59
8 Karakteristik Praktek Generalis
Social workers are generalist Landon, 1995; Sheafor
Landon, 1987. Dari pertanyataan tersebut memiliki arti bahwa para pekerja sosial harus menguasai dan memiliki pengetahuan
serta keterampilan yang luas. Karena memang profesi pekerjaan sosial akan dihadapkan dengan berbagai masalah
manusia yang sifatnya multi level, baik ranah mikro, meso maupun makro; baik sifat pelayanan tersebut direct service
maupun indirect service. Kemudian apa ciri atau karakteristik dari praktek pekerjaan sosial generalis. Berikut ini akan
dikemukakan beberapa
karakteristik mengenai
praktek generalis, berdasarkan konsepsi dari Karen K. Kirst-Ashman
Grafton H. Hull, Jr. 2002.
A. Berbasiskan Pengetahuan Ekletik
Beragam cara dapat dilakukan dalam rangka mendapatkan basis pengetahuan pekerjaan sosial yang bersifat eklektik,
sehingga perlu memilih mana yang terbaik dari beragam
60
pendekatan, metode dan gaya praktek pekerjaan sosial. Misalkan saja, pengetahuan-pengetahuan yang berkaitan
dengan pemahaman akan dinamika situasi manusia, dan kemudian bagaimana menentukan keterampilan terbaik apa
yang sesuai dengan kondisi dinamina manusia tersebut. Pekerjaan sosial akan terus tumbuh dan berkembang
dengan berpijak pada pengetahuan-pengetahuan tentang bagaimana seharusnya para pekerja sosial dapat bekerja secara
lebih efektif dalam membantu pemecahan suatu masalah. Oleh karena itu, pekerjaan sosial di awalnya perlu meminjam ilmu
dari bidang-bidang lainnya, seperti psikologi, ilmu politik, dan sosiologi. Pekerjaan sosial kemudian dapat menerapkan
pengetahuan-pengetahuan tersebut pada situasi prakteknya. Dengan demikian, praktisi pekerjaan sosial generalis
perlu pula mengetahui banyak hal. Artinya adalah bahwa basis pengetahuan pekerjaan sosial haruslah luas sehingga mereka
dapat menentukan atau memilih dari rentang pendekatan, metode dan keterampilan yang luas tersebut agar dapat
diterapkan dalam praktek pekerjaan sosial. Perspektif penting berikutnya adalah teori sistem, dimana teori ini bagi pekerja
sosial diadopsi sebagai bagian dari basis pengetahuan
61
pekerjaan sosial. Teori sistem menyediakan suatu landasan teoritis yang kuat sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
profesi pekerjaan sosial. Tentu saja semua disiplin akademik memiliki kerangka
filosofis dan kerangka konseptual, karena berdasarkan kerangka itulah model praktek dikembangkan dalam pekerjaan
sosial. John Poulin 2005, dalam bukunya “Strengths-Based Generalist Practice: A Collaborative Approach”
menyatakan bahwa model praktek generalis dapat dikembangkan dengan
menggabungkan dua kerangka koseptual yang sangat berbeda, yaitu logika positifisme dan post modernism.
Upaya praktek pekerjaan sosial yang berbasis metode ilmiah sudah dimulai dengan publikasi dari Mary Richmond
berjudul Social Diagnosis pada tahun 1917. Dalam bukunya tersebut, dia memandang bahwa “diagnosa sosial” sebagai
sebuah suatu proses ilmiah pengumpulan data dan pengujian hipotesis atas keberfungsian sosial klien. Pergerakan
pendekatan casework yang berorientasi-psikoanalitis mulai muncul di tahun 1920-an yang juga bersandarkan pada prinsip-
prinsip study, diagnosis, dan treatment Reid, 1994. Pendekatan psikososial dan psikodinamika juga mulai
62
berkembang secara berbeda dari tradisi psikoanalitis juga mulai mendominasi teori-teori praktek pekerjaan sosial dari tahun
1940-an hingga kini. Di tahun 1960-an, gerakan praktek empiris juga mulai
berkembang. Gerakan praktek empiris menekankan pentingnya penerapan metode penelitian bagi praktek individual, keluarga
dan kelompok. Karakteristik yang membedakan pekerjaan sosial empiris dari praktek pekerjaan sosial sebelumnya adalah
pada pemanfaatan metode ilmiah dalam mengkaji situasi- situasi klien, penetapan-penetapan tujuan, fokus pada formulasi
solusi intervensi, dan efektifitasnya yang terevaluasi. Para pekerja sosial empiris menfokuskan diri pada assessment fakta-
fakta yang relevan, secara khusus pada keterukuran atau kejelasan permasalahan, dan hasil assessment yang objektif
Fischer, 1981; Hudson, 1982; Reid, 1994. Dalam tabel 2 terlihat bahwa pekerjaan sosial perlu
mempertimbangkan pemanfaatan pengetahuan tentang perilaku manusia dan lingkungan sosial human behavior in and social
environment , kebijakan sosial social policy dan pelayanan
kesejahteraan sosial, prakek pekerjaan sosial, penelitian, keragaman manusia, pendekatan-pendekatan yang mendukung
63
keadilan sosial dan ekonomi, dan berpihak pada populasi yang rentan. Pada bagian berikut akan dijelaskan secara singkat
mengenai teori sistem dan penerapannya bagi praktek generalis.
Teori Sistem
Fokus pekerjaan sosial pada interaksi-interaksi antar individu dan beragam sistem dalam lingkungan. Suatu siatem adalah
seperangkat elemen yang secara teratur dan saling berkaitan fugsional secara menyeluruh. Setiap bagian terkait dengan
banyak komponen lainnya yang bekerja bersama agar fungsional.
Teori sistem menyediakan para pekerja sosial suatu perspektif konseptual yang menekankan pada interaksi diantara
berbagai sistem. Penekanannya pada hubungan dan interaksi diantara individu, keluarga, kelompok, organisasi, dan
komunitas yang fungsional bersama-sama dalam suatu lingkungan. Teori sistem menyediakan suatu pendekatan
pemahaman dunia luas yang dapat diterapkan dalam banyak seting praktek pekerjaan sosial.
64
Pemahaman akan teori sistem bagi pekerja sosial adalah penting, mengingat praktek generalis akan memerlukan
penggambaran sasaran pada semua ukuran sistem guna proses perubahan. Pekerja sosial generalis, akan dituntut untuk
mampu mengevaluasi beragam permasalahan yang dihadapi dengan beragam perspektif. Sehingga sebagai pekerja sosial,
mereka diharapkan mampu untuk menentukan perubahan terbaik apa yang dapat dicapai oleh individu, keluarga,
kelompok, organisasi, ataupun komunitas. Pekerja sosial diharapkan juga mampu menentukan sejumlah sistem yang
seharusnya dapat menjadi sasaran dari upaya perubahan terencana. Dalam konteks penulisan buku ini, maka fokusnya
adalah penerapan praktek generalis dalam ranah praktek makro.
Konseptualisasi Sistem dalam Praktek Makro
Istilah makro yang dipergunakan dalam tulisan ini, adalah penerapan keterampilan praktek generalis dalam konteks
makro organisasi atau komunitas yaitu upaya-upaya perubahan terencana pada suatu sistem klien makro.
65
Agar dapat memahami lebih baik lagi proses perubahan makro, akan sangat membantu apabila mengkonseptualisasi
terlebih dahulu sejumlah konsep interaksi sistem dalam lingkungan. Sebagaimana telah kemukakan sebelumnya, maka
teori sistem menunjukkan dinamika, yaitu interaksi yang saling terkait diantara sejumlah sistem dan sub sistem di dalamnya.
Sistem tersebut ukuran besarannya beragam. Dalam konteks yang lebih luas dari praktek generalis, akan dikemukakan
empat jenis sistem penting dalam upaya proses perubahan, yaitu: klien makro, sasaran makro, agen perubahan makro, dan
sistem tindakan makro Compton, Galaway Couroyer, 2005; Pincuss Minnahan, 1973.
Sistem Klien Makro
Sistem klien adalah beberapa individu, keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas yang akan memperoleh manfaat
maksimal dari intervensi pekerjaan sosial generalis. Sistem klien makro meliputi sejumlah besar klien, keluarga, atau
kelompok-kelompok klien dengan karakteristik atau kualifikasi yang
sama dalam
upaya memperoleh
sumber atau
pelayanannya, atau sebuah badan pelayanan atau komunitas
66
yang akan memperoleh manfaat dari proses intervensi makro. Sebagai contoh, sebagai seorang praktisi generalis mungkin
akan berupaya mengembangkan atau mengimplementasikan sebuah program penempatan kerja yang mungkin akan
berdampak pada lusinan atau bahkan ribuan pengangguran. Seperti halnya, pengembangan sebuah program pelatihan
lembaga internal mengenai penerapan teknik treatment baru yang ditujukan peningkatan lembaga tersebut yaitu diantaranya
memperbaiki penyediaan pelayanan sosial. Perbedaannya
adalah bahwa
perubahan makro
digunakan untuk memperoleh manfaat yang lebih besar jumlahnya bagi sekelompok orang-orang, dimana kelompok
tersebut dapat terdiri dari populasi klien khusus, anggota atau pengurus lembaga, atau warga masyarakat. Berbeda halnya
dengan tujuan perubahan mikro dan meso yang lebih bermanfaat bagi klien individual, keluarga, atau kelompok
kecil.
Sistem Sasaran
Sistem sasaran adalah sistem yang pekerja sosial harus modifikiasi atau pengaruhi dalam rangka pencapaian tujuannya
67
dan klien memperoleh manfaat hasil dari proses perubahan terencana tersebut Compton et.al, 2005; Pincus Minahan,
1973; Sheafor Horejsi, 2006. Dalam praktek makro, maka sistem sasarannya akan meliputi sebuah organisasi atau
komunitas. Lembaga tempat pekerja sosial berpraktek, juga merupakan sebuah organisasi yang juga mungkin saja
mengharuskan perlunya perbaikan pada sejumlah kebijakan atau pelayanannya. Demikian pula halnya dengan komunitas,
dimana pekerja sosial perlu menyediakan layanan-layanan baru yang memang benar-benar dibutuhkan oleh warga misalkan,
program rehabilitasi penanganan kecanduan obat-obatan terlarang, atau program siskamling sebagai pencegahan
kejahatan. Pada kasus pak Jana conoh sebelumnya, mungkin pelayanan-pelayanan pendukung seperti bantuan makanan
hangat, layanan asisten rumah tangga keliling yang paruh waktu, yang mungkin saja pelayanan-pelayanan pendukung
tersebut bukan hanya bagi pak Jana saja tetapi banyak warga senior lainnya yang membutuhkan. Sehingga dalam kasus
tersebut, maka pekerja sosial dapat menentukan sistem sasaran secara makro yaitu pada lembaga atau komunitas, dalam
rangka mengembangkan sumber-sumber pelayanan tersebut.
68
Konsep organisasi dan komunitas adalah luas. Konsep tersebut juga berlaku bagi organisasi kecil atau komunitas kecil
seperti sub bagian tertentu dari sebuah kantor, sekelompok jamaah yang terisolasi, atau warga kampung atau berlaku bagi
sistem yang lebih besar seperti unit-unit kota, kabupaten, provinsi, pemerintahan atau negara. Demikian pula halnya
pada suatu komunitas dalam arti luas yaitu warga masyarakat dari sebuah negara. Sistem dapat digambarkan dengan berbagai
ukuran. Dengan demikian, sistem sasaran adalah sejumlah sistem yang memerlukan perubahan melalui intervensi makro.
Sistem Agen Pelaksana Perubahan
Dalam perspektif praktek makro, agen perubahan adalah individu yang menginisiasi proses perubahan makro. Dalam
konteks ini, pekerja sosial adalah agen perubahan karena berupaya mengimplementasikan perubahan pada level makro.
Pekerja sosial mungkin berupaya melakukan perubahan- perubahan melalui peningkatan efektivitas lembaga atau
perbaikan kualitas kehidupan sebuah masyarakat. Selanjutnya, mungkin pekerja sosial tersebut berupaya memperoleh sumber
dukungan, dengan bergabung dalam koalisi dengan pihak lain
69
yang juga percaya dan sepakat dengan usulan-usulan perubahan pada level makro. Kemudian pekerja sosial sebagai
pelaksana individual, menjadi bagian dari sistem yang lebih luas tersebut. Apakah pekerja sosial melakukan sendiri
aktifitasnya atau bergabung dengan sistem lainnya dalam upaya melakukan perubahan makro, maka posisi pekerja sosial
juga menjadi bagian dari sistem kegiatan aksi.
Sistem Kegiatan Aksi
Sistem kegiatan termasuk di dalamnya adalah orang-orang yang setuju dan berkomit untuk bekerja bersama dalam rangka
melakukan perubahan makro. Dalam kasus tertentu, dapat saja pekerja sosial bekerja sendiri atau membentuk sistem kegiatan
sendiri dalam melakukan perubahan. Paka kasus lainnya, dapat saja pekerja sosial menetapkan bahwa akan lebih bermanfaat
apabila bergabung bersama dengan pihak lain dalam rangka membantu implementasi perubahan makro.
70
Perilaku Manusia dan Lingkungan Sosial human
behavior and social environment
Satu cara klasifikasi berdasarkan batang tubuh pengetahuan pekerjaan sosial, bahwa yang harus diajarkan bagi para pekerja
sosial generalis adalah human behavior and social environment HBSE atau perilaku manusia dan lingkungan manusia
PMLS. Kemudian lainnya dari dimensi pengetahuan pekerjaan sosial adalah pengetahuan mengenai kebijakan dan
pelayanan kesejahteraan sosial, praktek pekerjaan sosial, penelitian, human diversity, promotion of social and economic
justice, population-at-risk, serta nilai dan etika.
Pengetahuan mengenai HBSE adalah penting untuk memberikan sebuah landasan guna membangun keterampilan-
keterampilan praktek. Setelah tahap engagement, tahap kedua dalam proses perubahan terencana adalah akurasi asesmen atas
orang, masalah, serta situasi dalam konteks lingkungan sosial. Konsep lingkungan menjadi sangat penting vital dalam upaya
menganalisis dan memahami perilaku manusia. Karenanya, fokus pekerjaan sosial adalah pada a person-in-environment,
yaitu interaksi antara individu, sistem, dan lingkungan; sebagai titik perhatian yang kritis. Sebagai sebuah perspektif
71
konseptual, konsep a person-in-environment menyediakan sebuah tools pengetahuan bagi pekerja sosial dengan
representasi simbolis
tentang bagaimana
manusia memandang dunia. Pengetahuan tersebut juga menyediakan
suatu gagasan tentang bagaimana mengkaji to assess situasi klien dan mengidentifikasi alternatif-alternatif solusi pada
berbagai level praktek pekerjaan sosial. Para pekerja sosial sudah sepatutnya memiliki
pengetahuan-pengetahuan yang berdimensi biologi, sosial, psikologi, budaya, dan spiritual
yang mempengaruhi
keberfungsian manusia. Melalui perjalanan hidupnya, individu- individu merupakan bagian internal dan integral dari beragam
ukuran sistem termasuk di dalamnya adalah keluarga, kelompok-kelompok,
organisasi-organisasi, maupun
masyarakat. Para pekerja sosial perlu pula memahami bagaimana semua dimensi perilaku manusia tersebut
berdampak pada orang dan interaksinya. Tujuan dari pekerjaan sosial adalah bagaimana menerapkan pengetahuan tersebut
ditujukan untuk meningkatkan keberfungsian dan keterlibatan orang dari rentang sistem dalam lingkungan mereka.
72
Kebijakan dan Pelayanan Kesejahteraan Sosial
Kebijakan, apabila digambarkan dengan cara yang paling sederhana, adalah peraturan. Kehidupan pekerja sosial dan
klien sebagai individu diatur oleh suatu peraturan: yaitu aturan mengenai bagaimana seharusnya berkendaraan yang baik,
aturan mengenai kapan seharusnya pergi ke sekolah, atau aturan mengenai bagaimana kita seharusnya berbicara atau
menulis, dan seterusnya. Kebijakan adalah aturan yang memberitahukan kepada
kita mengenai tindakan mana yang harus diambil dan mana yang harus ditinggalkan. Kebijakan kesejahteraan sosial
memberitahukan kepada kita tentang sumber-sumber apa yang tersedia bagi klien dan apa yang dapat pekerja sosial lakukan
bagi kliennya. Praktisi generalis memerlukan kemampuan untuk menganalisa kebijakan dan mampu melakukan
perubahan jika diperlukan. Kebijakan dapat dibagi menjadi dua kategori utama,
yaitu: kebijakan sosial social policy dan kebijakan lembaga badan pelayanan. Kebijakan sosial terdiri dari hukum-hukum
dan peraturan-peraturan yang menentukan keberadaan dan ketersediaan program-program sosial, kriteria atau kategori
73
klien yang layak untuk memperoleh pelayanan, dan menentukan siapa-siapa saja yang berwenang dan memiliki
kualifikasi untuk menjalankan program tersebut. Kebijakan juga menyediakan seperangkat acuan standards berkenaan
dengan jenis-jenis pelayanan yang akan dan dapat disediakan, kualifikasi penyedia layanan, dan aturan-aturan lainnya.
Pengertian kebijakan sosial meliputi “the actions of goverment that have a direct impact on the welfare of people
by providing services and income. As principles of action, policies translate our goverments’s sense of responsibility to
us, its citizens. Thus, social policies reflects sicetal values, ideals, and a vision of what the world should look like”
Tice Perkins, 2002, p.2. Dalam kebijakan sosial tersebut,
terdapat juga aturan-aturan mengenai bagaimana pendanaan atau biaya-biaya yang harus dikeluarkan guna membantu
orang-orang yang layak menerima bantuan, serta bagaimana cara, pendekatan, dan metode yang digunakan agar orang-
orang tersebut dapat ditangani. Dengan demikian kebijakan sosial juga menentukan siapa yang elijibel untuk memperoleh
bantuan umum masyarakat dan siapa yang tidak; sedangkan untuk kebijakan-kebijakan khusus, misalkan berkaitan dengan
74
apa yang pekerja sosial dapat lakukan untuk menangani anak korban kekerasan seksual dan apa yeng tidak boleh dilakukan.
Dalam kerangka membentuk dan membuat kebijakan sosial, dapat saja lembaga kebijakan agency policies
memasukan acuan-acuan yang diperoleh dari organisasi perorangan
dan program-program
yang menyediakan
pelayanan contohnya, lembaga-lembaga pelayanan keluarga, badan-departemen pelayanan manusia, atau rumah perawatan.
Dalam standar-standar tersebut mungkin saja secara khusus mengatur
tentang bagaimana
pembentukan lembaga,
kualifikasi supervisor dan pekerja sosial seperti apa yang dibutuhkan, norma atau aturan yang mengatur pekerja sosial
yaitu berkenaan dengan boleh dan tidaknya, serta prosedur apa yang sesuai atau cocok guna melengkapi sebuah asesmen bagi
keluarga, misalnya. Itulah beberapa contoh atau aspek kecil dari sekian banyak aspek kehidupan dari badan pelayanan
sosial dan keterkaitannya dengan kebijakan sosial. Pengetahuan dan pemahaman akan kebijakan pada
semua level dalam kerangka praktek generalis adalah sangat penting. Dalam suatu organisasi kebijakannya dapat berisi
penegasan mengenai seberapa banyak penghasilan seorang
75
pegawai dapat diperoleh dan bagaimana peningkatan penghasilannya pertahun, bagaimana mengukur kinerja, dan
seterusnya. Misalkan sebuah kebijakan dari lembaga pengasuhan anak dapat menentukan siapa yang elijibel untuk
memperoleh pelayanan asuhan di sebuah lembaga pengasuhan. Dengan demikian suatu kebijakan program sosial, dapat
menentukan siapa yang layak mendapatkan pelayanan dan sumber-sumber yang dibutuhkannya.
Terkadang, untuk alasan tertentu, suatu kebijakan sosial nampak kurang adil atau tidak berpihak kepada klien. Suatu
kebijakan sosial terkadan ghanya diimplementasikan demi kepentingan politik semata. Seorang pekerja sosial mungkin
saja dapat menyimpulkan bahwa sebaiknya sebuah kebijakan lebih beretika atau secara moral dapat diterima secara luas oleh
masyarakat. Dalam kasus tertentu, mungkin saja pekerja sosial memutuskan untuk membela kepentingan klien dengan
berupaya mencoba melakukan perubahan kebijakan. Upaya- upaya untuk mempengaruhi suatu kebijakan dalam rangka
pemenuhan hak-hak asasi klien, yang mungkin seorang pekerja banyak menggunakan metode advokasi dalam pendekatannya
tersebut.
76
Pada bagian selanjutnya, praktisi pekerja sosial generalis juga sangat membutuhkan landasan pengetahuan
berkenaan dengan proses pelayanan sosial. Secara historis, telah banyak pula dikembangkan bagaimana pelayanan-
pelayanan sosial sebaiknya dilakukan. Dalam proses pelayanan sosial juga dikembangkan sebuah perspektif analitis mengenai
bagaimana sebaiknya pelayanan-pelayanan tersebut yang dapat memenuhi kebutuhan dasar manusia dan mendukung
peningkatan kapabilitas manusia.
Praktek Pekerjaan Sosial
Berbicara pengetahuan maka menyebut apa itu pengetahuan pekerjaan sosial, kemudian kalau bicara praktek maka
berbicara bagaimana. Praktek pekerjaan sosial adalah kegiatan melakukan pekerjaan sosial. Praktek pekerjaan sosial tersebut
mulai dari identifikasi permasalahan, identifikasi klien, kemudian pemilihan alternatif intervensi, kemudian melakukan
proses perubahan terencana untuk mencapai tujuan-tujuan intervensi.
Berdasarkan hasil identifikasi dan kajian terhadap klien, maka pekerja sosial kemudian dapat menentukan alternatif
77
praktek terbaik apa yang dapat membantu klien. Misalkan, pendekatan konseling apa yang paling efektif? Keterampilan
intervensi krisis apa yang akan diterapkan? Apakah permasalahannya hanya ada orang perorang saja? Apakah
pekerja sosial melihat bahwa sebetulnya banyak klien memiliki masalah yang sama? Apakah pekerja sosial perlu membangun
dan mengembangkan program pencegahan guna mengatasi permasalahan secara lebih luas? Apakah pekerja sosial perlu
melibatkan lembaga-lembaga lain dan perubahan kebijakan secara politis dalam rangka ketersedian pendanaan yang lebih
efektif lagi agar dapat membantu klien dan banyak klien lainnya yang memiliki kesamaan masalah?
Penelitian
Pengetahuan-pengetahuan mengenai penelitian pekerjaan sosial bagi pekerja sosial generalis juga penting, yang setidaknya
terdapat dua alasan yang mendasarinya Reid, 1987; Rubin Babie, 2007. Pertama, penelitian dapat memandu para pekerja
sosial untuk bekerja menjadi lebih efektif dalam prakteknya. Dengan penelitian, setidaknya dapat membantu untuk
memperbaiki dan memperjelas hasil dari sebuah proses
78
pelayanan. Batasan atau ruang lingkup intervensi pekerjaan sosial dapat dievaluasi melalui penelitian sehingga dapat
menyediakan informasi mengenai teknik terbaik apa yang dapat digunakan untuk jenis permasalahan yang sifatnya
khusus. Ketika pekerja sosial bekerja dengan seorang klien maka prosesnya dapat dievaluasi, sehingga memungkinkan
pekerja sosial untuk memutuskan apakah mereka benar-benar mampu membantu seorang klien dengan permasalahannya;
kemudian juga, pekerja sosial dapat memonitor kemajuannya selama proses implementasi pertolongan berlangsung Hudson
Thyer, 1987. Hal yang sama juga berlaku bagi lembaga pelayanan, dimana penelitian dapat digunakan untuk
mengevaluasi efektifitas program-programnya. Alasan yang kedua adalah bahwa akumulasi dari hasil-
hasil penelitian dapat membantu untuk membangun suatu basis pengetahuan yang kuat dan efektif untuk pengembangan
profesi pekerjaan sosial di masa mendatang. Manfaat penelitian bagi basis pengetahuan yaitu “...can generate and refine
concepts, determine the evidence for generalizations and theories, and ascertain the effectiveness of practice methods...;
empirically grouded knowledge can make a decisive
79
difference” sehingga akan memantapkan pekerjaan sosial
sebagai sebuah profesi yang bertanggungjawab dan dihormati oleh profesi lainnya dan masyarakat luas Reid, 1987, p.474.
Konsep penting terbaru dalam perkembangan penelitian pekerjaan sosial adalah evidence-based practice, dimana di
dalamnya dikembangkan secara hati-hati, penuh pertimbangan, dan penuh rasa tanggungjawab melalui pemanfaatan terhadap
bukti-bukti terbaik yang tersedia digunakan pada implementasi intervensi yang ternyata terbukti efektif, khususnya dalam
situasi praktek tertentu Gambrill, 2005; Rubin Babbie, 2007. Rubin dan Babbie menjelaskan:
Practitioners engaged in evidence-based practice will be critical thinkers described more thoroughly later. Rather
than automatically accepting everything others with more experience or authority tell them about practice, they will
question things. They will recognize unfounded beliefs and assumptions and think for themselves as to the logic and
evidence supporting what others may convey as practice wisdo, Instead of conforming blindly to tradition or
authority; they will use the best scientific evidence available in deciding how to intervene with individuals, families,
groups, or communities 2007, p.4
Rubin dan Babbie menyatakan bahwa sedikitnya penelitian pekerjaan sosial memiliki empat tujuan utama:
80
1. Exploration: Banyak penelitian pekerjaan sosial
dilakukan untuk menggali suatu topik tertentu— membangun pemahaman mendalam akan topik atau isu
permasalahan tertentu. Tujuan penelitian eksplorasi dilakukan manakala seorang peneliti tertarik untuk
meneliti hal-hal baru atau yang belum pernah dikaji sebelumnya, atau ketika seorang peneliti berupaya
untuk menguji kelayakan dengan penuh kehati-hatian untuk mempelajari atau mengakjinya. Sebagai contoh,
misalkan seorang pekerja sosial mengembangkan suatu pelayanan bagi lansia yang benar-benar rentan dalam
sebuah masyarakat etnik minoritas dengan informasi minim berkaitan dengan gambaran masyarakat tersebut.
Kemudian pekerja sosial ingin melakukan suatu survai dengan mengjangkau masyarakat yang luas untuk
mengkaji dan melihat ketepatan akan kebutuhan- kebutuhan serta alternatif pemanfaatan pelayanan yang
sedang coba pekerja sosial kembangkan. Sebelum berlanjut, pekerja sosial memperhitungkan agar skala
penelitian menjadi lebih memungkinkan menjangkau atau memotret situasi tersebut, maka kemudian pekerja
sosial melakukannya terlebih dahulu pada skala yang
81
lebih kecil. Hasil kajiannya akan menjadi lebih fleksibel sehingga memungkin bagi pekerja sosial membuat
rencana yang lebih besar dan lebih hati-hati terutama berkaitan dengan budaya tertentu.
2. Descriptive: banyak atau sebagian besar penelitian
pekerjaan sosial dilakukan pada tujuan yang kedua ini, yaitu: untuk menggambarkan situasi atau kejadian.
Peneliti mengamati dan kemudian menggambarkan apa yang telah diamatinya. Karena pengamatan ilmiah harus
hati-hati dan memiliki tujuan yang jelas, maka sebuah deskriptif ilmiah semestinya lebih akurat dan lebih tepat
daripada sekedar gambaran biasa. Contoh dari penelitian deskriptif ini, misalkan seorang peneliti
mungkin akan mengkaji atau menilai kebutuhan sebuah masyarakat dengan melakukan sebuah survai warga
masyarakat. 3.
Explanation: tujuan umum ketiga penelitian pekerjaan sosial adalah menjelaskan sesuatu. Misalkan laporan
mengenai, mengapa beberapa kota besar di salah satu propinsi di Indonesia memiliki tingkat kekerasan
terhadap anak yang tinggi daripada wilayah lainnya, merupakan sebuah kasus yang memerlukan penjelasan
82
ilmiah. Namun sebuah laporan sederhana tentang perbedaan tingkat kekerasan antar kota besar di salah
satu propinsi adalah sebuah laporan penelitian deskripsi. Seorang peneliti yang bertujuan melakukan
eksplanasi adalah jika dia ingin tahu, misalkan mengapa wanita yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga
akan kembali hidup dalam suasana dengan kekerasan pula, jelas hal ini memerlukan penjelasan lebih jauh,
lebih daripada
gambaran sederhana
bagaimana pengulangan tersebut terjadi.
4. Evaluation: tujuan penelitian pekerjaan sosial ini adalah
mengevaluasi kebijakan sosial, program atau intervensi. Maksud evaluasi dari penelitian pekerjaan sosial secara
aktual seharusnya mencakup tiga tujuan penelitian sebelumnya,
yaitu: eksplorasi,
deskripsi, dan
eksplanasi. Banyak pertanyaan yang mungkin diajukan dalam rangka memahami sebuah kebijakan sosial,
program atau intervensi apakah berjalan efektif atau tidak.
Contohnya dalam
rangka mengevaluasi
penyediaan pelayanan dalam sebuah masyarakat, yang akan dieksplorasi mungkin apa jenis pelayanan-
pelayanan yang dibutuhkan dengan menggunakan
83
survai pada sampel dari warga masyarakat tersebut Hal yang sama, kemudian penelitian juga dilakukan untuk
mendeskripsikan atau menggambarkan bagaimana pelayanan-pelayanan yang telah tersedia tersebut
dimanfaatkan oleh warga masyarakat. Suatu penelitian juga mungkin bertujuan mengkaji variabel-variabel
yang berkaitan untuk penyediaan pelayanan seperti etnisitas,
rendahnya pendapatan,
atau tingkat
pendidikan untuk explain mengapa pelayanan pada beberapa kelompok tertentu lebih banyak tersedia
daripada kelompok lainnya. Pada akhirnya, evaluasi efektifitas penyediaan pelayanan mungkin lebih fokus
pada bagaimana
pelayanan-pelayanan tersebut
berdampak bagi klien atau adanya ketercapaian tujuan- tujuan yang telah ditentukan.
Perlu dicatat bahwa penelitian dalam pekerjaan sosial atau penelitian bidang sosial lainnya tidaklah kaku ketat yang
hanya terbatas dalam satu dari empat jenis penelitian tersebut. Banyak penelitian-penelitian sosial memiliki tujuan lebih dari
satu dan meliputi sejumlah komponen. Tentunya hal tersebut
84
bergantung pada ketersediaan sumber, waktu dan tenaga dalam melakukan penelitian sosial.
Oleh karena itu pemahaman mengenai penelitian sosial juga merupakan bagian penting bagi praktek generalis.
Penelitian akan menjelaskan dan mendukung pendekatan- pendekatan intervensi yang digunakan. Penelitian juga akan
menjelaskan teori-teori dan program-program mana yang lebih efektif bagi sebuah komunitas atau kelompok sasaran tertentu.
Pada akhirnya, penelitian akan membantu pekerja sosial untuk memastikan bahwa sistem klien telah terbantu atau belum, oleh
apa yang telah dikerjakan oleh pekerja sosial kepada mereka.
Ragam Manusia Human Diversity
Kalau kita amati, maka setiap orang sesungguhnya dapat dikenali atau diidentifikasi sesuai latar belakang
kelompoknya, sehingga mereka berbeda jika dibandingkan dengan kelompok mayoritas lainnya dalam sebuah masyarakat.
Setiap orang memiliki nilai perhatian khusus atau ‘kekhasan’ yaitu perbedaan-perbedaan yang membedakan dirinya dengan
orang lain, misalkan usia, kelas sosial, warna kulit, budaya,
85
disabilitas, etnis, struktur keluarga, gender, status perkawinan, asal negara, ras, religi, seks dan orientasi seksual.
Keanggotaan seseorang dalam sebuah kelompok yang perbedaannya terlihat jelas dengan ciri-cirinya dapat juga
menempatkan orang tersebut pada situasi yang penuh resiko atau rawan mendapatkan tindakan diskriminatif, penganiayaan,
dan perampasan hak-hak ekonomi dan sosialnya. Diskriminasi adalah tindakan mengancam secara berbeda, yang terjadi
karena mereka memiliki ciri-ciri pada kelompok khusus daripada umumnya. Sedangkan pemaksaan meliputi tindakan
pembatasan dan pengekangan yang ekstrim pada beberapa orang, kelompok atau pada sistem yang lebih luas.
Pengurangan atau pembatasan sumber ekonomi adalah suatu kondisi tidak meratanya akses atau daya jangkau kelompok
masyarakat tertentu terhadap sumber-sumber keuangan. Hal- hal tersebut berakibat pada munculnya sejumlah situasi seperti
pengangguran, diskriminasi pekerjaan, manfaat kerja yang tidak sesuai, dan kebijakan publik yang tidak memuaskan.
Diskriminasi dan pemaksaan pembatasan tersebut biasanya memang muncul dari stereotip. Suatu stereotip adalah
sesuatu yeng terbentuk dari gambaran mental akan anggota dari
86
kelompok tertentu berdasarkan pada sejumlah atribut atau atribut-atribut yang merefleksikan pandangan yang berlebihan
tentang kelompok tersebut, tanpa pertimbangan atau apresiasi akan terdapatnya perbedaan-perbedaan individual.
Berikut ini adalah contoh gambaran dari situasi yang relevan dengan stereotip, yaitu bayangkan seorang perempuan
yang berada dalam sebuah bisnis perlengkapan kebutuhan lelaki remaja. Pikirkan seorang wanita berusia enam puluh
empat tahun yang menjual barang di sebuah pusat pertokoan dimana yang lainnya berusia dibawah tiga puluh tahun.
Keanggotaan seseorang dalam sejumlah kelompok beragam akan memberikan pandangan berbeda akan situasi dan
kondisi lingkungan yang berbeda pula. Pemikiran kritisnya untuk para pekerja sosial adalah kemampuan untuk memahami
secara integral
berbagai keragaman
manusia yang
menakjubkan tersebut. Sebab, dalam rangka bekerja dengan berbagai kelompok, maka para pekerja sosial harus secara
konsisten istiqomah berupaya memahami akan perbedaan budaya dan situasi tersebut. Pemahaman tersebut adalah perlu
dan penting untuk mencapai efektifitas komunikasi, sehingga pada akhirnya, merupakan tuntutan kebutuhan bagi praktek
87
generalis agar dapat bekerja secara efektif. Pemahaman akan beragamnya manusia tersebut sangat terkait dengan prinsip-
prinsip praktek pekerjaan sosial. Pada prinsip acceptance, maka pekerja sosial harus mampu menerima apa adanya klien.
Mewujudkan Keadilan Sosial dan Ekonomi
Promotion of Social and Economic Justice Social justice
adalah gagasan bahwa, dalam sebuah dunia yang sempurna, semua warga masyarakat seharusnya
memperoleh hak-hak
dasar, perlindungan,
peluang, kewenangan, dan manfaat sosial yang sama Barker, 2003.
Demikian pula halnya dengan keadilan ekonomi yang berkenaan dengan distribusi sumber-sumber dengan cara-cara
yang jujur dan adil. Pendidikan pekerjaan sosial berupaya mendidik para mahasiswanya tentang bagaimana mendukung
keadilan sosial dan ekonomi tersebut, melawan diskriminasi, dan membela peningkatan dan perbaikan sistem sosial dan
sistem ekonomi yang berdampak positif bagi banyak orang; yang hasil akhirnya seharusnya meliputi efektifitas penyediaan
pelayanan dan perbaikan kualitas kehidupan manusia.
88
Dalam kehidupan nyata, tercapainya keadilan sosial dan ekonomi merupakan tujuan yang tidak mudah untuk dicapai.
Jarang sekali hak-hak dan sumber-sumber dapat terdistribusi secara jujur dan adil. Bahkan definisi “jujur’ dan “adil” itu
sendiri memiliki banyak tafsir yang berbeda di setiap daerah, sehingga secara luas masih menjadi perdebatan. Apakah “adil”
berarti semua orang memperoleh penghasilan yang sama antara yang bekerja dengan yang tidak bekerja? Namun poin
pentingnya adalah bahwa pekerja sosial perlu secara hati-hati menyadari adanya ketidakadilan di sekitar lingkungan terdekat
sendiri, demikian pula pada sistem yang lebih luas. Adalah menjadi tanggungjawab dari etika pekerja sosial untuk
memerangi ketidakadilan tersebut, kapan pun itu diperlukan dan dimungkinkan untuk dilakukan perubahan terhadap kondisi
ketidakadilan tersebut. Jika berbicara tanggungjawab etika, maka pekerjaan
sosial dalam melaksanakan tugas profesionalnya akan benar- benar merujuk dan bersandar pada penerapan nilai-nilai
profesional. Para praktisi pekerjaan sosial generalis harus memahami akan pengetahuan mengenai dukungan promotion
keadilan sosial dan ekonomi sebagai nilai-nilai dasar
89
profesionalnya. Pekerja sosial harus mampu membuat keputusan praktek dengan berlandaskan nilai-nilai tersebut
dalam pemikiran, ucapan dan perilakunya secara konsisten. Sebagaimana juga, pekerja sosial harus terus mempelajari
keterampilan-keterampilan praktek apa yang dapat mendukung prinsip keadilan sosial dan ekonomi tersebut. Jadi, meski
dukungan keadilan sosial dan ekonomi menuntut pengetahuan, hal tersebut juga memerlukan pemahaman mendalam akan
nilai-nilai profesional dan keterampilan-keterampilan praktek.
Populasi masyarakat Rentan
Population-at-Risk Judul konsep tersebut jelas sangat berkait erat dengan
konsep keragaman manusia dan promosi keadilan sosial dan ekonomi, yang apabila tidak masyarakat, pemerintah dan
kelompok-kelompok tidak menghargai konsep-konsep tersebut maka akan terdapat masyarakat yang bergerak menuju
masyarakat yang rentan population-at-risk. Pada masyarakat atau kelompok orang tertentu, yang berdasarkan identifikasi
karakteristiknya, memiliki resiko pembatasan, pengekangan atau pengurangan akan sumber-sumber sosial dan ekonomi
90
yang lebih besar daripada masyarakat pada umumnya. Oleh karenanya profesi pekerjaan sosial berupaya mendekatkan
orang dengan sumber-sumber dan membantu orang untuk mengatasi permasalahannya secara mandiri berdaya. Dengan
demikian nampaknya kegiatan utama pekerjaan sosial nampaknya adalah bekerja dengan penduduk yang memiliki
tingkat kerentanan yang tinggi atas sumber-sumber sumber ekonomi dan sosial. Makna penduduk rentan tersebut termasuk
di dalamnya kelompok-kelompok yang dibedakan oleh berbagai aspek keragaman manusia misal, para lansia, anak-
anak dan
bayi, orang
dengan disabilitas.
Upaya menanggulangi situasi yang terjadi pada penduduk rentan
tersebut akan diikuti dengan kebutuhan informasi mengenai faktor-faktor apa saja yang berkontribusi dan membuat
masyarakat rentan, serta pemikiran-pemikiran atau ide-ide mengenai populasi berkaitan isu permasalahan dan kebutuhan-
kebutuhannya.
B. Menekankan pada Pemberdayaan Klien