Akibat Hukum Force Majeure dalam Hukum Perdata

C. Akibat Hukum Force Majeure dalam Hukum Perdata

Ada tiga akibat hukum keadaan yang memaksa, yaitu: 88 1. Debitor tidak perlu membayar ganti rugi. Pasal 1244 KUH Perdata 2. Beban Resiko tidak berubah, terutama pada keadaan memaksa sementara 3. Kreditor tidak berhak atas pemenuhan prestasi, tetapi sekaligus demi hukum bebas dari kewajibannya untuk menyerahkan kantra prestasi, kecuali untuk yang disebut dalam Pasal 1460 KUH Perdata. Ketiga akibat itu dibedakan menjadi dua macam: 89 1. Akibat keadaan memaksa absolut, yaitu akibat nomor 1 dan 2 2. Akibat keadaan memaksa relatif, yaitu akibat nomor 2 Mengenai keadaan memaksa Force Majeure yang absolut diartikan keadaan memaksaforce majeure yang terjadi sehingga prestasi dari kontrak sama sekali tidak mungkin dilakukan. Misalnya, barang yang merupakan objek kontrak musnah. Menurut Jamal Wiwoho 90 , akibat dari keadaan memaksa akan mengakibatkan perikatan tersebut tidak lagi bekerja walaupun perikatannya sendiri tetap ada. Maka dalam hal ini : 1. Debitur tidak perlu membayar ganti rugi Pasal 1244 KUHPerdata 2. Kreditur tidak berhak atas pemenuhan prestasi, tetapi sekaligus demi hukum bebas dari kewajibannya untuk menyerahkan kontraprestasi, kecuali yang disebut dalam Pasal 1460 KUHPerdata 3. Beban resiko tidak berubah, terutama pada keadaan memaksa yang sementara. Selanjutnya menurut Gunawan Widjaja 91 , force majeure atau keadaan memaksa akan berakibat: 1. Alasan pemaaf dan alasan pembenar adalah alasan yang mengakibatkan debitor yang tidak melaksanakan kewajibannya sesuai perikatan pokokasal, tidak diwajibkan untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga 2. Alasan pembenar adalah alasan yang berhubungan dengan ketidakmampuan objektif untuk memenuhi perikatan yang ada. Sementara itu, alasan pemaaf adalah alasan yang berhubungan dengan ketidakmampuan seubjektif dalam memenuhi perikatan 88 Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis [BW],Sinar Grafika, Jakarta, 2006, Hlm. 184-185. 89 Ibid 90 Jamal Wiwoho, Pengantar Hukum Bisnis,Sebelas Maret University, Surakarta, 2007, hlm 29. 91 Gunawan Sidjaja, Memahami Prinsip Keerbukaan dalam Hukum Perdata, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta ,2006, hlm. 377-378. Universitas Sumatera Utara 3. Alasan pemaaf dan alasan pembenar yang diperbolehkan tersebut bersifat limitatif dengan pengertian bahwa selain yang disebutkan dalam KUHPerdata tidak dimungkinkan bagi debitor untuk mengajukan alasan lain yang dapat membebaskannya dari dalam hal debitor telah cidera janji. Hal ini harus dibedakan dari suatu keadaan dimana kreditor tidak menuntut pelaksanaan penggantian biaya, kerugian, dan bnga dari debitor yang telah cidera janji 4. Alasan pembenar yang diperbolehkan adalah suatu keadaan memakasa atau yang kejadian tidak disengaja yang mengakibatkan debitor terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan atau melakukan suatu pembuatan yang terlarang baginya. Keadaan memaksa atau kejadian yang tidak disengaja ini adalah suatu alasan yang bersifat objektif yang dalam pandangan setiap orang, tidak hanya semata-mata debitor pribadi dengan terjadinya peristiwa memaksa atau tidak terduga tersebut, tidak mungkin dapat melaksanakan perikatan yang telah ditetapkan 5. Alasan pemaaf yang dapat dijadikan alasan adalah terjadinya suatu hal yang tak terduga, yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya selama tidak ada itikad buruk kepadanya. Dalam konteks alasan pemaaf ini, unsur tidak dapat dipertanggung jawabkan kepada debitor memegang peranan yang sangat penting karena alasan ini semata-mata bergantung pada kemampuan subjektivitas dari debitor tersebut. Jadi jika debitor masih dapat dipertanggung jawabkan atas tidak dapat dipenuhinya kewajiban atau prestasi yang wajib olehnya tersebut, debitor berkewajiban untuk membayar ganti rugi, biaya, dan bunga. Atas alasan diatas maka debitor tidak dapat atau tidak memiliki kewajiban untuk memberikan pengganti rugian kepada kreditor berupa biaya ataupun bunga berdasarkan pokokasal.

D. Yurispridensi dan Putusan MA Mengenai Force Majeure