Lembaga Penyelesaian Sengketa di luar pengadilan

sebelumnya atau membuat putusan baru yang menyatakan putusan di Peradilan Tinggi telah salah dalam menangani perkara dan memenangkan pihak yang telah kalah sebelumnya. Pada tingkat akhir,satu pihak yang merasa tidak puas dengan putusan hakim Peradilan Tinggi tersebut dapat mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung untuk menolak Putusan Peradilan Tinggi tersebut. Dengan membuat memori kasasi, pihak yang merasakan adanya ketidakadilan berharap besar kalau pada tingkat akhir ini dapat memenangkan perjuanganya. Menunggu putusan Mahkamah Agung ini, bukanlah dengan waktu yang singkat namun dapat beberapa waktu. Dari kronologis penyelesaian sengketa melalui suatu peradilan adalah sesuatu yang tidak mudah. Semunyanya membutuhkan waktu, tenaga dan biaya yang sangat banyak. Hingga ada pepatah yang mengatakan “Menang jadi arang, kalah jadi abu” bahwa dua orang yang berpekara dan membawanya ke pengadilan maka kedua-duanya akan tetap mengalami kerugian.

2. Lembaga Penyelesaian Sengketa di luar pengadilan

Di Tahun 1999 Pemerintah Negara RI di bawah pemerintahan presiden BJ Habibie telah mengundangkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbiterase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Undang-undang tersebut ditujukan untuk mengatur penyelesaian sengketa di luar forum pengadilan dengan memberikan kemungkinan dan hak bagi para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan persengketaan atau perselisihan atau perbedaan pendapat diantara para pihak dalam forum yang lebih sesuai dengan maksud para pihak. Suatu forum diharapkan mengakomodir kepentingan para pihak yang bersengketa. Alternatif Dispute Resolution ADR yang jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia berarti penyelesaian Sengketa Alternatif adalah suatu proses penyelesaian sengketa non litigasi dimana para pihak yang bersengketa dapat membantu atau dilibatkan dalam penyelesaian persengketaan tersebut atau melibatkan pihak ketiga yang bersifat netral. Universitas Sumatera Utara Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbiterase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa mengartikannya sebagai lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli Pasal 1 Ayat 10. Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa atau beda pendapat antara hubungan hukum tertentu yang secara tegas menyatakan bahwa semua sengketa atau beda pendapat yang timbul atau yang mungkin timbul dari hubungan hukum tersebut akan diselesaikan dengan cara arbitrase atau melalui penyelesaian sengketa alternatif, hanya sayangnya undang-undang ini tidak mengatur secara rinci dan tegas tentang bentuk-bentuk alternatif penyelesaian sengketa kecuali mengenai arbitrase. Pada dasarnya keberadaan ADR telah diakui sejak Tahun 1970 yaitu dalam Undang- Undang No. 4 Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Di dalam penjelasan Pasal 3 undang-undang No. 4 Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman ini menyatakan penyelesaian perkara di luar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui wasit arbiterase tetap diperbolehkan, selain itu pada Pasal 14 ayat 2 undang- undang ini juga menyatakan bahwa ketentuan dalam ayat 1 tidak menutup kemungkinan untuk usaha penyelesaian perdata secara perdamaian. Penyelesaian sengketa melalui cara non litigasi atau di lura lembaga pengadilan dianggap oleh beberapa pihak sangat menguntungkan, selain waktu yang cepat dan biaya yang murah, penyelesaian melalui non litigasi dapat mendengar keinginan aspirasi kedua belah pihak yang sedang bersengketa. Maka penyelesaian melalui non litigasi lebih banyak di rekomendasikan dibandingkan harus melalui litigasi. Penyelesaian melalui non litigasi pada umumnya adalah melalui: 1. Negosiasi Universitas Sumatera Utara Dimana kedua belah pihak yang bersengketa melakukan pembicaraan secara dua arah tanpa ada pihak ketiga yang menjadi penengah. Cara ini dilakukan dengan proses tawar menawar untuk mencapai kesepakatan yang diinginkan. Negosiasi merupakan komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama maupun yang berbeda. Negosiasi merupakan sarana bagi pihak-pihak yang bersengketa untuk mendiskusikan penyelesaiannya tanpa keterlibatan pihak ketiga sebagai penengah, baik yang tidak berwenang mengambil keputusan maupun yang berwenang mengambil keputusan. Terdapat beberapa teknik negosiasi yang dikenal 107 : a. Teknik Negosiasi Kompetitif 1. Diterapkan untuk negosiasi yang bersifat alot 2. Adanya pihak yang mengajukan permintan tinggi pada awal negosiasi 3. Adanya pihak yang menjaga tuntutan tetap tinggi sepanjang proses 4. Konsesi yang diberikan sangat langka atau terbatas 5. Perunding lawan dianggap sebagai musuh 6. Adanya pihak yang menggunakan cara-cara berlebihan untuk menekan pihak lawan 7. Negosiator tidak memiliki data-data yang baik dan akurat b. Teknik Negosiasi Kooperatif 1. Menganggap negoisator pihak lawan sebagai mitra, bukan sebagai musuh 2. Para pihak menjajaki kepentingan, nilai-nilai bersama dan mau bekerja sama 3. Tujuan negosiator adalah penyelesaian sengketa yang adil berdasarkan analisis yang objektif dan atas fakta hukum yang jelas c. Teknik Negosiasi Lunak 1. Menempatkan pentingnya hubungan timbal-balik antar pihak 107 Jimmy Joses Sembiring, Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan: negosiasi, mediasi, konsiliasi arbitrase, Transmedia Pustaka, Jakarta, 2001, hlm. 19. Universitas Sumatera Utara 2. Tujuannya untuk mencapai kesepakatan 3. Memberi konsesi untuk menjaga timbal-balik 4. Mempercayai perunding 5. Mudah mengubah posisi 6. Mengalah untuk mencapai kesepakatan 7. Berisiko saat perunding lunak menghadapi seorang perunding keras, karena yang terjadi adalah pola “menang kalah” dan melahirkan kesepakatan yang bersifat semu d. Teknik Negosiasi Keras 1. Negosiator lawan dipandang sebagai musuh 2. Tujuannya adalah kemenangan 3. Menuntut konsesi sebagai prasyarat dari hubungan baik 4. Keras terhadap orang maupun masalah 5. Tidak percaya terhadap perunding lawan 6. Menuntut perolehan sepihak sebagai harga kesepakatan win-lose 7. Memperkuat posisi dan menerapkan tekanan e. Teknik Negosiasi Interest Based 1. Sebagai jalan tengah atas pertentangan teknik keras dan lunak, karena teknik keras berpotensi menemui kebuntuan dead lock, sedangkan teknik lunak berpotensi citra pecundang bagi pihak yang minor 2. Mempunyai empat komponen dasar yaitu people, interest, optionsolution dan criteria pioc a Komponen people dibagi menjadi tiga landasan 1 Pisahkan antara orang dan masalah 2 Konsentrasi serangan pada masalah bukan orangya 3 Para pihak menempatkan diri sebagai mitra kerja Universitas Sumatera Utara b Komponen interest memfokuskan pada kepentingan mempertahankan posisi c Komponen option, bermaksud: 1 Memperbesar bagian sebelum dibagi dengan memperbanyak pilihan-pilihan kesepakatan 2 Jangan terpaku pada satu jawaban 3 Menghindari pola pikir bahwa pemecahan masalah mereka adalah urusan mereka d Komponen kriteria mencakup: 1 Kesepakatan kriteria, standar objektif, indepedensi 2 Bernilai pasar 3 Preseden 4 Scientific judgement atau penilaian ilmiah 5 Standar profesi 6 Bersandar pada hukum 7 Kebiasaan dalam masyarakat 2. Mediasi Dimana kedua belah pihak yang bersengketa ditengarai oleh pihak ketiga yang fungsinya bertujuan untuk memberi masukan-masukan kepada pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan sengketa yang ada. Mediasi dalam asuransi disebut dengan Badan Mediasi Asuransi Indonesia BMAI. BMI didirikan olhe 150 perusahaan asuransi umum indonesia dan asosiasi asuransi jaminan sosial indonesia. 108 Prosedur penyelesaian perkara di BMAI dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu: a. Investigasi sengketa 108 Khotibual Umam, Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, PT. Suka Buku, Jakarta 2010, hlm. 35 Universitas Sumatera Utara 1. Setelah menerima FP-3, mediator mengecek apakah sengketa memenuhi semua ketentuan peraturan BMAI 2. Mediator meminta semua materi dan informasi terkait dan anggota dan pemohon 3. Mediator melakukan wawancara dengan para pihak 4. Mediator mengupayakan musyawarah atau pemohon dan anggota dapat bersepakat untuk musyawarah b. Jangka waktu penyelesaian sengketa, jangka waktu yang wajar sesuai kompleksitas sengketa c. Penyelesaian dilanutkan ke ajudikasi 1. Apabila sengketa dapat diselesaikan melakukan mediasi, mediator harus mencatat semua pesyaratan penyelesaian 2. Apabila sengketa tidak dapat diselesaikan melalui mediasi, mediator meminta persetujuan ketua untuk melanjutkan ke tingkat ajudikasi d. Pemberitahuan keputusan dan pengikatan 1. Apabila majelis ajudikasi mencapai suatu keputusan, majelis akan menuliskan dan menandatangani dasar-dasar keputusan 2. Salinan keputusan disimpan dalam file ajudikasi 3. Pemohon bebas menerima atau menolak keputusan ajudikasi 4. Apabila pemohon menerima keputusan, anggota akan terikat dan para pihak menandatangani perjanjian penyelesaian sesuai degnan keputusan tersebut 5. Apabila pemohon menolak keputusan majelis ajudikasi, kedia belah pihak melakukan upaya penyelesaian sesuai ketentuan polis. Universitas Sumatera Utara 2. Konsiliasi Dimana para pihak yang bersengketa melibatkan pihak ketiga dalam upaya memberikan masukan secara memaksa agar dipatuhi dan menjalankan apa yang diputuskan oleh pihak ketiga tersebut. memeriksa sengketa, konsiliator berhak memanggil saksi atau saksi ahli, sebagaimana yang diatur dala Pasal 21 UU No. 2 Tahun 2004, yaitu sebagai berikut: a. Konsiliator dapat memanggil saksi atau saksi ahli untuk hadir dalam sidang konsiliasi guna diminta dan didengar keterangannya b. Saksi atau saksi ahli yang memenuhi panggilan berhak menerima penggantian biaya perjalanan dan akomodasi yang besarnya ditetapkan dengan keputusan menteri Saksi-saksi yang diminta untuk hadir oleh konsiliator memiliki kewajiban yang harus dipenuhi yaitu memberikan keterangan-keterangan dan hal-hal yang berkaitan dengan sengketa sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UU No. 2 Tahun 2004 yaitu: a. Barang siapa yang diminta keterangannya oleh konsiliator guna penyelesaian perselisihan hubungan industrial bredasarkan undang-undang ini, wajib memberikan keterangan termasuk membukakan buku dan memperlihatkan surat-surat yang diperlukan b. Dalam hal keterangan yang diperlukan oleh konsiliator terkait dengan seseorang yang karena jabatannya harus menjaga kerahasiaan, maka harus ditempuh prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku c. Konsiliator wajib merahasiakan semua keterangan yang diminta sebagaimana dimaksud pada ayat 1. 3. Arbitrase Dimana para pihak yang bersengketa memilih suatu lembaga yang memiliki putusan yang berkekuatan hukum tetap sehingga tidak dapat dibanding atau dikasasi. Arbitrase Universitas Sumatera Utara dalam pelaksanaannya memiliki dasar hukum yang mana pada awalnya di atur dalam Pasal 377 HIR “jika orang Indonesia dan orang timur asing menghendaki perselisihan mereka diputuskan oleh juru pisah, maka wajib menuruti peraturan pengadilan perkara yang berlaku bagi bangsa eropa”. Kemudian didalam Pasal 615 R.V “adalah diperkenankan kepada siapa saja yang terlibat dalam suatu sengketa yang mengenai hak-hak yang berada dalam kekusaannya untuk melepaskannya, untuk menyerahkan pemutusan sengketa tersebut kepada seorang atau beberapa orang wasit”. Dilihat akan kebutuhan lembaga ini semakin meningkat dalam penyelesaian sengketa diluar pengadilan, maka pemerintah menerbitkan untuk pertama kalinya undang-undang yang mengatur tentang arbitrase ini yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1968 tentang Penyelesaian Perselisihan antara Negara dan Warga Negara Asing Mengenai Penanaman Modal. Kemudian pada tahun 1999 diterbitkan kembali undang-undang yaitu Undang- Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang mana sebagai bentuk penyempurnaan kewenangan Badan Arbitrase. Apabila para pihak dalam suatu perjanjian secara tertulis sepakat membawa sengketa yang timbul ke arbitrase badan Arbitrase Nasional Indonesia BANI, maka sengketa yang timbul harus diselesaikan dibawah penyelenggaraan BANI. Penyelesaian sengketa secara damai melalui arbitrase BANI, dilandasi iktikad baik para pihak dengan berlandaskan tata cara kooperatif dan non konfrontatif. 109 Penggunaan arbitrase sebagai penyelesaian suatu sengketa tidak dapat dipaksakan, hal ini tentunya bertolak belakang dengan penyelesaian sengketa melalui pengadilan. 110 Agar suatu sengketa dapat diajukan ke arbitrase, harus terdapat kesepakatan terlebih dahulu yang di atur dalam Pasal 7 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 bahwa para pihak dapat menyetujui suatu sengketa yang terjadi atau yang akan terjadi maka akan diselesaikan melalui arbitrase. Namun untuk dapat menjalankan proses arbitrase, para pihak harus menempuh proses 109 Ibid., 50. 110 Op. Cit., Jimmy Joses Sembiring. Hlm. 61. Universitas Sumatera Utara sebagaimana yang di atur pada Pasal 8 Undang-Undang No. 30 tahun 1999 yakni sebagai berikut: 1. Dalam hal timbul sengketa, pemohon harus memberitahukan dengan surat tercatat, telegram, teleks, faksimili, email atau dengan buku ekspedisi kepada termohon bahwa syarat arbitrase yang diadakan oleh pemohon atau termohon berlaku 2. Surat pemberitahuan untuk mengadakan arbitrase sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 memuat dengan jelas hal sebagai berikut: a. Nama dan alamat para pihak b. Penunjukkan kepada klausula atau perjanjian arbitrase yang berlaku c. Perjanjian atau masalah yang menjadi sengketa d. Dasar tuntutan dan jumlah yang dituntut, apabila ada e. Cara penyelesaian yang dikehendaki, dan f. Perjanjian yang diadakan oleh para pihak tentang jumlah arbitrase atau apabila tidak pernah diadakan perjanjian semacam itu, pemohon dapat mengajukan usul tentang jumlah arbiter yang dikehendaki dalam jumlah ganjil Perjanjian tertulis untuk menggunakan arbitrase sebagai penyelesaian sengketa yang terjadi harus dibuat oleh para pihak yang telah mencapai kesepakatan dan hal tersebut dibuktikan dengan perjanjian arbitrase yang telah ditandatangani. Permasalahan yang mungkin terjadi untuk dapat memperoleh kesepakatan arbitrase adalah adanya kemungkinan para pihak dapat menuliskan perjanjian arbitrase. Apabila hal tersebut terjadi, sesuai dengan Pasal 9 ayat 2 Undang-Undang No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa mengatur bahwa “dalam hal para pihak tidak dapat menandatangani perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, perjanjian tertulis tersebut harus dibuat dalam bentuk akta notaris”. Dengan demikian tidak menutup kemungkinan bagi para pihak yang tidak memiliki klausul arbitrase pada perjanjian yang telah disepakati oleh para Universitas Sumatera Utara pihak untuk dapat menggunakan arbitrase sebagai penyelesaian sengketa yang sedang mereka hadapi. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase oleh para pihak setelah terjadi sengketa, memiliki kekhususan tersendiri karena berdasarkan Pasal 9 ayat 3 Undang-Undang Nomor. 30 Tahun 1999, perjanjian tertulis tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 1 Undang-Undang Nomor. 30 Tahun 1999 harus memuat: 1. Masalah yang dipersengketaan 2. Nama lengkap dan tempat tinggal para pihak 3. Nama lengkap dan tempat tinggal arbiter atau majelis arbitrase 4. Tempat arbiter atau majelis arbitrase akan mengambil keputusan 5. Nama lengkap sekretaris 6. Jangka waktu penyelesaian sengketa 7. Pernyataan kesediaan dari arbiter 8. Pernyataan kesediaan dari pihak yang bersengketa untuk menanggung segala biaya yang diperlukan untuk penyelesaian sengketa melalui arbitrase. Berdasarkan Pasal 9 ayat 4 Undang-Undang Nomor. 30 Tahun 1999, akibat hukum yang akan terjadi apabila perjanjian tertulis tersebut tidak memuat apa yang telah di atur pada Pasal 9 ayat 3 yaitu perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak menjadi batal demi hukum. Dalam arti bahwa batalnya perjanjian tersebut secara otomatis terjadi sehingga tidak diperlukan upaya untuk meminta kepada pengadilan agar perjanjian tersebut dibatalkan. Prosedur beracara melalui BANI dimulai dengan pendaftaran dan penyampaian permohonan arbitrase oleh pihak yang memulai proses arbitrase pemohon pada Sekretariat BANI 111 . Dalam permohonan Arbitrase pemohon dan dalam jawaban termohon atas permohonan tersebut termohonan dapat menunjuk seorang arbiter atau menyerahkan penunjukkan tersebut 111 Op. Cit. Khotibul Umam. Hlm. 54. Universitas Sumatera Utara kepada Ketua BANI. Permohonan arbitrase harus disertai pembayaran biaya pendaftaran dan biaya administrasi sesuai dengan ketentuan BANI. Biaya administrasi meliputi biaya administrasi secretariat, biaya pemeriksaan perkara dan biaya abiter serta biaya Sekretariat Majelis. Apabila pihak ketiga diluar perjanjian arbitrase turut serta dan menggabungkan diri dalam proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase seperti yang dimaksud oleh Pasal 30 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 maka pihak ketiga tersebut wajib membayar biaya administrasi dan biaya-biaya lainnya sehubungan dengan keikutsertaannya tersebut. Setelah menerima permohonan arbitrase dan dokumen-dokumen serta biaya pendaftaran yang disyaratkan, secretariat harus mendaftarkan permohonan itu dalam register BANI. Selanjutnya Badan Pengurus BANI akan memeriksa permohonan tersebut untuk menentukan apakah perjanjian arbitrase atau klausul arbitrase bagi BANI untuk memeriksa sengketa tersebut. Dalam proses beracara yang digunakan dalam Arbitrase, para pihak dapat menentukan acara arbitrase yang akan digunakan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 112 . Pemohon yang sudah mendaftarkan kemudian mengajukan permohonan, maka melalui arbiter menyerahkan salinan permohonan tersebut yang di dalamnya terdapat tuntutan, agar termohon menjawabnya dalam jangka waktu 14 hari sejak diterimanya salinan tuntutan tersebut. Sebelum memasuki pemeriksaan pokok perkara, sekali lagi upaya damai masih tetap dilakukan oleh arbiter. Apabila upaya damai tercapai, maka akan dibuat akta perdamaian yang bersifat final namun apabila upaya ini tidak tercapai akan dilanjutkan dengan pemeriksaan pokok perkara. Seperti persidangan dalam sebuah pengadilan, di Arbitrase juga mengenal sistem pembuktian yaitu bukti surat, saksi dan saksi ahli. Bahkan pemeriksaan setempat juga dapat dilaksanakan apabila itu dianggap penting. 112 Candra Irawan, Aspek Hukum dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa diluar Pengadilan, Mandar Maju, Bandung, 2010, hlm. 94. Universitas Sumatera Utara Setelah pemeriksaan alat-alat bukti selesai maka agenda berikutnya adalah putusan. Putusan arbitrase dinyatakan paling lama 30 hari semenjak pemeriksaan dinyatakan selesai dan ditutup. Dalam putusan aribitrase, memuat hal berikut 113 : 1. kepala putusan yang berbunyi hira-hira “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” 2. Nama lengkap dan alamat para pihak 3. Uraian singkat sengketa 4. Pendirian para pihak 5. Nama lengkap dan alamat arbiter 6. Pertimbangan dan kesimpulan arbiter atau majelis arbitrase mengenai keseluruhan sengketa 7. Pendapat tiap-tiap arbiter dalam hal terjadi perbedaan pendapat dalam majelis arbitrase 8. Amar putusan 9. Tempat dan tanggal putusan 10. Tanda tangan arbiter atau majelis arbitrase 11. Tanda tangan arbiter atau majelis arbitrase 113 Ibid. hlm. 95. Universitas Sumatera Utara BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan