102
pula. Konsekuensi yang harus diikutinya adalah bahwa praktisi pekerjaan sosial generalis seharusnya memiliki asumsi akan
posisi nilai-nilai profesionalnya ketika berhadapan dengan keragaman manusia human diversity akan tetap dihargai,
diapresiasi dan didukung. Sebagaimana sebuah ketetapan nilai etika praktek pekerjaan sosial untuk bekerja sebaik mungkin
hingga akhir.
D. Menguasai Seluas Mungkin Keterampilan Praktek
untuk Semua Ranah Sistem
Terdapat dua dimensi penting yang saling terkait dalam bagian ini, yaitu perspektif ‘spesialis’ model klasik dan generalis
berkenaan dengan perbedaan dan penggunaan keterampilan- keterampilan khusus berkenaan dengan sistem mikro, meso dan
makro. Berdasarkan sejarah perkembangannya, keterampilan
pekerjaan sosial dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu:
103
1. Casework yang kegiatan utamanya meliputi pelayanan
langsung pada level klien individual dan keluarganya. Nampaknya ini merupakan level praktek mikro.
2. Group work berkaitan dengan pengelolaan dan
pengaturan berbagai kelompok misalkan, kelompok terapis atau kelompok dukungan. Praktek level meso
nampaknya sesuai dengan hal ini. 3.
Community organization kegiatannya berkaitan dengan organisasi dan masyarakat. Hal ini sama dengan praktek
level makro
Menurut model klasik tersebut, para pekerja sosial biasanya memusatkan pengembangan keahliannya berdasarkan pada
salah satu dari ketiga pendekatan tersebut. Mereka menjadi caseworkers
, groupworkers, atau community organizers. Mereka merasa tidak perlu melihat diri sendiri untuk
menambah atau mengembangkan keterampilannya lebih dari satu arena praktek.
Sebaliknya, perspektif generalis berasumsi bahwa suatu pendekatan dapat dilakukan secara multi-level intervensi.
Artinya, untuk semua permasalahan khusus atau situasi,
104
seorang praktisi generalis mungkin harus melakukan intervensi bersamaan pada individu, keluarga, kelompok, organisasi, atau
masyarakat. Dengan demikian, para pekerja sosial dituntut harus ‘mumpuni’ ahli dan selalu siap memiliki sejumlah
keterampilan untuk bekerja dengan berbagai entitas sistem tersebut.
Micro practice adalah praktek pekerjaan sosial
generalis yang memusatkan perhatian pada perubahan terencana bersama dengan dan untuk individu. Konteks
prakteknya biasanya dilakukan melalui “intervention on a case-by-case basis or in clinical setting”
Barker, 2003, p.272. Fokus perhatian pada individual dan bagaimana berkomunikasi
dan bekerja bersama mereka pada basis orang per orang. Mezzo practice
praktek level meso adalah praktek pekerjaan sosial generalis dengan kelompok kecil. Sebagai
contoh, dalam seting makro saja, terutama akan banyak terlibat dengan kelompok-kelompok satuan tugas task-group, dimana
pemahaman dinamika kelompok dan pola-pola interaksi komunikasi diantara beberapa orang yang berbeda adalah
penting. Bekerja dalam seting keluarga dapat terkait erat antara praktek mikro dan makro. Namun, karena faktor kedekatan dan
105
intensitas relasi dalam keluarga serta pentingnya konteks keluarga
bagi individu-individu,
sehingga keluarga
memperoleh status dan perhatian khusus. Akhirnya, macro practice adalah praktek pekerjaan
sosial generalis yang ditujukan untuk mempengaruhi perubahan dalam sistem yang lebih luas lagi, termasuk
diantaranya organisasi dan masyarakat. Sehingga diperlukan keterampilan-keterampilan yang meliputi perubahan-perubahan
pada badan pelayanan dan kebijakan sosial, perencanaan dan implementasi program, serta menginisiasi dan melakukan
proyek-proyek kegiatan dalam konteks badan pelayanan dan masyarakat.
Sebagaimana dipahami,
bahwa keterampilan-
keterampilan pada level meso adalah keberadaannya didasarkan keterampilan-keterampilan pada level mikro. Oleh
karena itu, dalam rangka bekerja dengan kelompok kecil, praktisi generalis harus sungguh-sungguh dan benar-benar
memahami komunikasi dan interaksi yang terjadi antar individu. Mereka harus memahami bagaimana keterampilan
mendengarkan efektif, menyediakan informasi, membuat
106
rencana, dan selanjutnya membangun dan menjalankan rencana yang sudah dibuat dan disepakati.
Demikian pula
halnya dengan
keterampilan- keterampilan pada level makro yang berbasiskan keterampilan-
keterampilan baik pada level meso maupun mikro. Intervensi pada level makro dapat juga meliputi kegiatan-kegiatan dengan
individu dalam konteks makro misalkan, seorang kolega, seorang administrator, atau seorang warga yang mewakili
masyarakatnya, tokoh masyarakat dan dengan sekelompok kecil orang misalkan, kelompok warga yang berupaya
membersihkan lingkungannya dari bahaya narkoba, atau sekelompok staf badan pelayanan yang sedang melakukan
evaluasi efektifitas sebuah program.
E. Bekerja Efektif dalam Struktur Organisasi