penulis, Pasal 1545 KUH Perdata ini lebih tepat dijadikan pedoman bagi perjanjian bertimbal balik seperti sewa beli, karena dianggap adil. Prof Subekti juga berpendapat
bahwa apa yang telah ditetapkan dalam perjanjian tukar-menukar harus dipandang sebagai asas berlaku pada umumnya dalam perjanjian bertimbal balik. Selaras dengan Pasal 1545
KUH Perdata adalah Pasal 1553 KUH Perdata yang mengatur masalah risiko dalam perjanjian sewa-menyewa. Pasal 1553 berbunyi ”Jika selama waktu sewa, barang yang
dipersewakan itu musnah di luar kesalahan salah satu pihak maka perjanjian sewa- menyewa gugur demi hukum”. Dari perkataan gugur dapat disimpulkan bahwa masing-
masing pihak tidak dapat menuntut sesuatu dari pihak lainnya. Dengan kata lain, risiko akibat kemusnahan barang dipikul seluruhnya oleh pemilik barang.
2. Putusan MA RI No. Reg. 24 KSip1958
Dari Putusan MA RI No. Reg. 24 KSip1958 dalam perkara Super Radio Company NV melawan Oey Tjoeng Tjoeng juga dapat dilihat bahwa debitur menanggungrisiko kewajiban
membayar ganti rugi sebagai akibat tidak dilaksanakannya kewajiban untuk melaksanakan suatu perbuatan prestasi. Adanya kebijakan pemerintah yang melarang importir mengimpor
lebih dari satu merek motor bukan merupakan force majeure karena debitur masih memiliki kemungkinankemungkinan atau alternatif lain yang legal atau tidak melanggar peraturan
untuk memenuhi perjanjian. Pengadilan tingkat kasasi menguatkan putusan PN dan PT tersebut dengan menyatakan bahwa Super Radio Company NV harus melaksanakan isi
perjanjian berdasarkan Pasal 1267 KUH Perdata. Hal ini sesuai dengan keinginan Penggugat yang tidak menuntut ganti kerugian melainkan hanya pelaksanaan isi
perjanjian. Mengenai besarnya jumlah uang paksa terserah judex facti, dalam hal ini mengenai penghargaan tentang kenyataan, hal mana tidak dapat dipertimbangkan dalam
pemeriksaan tingkat kasasi, oleh sebab keberatan itu tidak mengenai hal pelaksanaan hukum atau kesalahan pelaksanaan hukum sebagaimana dimaksudkan oleh Pasal 18 UU MA
Universitas Sumatera Utara
Indonesia. Mengenai uang paksa ini, MA justru berpendapat bahwa dapat didasarkan atas Pasal 225 HIR sebagaimana ditegaskan oleh Oey Tjoeng Tjoeng sebagai penggugat asli.
Menurut hemat penulis, dari Putusan MA RI No. Reg. 24 KSip1958 juga dapat dilihat bahwa debitur tetap menanggung risiko karena tidak terlaksananya prestasi adalah akibat
kelalaiannya atau karena kesalahannya. Adanya kebijakan pemerintah yang melarang importir mengimpor lebih dari satu merek motor bukan alasan force majeure karena dalam
kasus di atas masih ada kemungkinan-kemungkinan atau alternatif lain yang legal atau tidak melanggar peraturan bagi pihak yang terkena dampak dari sebuah kebijakan untuk memenuhi
perjanjian.
3. Putusan MA RI No. Reg. 558 KSip1971
Putusan MA RI Reg. No. 558 KSip1971 dalam perkara Perusahaan Otobus NV Bintang dan Soegondo Atmodiredjo melawan Lim Chiao Soen. Kasus posisi dalam perkara tersebut
berkaitan dengan terbakarnya bus milik Lim Chiao Soen akibat dari kelalaian Soegondo Atmodiredjo, karyawan perusahaan otobus NV Bintang. Dalam kasus di atas, Soegondo
Atmodiredjo tetap dihukum untuk membayar ganti rugi karena tidak melakukan sesuatu yang sudah menjad kewajibannya.
Soegondo Atmodiredjo, berdasarkan pendapat dalam lalu lintas masyarakat dan kelayakan, seharusnya juga mengetahui risiko yang akan timbul akibat perbuatannya. Dalil
force majeure akan berhasil apabila force majeure terjadi di luar kesalahan Soegondo. Kenyataannya, Soegondo telah dalam keadaan lalai sehingga kebakaran terjadi. Dalam
putusannya, Hakim juga menetapkan pihak lain yang harus bertanggung jawab di luar kesalahannya. Dalam hal ini, berdasarkan Pasal 1367 KUH Perdata, majikan Perusahaan
Otobus NV Bintang harus bertanggung jawab atas kesalahan pekerjanya. Mahkamah Agung berpendapat bahwa keadaan memaksa atau force majeure yang diajukan tergugat asal sebagai
sebab timbulnya kebakaran yang menyebabkan musnahnya bus merek Dodge milik
Universitas Sumatera Utara
penggugat asli tidak terbukti. Setiap orang mengetahui bahwa mengisi bensin pada kendaraan bermotor tidak melalui pompa bensin adalah sangat berbahaya. Apabila yang bersangkutan,
meskipun mengetahui bahaya tersebut, tetap mengisi bensin dengan menggunakan ember di luar pompa bensin maka ia harus menanggung risikonya. Kebakaran tersebut terjadi karena
kelalaian seorang pegawai PO NV Bintang dalam melakukan pekerjaannya. Oleh karena itu, menurut yurisprudensi majikannya harus mengganti kerugian yang timbul karena kesalahan
pegawainya.Menurut hemat penulis, keputusan PN dan PT dalam kasus di atas sudah tepat. Demikian pula putusan MA yang menguatkan bahwa Soegondo Atmodiredjo tetap dihukum
untuk membayar ganti rugi karena tidak melakukan sesuatu yang sudah menjadi kewajibannya. Berdasarkan pendapat dalam lalu lintas masyarakat dan kelayakan, Soegondo
Atmodiredjo seharusnya juga mengetahui risiko yang akan timbul akibat perbuatannya. Putusan Hakim MA yang menetapkan pihak lain Pengusaha NV Bintang harus
bertanggung jawab di luar kesalahannya juga tepat. Berdasarkan Pasal 1367 KUH Perdata, majikan Perusahaan Otobus NV Bintang harus bertanggung jawab atas kesalahan
pekerjanya. Menurut hemat penulis, keputusan MA yang menyatakan bahwa majikan perusahaan otobus NV Bintang harus bertanggung jawab sudah tepat karena perbuatan yang
telah dilakukan Soegondo Atmodiredjo tersebut merupakan perbuatan melawan hukum. Umumnya, pribadi orang itu sendiri dapat dimintai pertanggungjawaban. Seorang majikan
hanya bertanggung jawab berdasarkan Pasal 1367 KUH Perdata, jika buruhnya sendiri dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan melawan hukum yang ia lakukan. Soegondo
Atmodiredjo, yang melakukan perbuatan melawan hukum tersebut, adalah orang yang mempunyai hubungan kerja dengan NV Bintang maka pertanggungjawaban majikan NV
Bintang didasarkan pada Pasal 1367 KUH Perdata.
Universitas Sumatera Utara
4. Putusan MA RI No. 3389 KPDT1984