Menggunakan Proses Perubahan Terencana

145

H. Menggunakan Proses Perubahan Terencana

Sebagaimana terlihat dalam Gambar 1.1, proses perubahan terencana berhubungan dengan tujuh langkah dasar: engagement, assessment, planning, implementation, evaluation, termination, and follow-up. Proses tersebut merupakan hal penting praktek generalis. Dalam bagian berikut akan diuraikan secara singkat mengenai proses perubahan terencana tersebut. Sebelum membicarakan proses perubahan terencana, patut dicatat bahwa terdapat istilah lain yang digunakan untuk menggambarkan apa yang praktisi pekerjaan sosial generalis yaitu problem solving, yang memang menunjuk atau membicarakan hal yang sama tentang perubahan terencana, meski masih banyak yang memperdebatkan akan nuansa perbedaan yang muncul. Saat ini telah menguat suatu pendekatan dalam pekerjaan sosial yang lebih menekankan pada kekuatan klien, yang nampaknya akan lebih banyak menghindari kata “problem” yang memunculkan penggunaan konotasi negatif. Istilah “change” mungkin akan memiliki konotasi yang lebih positif, terlepas dari fakta bahwa ternyata 146 sangat banyak intervensi pekerjaan sosial sesungguhnya berhadapan dengan situasi permasalahan problem. Konsep lain yang sama atau mirip dengan perubahan terencana adalah istilah intervention, yaitu sebuah istilah singkat yang mencakup semua aktifitas yang diperlukan untuk mengatasi atau mencegah permasalahan atau pencapaian tujuan-tujuan praktek Barker, 2003. Prosedur perubahan terencana yang diperkenalkan di sini ditujukan untuk menyediakan panduan dasar guna mencari bagaimana caranya berfikir tentang sesuatu dan bagaimana proses perubahan makro akan dicapai. Prosedur perubahan terencana tersebut merupakan cara yang mudah diingat sekaligus menyediakan bagi para pekerja sosial sebuah fokus yang jelas berkenaan dengan perubahan makro. Proses tersebut bukan dimaksudkan untuk menjadi formula yang paling sempurna dan tepat untuk pencapaian perubahan di setiap kondisi. Sangat dimungkinkan masih banyak teknik-teknik dan pendekatan lain yang lebih terintegrasi dan paling efektif yang dapat digunakan dalam berpraktek dengan organisasi dan komunitas. 147 Karena sifat dari prosedur perubahan terencana ini hanya merupakan panduan dasar, maka pekerja sosial dapat membuatnya menjadi lebih detail dan rinci, serta disesuaikan dengan situasi khusus yang dihadapi. Engagement. Engagement merupakan periode awal dimana para praktisi mengorientasi diri pada masalah dalam genggaman penguasaan dirinya dan mulai membangun komunikasi serta hubungan dengan individu atau individu-individu yang juga sudah mulai mengatasi permasalahan. Selama proses engagement kesepakatan-kesepakatan, para praktisi atau pekerja sosial, menurut Brill 2005: 132 sebaiknya melakukan empat kegiatan sebagai berikut: “1 to involve themselves in the situation, 2 to establish communication with everyone concerned, 3 to begin to define the parameters within which the worker and the client s will work, and 4 to create an initial working structure”. Lebih jauh Bril mengemukakan bahwa proses engagement, bisa saja hal-hal yang dilakukan dimulai dari hal yang sederhana hingga hal berkaitan dengan isu penting tertentu. 148 Engagement “may be as simple as walking into a crowded waiting room, or receiving a letter, a card, or a phone call, or as complicated as attending a board meeting involving differences about a major company decision, or going into a neighborhood that is in a state of crisis over some loaded issue such as school busing” Brill, 2005, p. 132 Hasil dari engagement semestinya akan mewujudkan empat hal Brill, 2005. Pertama, praktisi pekerjaan sosial generalis seharusnya menjadi bagian integral dari tampilan atau konfigurasi situasi permasalahan. Sehingga, engaged-nya pekerja sosial akan berhasil dilakukan dalam proses perubahan terencana. Kedua, keterlibatan pekerja sosial dalam proses engagement tersebut seharusnya dapat membangun komunikasi yang efektif diantara mereka sistem klien --- sistem pekerja sosial. Ketiga, para praktisi dan sistem klien seharusnya membangun sejumlah kesepakatan berkenaan isu permasalahan serta kesepakatan tentang bagaimana mengatasi isu permasalahan tersebut. Keempat, mereka seharusnya mengembangkan sebuah pemahaman tentang apa yang seharusnya dilakukan ke depan. Dalam konteks praktek makro, proses engagement, kaitan dengan lainnya, tidak hanya terbatas pada tahap pertama 149 dalam perubahan terencana. Kegiatan engagement tersebut mungkin akan berulang kembali melalui proses perubahan terencana. Pekerja sosial mungkin perlu menghubungi individu-individu baru, kontak-kontak baru, sumber-sumber baru, pembuat keputusan baru, atau kelompok-kelompok baru bergantung pada bagaimana proses tersebut dapat dilaksanakan. Suatu waktu, mungkin saja pekerja sosial harus membuat kontak dengan orang baru atau membangun hubungan baru, sehingga proses engagement seharusnya terjadi dilakukan kembali. Dengan demikian proses engagement akan terjadi kembali ketika dalam proses perubahan terencana tersebut berjalan, perlu membangun relasi dengan sistem yang baru. Asessment: Identifying Issues and Collecting Information Proses berikutnya adalah mengenali isu atau permasalahan dan pengumpulan informasi atau data. Blythe dan Reithoffer 2000 mengemukakan deskripsi asesmen sebagai berikut: Assessment is a cornerstone of effective practice. It involves identifying the nature and extent of client 150 needs and concerns, as well as critical information about client resources and supports and other environmental factors. The results of assessment activities form the basis for developing, implementing, and modifying an intervention...plan p.551. Sebagian ahli menyatakan bahwa keberhasilan suatu asesmen merupakan 50 keberhasilan dari perubahan terencana. Hal tersebut terjadi mengingat ketepatan dalam mengidentifikasi permasalahan dan kebutuhan sistem klien, serta sistem sumber lingkungan lainnya, akan menentukan ketepatan dari penerapan suatu intervensi. Beberapa aspek penting dari asesmen menurut Sheafor Horejsi 2006, yaitu pertama, berkaitan dengan pencarian informasi, interpretasi, dan membuat penilaian tentang kemanfaatannya. Kedua, praktisi memulai asesmen di tahap awal dari proses perubahan terencana, namun demikian asesmen akan terus dilakukan dalam proses selanjutnya. Para pekerja sosial juga harus mampu merespon perubahan- perubahan yang terjadi dalam lingkungan maupun sistem klien serta mampu mengadaptasikan rencana perubahannya agar sesuai dan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan baru. Ketiga, informasi yang telah dikumpulkan harus dikelola sedemikian 151 rupa sehingga memungkinkan pekerja sosial dan sistem klien menformulasikan sebuah rencana aksi bersama untuk mengatasi permasalahan atau membuat penyesuaian- penyesuaian. Pekerja sosial perlu menekankan pentingnya penilaian dan kajian atas sistem klien dari berbagai perspektif baik mikro, meso, maupun makro. Praktek generalis sampai kapanpun akan memanfaatkan cara-cara yang paling efektif dalam proses intervensinya, oleh karenanya, pekerja sosial dapat melakukan berbagai pendekatan, yaitu baik mikro, meso atau pun makro. Satu dimensi penting lainnya dari asesmen adalah kemampuan untuk mengidentifikasi sistem klien pekerjaan sosial. Mengidentifikasi Sistem Klien Siapakah sebenarnya yang menjadi sistem klien pekerjaan sosial itu? Untuk kepentingan siapakah sesungguhnya pekerja sosial bekerja? Apakah klien pekerjaan sosial dalam praktek di Indonesia, juga dapat dimengerti oleh profesional lainnya? Dengan akal sehat mungkin anda akan menjawab atau mengatakan bahwa klien pekerjaan sosial 152 adalah orang-orang yang terdaftar dalam daftar klien anda. Namun demikian tidaklah mudah menjawab pertanyaan tersebut; setiap orang, kehidupannya, dan masalahnya seringkali merupakan sesuatu yang sangat kompleks. Suatu penggambaran disain tentang siapa yang benar-benar menjadi klien pekerjaan sosial dan siapa yang bukan klien, mungkin menjadi sesuatu yang tidak jelas dan meragukan. Bahkan asumsi dari perspektif mikro saja dalam posisi pelayanan langsung, isu tersebut mungkin masih rumit dan penuh perdebatan. Apalagi untuk konsep ‘klien’ pekerjaan sosial di Indonesia, semakin kurang jelas. Penyebutan klien pekerjaan sosial masih terbatas dalam lingkup internal sesama profesi pekerja sosial profesional. Sebagai contoh, anda mungkin menjadi pekerja sosial pada sebuah rumah pelayanan bagi kelompok nakal remaja putri. Gambaran dari pekerjaan anda mungkin meliputi konseling individual, kelompok dan keluarga. Jadi siapa sistem klien anda? Apakah setiap individu remaja putri? Apakah setiap warga dalam sistem keluarganya? Atau semua warga dan semua sistem keluarga mereka? 153 Dalam kasus tertentu, mungkin saja sistem klien pekerja sosial adalah seorang remaja individual. Pada lain waktu berikutnya, sistem klien mungkin seorang remaja dan keluarganya sebagai bagian dari sistem klien meso. Di waktu yang lain lagi, sistem klien pekerja sosial adalah sistem klien meso dari enam warga yang mengikuti kelompok konseling yang anda lakukan. Akhirnya, sistem klien anda mungkin saja merupakan sistem klien makro, yaitu: lembaga pelayanan atau masyarakat, bergantung pada siapa yang memperoleh manfaat utama dari proses intervensi. Mengkaji Permasalahan dan Kebutuhan Sistem Klien dari Perspektif makro Bayangkan sebuah lembaga pelayanan yang melayani para anak jalanan atau yatim piatu. Banyak klien anak-anak juga mengalami permasalahan-permasalahan penganiayaan. Namun demikian, staf lembaga pelayanan tersebut benar-benar disiapkan dan terlatih untuk menghadapi persoalan-persoalan tersebut. Kemudian bayangkan apa yang akan anda lakukan sebagai pekerja sosial yang berada dalam lembaga tersebut . 154 Contoh berikutnya adalah pekerja sosial yang berada di lembaga pemasyarakat LP dimana sebagian besar warga lapasnya yang merupakan klien anda yang sudah memasuki fase sepertiga akhir, masuk masa sosialiasi kemasyarakatan. Sebagian besar klien saat ini berada dalam lembaga yang hanya bersifat sementara untuk tinggal di lembaga pemasyarakatan. Mereka dilayani oleh pekerja sosial dan staf LP lainnya dengan berbagai jenis kegiatan konseling, dan kegiatan pelatihan- pelatihan keterampilan untuk siap kerja. Pada setting apapun, mungkin anda sebagai pekerja sosial memikirkan permasalahan dan kebutuhan-kebutuhan klien. Misalkan saja permasalahan umum yang muncul dari permasalahan pengangguran adalah persoalan rendah diri, minimnya keterampilan perencanaan hidup, dan kurang kemandirian. Lalu upaya-upaya yang dapat dilakukan, antara lain adalah perlunya kegiatan pelatihan vokasional atau penempatan kerja, peningkatan kepercayaan diri, pembelajaran perencanaan dan keterampilan perubahan terencana, dan kemudian mengendalikan kecanduan. Klien yang mungkin terlibat dalam lembaga pelayanan pada level mikro, banyak pula yang berpartisipasi dalam 155 konseling kelompok pada level meso. Pekerja sosial mungkin tidak sekedar menyelesaikan permasalahan dengan cara yang khusus saja terapi mungkin juga dapat mengangkat isu mikro- meso pada ranah makro. Pekerja sosial perlu pula mengembangkan berbagai program yang lebih stabil dengan melibatkan berbagai lembaga lain yang memiliki perhatian yang sama terhadap program tersebut. Pengembangan gagasan- gagasan baru dalam penyelesaian permasalahan-permasalahan pada level mikro-meso yang dapat diangkat menjadi isu makro. Mengidentifikasi Kekuatan Klien Kemudian hal yang paling penting berikutnya adalah berkenaan dengan kekuatan-kekuatan klien dalam asesmen pekerja sosial. Perspektif kekuatan strength perspective merupakan cara pandang dalam melihat isu, dengan pendekatan penting pada aspek-aspek positif dari sumber- sumber sekitar persoalan klien. Misalkan dari perspektif mikro, banyak individu sebenarnya memiliki motivasi untuk memperbaiki kondisi kehidupan mereka, yang belum tergali secara mendalam. Walaupun sebagian besar klien mungkin berada dalam posisi yang terpuruk dan tak berdaya, sebenarnya 156 memiliki hasrat untuk melakukan perubahan positif untuk diri mereka sendiri. Kekuatan-kekuatan yang berasal dari perspektif meso agak sedikit lebih sulit dalam penentuannya. Perlu dipahami bahwa memang sebagian besar klien yang dilayani memiliki latar belakang keluarga yang beragam, sehingga dapat pula dibangun tujuan-tujuan potensial yang bermanfaat bagi klien tersebut mungkin termasuk membangun sejumlah hubungan kedekatan keluarga mereka. Dengan demikian, kemungkinan klien memperoleh dukungan dari keluarga pada level meso. Kemudian, mungkin juga klien sering berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan kelompok dukungan dan pendidikan yang dijalankan oleh lembaga pelayanan, yang kemudian dapat menjadi suatu penguatan pada level meso. Selanjutnya, pekerja sosial juga dapat melakukan kajian-kajian atas kekuatan pada level makro. Pertama, pekerja sosial memverikasi kemungkinan terdapatnya lembaga- lembaga pelayanan memiliki sumber-sumber yang tepat, antara lain dengan menyediakan pelatihan yang diperlukan. Kedua, pekerja sosial mungkin juga berfikir bahwa mereka perlu mendorong pengelolaan administrasi lembaga pelayanan yang 157 mendukung usulan kegiatan-kegiatan yang lebih jelas manfaatnya. Ketiga, pekerja sosial mungkin perlu pula mengembangkan staf yang bersikap lebih terbuka lagi agar dapat berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang telah ditentukan sebelumnya, sehingga dapat meningkatkan dan memperkaya keterampilan dari staf atau sumber daya manusia yang dimiliki oleh lembaga pelayanan sosial. Perencanaan dalam Praktek Makro Planning dalam praktek generalis adalah proses mengidentifikasi tujuan-tujuan, mempertimbangkan secara rasional berbagai cara untuk menerapkan pencapaian tujuan, dan memastikan tahapan-tahapan khusus untuk mencapainya. Dalam praktek makro akan terdiri dari orang-orang, konteks, variabel, dan kondisi-situasi yang aspeknya akan lebih banyak daripada yang dilakukan dalam praktek mikro dan meso, tentunya akan lebih jelimet complicated. Banyak variabel terkait yang harus dipertimbangkan. Misalkan intervensi level mikro dan meso, juga harus mempertimbangkan kemungkinan perubahannya pada level-makro. Masih banyak terjadi dalam banyak kasus, para pekerja sosial dalam menangani 158 permasalahan klien hanya fokus pada perspektif mikro dan meso saja, sehingga banyak pekerja sosial hanya melakukan aktifitasnya berdasarkan deskripsi kerja semata. Sekali lagi, pekerja sosial perlu untuk mempertimbangkan segala kemungkinan upaya perubahan pada level-makro, pekerja sosial perlu menguasai sejumlah isu tambahan lainnya untuk dipikirkan dan ditindaklanjuti pada tahap berikutnya. Pada dasarnya asesmen dan perencanaan praktek makro merupakan sesuatu yang sangat kompleks, sehingga dalam tahap asesmen dan tahap perencanaan harus selalu padu dalam beberapa tingkatan tertentu. Kemungkinan-kemungkinan alternatif mungkin saja muncul pada level-makro yang seringkali akan makin meluas bahkan di luar kendali pekerja sosialnya itu sendiri. Bahkan alternatif-alternatif tersebut dapat muncul dari ranah mikro dan meso. Oleh karena itu pekerja sosial perlu juga mengkaji permasalahan-permasalahan pada level mikro-meso dan juga merencanakan solusi pemecahannya. 159 Implementasi dan Evaluasi dalam Praktek Makro Pada bagian sebelumnya telah dipaparkan bahwa proses asesmen dan perencanaan untuk perubahan makro begitu kompleks, demikian pula halnya dengan fase implementasi dan evaluasinya. Implementation merupakan tindakan aktual dari perencanaan yang telah disusun sebelumnya. Kemudian evaluation adalah suatu proses penentuan apakah suatu upaya perubahan yang telah dilakukan memberi manfaat atau tidak. Terminasi dalam Praktek Makro Termination adalah proses pengakhiran atau pemutusan hubungan pertolongan dari suatu disain proses praktek makro. Setelah suatu intervensi telah dievaluasi, satu dua hal mungkin akan terjadi sesuatu. Pada satu sisi, mungkin saja proses perubahan terencana dalam konteks makro dapat secara mudah dihentikan di tengah jalan. Dalam kasus tersebut, mungkin saja baik tujuan-tujuan maupun sasaran-sasaran telah tercapai secara tepat atau mungkin saja pekerja sosial menentukan bahwa kelanjutan capaian dari proses makro ini akan sia-sia saja kalau dilanjutkan. Pada pihak lain, seorang pekerja sosial mungkin memutuskan bahwa tujuan-tujuan dan sasaran tidak 160 dapat dicapai secara tepat dan permasalahannya masih tetap ada. Dalam kasus ini, maka pekerja sosial mungkin memutuskan untuk tetap meneruskan proses perubahan terencana dengan memulai lagi dengan proses asesmen. Tindak-Lanjut Praktek Makro Tindak-lanjut follow-up merupakan tahap terakhir dari proses perubahan terencana dari model intervensi generalis. Setelah terminasi resmi formal telah dilakukan, selanjutnya masuk tahap follow-up yang terdiri dari pengecekan melalui pertanyaan apakah proses intervensi makro telah berhasil, atau apakah permasalahan lama dengan jenis yang sama masih muncul dalam bentuk yang lain. Seringkali terjadi dari permasalahan-permasalahan yang muncul tersebut sangat menyulitkan untuk meneruskan langkah selanjutnya pada tahap follow-up. Beban kasusnya mungkin saja menjadi semakin berat dan banyak situasi krisisnya. Pekerja sosial mungkin saja terganggu oleh isyu dan tuntutan lainnya. Informasi-informasi untuk memasuki tahap tindak-lanjut follow-up mungkin akan sulit diperoleh. Namun demikian, terkadang upaya-upaya substansi harus terus dilanjutkan agar pencapaian perubahan 161 dari suatu perubahan makro yang diharapkan dapat tercapai. Tahap follow-up adalah untuk memastikan apakah proses akhirnya menghasilkan suatu perubahan positif, atau perubahannya efektif, atau apakah permasalahannya masih tetap ada sehingga memerlukan perhatian baru. Contoh: Langkah-langkah Khusus untuk Mencapai Perubahan Terencana dalam Praktek Makro Pada bagian ini akan dikemukakan secara rinci tahap- tahap yang memandu pekerja sosial pada proses perubahan terencana yang merupakan model pengembangan dari Kirs- Ashman Hull 2002. Model proses pertama, PREPARE sebuah singkatan untuk tahap tersebut, yang akan membimbing pekerja sosial melakukan asesmen dan perencanaan dalam praktek makro. Model proses kedua, IMAGINE juga merupakan akronim, yang akan membimbing pekerja sosial melakukan tahap implementasi dan evaluasi dalam perubahan terencana. Gambar 1.16 mengilustrasikan bagaimana sinkronisasi PREPARE dan IMAGINE dengan perubahan terencana dalam praktek makro. 162 Berikut ini secara singkat akan dijelaskan tentang PREPARE dan IMAGINE. Tahap-tahap model PREPARE yang fokusnya pada asesmen dan perencanaan perubahan terencana adalah sebagai berikut P : Identifikasi Problems yang akan ditangani R : Tinjau Reality makro dan personal anda E : Establish tujuan-tujuan utama P : Identifikasi People yang relevan untuk dipegaruhi A :Assess biaya-biaya keuangan dan manfaat-manfaat potensial bagi klien dan lembaga R : Kaji Risk profesional dan personal E : Evaluate keberhasilan potensial dari proses perubahan makro IMAGINE proses PREPARE proses Engagement Termination Follow-up Evaluation Implementation Planning Assessment Gambar 17. Perubahan Terencana Praktek Makro 163 Kemudian untuk identifikasi tahap-tahap model IMAGINE yang fokusnya pada intervensi dan evaluasi dalam perubahan terencana: I : Mulai dengan Idea gagsan inovatif M : Dukung dan formulasi Muster bersama sebuah sistem kegiatan A : Identifikasi Assets aset. G : Goals tujuan, sasaran dan tahapan kegiatan yang jelas untuk mencapainya I : Implement penerapan rencana N : Neutralize opposition E : Evaluate kemajuan 164 9 Advokasi dan Aksi Sosial Dalam praktek makro, pekerja sosial generalis sebagai agen perubahan harus menggali lebih dalam lagi akan kemana proses intervensi, baik capaian dan caranya. Namun demikian tetap saja perlu suatu pendekatan yang lebih rasional dilakukan guna mengkaji interaksi antara lingkungan dengan individu dalam rangka menentukan keterkaitan masalahnya. Proses tersebut merupakan jantung dari praktek pekerjaan sosial generalis. Pada saat yang sama, para pekerja sosial perlu juga mengenali kelompok-kelompok populasi tertentu yang memiliki resiko kerentanan atau teraniayaterabaikan baik individu, kelompok, organisasi atau pun masyarakat lainnya. Tuna wisma merupakan contoh dari gambaran kasus tersebut. Kelompok-kelompok rentan tersebut memerlukan suatu pendekatan yang berbeda dari para pekerja sosial dalam penangannya; termasuk didalamnya penggunaan cara-cara advokasi, aksi sosial maupun pemberdayaan. 165 Dalam rangka mendiskusikan peran pekerja sosial dalam advokasi, sebelumnya perlu dijelaskan terlebih dahulu mengenai aksi sosial, pemberdayaan, dan populasi rentan. Setian konsep secara singkat akan dijelaskan dalam bagian berikut, kemudian selanjutnya akan digambarkan secara lebih detail pada bagian selanjutnya.

A. Batasan Advokasi