Buku Siswa Kelas X
20
b. Menurut Abdul ‘A ẓīm az-Zarqānī dalam Manāhil al-‘Irfān fī ‘Ulūm al-Qur’ān. Tafsir
adalah ilmu yang membahas al-Qur`ān dari segi pemahaman maknanya sesuai yang dikehendaki Allah Swt. menurut kadar kemampuan manusia.
c. Menurut al-Jurjāni dalam at-Ta’rīfāt, tafsir adalah menjelaskan makna al-Qur`an, baik segi urutannya, kisahnya, sebab turunnya, dengan mengemukakan kalimat yang
menunjukkan pada makna secara terang. d. Menurut az-Zarkasyi, tafsir adalah
ِهِداَرُم ُناَيَبَو َمَلَسَو ِهْيَلَع ُ ٰلا َل َص ٍدَمَ ُم َ َع ُلَ َنُمْلا ِ ٰلا ُباَتِك ِهِب ُمَهْفُي ٌمْلِع
ِِهِمَكِحَو ِهِم َكْح َ
أ ُجاَرْخِتْساَو
Artinya: “Ilmu untuk memahami kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw., dengan menjelaskan makna-maknanya, mengeluarkan atau menggali hukum-
hukum dan hikmah-hikmahnya.”
e. Sedang menurut aż-Żahabī, deinisinya bersifat umum dan mencakup berbagai aspek pengetahuan, tafsir adalah:
ُفَقَوَتَياَم ِ ّ ُكِل ٌلِماَش َوُهَف ِةَيِ َشَبلا ِةَقاَطلا ِرْدَقِب َلاَعَت ِ ٰلا ِداَرُم ْنَع ُثَحْبَي ٌمْلِع
ِداَرُم ْ
لا ُناَيَبَو ِياَعَم ْ
لا ُمْهَف ِهْيَلَع
Artinya: “Ilmu yang membahas maksud-maksud Allah yang terkandung dalam al-Qur`an sesuai dengan kemampuan manusia, maka ia mencakup hal-hal yang
dibutuhkan untuk memahami makna dan menjelaskan apa yang dikehendaki.” Nah, ananda sekalian, dari beberapa pengertian di atas cobalah temukan poin-poin
penting yang terdapat pada “pengertian tafsir secara istilah”.
2. Takwil
Takwil secara bahasa adalah
ُعْجَرلا
kembali atau mengembalikan,
ةَساَيِّسلا
menyiasati dan
ُلْيَمْلا
memalingkan. Secara istilah, takwil mempunyai beberapa deinisi di antaranya adalah:
اًقِفاَوُم ُهاَرَي يِ َ
ذا ِلَمَتْحُم ْ
لِل َن َك اَذِإ ُه ُلِمَتْ َي ًىْعَم َلِإ ِرِهاَظلا ُهاَنْعَم ْنَع ِظْفَللا ُفْ َص
ِِةَن ُسلاَو ِباَتِك ْ
لِل
Artinya: “Memalingkan kalimat dari maknanya yang ẓahir makna tersurat kepada
makna lain makna bạ̄in atau makna tersirat yang juga dipunyai lafal itu, jika makna lain yang dilihat sesuai dengan al-Qur`an dan sunnah.”
Tafsir-Ilmu Tafsir Kurikulum 2013
21 21
Pendapat lain mengatakan bahwa takwil adalah:
ُهْنِم ُداَرُياَم ُناَيَب ْيَأ ِهِتَي َغ َلِإ ِءْ َشلا ُعْيِجْرَت
Artinya: “Mengembalikan sesuatu pada maksud yang sebenarnya, yakni menjelaskan
apa yang dimaksud dari sesuatu.” Dengan dua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
mentakwilkan al-Qur`an adalah memalingkan kata atau kalimat yang ada di dalam al- Qur`an dari maknanya yang
ẓahir tersurat kepada makna bạ̄in tersirat karena makna bāṭin itu dianggap lebih sesuai dengan jiwa ajaran al-Qur`an dan sunnah Rasulullah.
Kata atau kalimat al-Qur`an mengandung makna ẓahir dan makna bạ̄in. Jika tidak
menguasai ilmu dalam memilih makna bāṭin, sangat mungkin akan terjadi kekeliruan. Pada
beberapa kata atau kalimat, makna ẓahir lebih sesuai dengan maksud yang sebenarnya,
ataupun bisa sebaliknya makna bāṭin lebih sesuai. Misalnya pada kata atau kalimat yang
memiliki lebih dari satu kemungkinan makna. Kata
ٌدَي
dalam QS. Al-Fat ḥ [48] : 10
ْمِهْيِدْيَا َقْوَف ِ َلا ُدَي
makna lahirnya adalah “tangan” sedang makna
bāṭin-nya atau ditakwilkan dengan “kekuasaan”.
3. Terjemah
Terjemah secara bahasa berarti “menyalin” memindahkan dari suatu bahasa ke dalam bahasa lain atau mengalihbahasakan. Jadi, substansi terjemah adalah memindahkan
bahasa pokok kepada bahasa sasaran dengan tidak merubah semua kandungan makna dan maksud awal.
Terjemahan al-Qur`an ada dua macam, yaitu: a. Terjemah
ḥariyah atau terjemah lafẓiyah adalah terjemah yang kata perkatanya sangat terikat dengan kosakata dan struktur bahasa yang ada dalam bahasa pertama
atau bahasa asal, sehingga seakan-akan hanya menggantikan makna kata-kata itu pada urutan dan tempatnya masing-masing secara sama. A-ahabī dalam at-Tafsīr wal
Mufassirūn, membagi terjemah ḥariyah ke dalam dua model: 1
Ḥariyah bil miṡl, yaitu terjemahan yang dilakukan apa adanya sesuai dengan bahasa asal, dan
2 Ḥariyah bi gairil miṡl, yaitu terjemahan yang sedikit longgar keterikatannya
dengan susunan dan struktur bahasa pertama atau bahasa yang diterjemahkan b. Terjemah
tafsīriyah atau ma’nawiyah adalah menerangkan atau menjelaskan makna perkataan atau kalimat yang terkandung dalam bahasa pertama ke dalam bahasa lain
tanpa memperhatikan susunan dan jalan bahasa aslinya dan juga tanpa memperhatikan makna yang dimaksudnya.
Terjemah model ini lebih mengedepankan maksud atau kandungan dari bahasa asal dan tidak terikat dengan susunan dan struktur kalimat dari bahasa pertama. Dalam
Buku Siswa Kelas X
22
istilah lain, terjemah ini dikenal dengan terjemah bebas. Walau demikian terjemah Tafsīriyah berbeda dengan tafsir.
Untuk memperjelas perbedaan antara terjemah ḥariyah dan terjemah Tafsīriyah,
contoh berikut:
اًرو ُسْ َم اًموُلَم َدُعْقَتَف ِط ْسَب ْ
لا َ ُك اَه ْط ُسْبَت اَو َكِقُنُع َ
لِإ ًة َلوُلْغَم َكَدَي ْلَعْ َت َاَو
Artinya: “ Dan janganlah kalian jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan
janganlah pula kalian terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.”
QS. al-Isrā` [17]: 29 Terjemah di atas adalah tarjemah
ḥariyah. Secara terjemah ḥariyah artinya larangan Allah Swt. mengikatkan tangan ke leher atau membukanya lebar-lebar, sesuai
dengan teks aslinya dan itulah yang dikehendaki ayat. Pada terjemah ḥariyah yang
dipentingkan adalah ketepatan segi bahasa. Pada terjemah tafsīriyah yang diperhatikan
adalah ketepatan dari segi makna, sehingga maksudnya adalah larangan untuk pelit dan larangan untuk boros.
Pada umumnya, kedua cara ini digabungkan agar sasaran penerjemahan yaitu ketepatan bahasa dan makna dapat tercapai. Jadi, ayat-ayat diterjemahkan secara
ḥariyah dahulu baru kemudian di-terjemah tafsīriyahkan bila ada. Pada sistem terjemah al-Qur`an terbitan Kementerian Agama terjemah
tafsīriyah ditempatkan pada catatan kaki.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menerjemah adalah: a. Penerjemah harus benar-benar mengetahui dan menghayati kedudukan dan aspek-
aspek dari kedua bahasa yaitu bahasa asal dan bahasa terjemah. b. Penerjemah harus mengetahui pola kalimat dan ciri khas kedua bahasa.
c. Bahasa terjemah harus memenuhi semua makna dan maksud yang ada pada bahasa asal
d. Bahasa asal tidak boleh melekat pada bahasa terjemah lagi. Maksudnya, terjemahan harus benar-benar memindah makna bahasa asal ke dalam bahasa terjemah.
4. Ilmu Tafsir