakan oleh individu-individu untuk berhubungan dengan yang lain. Para peneliti tersebut membuat daftar 35 kebutuhan yang diambil dari literatur tentang fungsi-fungsi sosial dan psikologis media massa dan kemudian menggolongkannya ke dalam lima kategori.


(33)

2. Kebutuhan afektif-emosional, pengalaman menyenangkan, estetis.

3. Kebutuhan integratif personal memperkuat krediilitas, rasa percaya diri, stabilitas, dan status.

4. Kebutuhan integratif sosial mempererat hubungan dengan keluarga, teman dan sebagainya.

5. Kebutuhan pelepasan ketegangan pelarian dan pengalihan (Severin, 2007 : 356-357).

Elemen “pola terpaan media yang berlainan” pada teori Uses and Gratifications berkaitan dengan media exposure atau terpaan media, karena mengacu pada kegiatan menggunakan media. Eksposure tidak hanya menyangkut apakah seseorang secara fisik cukup dekat dengan kehadiran media massa, akan tetapi apakah seseorang itu benar-benar terbuka dengan pesan-pesan media massa tersebut. Exposure merupakan kegiatan mendengar, melihat, dan membaca pesan-pesan media massa ataupun mempunyai pengalaman dan perhatian terhadap pesan-pesan tersebut yang terjadi pada individu atau kelompok. Menurut Bovee dan Arens (1992) media exposure berkaitan dengan berapa banyak orang melihat program yang ditayangkan di suatu media. Biasanya yang menjadi kendala adalah hanya sejumlah orang saja dari keseluruhan pemirsa, pendengar ataupun pembaca yang berkenaan untuk melihat atau mendengar isi pesan yang ada. Terpaan media, menurut Rosengren (1974) dapat dioperasionalisasikan menjadi jumlah waktu yang digunakan dalam berbagai jenis media, isi media yang dikonsumsi, dan berrbagai hubungan antara individu konsumen media dengan isi media yang dikonsumsi. Sedangkan menurut Sari (1993) dapat dioperasionalisasikan menjadi jumlah waktu yang digunakan dalam berbagai jenis media, isi media yang dikonsumsi, dan berbagai hubungan antara individu konsumen media dengan isi media yang dikonsumsi. Sedangkan menurut Sari (1993) dapat dioperasionalisasikan menjadi jenis media yang digunakan, frekuensi penggunaan dan durasi penggunaan (Kriyantono, 2006 : 204-205).

II.2. Teori Komunikasi


(34)

Studi komunikasi tak lain adalah Human Communication, dengan kata lain dalam studi komunikasi harus selalu melibatkan manusia baik sebagai komunikator maupun sebagai komunikan. Dengan demikian pula, ketika melihat seseorang berkomunikasi dengan binatang di arena sirkus itu bukanlah komunikasi karena melibatkan binatang. Dari sini jelas bahwa yang dimaksud dalam studi komunikasi itu melibatkan manusia sebagai sumber dan penerima pesan. Televisi sebagai salah satu instuti juga tak lain hasil manusia berpikir dan audiensnya yang manusia itu sendiri “Organism” televisi itu tak lain adalah kumpulan orang-orang yang bekerjasama satu sama lain untuk memproduksi siaran.

Secara ringkas, komunikasi itu melibatkan komunikator sebagai penyampai pesan dan komunikator sebagai penerimanya. Kemudian dan unsur ini dikembangkan lebih lanjut dengan melibatkan saluran (channel), umpan balik (feed back). Perbedaan unsur-unsur yang ada di dalam komunikasi ini tergantung pada pola komunikasi manakah yang sedang dibahas. Dalam komunikasi dengan diri sendiri misalnya : ia hanya membutuhkan unsur komunikator (dirinya sendiri) dan komunikan (dirinya sendiri pula). Dalam komunikasi antar person lebih kompleks lagi misalnya ada noise (kegaduhan), komunikator juga bertindak sebagai komunikan, dan sebaliknya. Dalam komunikasi massa lebih kompleks lagi, ia melibatkan banyak hal. Mulai dari komunikator, komunikan, media massa, unsur proses menafsirkan pesan (decoder), feed back yang lebih kompleks lagi karena melibatkan khalayak lebih banyak lagi. Proses penerimaan pesan semakin menyempit sejalan dengan peningkatan jumlah orang yang terlibat dalam proses komunikasi tersebut. Proses komunikasi dengan dua orang punya yang berbeda status, jenjang pendidikan, pengalaman hidup, warisan budaya keluarga, dan lain-lain (Nurudin, 2004 : 14-16).

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris “Communication” berasal dari kata latin “Communicatio”, dan bersumber dari kata comunis yang berarti sama (Effendy, 2005 : 6) sama disini maksudnya adalah sama makna, maksudnya bila seseorang mengadakan kegiatan komunikasi dengan suatu pihak, maka orang


(35)

tersebut cenderung berusaha untuk mengadakan persamaan arti dengan pihak lain yang menjadi lawan komunikasinya.

Everett M. Rogers, seorang Sosiologi Pedesaan Amerika yang telah banyak memberikan perhatian pada studi riset komunikasi beserta Dr. Lawrence Kincaid (1981) mengembangkan defenisi komunikasi yang sebelumnya diberikan oleh Rogers, menjadi : “Komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada daling pengertian yang mendalam. Rogers mencoba menspesifikasikan hakekat suatu hubungan dengan adanya perubahan sikap dan tingkah laku serta kebersamaan dalam menciptakan saling pengertian dari orang-orang yang ikut serta dalam suatu proses komunikasi. Kemudian, Shannon dan Weaver (1949) mengungkapkan bahwa komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling pengaruh mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak sengaja. Awal tahun 1960, David K. Berlo membuat formula komunikasi yang lebih sederhana yaitu “SMCR”, yakni “ Source (pengirim), Message (pesan), Channel (saluran atau media), dan Receiver (penerima).

Howard Stephenson dalam bukunya “Handbook of public relations” (1971) menjelaskan komunikasi merupakan proses penyampaian peran komunikasi dan juga efek komunikasi dari seseorang atau kelompok, kepada orang atau kelompok lainnya. Sedangkan Joseph A. Devito dalam bukunya “Communicology : An introduction to the study of communication” menjelaskan bahwa komunikasi adalah kegiatan yang dilakukan seseorang atau lebih dari kegiatan menyampaikan dan menerima pesan komunikasi yang terganggu keributan, dalam suatu konteks, bersama dengan beberapa efek yang timbul dan kesempatan arus balik (Lubis, 2005 : 10).

Tahun 1976, Dance dan Larson mengumpulkan 126 defenisi komunikasi yang berlainan. Saat ini jumlah itu telah meningkatkan lebih banyal lagi. Namun, Dance dan Larson mengidentifikasi tiga dimensi konseptual penting yang mendasari perbedaan dari ke 126 defenisi temuan itu (1) Tingkat observasi atau derajat keabstrakkannya : yang bersifat umum, misalnya defenisi yang menyatakan bahwa komunikasi adalah proses transmisi informasi.


(36)

II. 2.2. Proses Komunikasi

Komunikasi tidak berjalan begitu saja, sebab satu kegiatan komunikasi harus menjalani proses komunikasi sehingga baru terlaksana kegiatan komunikasi tersebut. Proses komunikasi yang lengkap bermula sejak peralatan rohaniah manusia bekerja menghasilkan hasil kerja peralatan rohaniah : penyusunan falsafah hidup, pembentukan konsepsi kebahagiaan, munculnya motif komunikasi, dan disusunnya pesan yang disampaikan melalui tindakan komunikasi. Proses komunikasi tahap 1 yaitu penginterpretasian. Yang diinterpretasikan adalah motif komunikasi, terjadi di dalam diri komunikator. Artinya, proses komunikasi tahap ini bermula sejak motif komunikasi muncul hingga akal budi komunikator berhasil menginterpretasikan apa yang ia pikir dan rasakan (abstrak) kedalam pesan. Proses tahap 2 yakni penyandian. Tahap ini masih terjadi dalam diri komunikator, berawal sejak pesan abstrak berhasil diwujudkan akal budi manusia kedalam lambang komunikasi. Proses ini disebut tahap encoding atau proses penyandian. Akal budi manusia berfungsi sebagai encoder, alat penyandi untuk merubah pesan abstrak menjadi konkrit. Proses komunikasi tahap 3 yakni pengiriman. Dalam tahap ini, komunikator melakukan tindakan komunikasi, mengirim lambang komunikasi dengan peralatan jasmaniah sebagai transmitter atau alat pengirim pesan. Misalnya saya menyukai seorang lelaki/ alasannya karena lelaki itu memenuhi kriteria saya untuk seseorang yang memenuhi kriterria untuk menjadi kekasih. Akal budi saya menginterpretasikan hal ini sebagai rasa cinta (tahap 1). Saya ingin menyatakannya dengan menyusun kata-kata yang menurut saya dapat mewujudkan rasa cinta di hari (mengubah pesan abstrak menjadi konkrit). Lalu saya menyatakan rasa cinta tersebut denan sebuah surat yang saya sampaikan kepada lelaki tersebut. Disinilah proses pengiriman pesan melalui tulisan. Proses komunikasi tahap 4 yaitu perjalanan. Tahap ini terjadi sejak komunikator mengirim pesan (surat) kepada komunikan hingga pesan diterima oleh komunikan. Dalam penyampaiannya terdapat saluran komunikasi, dimana dapat dilalui dengan dua cara dengan media (mediated communication) atau tanpa media (nonmediated communication). Dalam hal ini proses komunikasi yang saya lakukan tidak menggunakan media karena saya


(37)

langsung menyampaikan surat (lambang komunikasi) langsung kepada lelaki tersebut. Proses komunikasi tahap 5 : penerimaan. Ini ditandai dengan diterimanya lambang komunikasi yakni bahasa yang saya sampaikan ketika memberi surat, verbal maupun nonverbal, dan diterima melalui peralatan jasmaniah komunikan. Seiring dengan diterimanya lambang komunikasi maka alat penerima komunikan yakni peralatan jasmaniah atau transmitter, maka akal budinya juga bekerja membawa proses komunikasi masuk ke tahap 6. Proses komunikasi tahap 6 : penyadian balik. Tahap ini hanya terjadi pada komunikan. Bermula ketika lambang komunikasi diterima oleh peralatan jasmaniah komunikan sebagai transmitter, sampai penguraian lambang komunikasi oleh akal budi komunikan. Proses ini disebut decoding, atau penyandian balik. Misalnya dalam kasus saya tadi, ketika surat saya berikan pada lelaki tersebut, dan jika ia menanggapi pemberian surat saya dengan baik maka ia akan tersenyum, ini berarti akal budinya berhasil men-docode lambang komunikasi saya atau malah menanggapi sebaliknya ia malah mengangap lain atas tindakan saya. Inilah yang disebut decoding atau penyandian balik. Proses komunikasi tahap 7 : penginterpretasian. Tahap ini terjadi dalam diri komunikan. Berawal sejak lambang komunikasi berhasil diuraikan oleh komunikan kedalam bentuk pesannya : cinta. Komunikan saya, lelaki tadi mencoba untuk menginterpretasikan dan memaknai hal itu denotatif dan konotatif, dikaji oleh akal budi (Vardiansyah, 2004 : 84-87). Dalam bukunya, Sendjaja (2002) menyatakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari, proses komunikasi diawali oleh sumber (source) baik individu ataupun kelompok yang berusaha berkomunikasi dengan individu atau kelompok lain. Langkah pertama yang dilakukan oleh sumber adalah ideation, yatu penciptaan suatu gagasan atau pemilihan seperangkat informasi untuk dikomunikasikan. Ideation ini merupakan landasan bagi suatu pesan yang akan disampaikan. Langkah kedua dalam penciptaan suatu pesan adalah encoding, yaitu sumber menerjemahkan informasi atau gagasan dalam wujud kata-kata, tanda-tanda atau lambang-lambang yang disengaja untuk menyampaikan informasi dan diharapkan mempunyai efek terhadap orang lainl. Pesan atau message adalah alat-alat dimana sumber mengekspresikan gagasannya dalam bentuk bahasa lisan, bahasa tertulis ataupun perilaku norverbal, seperti bahasa isyarat, ekspresi wajah atau gambar-gambar


(38)

langkah ketiga dalam proses komunikasi ini adalah penyampaian pesan yang telah disandi (encode). Sumber menyampaikan pesan kepada penerima dengan cara berbicara, menulis menggambar, ataupun melalui suatu tindakan tertentu. Pada langkah ini kita mengenal istilah channel atau saluran, yaitu alat-alat untuk menyampaikan suatu pesan. Saluran untuk komunikasi lisan adalah komunikasi tatap muka, radio, dan telepon. Sedangkan saluran untuk komunikasi tertulis meliputi setiap materi yang tertulis ataupun sebuah media yang dapat mereproduksi kata-kata tertulis seperti televisi, LCD, kaset video, atau OHP (Overhead Projector). Langkah keempat, perhatian dialihkan kepada penerima pesan. Jika pesan bersifat lisan, maka penerima perlu menjadi seorang pendengar yang baik, karena jika penerima tidak mendengar, pesan tersebut akan hilang. Dalam proses ini, penerima melakukan decoding, yaitu memberikan penafsiran interprestasi terhadap pesanan disampaikan padanya. Pemahaman merupakan kunci untuk melakukan decoding dan hanya terjadi dalam pikiran penerima. Akhirnya hanya penerima pula memberikan respon terhadap pesan tersebut. Tahap terakhir pada proses komunikasi adalah feedback atau umpan balik yang memungkinkan sumber mempertimbangkan kembali pesan yang telah disampaikannya kepada penerima. Respon atau umpan balik dari penerima terhadap pesan yang disampaikan sumber dapat berwujud kata-kata ataupun menyimpannya. Umpan balik inilah yang dapat dijadikan landasan untuk mengevaluasi efektivitas komunikasi (Bungin, 2006 : 253-254).

II. 2.3. Fungsi Komunikasi

Secara terperinci, Harold D. Laswell (1948) mengemukakan fungsi-fungsi komunikasi.

1. Penjagaan/pengawasan lingkungan (surveillance of the environtment). Fungsi yang pertama ini, menurut Laswell dijalankan oleh para diplomat, atase, koresponden luar negeri untuk menjaga lingkungan.

2. Menghubungkan bagian-bagian yang terpisah dari masyarakat untuk menanggapi lingkungannya (corelation of the part of society in responding the


(39)

environtment). Fungsi ini lebih diperankan editor, wartawan, dan juru bicara sebagai penghubung respon internal.

3. Menurunkan warisan sosial dari generasi ke generasi berikutnya (transformation of the social heritage). Fungsi ini dijalankan oleh para pendidik di dalam pendidikan formal maupun nonformal karena terlibat mewariskan adat kebiasaan, nilai dari generasi ke generasi. Fungsi ini lebih berfokus pada pengetahuan, nilai, dan norma sosial.

Fungsi Komunikasi Pelaku Tujuan Penjajakan lingkungan Diplomat, atase,

pemimpin opini

Mencari tahu, pertimbangakn,

keputusan Korelasi Wartawan, juru

bicara, juru pena

Memberi pengertian, mempengaruhi,

menafsirkan

Sedangkan Charles R. Wright (1988) menambahkan satu fungsi yakni entertaiment (hiburan) yang menunjukkan pada tindakan-tindakan komunikatif yang terutama sekali dimaksudkan untuk menghibur dengan tidak mengindahkan efek-efek instrumental yang dimilikinya (Nurudin, 2005 : 15-17).

Pendapat lain mengatakan bahwa untuk memahami fungsi komunikasi kita perlu lebih dahulu memahami tipe-tipe komunikasi, sebab hal ini akan membedakan fungsinya yang secara umum dibagi menjadi empat yakni komunikasi dengan diri sendiri (interpersonal communication) yakni komunikasi yang terjadi di dalam diri individu atau berkomunikasi dengan diri sendiri. Fungsi komunikasi tipe ini adalah untuk mengembangkan kreativitas imajinasi, memahami dan mengendalikan diri, serta meningkatkan kematangan berpikir sebelum mengambil keputusan. Mengembangkan kreatifitas imajinasi berarti mencipta sesuatu lewat daya nalar melalui komunikasi dengan diri sendiri. Tipe komunikasi antar pribadi adalah komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka. Fungsi komunikasi ini adalah berusaha


(40)

meningkatkan hubungan (human relations), menghindari dan mengatasi konflik-konflik pribadi, mengurangi ketidakpastian sesuatu, serta berbagai pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain.

Tipe berikut adalah komunikasi publik yakni biasanya disebut komunikasi kolektif, komunikasi pidato, komunikasi retorika, public speaking, dan komunikasi khalayak. Komunikasi ini memiliki ciri bahwa pesan yang disampaikan itu tidak berlangsung secara spontanitas, tetapi terencana dan dipersiapkan lebih awal, biasanya ditemui pada kuliah umum, khotbah, rapat, akbar, pengarahan, ceramah, dan semacamnya. Karena itu komunikasi publik ini juga disebut komunikasi kelompok fungsi komunikasi ini adalah menumbuhkan semangat kebersamaan (solidaritas), mempengaruhi orang lain, memberi informasi, mendidik, dan menghibur. Tipe komunikasi yang terakhir adalah komunikasi massa. Komunikasi massa didefenisikan sebagai proses komunikasi yang berlangsung dimana pesannya dikirim dan sumber yang melembaga kepada khalayak yang sifatnya massal melalui alat-alat yang bersifat mekanis seperti radio, televisi, surat kabar, dan film. Dalam komunikasi massa sumber dan penerima dihubungkan oleh saluran yang telah diproses secara mekanik. Proses komunikasinya berlangsung satu arah serta tanggapan baliknya lambat dan terbatas. Fungsi komunikasi massa yakni menyebarluaskan informasi, meratakan pendidikan, merangsang pertumbuhan ekonomi, dan menciptakan kegembiraan dalam hidup seseorang (Cangara, 2006 : 29-36; 55-57).

II.3 Teori Komunikasi Massa

Komunikasi masa merupakan suatu tipe komunikasi manusia (human communication) yang lahir bersamaan dengan mulai digunakannya alat-alat mekanik, yang mampu melipat gandakan pesan-pesan komunikasi. Dalam sejarah publistik dimulai dengan setengah abad setelah ditemukannya mesin cetak oleh Johannes Guttenberg. Sejak itu dimulai suatu zaman yang dikenal sebagai zaman publistik atau awal dari era komunikasi massa. Istilah publistik sering dipakai dalam arti yang identifk dengan istilah komunikasi massa. Lee dalam bukunya publistik pers mendefenisikan ilmu publistik sebagai ilmu kemasyarakatan yang


(41)

memperlajari gejala komunikasi massa dalam seginya. Di Amerika Serikat, komunikasi massa sebagai ilmu baru lahir pada tahun 1940-an, ketika para ilmuwan sosial mulai melakukan pendekatan-pendekatan ilmiah mengenai gejala komunikasi. Di Indonesia, gejala komunikasi baru dipelajari di perguruan tinggi sekitar tahun 1950-an.

Pada dekade sebelum abad ke-20, alat-alat mekanik yang mengiringi lahirnya publistik atau komunikasi massa adalah alat-alat percetakan (press perinted) yang menghasilkan surat kabar, buku-buku, majalah, brosur dan materi cetakan yang lain. Gejala ini makin meluas pada dasawarsa pertama abad 20, ketika film, dan radio mulai digunakan secara meluas yang disusul dengan televisi pada dekade berikutnya. Kini kita sudah memasuki era komunikasi dengan sistem satelit ruang angkasa dan jaringan komputer dengan serat fiber yang berada di bawah laut.

Komunikasi massa kita adopsi dari istilah bahasa Inggris yakni mass communication kependekatan dari mass media communication atau komunikasi media massa. Artinya komunikasi yang menggunakan media massa atau komunikasi yang “mass mediated”. Massa disini bukan hanya diartikan sebagai orang banyak di suatu lokasi yang sama, tetapi meliputi semua orang yang menjadi sasaran alat-alat komunikasi massa atau orang-orang pihak lain dari saluran. Pool mendefenisikan komunikasi massa sebagai komunikasi yang berlangsung dalam siatuasi interposed ketika antara sumber dan penerima tidak terjadi kontak secara langsung. Pesan-pesan komunikasi mengalir kepada penerima melalui saluran-saluran media massa, seperti majalah, surat kabar, radio, film, atau televisi (Wiryanto, 2001 :1-3).

Selain itu, komunikasi massa juga didefenisikan sebagai suatu proses dimana oraganisasi media memproduksi pesan-pesan dan mengirimkan kepada publik, little John menambahkan bahwa sental studi komunikasi masa adalah pada media. Bila dikatakan bahwa sistem media merupakan bagian dari sistem dalam konteks yang lebih besar yakni politik, ekonomi, dan institusi kekuasaan, maka studi komunikasi massa juga mempelajari kaitan sistem-sistem tersebut dengan keberadaan fungsi media massa dalam masyarakat.


(42)

Karakteristik terpenting komunikasi massa adalah sifatnya yang satu arah dan kedua, selalu ada proses seleksi. Misalnya setiap media memilih khayalak, contohnya koran Ner Wonker untuk kalangan menengah keatas saja. Ketiga, karena media mampu menjangkau khalayak secara luas, jumlah media yang diajukan sebenarnya tidak terlau banyak, sehingga kompetisinya berlangsung ketat. Keempat, untuk meraih khayalak sebanyak mungkin harus berusaha membidik sasaran khyalak tertentu. Misalnya, televisi merancang programnya untuk memikat segmen khayalak tertentu yang akan menyebarkarluaskan contohnya opera sabun untuk ibu-ibu rumah tangga. Kelima, komunikasi dilakukan oleh institusi social yang harus peka terhadap kondisi lingkungannya. Media tidak hanya mempengaruhi khayalak yang mengkonsumsinya, tetapi juga dipengaruhi olehnya (Rivers,2003 ; 19-20).

Michael W. Gamble dan Teri K.Gamble (1986) akan semakin memperjelas apa itu komunikasi massa dengan mendefenisikan komunikasi massa jika mencakup :

1. Komunikator dalam komunikasi masa mengandalkan peralatan modern untuk menyebarkan atau memancarkan pesan secara cepat kepda khayalak luas dan tersebar.

2. Komunikator dalam komunikasi massa dalam menyebarkan pesan-pesannya bermaksud mencoba berbagai pengertian dengan jutaan orang yang tidak saling kenal atau mengetahui satu sama lai

3. Pesan adalah publik, artinya pesan ini bisa didapatkan dan diterima oleh banyak orang. Karena itu dijadikan publik.


(43)

4. Sebagai sumber, komunikator massa biasanya organisasinya formal seperti jaringan, ikatan, atau perkumpulan.

5. Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper artinya pesan-pesan yang disebarkan atau dipancarkan dikontrol oleh sejumlah individu dalam lembaga tersebut sebelum disiarkan lewat media massa.

6. Umpan balik dalam komunikasi massa sifatnya tertunda. Dalam komunikasi massa, komunikasi yang dilakukan lewat media massa umpan balik dari komunikan tidak bisa langsung dilakukan (Nurudin, 2004 : 6).

Sedangkan, Jay Black dan Frederick C.Whitney (1988) disebutkan bahwa komunikasi massa adalah sebuah proses dimana pesan-pesan yang diproduksi secara massa disebarkan kepada massa penerima pesan yang luas, anomim dan heterogen (Nurudin, 2004 :11).

Dari defenisi-defenisi diatas, komunikasi massa dapat didefenisikan dalam tiga ciri yaitu :

1. Komunikasi massa diarahkan pada audies yang relatif besar, heterogen dan anonim

2. Pesan-pesan yang disebarkan secara umum, dijadwalkan bisa mencapai sebanyak mungkin audiens secara serempak dan sifatnya sementara.

3. Komunikator cenderung berada dalam sebuah organisasi yang kompleks yang membutuhkan biaya yang besar.

II.4 Media Massa

Perkembangan masyarakat dan perkembangan teknologi komunikasi menyebabkan perubahan dalam bidang komunikasi. Teknologi komunikasi


(44)

dituntut untuk menjangkau masyarakat dalam lingkup yang lebih luas dan serentak, karena kebutuhan informasi masyarakat semakin meningkat dan bersifat penting. Media massa sebagai salah satu alat yang mampu mengantarkan informasi, kepada masyarakat, memberikan karakteristik yang sesuai dan selain itu, mudah untuk digunakan oleh masyarakat, memberikan karakteristik yang sesuai dan selain itu, mudah untuk digunakan oleh masyarakat dari berbagai jenis keragaman masyarakat. Media massa yang kita kenal saat ini adalah media cetak, yang terdiri dari surat kabar, tabloid, majalah dan media elektronik, terdiri dari radio siaran, dan televisi siaran. Selain pembagian diatas, banyak pula ahli yang mengungkapkan film sebagai bagian dari komunikasi massa dalam media massa, bahkan di negara maju, buku dan kaset musik rekaman, dianggap serupa.

Sulit dibayangkan masyarakat modern tanpa media massa : surat kabar, majalah, buku, radio, TV, dan film. Media massa memiliki arti yang bermacam-macam bagi masyarakat dan memiliki banyak fungsi, tergantung pada jenis sistem politik dan ekonomi dimana media massa itu berfungsi, tingkat perkembangan masyarakat, serta minat dan kebutuhan individu tertentu. Salah satu pengelompokkan sistem pers media massa yang terkenal di dunia disajikan dalam buku Four Theories of the Press. Penulisannya membagi pers dalam 4 kategori otoriter, liberal, social control/tanggung jawab sosial dan totaliter. Kesemuanya merupakan “Theori Normative” yang berasal dari pengamatan, bukan dari hasil uji dan pembuatan hipotesis. Teori otoriter, adalah pers atau media massa yang mendukung dan menjadi kepanjangan tangan kebijakan pemerintah yang sedang berkuasa dan melayani negara. Muncul di awal lahirnya


(45)

mesin cetak dan diakhir masa Renainsans, ketika negara-negara Eropa kebanyakan masih menganut sistem pemerintahan monarki absolut. Berkembang di Inggris pada abad 16 dan 17. Mesin cetak harus memperoleh izin dan mendapat hak pemakaian khusus dari pemerintah langsung berwenang mengawasi dan menentukan kebijakan pers dan jurnalitik. Teori ini menganggap bahwa tidak ada kebenaran di lingkungan hak khusus, lisensi dan peraturan yang diterapkan sendiri dalam tubuh serikat pemilik mesin cetak, individu dijauhkan dari kemungkinan mengkritik pemerintah yang berkuasa. Dalam sistem otoriter pers bisa dimiliki secara publik atau perorangan. Teori liberal, muncuk ketika pertumbuhan demokrasi politik dan paham kebebasan berkemang pada abad 17 akibat dari revolusi industri dan digunkannya sistem ekonomi. Pemikiran-pemikiran di masa pecerahan (Aufklarung) semakin menumbuhkan kebebasan pers sebagai salah satu aspek hak asasi manusia. Untuk itu artinya pers harus bebas dari pengawasan dan pengaruh pemerintah. Inilah sebabnya di Amerika Serikat, pers menjadi semacam lembaga keempat di dalam pemerintahan. Dari tulisan Milton, Locke, dan Mill dapat dimunculkan pemahaman bahwa pers harus mendukung fungsi membantu menemukan kebenaran dan mengawasi pemerintah sekaligus sebagai media yang memberikan informasi, menghibur, dan mencari keuntungan. Dalam teori ini, pers bersifat swasta. Teori tanggung jawab sosial, di abad-abad kedua puluh di Amerika Serikat ada gagasan yang berkembang bahwa media satu-satunya industri yang dilindungi Piagam Hak Asasi Manusia, harus memenuhi tanggung jawab sosial. Teori tanggung jawab sosial yang merupakan evaluasi gagasan praktisi media, undang-undang media, dan hasil kerja Komisi Kebebasan Pers, berpendapat bahwa selai bertujuan untuk memberi


(46)

informasi menghibur, mencari untung, juga bertujuan untuk membawa konflik ke dalam arena diskusi.

Dibawah teori ini, media dikontrol oleh pendapat masyarakat, tindakan konsumen kode etik profesional, dan dalam hal penyiaran, dikontrol oleh badan pengatur mengingat keterbatasan teknis pada julah salura frekwensi yang tersedia. Teori Totaliter –Soviet merupakan pers yang berpegang pada azas kebenaran berdasarkan teori Marxist. Pers Soviet bekerja sepenuhnya sebagai alat penguasa, dalam hal ini partai Komunis dalam pengertian komunis adalah rakyat. Teori ini berpandangan bahwa tujuan utama media adalah membantu keberhasilan dan kelangsungan sistem soviet. Media dikontrol oleh tindakan ekonomi dan politik dari pemerintah dan badan pengawas dan hanya anggota partai yang loyal dan ortodoks saja yang bisa menggunakan media secara reguler. Media dalam sistem Soviet dimiliki dan dikontrol oleh negara dan ada hanya sebagian kepanjangan tangan negara.

Laswell, pakar komunikasi dan pakar hukum di Yale, mencatat ada tiga fungsi media massa yakni : pengamatan lingkungan, korelasi bagian-bagian dalam masyarakat untuk merespon lingkungan, dan penyampaian warisan dalam masyarakat dari satu generasi ke generasi berikutnya. Selain ketiga fungsi ini, Wright menambahkan fungsi keempat yakni hiburan. Fungsi pertama media massa sebagai pengawasan (surveillaince) memberi informasi dan menyediakan berita. Dalam fungsi ini termasuk berita yang tersedia di media yang penting seperti ekonomi, publik dan masyarakat, seperti laporan bursa pasar, lalu lintas, cuaca dan sebagainya. Bahkan media sering kali mempertimbangkan kita akan bahaya yang mungkin terjadi seperti kondisi cuaca ekstrim atau bahaya militer.


(47)

Kedua fungsi korelasi, adalah seleksi dan interprestasi informasi tentang lingkungan. Fungsi ini bertujuan untuk menjalankan norma sosial, dan menjaga konsensur dengan mengeskspos penyimpangan, memberikan status dengan cara menyoroti individu terpilih dan juga berfungsi untuk mengawasi pemerintah. Ketiga, fungsi pewarisan sosial merupakan fungsi dimana media massa menyampaikan informasi, nilai normal, dari satu generasi ke generasi berikutnya atau dari anggota masyarakat ke kaum mendatang. Terakhir adalah fungsi hiburan, dimaksudkan untuk memberikan waktu istirahat dari masalah setiap hari dan mengisi waktu luang. Media mengekpos banyak budaya massa seperti seni dan musik kepada berjuta-juta orang dan sebagian merasa senang karena bisa meningkatkan rasa dan pilihan publik dalam seni.

II.5. Televisi

Televisi sebagian bagian dari kebudyaan audiovisual merupakan medium yang memiliki pengaruh dalam membentuk sikap dan kepribadian baru masyarakat secara luas. Hal ini disebabkan oleh pesatnya perkembangan televisi yang menjangkau masyarakat hingga ke wilayah terpencil. Unsur esensial yang dari kebudayaan televisi berupa penggunaan bahasa verbal dan visual, sekaligus dalam rangka menyampaikan sesuatu, seperti pesan, informasi pengajaran, lmu dan hiburan (Wibowo, 1997 : 1).

Televisi merupakan media temuan orang-orang Eropa, dengan perubahan teknologi secara bertahap yakni dari televisi hitam putih, dan televisi berwarna (Baksin, 2006 : 8). Televisi sebagain transmisi dimlai pada tahun 1925 dengan menggunakan metode mekanikal dari Jenkins pada tahun 1939, Presiden Franklin


(48)

D. Roosevelt tampil dilayar televisi. Sedangkan siaran televisi komersial di Amerika dimulai pada 1 September 1940. Sebanyak 99% orang Amerika memiliki televisi di rumahnya. Tayangan televisi mereka dijejali hiburan, berita, iklan. Mereka menghabiskan waktu menonton televisi sekitar tujuh jam sehari. Siaran televisi di Indonesia dimulai pada tahun 1962, dengan generasi televisi hitam putih yang bertepatan dengan pembukaan pesta olahraga se-Asia IV atau Asean Games di Senayan. Televisi memiliki fungsi yang sama dengan media massa yang lainnya, yakni memberi informasi, mendidik- menghibur, dan membujuk. Tetapi fungsi menghibur lebih dominan pada media televisi (Ardianto, 2004 : 125).

Televisi merupakan hasil produksi teknologi tinggi (hi-tech) yang menyampaikan isi pesan dalam bentuk audivisual gerak, isi pesan audivisual gerak memiliki kekuatan sangat tinggi untuk mempengaruhi mental, pola pikir, dan tindak individu. Jumlah individu menjadi relatif menjadi lebih besar bila isi pesan audiovisual disajkan melalui televisi. Setelah melalui empat era tahap pembaharuan, Indonesia menghasilkan televisi-televisi swastanya diawali dengan munculnya keputusan Menteri Penerangan tahun 1990 tentang penyiaran televsi di Indonesia. Secara operasional siaran swasta Indonsia ini diawali oleh berdirinya RCTI yakni tanggal 22 Pebruari 1988, kemudian SCTV mulai dilaksanakan tanggal 24 Agustus 1990, TPI beoperasi secara resmi tanggal23 Januari 1991, Indosiar resmi siaran tanggal 18 Juni 1992, ANTEVE berdiri resmi tanggal 30 Januari 1993. setelah lahirnya ANTEVE, terjadi peralihan kekuasaan di Indoneia dengan lengsernya Presiden Soeharto yang digantkan Habibie. Pada masa pemerintahan Habibie ini muncul deregulasi dibidang pengelolaan informasi


(49)

dan komunikasi. Puncaknya pada stasium televisi swasta baru seperti Metro TV, Trans TV, Lativi, Global TV, dan TV7, yang kini merubah namanya menjadi Trans 7.

Industri penyiapan televisi selain menyampaikan berita-berita yang mereka dapatkan dari masyarakat juga merupakan sarana promosi penjualan produk-produk kepada masyarakat. Melalui televisi masyarakat mengenal produk-produk-produk-produk dan mendorong pembeliannya, kemudian penguasaha menerima untung yang mendorongnya untuk beriklan dukungan dari masyarakatnya. Usaha untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat adalah melalui program acara menjadi satu hal penting yang mendapat porsi yang utama. Jika tampilan penyiaran televisi sudah tidak ditonton lagi, dapat dikatakan keberadaan televisi tidak mendapat dukungan dari masyarakat.

Apabila disimak acara –acara yang muncul di layar televisi cenderung memiliki kesamaan materi (isi). Pertama, kesamaan dalam paket acara berita reguler, cenderung bermuatan sport news (berita sekilas). Dengan durasi rata-rata 1-1,5 menit, hampir seluruh stasium televisi menyiarkan berita yang sama. Hal ni pula yang membuat beberapa stasium televisi membuat sendiri paket antara depth repothing. Kedua, kesamaan dalamacara infotaiment. “Cek & Ricek” dianggap sebagai pelopor lahirnya infortaiment. Acara ini sempat mengantongi rating yang cukup tinggi, sebelum tersaingi dengan acara infotainement lain yang kemudian bermunculan seperti “KISS”, “Go Show”, “Kabar Kabari”, dan sebagainya. Ketiga, kesamaan dalam acara kuis. Awalnya acara seperti danggap sebelah mata. Tapi setelah munculnya kuis “Famili 100” dan ”Siapa Berani”, acara ini justru berhasil menyedot banyak perhatian, dan


(50)

kemudian semakin banyak bermunculan acara sejenis di stasium televisi lain. Keempat, dan kemudian semakin banyak bermunculan acara sejenis di stasiun televisi lain. Keempat, kesamaan materi dalam penayangan film-film seperti film Mandarin, Hindustan, maupun opera sabun telenovela dari Amerika Latin. Bahkan, kini film-film yang sama selalu muncul secara bergantian diseluruh stasium televisi (Baksin, 2006 : 16, 24-26, 38-39).

II.6. Talkshow

Sejak 1950-an, penonton di Amerika Serikat telah menikmati hiburan yang ditawarkan acara talkshow. Di Indonesia, salah satu talkshow yang pernah mengundang perhatian publik adalah talkshow “Bukan Empat Mata”. Disiarkan disalah satu televisi swasta dan dibawakan oleh Tukul Arwana. Talkshow ini dihentikan secara tiba-tiba karena dianggap terlalu keras. Program hiburan televisi memiliki prinsip-prinsip atau aturan-aturan. Prinsip pertama, acara tersebut dibawakan oleh seorang host (dibantu sebuah tim yang bertanggung jawab atau materi, pengarahan, dan bentuk acara yang yang akan ditampilkan. Dari sudut pemasaran, host dipandang sebagai sebuah label, tradermak, yang mempunyai nilai jual. Prinsip kedua, mengandung percakapan berisi pesan (message).Prinsip ketiga adalah talkshow merupakan suatu produk atau komoditi yang berkompetens dengan produk lain. Yang keempat, talkshow merupakan kegiatan industri yang terpadu dengan melibatkan berbagai profesi, mulai dari produsen.Wordl Dictionary ad Encyclopedia mendefensikan talkshow sebagai suatu program televisi atau radio tempat audiens berkumpul bersama untuk mendiskusikan bermacam-macam topik, yang dibawakan oleh pembawa acara,


(51)

pengertian lain tentang berupa “struktural conversation”. Disebut demikian karena materi acara tersebut sudah didisain sedemikian rupa, misalnya tentang tema yang hendak disampaikan, kapan dan bagaimana cara menyampaikannya. Ada juga yang mendefenisikan talkshow sebagai “a program that features a well-known host interviewing celebrities”. Artinya program yang menampilkan seorang pembawa acara yang dikenal baik oleh masyarakat, yang sedang mewawancarai para selebritis (Lusia, 2006 : 83-85).

Bermacam-macam jenis talkshow muncul di layar televisi. Dengan pembawa acara mulai dari wanita, pria, bahkan ada pula yang dipandu berdua. Menurut Timberg (20020, berdasarkan waktu penanyangannya talk show bisa dibedakan 3 subgenre utama, yakni :

1. The Later-Night Entertaiment Talk show

Jenis ini biasanya paling dekat pada benak masyarakat, jika mengingat talk show, yakni acara yang menghadirkan selebriti, juga bisa bersama orang lain, dan mereka duduk berdekatan.

2. The Daytime audience-Participation ShowBerbeda dari host yang lain yang berdiri di depan pangung sepanjang acara, host berkeliling diantara penonton studio, sehingga menimbulkan kesan akrab.

3. The erly-Morning News talk Magazine Show

Talk Show ini muncul lebih awal, yang biasanya mengambil waktu siaran dari mulai pagi atau sebelum tengah hari.

Jika dilihat dari gayanya, talk show dapat dibedakan menjadi dua tipe utama, yakni light entertainment dan serious discussion. Light entertaiment maksudnya jenis acara yang dimulai dengan acara mewawancarai selebritis, dan pemandu acara duduk di belakang suasana sebuah meja dan mewawancarai


(52)

tamu-tamunya tersebut. Acara ini memiliki suasana yang nyaman, cerita dan biaanya disiarkan pada malam hari. Pertunjukkan lain yang tergolong pada acara ini menitik beratkan pada unsur sensasi dan drama. Bahkan acara ini lebih spesifik jika ditinjau dari materinya. Isinya berkonsentrasi pada topik khusus di bidang politik atau social, atau seseorang yang menjadi incaran berita pada waktu itu. sekarang ini, acara seperti ini sudah sangat muncul, karena trend beralih pada acara yang banyak memiliki unsur hiburan.

Jane Schattuc (2001) mengatakan bahwa berdasarkan materi acaranya, talk show dapat dibedakan menjadi 2 kategori utama yaitu the celebrity talk show dan the confessional talk show. The celebrity talk show adalah acara yang diformat setting tempat menyerupai ruang tamu dengan sebuah meja, sofa, dan suasana yang penuh kelucuan dengan perbincangan ringan pemandu acara dengan sang tamu. Host dan bandleader merupakan teamwork yang menghidupkan acara melalui humor mereka. Fokus acara ini adalah bintang tamu mereka. Sedangkan the confessional talk show adalah aara yang memiliki karakteristik pembicaraan yang isinya berupa pengakuan, menampilkan subjek kontroversial dan perasaan pribadi dari tokoh yang ditampilkan. Acara ini biasanya dinikmati kalangan televisi, terutama wanita (Lusia, 2006 : 102-108).

II.7 Kepuasan

Di dalam suatu proses keputusan, konsumen atau pengguna produk atau jasa tidak akan berhenti hanya sampai proses konsumsi. Konsumen akan melakukan proses evaluasi alternatif pasca pembelian atau proses konsumsi. Proses ini juga disebut alternatif tahap kedua. Hasil dari pasca konsumsi adalah


(53)

konsumen merasa puas atau tidak puas. Para khyalak menjadi perhatian baik dari prilaku, kebutuhan, sistem nilai, dan gaya hidupnya. London dan Della Bitta (1993) menjelaskan kepuasan sebagai hasil proses kognitif yang berbentuk disonansi positif atau negatif atau negative (Brotoharsojo, 2005:167). Beberapa arti kepuasan lainnya adalah dari Engel, Blackwell, dan Miniard (1995), mendefenisikan kepuasan sebagai “Satisgaction is definied here as a post-consumtion evaluation that a chosen alternative at least meets exceeds satisfaction”. Secara harafiah dapat diartikan sebagai evaluasi pasca-konsumsi dimana alternatif pilihannya adalah sesuai dengan kenyataan atau kepuasan, atau melebihi kepuasan. Yang kedua adalah Mowen dan Minor (1998) yang menyebutkan “consumer satisfaction is defined as the overall attitude consumers have toward, a good orang lain service after they have acquared and used it. It’s post-choise evaluative judgement resulting form a specific purchase slection and the experience of using/sonsuming”. Teori yang menjelaskan bagaimana kepuasan/ketidakpuasan konsumen terbentuk yakni the expectancy dan disconfirmation model. Bahwa kepuasan/ketidakpuasan konsumen merupakan dampak dari perbandingan antara harapan konsumen sebelum penggunaan dengan yang sesungguhnya diperoleh konsumen dari produk yang dikonsumsi tersebut (Sumarwan, 2003 : 321).

Khayalak merasa puas bila nilai harapannya sama dengan kenyataan yang didapatkan dari mengkonsumsi suatu produk media masaa. Harapan ini merupakan perpanjangan dari kebutuhan khayalak. Khayalak selalu mencari media masaa yang mampu memenuhi kebutuhannya. Namun, tidak semua media massa, khususnya televisi, mampu memenuhinya karena televisi memiliki


(54)

kelebihan tesendiri, yang membuat khayalak betah untuk bertahan lama di depan televisi. Untuk itu, khayalak akan menilai harapannya akan produk media massa itu. Apabila sesuai (positif), maka kebutuhannya dapat terpenuhi dan khayalak dapat merasa puas, begitu sebaliknya. Maka, dapat disimpulkan kebutuhan merupakan faktor yang menentukan kepuasan seseorang.

Katz, Gurevitch, dan Hass membuat daftar 35 kebutuhan yang diambil dari literatur tentang fungsi-fungsi sosial dan psikologis media massa kemudian menggolongkan ke dalam lima kategori :

- Kebutuhan kognitif - Kebutuhan afektif

- Kebutuhan integratif personal - Kebutuhan integrasi sosial

- Kebutuhan pelepasan ketegangan (Severin, 2007:357).


(1)

penelitian ini adalah adanya terdapat talkshow “Bukan Empat Mata” di Trans 7 dan Tingkat kepuasan Khayalak di kalangan Mahasiswa FISIP USU, dengan tingkat signifikansi 4,897, yang berarti hubungan yang cukup berarti.


(2)

BAB V PENUTUP

V.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah :

1. Tayangan talkshow “Bukan Empat Mata” di Trans 7 memiliki peranan penting dalam mempengaruhi tingkat kepuasan khayalak mahasiswa FISIP USU. Ini dapat diketahui dari hasil penelitian, dimana rs yang diperoleh adalah 0,80109. dengan demikian dapat dinyatakan adanya hubungan yang kuat antara talkshow “Bukan Empat Mata” dengan tingkat kepuasan khayalak mahasiswa FISIP USU.

2. Kepusan mahasiswa FISIP USU Angkatan 2005-2006 yang didapatkan oleh responden dari menonton talkshow “Bukan Empat Mata” lebih banyak dipengaruhi oleh pemahaman materi acara talkshow tersebut.

3. Frekwensi penayangan talkshow selama 5 kali dalam satu minggu merupakan salah satu faktor yang mengurangi kepuasan mahasiswa FISIP USU angkatan 2005-2006.

4. Sebagian besar mahasiswa FISIP USU Angkatan 2005/2006 yang paling banyak menonton talkshow “Bukan Empat Mata” di Trans 7 adalah mahasiswa yang tinggal di tempat kost intensitas menonton kurang dari 30 menit.


(3)

V.2. Saran

1. Dalam penayangannya di televisi, hendaknya program-program acara talkshow memerhatikan waktu dan frekwensi penayangan, sehingga tidak menimbulkan kebosanan.

2. Tukul Arwana sebagai pembawa acara merupakan ciri khas yang tidak bisa dipisahkan dari talkshow “Bukan Empat Mata”, oleh karena itu hendaknya lebih memperhatikan cara berbicara, bahasa tubuh yang digunakan sehingga tidak menyinggung hal-hal seperti pornografi atau menyinggung nilai-nilai di masyarakat .

3. Diharapkan pada acara “Bukan Empat Mata” untuk menghadirkan tamu-tamu yang tidak hanya dikenal sebagai publik figur tetapi juga masyarakat lain yang memiliki kisah hidup yang dapat memberi informasi dan nilai humanistik bagi penontonnya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, Elvinaro, dkk. 2004. Komunikasi Massa, Suatu Pengantar, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.

, 2007. Filsafat Ilmu Komunikasi , Bandung, Simbiosa Rekatama Media Arikunto, Suharsimi, 2002, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek,

Jakarta : Rineka Cipta.

Baksin, Askurifai, 2006. Jurnalistik Televisi, Teori dan Praktik, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Brotoharsojo, Hartanto, dkk, 2005. Psikologi Ekonomi dan Konsumen, Depok, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Bulaeng, Andi, 2004. Metode Penelitian Komunikasi Kontemporer, Yogyakarta : ANDI.

Bungin, H. M. Burhan, 2001. Metode Penyelesaian Sosial, Format-format kualitatif dan kuantitiaf, Surabaya, Arilangga Univesity Press.

, 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Jakarta, Kencana

, 2006 Sosiologi Komunikasi : Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi komunikasi di Masyarakat, Jakarta : Kencana.

Cangara, Hafied, 2006. Pengantar Ilmu Kooperatif, Jakarta : Grafindo Persada. Ginting, Paham, 2006. Filsafat Ilmu dan Metode Penelitian, Medan USU Press. Hoetasoehoet, A. M. 2002. Teori Komunikasi 2, Jakarta FISIP.

Kriyantono, Rachmat, 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi, Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relation, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran, Jakarta : Kencana.

Lubis, Suwardi, 2005. Sistem Komunikasi Indonesia, Medan, Bartong Jaya. Lusia, Amelita, 2006. Oprah Winfrey dan Rahasiswa Sukses Menaklukan

Panggung Talkshow, Jakarta : Gagas Media.

Nanawi, H. Hadari, 1995. Metode Penyelesaian Bidang Sosial, Yogyakarta, Gadjah Mada, University Press.


(5)

Nurudin, 2005, Sistem Komunikasi Indonesia, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.

Panjaitan, Erica dan TM. Dhani Iqbal, 2006. Matinya Ranting Televisi, Ilusi Sebuah Netralitas, Jakarta. Yayasan Obor Indonesia.

Rakhmat, Jalaluddin, 2004, Metode Penelitian Komunikasi , Bandung Remaja Rosdakarya.

Rivers, William L, dkk, 2003. Media Massa dan Masyarakat Modern, Jakarta Metode.

Saverin, Werner J dan James W. Tankard Jr, 2005, Teori Komunikasi Sejarah, Metode, Terapan di Dalam Media Massa, Jakarta : Prenada Media Group.

Singarimbun, Masri, 1995. Metode Penelitian Survei, Jakarta : Pustaka LP3ES Indonesia.

Sumarwan, Ujang, 2003. Perilaku Konsumen, Teori dan Penerapan dalam Pemasaran, Jakarta : Ghalia Indonesia.

Supranto, J. 2001. Pengukuran Tingkat Kepusan Pelanggan, Untuk menaikkan Pangsa Pasar, Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Vardiansyah, Dani, 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi, Pendekatan taksonomi Konseptual, Bogor, Ghalia Indonesia.

Wibowo, Fred, 1997. Dasar-dasar Produksi Program Televisi, Jakarta : Gradinso.


(6)

BIODATA

Nama : Ade Ledy Maulita Harahap Tempat/tanggal lahir : Jakarta, 5 Januari 1984 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jl. Garuda komp. Puri Garuda No. 5 A Medan

Email

PENDIDIKAN

2001-2004 : Universitas USU Fakultas Sastra Jurusan B.Jepang

1998-2001 : Sekolah Menengah Umum – SMU Persit 2 Medan 1995-1998 : Sekolah Menengah Pertama – SMP Persit 1 Medan

1991-1997 : Sekolah Dasar – SD Teluk Belimbing Bekasi

PENGALAMAN KERJA - Even Organizer 2004-2005

- PT. Trikomsel Multimedia sbg Customer Service di Nokia 2006-2007 - AXA Mandiri Financial Service, Medan 2007- sekarang