187
pertimbangan, baik secara politis maupun etis. Pertama, bahkan kelompok rentan tersebut memiliki hak untuk menentukan
hidupnya sendiri. Klien secara umum dalam batas tertentu, memiliki hak untuk menentukan nasibnya sendiri self
determination , bahkan sekalipun putusan tersebut mungkin
amat beresiko bagi hidupnya sendiri. Sebagai pekerja sosial, kita
dapat mengembangkan
pelayanan-pelayanan yang
dibutuhkan, menyediakannya bagi populasi-rentan, dan menyemangati mereka untuk memanfaatkan pelayanan yang
telah tersedia tersebut. Namun pada akhirnya, pekerja sosial juga manusia yang memiliki keterbatasan kemampuan untuk
melakukan intervensi dalam rangka membantu mereka semua.
F. Teknik Advokasi Advocacy
Teknik advokasi sebenarnya telah lama digunakan oleh para pekerja sosial. Dalam bagian ini sekilas akan dijelaskan tentang
nilai-nilai advokasi dan keterbatasan, mendiskusikan komitmen lembaga untuk melakukan advokasi, dan pertimbangan akan
peluang-peluang advokasi.
Dalam bagian
ini akan
dikemukakan jenis-jenis advokasi. Kemudian juga akan
188
dikemukakan beberapa prinsip dan panduan advokasi level- makro dan melihat sekilas sejumlah taktik advokasi.
Nilai-nilai dan Keterbatasan Advokasi
Kode etik Asosiasi Nasional Pekerja Sosial NASW Amerika Serikat dan Asosiasi Pekerja Sosial Canada CASW, serta
Ikatan Profesi Pekerja Sosial Profesional Indonesia IPSPI telah mengatur kemungkinan seorang pekerja sosial melakukan
tugas dalam advokasi. Kewenangan ini muncul dari warisan para pendahulu pekerja sosial sebelumnya sebagai bagian dari
penghargaan dan penghormatan atas setiap manusia dan hak- haknya baik moral maupun hukum yang memang merupakan
bagian dari masyarakat kita. Advokasi sangat konsisten dengan nilai-nilai keprofesioan pekerjaan sosial.
Manfaat utama dari advokasi level-makro adalah dapat berjuang pada inti masalah yang bukan sekedar mengatasi
situasi krisis. Advokasi dapat membantu para pekerja sosial turut merasakan keikutsertaan partisipasi dari setiap orang
ketika mereka semua aktif dalam memecahkan suatu permasalahan, lebih dari sekedar memasang ban aid di tangan
atau kepala. Advokasi dapat juga memberdayakan klien untuk
189
berjuang mengatasi isu persoalannya sendiri, sehingga membantu mengembangkan keterampilan personal dan
ketepatannya efisiensi dan efektivitas penggunaannya. Salah satu faktor dari lemahnya efektifitas advokasi
adalah, karena sifat alaminya, yaitu sifat kemanusiaan dan permasalahan-permasalahan sosial lainnya yang seringkali
tidak mengarahkan mereka pada upaya perubahan-perubahan besar massive. Terkadang dari semua advokasi yang dapat
dilakukan tersebut hanya merupakan bagian kecil baik secara waktu atau merupakan bagian kecil dari sebuah proses yang
besar. Tahap berikutnya yang harus dilakukan adalah bagaimana membangkitkan orang-orang untuk melakukan hal
tersebut dengan benar. Satu keterbatasan lainnya dari advokasi adalah
kurangnya atau lemahnya daya juang dan pemahaman pekerja sosial atas bagaimana mengatasi masalah sosial. Sikap apatis
juga mungkin merupakan sikap tidak perduli yang paling berbahaya, sehingga akan mengancam perjuangan melawan
ketertindasan dan dalam memperjuangkan keadilan sosial dan ekonomi. Sikap apatis ini pada awalnya berasal dari lemahnya
keyakinan untuk dapat mengatasi masalah sosial secara lebih
190
luas. Dalam banyak kasus keraguan-keraguan tersebut akan mendorong atau mengakibatkan kelemahan atau pemikiran
tidak mampu.
Beruntung bahwa
metode advokasi
memanfaatkan proses perubahan terencana. Artinya, meski permasalahan mungkin lebih besar dari yang sebenarnya
dihadapi, maka proses-proses untuk mengatasi permasalahan makro esensi utamanya adalah tetap sama yaitu merupakan
intervensi generalis. Proses-proses intervensi tersebut dapat dimulai
melalui engagement,
assessmment, planning,
implementation, evaluation, termination dan follow up.
Komitmen Lembaga akan Advokasi
Tingkat kepentingan dari penggunaan advokasi guna membantu populasi-rentan amat beragam dari satu lembaga ke
lembaga lainnya. Beberapa lembaga memiliki misi advokasi yang kuat dalam kegiatan peleyanan yang diberikan
lembaganya. Banyaknya rumah-rumah perlindungan untuk korban tindak kekerasan domestik merupakan bentuk
komitmen untuk melindungi kaumpopulasi rentan. Lembaga- lembaga lain aktif melakukan jangkauan sebagai upaya untuk
memastikan apakah pelayanan-pelayanan yang disediakan
191
dapat menjangkau populasi rentan dan kelompok-kelompok yang memperoleh pelayanan oleh lembaga. Contoh-contoh
lainnya, seperti lembaga ACORN Association of Community Organization for Reform Now di AS
, Walhi Wahana Lingkungan di Indonesia, Save The Children dan lain
sebagainya. Sayangnya, beberapa lembaga tersebut belum melihat
advokasi sebagai bagian penting dari misi mereka. Tingkat komitmen sebuah lembaga untuk melakukan advokasi akan
sangat bergantung pada pemikiran pekerja sosialnya guna mengupayakan akatifitas pada sistem yang lebih besar lagi.
Jika sebuah lembaga tidak meyakini bahwa advokasi bukan merupakan bagian penting bagi para pekerja sosial, hal tersebut
cenderung akan kurang mendukung upaya pencapaian tujuan yang ingin dicapai. Hanya dengan komitmen keprofesian dan
kewenangan profesi pekerja sosial terhadap kliennya lah yang akan menguatkan motivasi dan mendukung usaha-usaha atau
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pekerja sosial.
192
Peluang Advokasi Level-Makro
Dalam bagian ini terdapat sejumlah contoh jenis-jenis advokasi dengan mana para pekerja sosial generalis dapat lakukan.
Namun demikian, dalam bagian ini akan dikemukakan sebagian kecil saja. Mengatakan kembali advocacy dapat
membantu orang untuk mengatur dan mengendalikan kehidupan
serta masalahnya
sendiri, sehingga
dapat dipertimbangkan sebagai salah satu bentuk dari kemandirian
self-help atau pemberdayaan. Aktivitas advokasi mungkin di dalamnya termasuk kegiatan membentuk kelompok-kelompok
yang memiliki perhatian atau permasalahan sama yang sedang berupaya mencapai tujuan mereka secara kolektif. Pekerja
sosial juga dapat memberi kesempatan kepada klien suatu peran untuk menjalankan lembaga pelayanan dengan
menempatkan mereka sebagai dewan direktur atau dapat juga menyewa mereka untuk memenuhi kebutuhan sumber daya
manusia seperti peran staf tertentu. Di dalam advokasi mungkin terdiri dari upaya-upaya
yang ditujukan untuk perubahan kebijakan dan hukum pada level kelembagaan, komunitas atau level lainnya. Di dalamnya
meliputi perencanaan akan pelayanan-pelayanan baru atau
193
memodifikasi lembaga-lembaga pelayanan yang mampu mengalokasikan sumber-sumber untuk kepentingan program-
program khusus, seperti kaum disabilitas. Sebuah peran advokasi bagi para pekerja sosial diantaranya termasuk
pemberian informasi para orang tua yang anaknya transgender dan mendukung mereka untuk menerima anak mereka sendiri.
Pekerja sosial mungkin juga melakukan advokasi untuk program-progran khusus untuk memenuhi kebutuhan bagi
orang yang hidup dengan thalasemia penyakit turunan yang ditandai gangguan dan ketidakmampuan memproduksi eritrosit
dan hemoglobin. Semisal pada hari thalasemia sedunia setiap tanggal 8 Mei, yang dirayakan oleh himpunan mahasiswa
kesejahteran sosial FISIP UNPAD dengan mengadakan kegiatan ‘bloodher hood’—suatu kegiatan donor darah oleh
para mahasiswa untuk membantu para penderita thalasemia. Kegiatan advokasi mungkin juga meliputi upaya-upaya
perubahan kebijakan atau penegakkan kebijakan, misalnya berkenaan dengan tersedianya fasilitas gedung dan fasilitas
umum lainnya agar ramah bagi kaum disabilitas. Di saat yang sama sekolah-sekolah, masyarakat umum, dan seharusnya juga
194
lebih peduli terhadap kondisi kerentanan yang dialami oleh kelompok rentan tersebut.
Advokasi merupakan sebuah tradisi yang telah lama ada dalam profesi pekerjaan sosial, tetapi banyak pekerja sosial
terkadang menghindari arena ini. Para pekerja sosial mungkin takut dengan situasi kontroversial, yang memang merupakan
konsekuensi dari sikap membela kaum rentan yang tertindas. Beberapa orang mungkin memandang advokasi terlalu
konfrontasional dan khawatir terhadap bagaimana orang lain dapat menerima konsekuensi-konsekuensi atau akibat-akibat
atas upaya-upaya yang dilakukan oleh mereka. Ketidakmampuan menentukan hasil secara pasti dari
advokasi merupakan persoalan lainnya. Banyak aktifis atau advocate
sosial terkadang merasa khawatir dengan sebutan yang disematkan kepada mereka sebagai pembuat masalah
troublemakers dan sehingga menempatkan lembaganya menjadi lebih beresiko atas berbagai ancaman. Masih saja
terdapat beberapa pekerja sosial yang berkata dengan jujur bahwa apa mereka lakukan tidak dapat menghasilkan
perubahan secara sistem, tidak peduli apapun yang pernah mereka lakukan dan upayakan. Lemahnya ukuran ketepatan
195
sasaran merupakan sebuah persoalan dan hambatan nyata, khususnya bagi para pekerja sosial baru dengan tingkat
kepercayaa diri yang masih rendah. Perubahan-perubahan yang dilakukan melalui advokasi terkadang dianggap sebagai cara
yang menakutkan atau mengancam. Mungkin saja para pekerja sosial itu sendiri yang takut akan terjadi perubahan jika mereka
melakukan mengadvokasi terhadap perubahan dan perubahan tersebut ternyata benar-benar terjadi.
Prinsip-Prinsip Advokasi Level-Makro
Semakin jelas, bahwa advokasi memang ditujukan bagi individu-individu,
kelompok-kelompok, atau
organisasi- organsasi; kepala daerah terpilih atau pihak yang berwenang,
lembaga-lembaga pelayanan manusia baik swasta atau pemerintah, lembaga legislatif, sistem peradilan; dan
pemerintahan. Penyebutan berbagai pemangku kepentingan tersebut sebagai upaya untuk melihat dan memetakan
seandainya salah satu dari pihak tersebut dapat menghambat atau mencegah akses kelompok-kelompok rentan memperoleh
pelayanan atau bertindak tidak manusiawi. Dalam melakukan upaya-upaya advokasi perlu juga mempertimbangkan beberapa
196
prinsip yang seharusnya diperhitungkan sesuai dengan upaya advokasinya.
Pertama, kita seharusnya bekerja dengan tujuan untuk meningkatkan aksesibilitas pelayanan sosial bagi klien. Ini
sesungguhnya tidak sesederhana dengan memberikan layanan tanpa mempelajari terlebih dahulu apakah kelompok-kelompok
yang akan dibantu benar-benar membutuhkan bantuan pelayanan tersebut atau tidak. Kita harus melakukan advokasi
bagi lembaga pekerjan sosial sendiri agar mencari cara untuk dapat memberikan layanan yang mereka butuhkan, bukan
sekedar dasar keinginan lembaga semata. Prinsip kedua bagi advokasi pekerjaan sosial adalah
bahwa pekerja sosial harus mendukung penyediaan pelayanan- pelayanan, dengan tetap tidak mengurangi penghormatan
kelompok yang dilayani. Dengan kata lain, tidak seharusnya klien berada pada posisi ‘merasa’ terlukai, tersakiti atau dalam
situasi ‘dipermalukan’ dalam upaya memperoleh pelayanan tersebut. Bayangkan suatu situasi bahwa klien mengantri
panjang padat dan kacau dalam rangka memperoleh bantuan. Sehingga diperlukan advokasi yang tepat untuk merubah
kondisi tersebut, karena klien perlu dihormati dan dihargai.
197
Terkadang pelayanan yang disediakan tidak dapat menjaga privasi dan kehormatan klien, semisal tidak terdapat
partisi atau pemisah ruangan yang jelas antara klien yang sedang dilayani oleh pekerja sosial dengan klien lain. Hal
tersebut dapat saja terjadi manakala suatu layanan yang diberikan kepada sejumlah klien yang banyak, dilakukan pada
lapangan terbuka. Situasi tersebut, sesungguhnya tanpa disadari telah mempermalukan klien yang akan memperoleh bantuan
dengan berkumpul di lapangan. Dengan demikian seharusnya pelayanan yang diberikan dapat menjaga privasi klien. Privasi
seringkali tidak tersedia atau menjadi sesuatu yang langka bagi klien yang datang ke lembaga pelayanan.
Prinsip ketiga, adalah bahwa advokasi seharusnya dilakukan untuk memastikan berjalannya akses yang sama bagi
semua orang yang layak untuk memperolehnya pelayanan. Jika diperhatikan di Indonesia mungkin pelayanan-pelayanan sosial
lebih mudah terjangkau untuk kelompok kalangan tertentu saja, karena kemudahan akses, sarana transportasi atau biaya
pelayanan tertentu, atau juga hubungan ‘khusus’ tertentu. Jenis-jenis pelayanan demikian tidak dapat diterima dan
198
seharusnya diubah sesuai kebutuhan jika kita ingin menyediakan suatu akses yang adil serta sama.
Panduan untuk Advokasi Level-Makro
Pada penjelasan sebelumnya telah banyak saran-saran bagaimana melakukan aksi, namun demikian dalam setiap aksi
sosial belum tentu teradapat panduan yang praktis untuk melakukan hal tersebut secara memadai. Oleh karena itu,
dalam tulisan di bawah ini akan dikemukakan panduan secara umum tentang bagaimana penerapan teknik advokasi.
Be Reasonable in What You Undertake
Ketika pekerja sosial akan melakukan advokasi yaitu mengupayakan perubahan sebuah organisasi, maka pekerja
sosial harus benar-benar mengupayakan perubahan akan nilai- nilai, kepercayaan, dan asumsi dari orang-orang yang
menjalankan organisasi
tersebut. Advokasi
mungkin merupakan suatu upaya alternatif yang masuk akal memiliki
alasan kuat untuk dilakukan manakala organisasi lemah atau tidak mampu menjalankan fungsinya atau lembaga tersebut
benar-benar melukai atau menyakiti kliennya. Namun
199
demikian, memang tidaklah mudah untuk mengupayakan perubahan dalam organisasi dan lembaga, walaupun lembaga
dan organisasi tersebut memang benar-benar membutuhkan beberapa perubahan. Pada kenyataannya, sesuatu dianggap
masuk diakal atau rasional dapat dilakukan, apabila perubahan yang dilakukan memang memungkinkan untuk dicapai atau
juga tidak perlu untuk merubah semuanya dalam satu waktu. Perlu diingat, bahwa setiap orang memiliki investasi dalam
status quo , sehingga orang-orang lama dalam organisasi
cenderung untuk mempertahankan cara-cara lama, walaupun hal tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan dengan
lingkungan yang berubah begitu cepat. Sebagai sebuah strategi, maka akan lebih mudah jika dilakukan sedikit perubahan
daripada melakukan perubahan secara total menyeluruh yang dikhawatirkan akan mengancam keselamatan dan harga diri
mereka.
Teamwork Often Produces Better Outcomes
Bekerja bersama seringkali akan memperoleh hasil yang lebih baik, lebih menguntungkan, lebih maslahat, dan berlebih.
Manusia adalah mahluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri
200
dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Demikian pula dalam melakukan suatu teknik advokasi. Bisa
saja terjadi, ketika seseorang bekerja sendiri dapat memperoleh hasil akhir yang memuaskan, namun apabila dilakukan secara
tim akan lebih mudah untuk mencapai hasil yang maksimal bagi banyak pihak. Advokasi pada level-makro akan bekerja
baik apabila banyak orang memberikan dan menyuarakan hal yang sama. Dengan demikian, bergabung dengan pihak-pihak
lain yang memiliki perjuangan yang sama akan meningkatkan kekuatan dan pengaruh pekerja sosial. Kombinasi antara
kemampuan individual dengan bekerja secara tim akan memudahkan para pekerja sosial mencapai tujuan yang
diharapkan.
Being an Advocate Often Requires Being Assertive
Patut untuk dicamkan baik-baik dan perlu diingat terus dalam benak para pekerja sosial, bahwa sebagai pekerja sosial tidak
mungkin seterusnya selalu bersikap sebagai orang baik. Bersikap
‘baik’ terus-menerus
terkadang cenderung
mengabaikan kenyataan
terjadinya ketimpangan
dan ketidakadilan. Usaha-usaha yang dilakukan untuk melakukan
201
suatu perubahan akan menyebabkan atau menciptakan beberapa musuh baru yang tidak dengan senang dengan
perubahan tersebut, seiring dengan waktu. Namun demikian perlu diingat bahwa musuh anda saat ini, mungkin di masa
yang akan datang akan menjadi sekutu anda. Bersikap tegas dan lugas, juga dapat menjadi aset berharga dalam rangka
perubahan sistem.
Flexibility is a Strength, Not a Weakness
Bersikaplah fleksibel—karena terkadang dengan pendekatan keras kepala kepala batu akan sulit untuk mecapai
kesepakatan. Sehingga di lain waktu --- lain tempat, sesuai situasi dan kondisi, pekerja sosial perlu untuk bersikap
fleksibel, hangat, dan bersahabat. Anda harus mampu memilih perilaku dengan tepat sesuai kebutuhan. Baca situasi dan
kondisi secara cepat, dan jangan lupa baca ‘diri’, kemudian pilihlah respon yang tepat dan sesuai dengan kondisi tersebut.
Accept that Sometimes You Win-Sometimes You Lose
Pahami bahwa tidak selalu apa yang anda sebagai pekerja sosial inginkan dapat tercapai. Terkadang upaya-upaya
202
advokasi yang pekerja sosial lakukan tidak mencapai tujuan yang diharapkan, tetapi mungkin pekerja sosial mampu
menahan lawannya
untuk memperoleh
apa yang
diinginkannya. Atau setidaknya, pekerja sosial mampu memaksa lawan untuk memperhitungkan siapa pekerja sosial
itu. Poin pentingnya adalah mencoba untuk lebih menghargai proses atau upaya yang telah dilakukan, daripada terlalu fokus
pada hasil yang diinginkan. Sikap menerima hasil apapun dari proses advokasi yang dilakukan dengan lapang dada, akan
menjadi modal penting untuk upaya advokasi berikutnya.
Be Prepared to Used a Variety of Strategies
Advokasi bukan berarti bahwa upaya-upaya yang dilakukan harus melalui pendekatan konfrontasi atau berujung pada
menang atau kalah. Pada kenyataannya, para pekerja sosial banyak mengupayakan strategi kolaborasi terlebih dahulu
daripada advokasi. Strategi kolaborasi tidak mengedepankan persoalan kala-menang. Sedangkan strategi konfrontasi, tidak
peduli siapa yang menang atau kalah, hasilnya jelas akan memakan biaya dan korban yang tidak sedikit. Korban di sini
bukan berarti nyata, tetapi korban perasaan, atau juga
203
kerusakan fisik. Konfrontasi akan meninggalkan bekas ‘luka’. Beberapa situasi konfrontasi yang akan mengarah pada hasil
menang-kalah, biasanya akan mengakibatkan frustasi bagi si kalah. Si kalah mungkin akan menyimpan dendam terhadap si
menang Pendekatan menang-menang win-win solution mungkin lebih baik, daripada menang-kalah win-lose.
Perselisihan-perselisihan yang
terjadi mungkin
dapat diselesaikan melalui negosiasi, arbitrasi, atau mediasi.
Taktik Advokasi
Beragam taktik advokasi dapat dilakukan, dan kebanyakan seharusnya merupakan bagian kurikulum pendidikan pekerjaan
sosial, khususnya pekerjaan sosial generalis. Beberapa taktik dalam advokasi, diantaranya adalah ajakan persuasion,
dengar-pendapat fair hearings, mempermalukan sasaran embarrassment of target, tekanan-tekanan politik political
pressure, dan petisi petitioning. Kelima taktik tersebut
ditujukan agar terjadi perubahan cara pandang melihat persoalan sosial, kebijakan sosial, program-program sosial dan
pelayanan-pelayanan sosial.
204
Persuasion
Cara persuasif dapat berupa penyediaan informasi kepada sistem sasaran suatu yang ingin diubah berupa informasi-
informasi tambahan
yang berisi
ajakan sehingga
memungkinkan mereka membuat keputusan secara berbeda. Salah satu metodenya, misalkan bertanya, yaitu dengan
memberikan pertanyaan sederhana kepada sistem sasaran, kemudian diikuti dengan serangkaian pertanyaan dirancang
agar membuat mereka berfikir, untuk selanjutnya membuat kesimpulan sendiri. Jika mereka yakin bahwa seseorang
membuat sebuah keputusan berdasarkan informasi yang salah, maka pekerja sosial dapat mempertanyakan apakah informasi-
informasi tersebut tercatat atau terekam melalui media publik terbuka untuk umum. Lakukan pengecekan ulang untuk
melihat apakah informasi secara verbal tersebut konsisten dengan informasi yang terpublikasi secara umum.
Pendekatan kedua dari persuasi adalah objektivitas atau menyediakan argumentasi dari kedua sisi atau sudut yang
berbeda. Dalam hal ini pernyataan pekerja sosial sendiri tidak saja didasarkan pada opini atau fakta yang anda miliki, tetapi
juga mengakui dan menghormati opini, perhatian, dan fakta
205
yang dimiliki dan dikemukakan oleh sisi atau pihak lain. Keuntungan pendekatan ini, bahwa upaya tersebut akan
mengarahkan sisi pihak lain mengetahui bahwa anda memahami argumentasi yang dikemukakan pihak lain, tetapi
tetap pemikiran anda lah yang dianggap atau dinilai paling masuk akal.
Persisten merupakan metode persuasi ketiga yang sangat kuat. Banyak orang menyerah ketika bertemu dengan
mereka yang resistance bertahan dengan pendapatnya. Sebab, sistem sasaran juga mungkin berfikir dan mengira bahwa
pekerja sosial akan menerima pendapatnya dengan mudah. Seorang pekerja sosial yang terus bertahan tetapi tidak
bertindak kasar merusak, tetap tenang dan sopan, akan memperoleh
poin tersendiri.
Kegigihan untuk
terus memperjuangkan kepentingan kaum tertindas dan populasi-
rentan merupakan nilai-nilai yang seharusnya melekat pada diri pekerja sosial. Sehingga sikap bertahan untuk tetap
memperjuangkan kaum tertindas, teraniaya dan terpinggirkan seringkali dinilai sebagai sikap konsisten dari para pekerja
sosial.
206
Fair Hearing, Grievances, and Complaints
Mempersoalkan sesuatu melalui kegiatan dengar pendapat, kritik, dan memprotes terhadap perlunya keterbukaan-
kejujuran-keadilan merupakan prosedur yang dibuat untuk memastikan apakah klien atau kelompok klien memperoleh
manfaat atau hak-haknya secara adil-jujur-terbuka tersebut. Melalui cara ini klien mengingatkan pihak lembaga pelayanan
bahwa untuk dapat memberikan penjelasan dengan adil terhadap putusan kebijakan atau program yang dibuat. Artinya,
petugas pelaksana
pelayanan seharusnya
memperoleh penjelasan dari kedua sisi, bukan sekedar dari atasannya saja.
Jika hasil pengujian menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah atau lembaga pelayanan melanggar aturan, maka pihak penguji
atau peneliti meminta individu atau lembaga pelayanan harus mengikuti aturan yang memang menghargai klien dan hak-
haknya. Pendekatan ini layak untuk dapat digunakan manakala sebuah
pelayanan publik
telah mengabaikan
atau mengesampingkan manfaat yang seharusnya diperoleh suatu
kelompok atau masyarakat; atau juga pelayanan publik tersebut telah benar-benar melanggar aturan yang seharusnya mereka
ikuti.
207
Kritik dan complaint juga merupakan mekanisme untuk menentang pembuat kebijakan yang melanggar aturan.
Prosedur complaint biasanya merupakan bagian dari kebijakan lembaga pelayanan itu sendiri. Bagi serikat buruh atau
pegawai, hal tersebut merupakan bagian dari kesepakatan antara pekerja dengan pemilik perusahaan. Complaints sama
dengan grievances, tetapi landasan hukumnya jelas tersedia. Misalkan, orang dengan disabilitas seharusnya memperoleh
kemudahan akomodasi untuk dapat bekerja sebagai pekerja di bidang tertentu, jika ia diterima menjadi pekerja di suatu
perusahaan. Namun demikian, biasanya banyak perusahaan menolak untuk menyediakan atau menerima orang penyandang
disabilitas tersebut. Terkadang, dengan melayangkan surat protes atau
proses complaints
sesungguhnya sudah
cukup untuk
mempengaruhi perubahan kebijakan atau pelayanan yang ada. Namun, jika suatu lembaga tidak memiliki prosedur complaint,
dan penyelidikan yang jelas, maka taktik atau pendekatan lain dapat dipergunakan. Kalau perlu dapat menyewa pengacara
untuk memprotes prosedur unjuk rasa yang terlalu rumit berbelit-belit tersebut. Terkadang pula aksi sosial berupa unjuk
208
rasa dan demonstrasi dapat dipergunakan sebagai upaya perubahan. Perlu diingat bahwa taktik dan pendekatan seperti
fair hearings, complaints, dan grievances yang biasanya
digunakan dalam case advocacy kasus perorangan, dapat pula digunakan secara efektif untuk cause advocacy kasus
bersama orang banyak.
Embarassing the Target of Change
Sebagian besar dari diri pekerja sosial sendiri berfikir akan menjadi individu yang selalu baik hati dalam menghadapi
orang-orang dengan sikap jujur. Demikian pula sesungguhnya dengan profesi-profesi pertolongan manusia lainnya dan juga
lembaga publik dan swasta lainnya. Dengan demikian selalu terdapat resiko atau konsekuensi atas nilai kejujuran tersebut
yaitu, manakala ada orang lain yang menuduh pekerja lembaga tersebut bertindak tidak jujur maka hal tersebut akan
menimbulkan kemarahan. Sehingga betul adanya, jika hal tersebut membuat organisasi pelayanan dan orang-orang di
dalamnya menjadi lebih sensitif jika sesuatu terjadi, apalagi jika tuduhan itu berkaitan dengan klien lembaga tersebut.
Ketika lawan-lawan dari lembaga tersebut melakukan
209
intimidasi menggunakan media massa dengan melaporkan kegagalan, hasil dan perkiraan yang terjadi, maka cara-cara
dapat mempermalukan lembaga tersebut. Sehingga akhirnya, kondisi tersebut dapat mendorong sasaran melakukan
perubahan-perubahan tertentu sesuai harapan atau hasil yang diinginkan lawannya. Jadi mempermalukan sasaran memiliki
tingkat resiko dan manfaat tertentu dalam taktik advokasi. Surat pembaca yang dikirimkan ke media massa lokal
tertentu mungkin membuat target menjadi lebih perhatian, apalagi jika cukup banyak orang yang menuliskannya. Duduk-
duduk dan demostrasi juga merupakan taktik yang dirancang untuk mempermalukan membuat tidak nyaman target. Dalam
kasus aksi duduk menduduki setengahnya di seluruh ruang terbuka gedung, dapat diartikan secara fisik menguasai kantor
atau setengahnya dari organisasi juga merupakan upaya untuk membuat sasaran menjadi tidak nyaman.
Political Pressure
Taktik advokasi berikutnya adalah tekanan-tekanan politis , yang merupakan penerapan kekuatan politik untuk mendesak
terjadinya perubahan atau perbaikan yang belum terjadi. Tidak
210
semua lembaga, organisasi, atau situasi dapat dipaksa secara politis. Organisasi pemerintah nampak lebih sensitif terhadap
persoalan-persoalan politik. Para anggota dewan terpilih mungkin
akan dikontak
oleh konstituennya
dan mempertanyakan beberapa hal berkaitan dengan wilayah
yuridiksinya. Misalnya mengapa masih terdapat jalanan rusak, gorong-gorong tersumbat, banjir, sampah menumpuk; dan
semua persoalannya lainnya yang harus segera ditangani. Demikian pula persoalan-persoalan sosial yang berada di
sekitar kita, kemiskinan, pengangguran, perburuhan, serta ketidakadilan sosial-ekonomi lainnya.
Pada level nasional, pekerja sosial dapat melakukan kontak dengan salah seorang anggota legislatif mengenai upaya
pemecahan berbagai permasalahan tersebut di atas, bagaimana pendanaan dengan bagi kaum miskin untuk pengobatan, serta
populasi rentan lainnya. Bagi anggota dewan adalah penting untuk merespon berbagai prmasalahan sosial yang dihadapi
oleh konstituennya, jika mereka ingin terpilih kembali di lima tahun yang akan datang. Tanggung jawab persoalan dan
penderitaan rakyak ada di pundak para anggota dewan
211
perwakilan rakyat DPR, dan selain itu pula para anggota dewan juga memerlukan publisitas untuk hal tersebut.
Petisi
Petisi adalah suatu tindakan pengumpulan tanda tangan pada selembar kertas atau pernyataan untuk mempertanyakan atau
mendorong suatu organisasi atau lembaga atas tindakan khusus tertentu. Seorang pekerja sosial dapat membantu membuat
petisi untuk kepentingan lingkungan ketetanggaannya RT RW Desa Kecamatan guna memperoleh perlindungan polisi
yang lebih baik lagi dari bahaya narkoba dan tindak kriminal lainnya, seperti genk motor. Pengumpulan petisi dapat
dilakukan dari rumah ke rumah dengan membubuhkan tanda tangan sebanyak mungkin warga masyarakat. Toko-toko
pinggir jalan dan rumah-rumah yang berada paling depan mungkin merupakan sasaran yang tepat untuk memperoleh
tanda tangan sebanyak mungkin, karena mereka yang berada di lingkar luar lebih rentan memperoleh tindakan kriminal. Atau
pengumpulan petisi dapat dilakukan melalui media online. Meski tanda tangan petisi relatif lebih mudah dikumpulkan,
namun terdapat pula keterbatasannya yaitu mungkin tidak akan
212
berdampak luas pada sistem sasaran. Sistem sasaran target system
mungkin saja berkesimpulan bahwa orang-orang yang menandatangani petisi tersebut tidak bersungguh-sungguh atau
keinginannya tidak kuat terhadap persoalan yang dihadapinya. Akan sangat membantu pula apabila petisi tersebut
dapat ditampilkan kepada publik, melalui pemanfaatan berbagai media. Sehingga petisi tersebut dapat menjadi
perhatian para pemangku kepentingan stakeholders dan mungkin anggota dewan sehingga diharapkan akan menjadi
agenda pertemuan rutin para anggota dewan. Selanjutnya segala upaya tersebut akan tercatat dalam agenda kegiatan,
sehingga di kemudian hari dapat dibuka kembali, atau petisi kosongnya dapat diperbanyak dan disebarluaskan kembali guna
memperoleh perhatian yang lebih luas lagi.
Legislative Advocacy.
Advokasi legislatif adalah mirip dengan cause advocacy, dimana pekerja sosial melakukan kegiatan yang berhubungan
dengan anggota dewan yang memperjuangkan hak-hak klien atau warga masyarakat. Advokasi legislatif adalah, suatu
intervensi pada level makro sama halnya dengan jenis cause
213
advocacy lainnya. Advokasi legislatif khusus berkaitan dengan
upaya-upaya perubahan legislasi agar membawa manfaat benefit yang sebesar-besarnya bagi beberapa kategori klien
tertentu. Pada dasarnya, advokasi jenis ini meliputi perdebatan- perdebatan yang dilakukan oleh para pembuat kebijakan atau
peraturan untuk meloloskan sebuah kebijakan atau undang- undang yang pekerja sosial perjuangkan guna kepentingan
klien dan masyarakat. Sederhananya, penggunaan istilah legislator
untuk menunjuk kepada para anggota dewan di tingkat kotakabupaten, provinsi maupun pusat.
Tanggung jawab untuk melakukan advokasi legislatif merupakan bagian dari diri seorang pekerja sosial karena
banyak sekali keputusan atau kebijakan sosial yang mempengaruhi program-program dari pekerja sosial, para
pekerja sosial itu sendiri, dan para klien yang dibuat melalui arena legislatif. Dengan demikian, menjadi hal yang mustahil
jika mencoba menghindar untuk tidak terlibat atau tidak memberi perhatian terhadap persoalan advokasi legislatif.
Beberapa pekerja sosial mungkin sedikit khawatir dengan prospek upaya hukum atau mengenai pendanaan suatu program
sosial tertentu. Beruntung bahwa advokasi legislatif memiliki
214
bentuk yang unik sehingga membuatnya agak sedikit sulit, yaitu: aturan utama dari advokasi legislatif adalah dipilih atau
tidak dipilih kembali, merupakan hal terpenting bagi para legislator. Artinya, banyak legislator ingin mengetahui apa
yang konstituen inginkan, oleh karena itu posisi legislator di lembaga legislatif sebenarnya cukup riskan dan kritis
dihadapan para konstituennya. Syaratnya adalah bahwa proses dan penyelenggaaran pemilihan anggota legistatif harus
berlangsung jujur, adil, terbuka dan dapat dipertanggung jawabkan.
Seringkali terjadi bahwa para anggota dewan harus segera mengambil putusan, sementara informasi yang
diperolehnya terbatas. Dengan demikian para anggota dewan memerlukan informasi yang tepat, akurat sehingga dengan
dengan segera dapat mengambil keputusan. Konsekuensinya adalah para legislator sedikit-banyaknya akan dipengaruhi oleh
sejumlah kecil advocate sebagai kelompok pemikir dan penyedia informasi bagi anggota dewan tersebut. Para pekerja
sosial dapat memobilisasi para praktisi lainnya untuk menuliskan fakta dan persoalan-persoalan sosial yang harus
215
segera ditangani untuk segera disampaikan kepada para legislator tersebut.
Kemudian kelembagaan dari badan legislatif ini seringkali sulit ditebak. Hal ini berkaitan dengan pergantian
keluar-masuknya turnover keanggotaan dari waktu ke waktu, sehingga perubahan dari partai yang berkuasa, partai koalisi,
atau ketidakjelasan dominasi dalam badan legislatif. Kondisi ini membuat keputusan penting yang harus diambil oleh
legislatif tentang penyelesaian isu sosial menjadi lambat ditangani atau terkatung-katung dari tahun ke tahun, bahkan
puluhan tahun. Kondisi selanjutnya adalah memunculkan rasa tidak percaya di sejumlah kalangan atau kelompok masyarakat,
termasuk juga para pekerja sosial. Perubahan posisi di masing- masing komisi dalam lembaga legislatif juga mempengaruhi
perubahan kebijakan yang akan dibuat, ketika anggota dewan tersebut mengikuti pemilihan legislatif tahun berikutnya.
Sulitnya memprediksi proses legislatif dan pentingnya kompromi dalam lingkungan politik juga berarti bahwa
seorang calon anggota legislatif belum tentu terjamin posisinya di waktu yang akan datang. Keberhasilan seorang pembela
legislatif menuntut sebuah pemahaman akan faktor-faktor yang
216
mempengaruhi proses legislatif. Keuangan juga mempengaruhi proses legislasi yag berhasil.
Tahap-tahap dalam Advokasi Legislatif
Proses legislatif sedikitnya mengikuti rangkaian tahap-tahap yang dimulai dari gagasan awal hingga menjadi produk hukum
atau undang-undang. Tahap-tahap berikut ini juga merupakan poin-poin intervensi yang tepat bagi para pekerja sosial untuk
memberikan input dalam arena legislatif. Tahap-tahap untuk melakukan advokasi legislatif adalah sebagai berikut, dengan
contohnya tentang pembiayaan bagi keluarga miskin: 1.
Mengembangkan sebuah draf pembiayaan. 2.
Mencari tahu siapa saja yang akan membantu pembiayaan.
3. Memperoleh atau menemui legislator tertentu untuk
mendukung pembiayaan. 4.
Menanyakan dukungan legislatif mengenai pembiayaan tersebut.
5. Bekerja dengan berbagai kelompok kepentingan untuk
memperluas dukungan pembiayaan.
217
6. Memberikan penjelasan umum kepada masyarakat
mengenai nilai penting pembiayaan tersebut. 7.
Mencoba mempengaruhi secara positif sejumlah anggota sub komite yang bertanggung jawab untuk
membuat keputusan tentang pembiayaan. 8.
Mencoba mempengaruhi legislator lainnya untuk menyetujui aturan pembiayaan tersebut.
Cara-cara Lain Advokasi
Intervensi makro dalam arena legislatif tidak hanya terbatas pada advokasi legislatif. Biasanya akan lebih mudah kalau
bekerja dengan legislator yang dapat berbagi dana untuk bekerja sama sesuai dengan nilai-nilai yang ingin dicapai.
Dengan demikian, sebuah intervensi level-makro yang tepat adalah bekerja dalam rangka mencari calon-calon anggota
legislatif yang mengerti dan paham akan posisi dan isu-isu yang ditangani dalam keprofesian pekerjaan sosial. Akan lebih
baik lagi jika pekerja sosial itu sendiri dapat menjadi anggota legislatif, sehingga diharapkan telah memiliki pemahaman
lebih mendalam akan isu dan permasalahan yang harus ditangani melalui kebijakan sosial. Bekerja dalam kampanye
218
politik dapat menjadi pengalaman yang sangat positif. Pekerja sosial, dengan beragam keterampilan yang dimilikinya dapat
memainkan banyak peran melalui kampanye calon anggota legislatif. Kegiatan kampanye bisa beragam, mulai dari
kampanye dari rumah ke rumah menyebarkan informasi, distribusi material kampanye, menerima telepon dari calon
pemilih, penggalangan dana, penempatan dan menentukan lokasi media kampanye, maupun aktif di kantor pemenangan
calon legislatif. Haynes dan Mickelson 2003 meyakini bahwa para
pekerja sosial sangat cocok dan sesuai, khususnya jika berurusan dengan suatu kebijakan sosial yang berdampak
kepada klien dan pelayanan-pelayanannya. Pekerja sosial diharapkan yang paling menyadari dan memahami apa yang
terjadi terhadap klien sebagai hasil dari kebijakan sosial tertentu. Lambat dan terkatung-katungnya usulan dan
pembahasan undang-undang praktek pekerjaan sosial di Indonesia merupakan contoh nyata mengenai lemahnya
pemahaman akan esensi dan kebutuhan praktek pekerjaan sosial.
219
Banyak keterampilan yang pekerja sosial telah kuasai, seperti halnya kemampuan kompromi dan bargain, sangat
secara bermanfaat khususnya dalam arena politik. Seni berpolitik adalah seni kompromi, karenanya memang menjadi
sangat tidak umum atau tidak biasa, lazim bahwa sesuatu yang ada dalam aturan harus sama persis dengan bentuk
tindakan dari aturannya tersebut. Pelajaran tersulit bagi banyak pekerja sosial adalah bahwa prinsip-prinsip berpolitik tidak
akan berjalan sama dengan prinsip-prinsip dalam arena pekerjaan sosial lainnya. Semua keputusan politik berdasarkan
nilai-nilai Haynes Mickelson, 2003. Kita seringkali menampilkan suatu argumentasi untuk posisi khusus tertentu
tanpa menyediakan perspektif alternatif. Kecenderungan pekerja sosial untuk menampilkan dua sisi argumentasi guna
menggambarkan sebuah situasi tertentu, biasanya tidak akan efektif jika dipakai untuk menggambarkan situasi politik dalam
rangka menarik kepentingan legislasi atau kebijakan. Taktik dengan cara-cara menyuguhkan kasus tertentu dapat menjadi
daya tarik emosi yang kuat. Hal tersebut merupakan cara efektif dengan tujuan untuk menunjukkan kepada para pembuat
keputusan tentang dampak dari kasus tersebut atau
220
menyimpulkan perubahan apa yang seharusnya dilakukan agar kemanfaatan kelompok populasi tertentu dapat diperoleh.
Keputusan, apakah akan terlibat atau tidak dalam proses politik juga menuntut para pekerja sosial mempertimbangkan
dimana permasalahan-permasalahan akan muncul. Akarnya ada di arena legislatif seperti halnya ada tidaknya hukum atau
kalau pun ada masih lemah pada penerapannya atau dalam area yudisial seperti kesalahan hakim mengimpresi atau
interpretasi hukumnya yang terlalu dangkal. Sumber masalah potensial lainnya dapat berasal dari
area administratif, dimana aturan tidak dapat dipahami dengan jelas atau multi tafsir. Baik pemerintah mapun lembaga
perorangan mengembangkan aturan pelaksanaan dan petunjuk teknis untuk mengimplementasikan hukum yang telah
diterbitkan dan memfasilitasi penguatan hukum yang telah berjalan. Mungkin aturan yang diusulkan sebelumnya atau
yang telah ada sebelumnya memiliki efek yang sangat negatif bagi kelompok klien tertentu. Sebuah regulasi atau aturan
hukum yang tidak mendukung klien, akan membuat klien semakin menderita dan terpuruk.
221
Potensi persoalan berikutnya, dapat muncul dari dalam ideologi figur politik itu sendiri. Mungkin saja dalam
penyelesaian kasus tertentu digantikan atau kalah oleh individu yang memiliki peluang lebih kecil secara hukum. Reputasi
seorang politisi melalui perjalanan politiknya menunjukkan gambaran ideologinya, kinerjanya, dan kepeduliannya dalam
penanganan penyelesaian masalah tertentu. Perjalanan waktu juga menunjukkan kepada kita bagaimana konsistensi seorang
politisi yang baik, jujur, dan adil berpihak kepada masyarakat kecil, serta taat menjalankan agamanya. Ketauladanan politisi
dalam berpolitik untuk kesejahteraan sosial masyarakat, saat ini sulit ditemui di negeri ini.
Telah tumbuhnya kesadaran pada sistem level-makro belum menjamin bahwa suatu tindakan pemecahan masalah
akan segera dilakukan atau segera diimplementasikan. Pekerja sosial harus selalu memastikan bahwa dokumen permasalahan
tertentu dapat dimengerti dan dipahami oleh pihak-pihak lain. Hal itu juga bahwa pekerja sosial memerlukan beragam
informasi dari berbagai pihak. Pekerja sosial perlu mengetahui seberapa banyak orang yang akan terpengaruh dengan masalah
tertentu, seberapa serius permasalahan tersebut dampaknya,
222
dan bagaimana masalah tersebut muncul. Artinya diperlukan analisa yang mendalam terhadap permasalahan-permasalahan
tersebut, karena mungkin saja permasalahan tersebut dapat terjadi dalam realitas legislatif, politis, yudisial atau kenyataan
administratif.
Aktifitas Politik Lainnya
Advokasi legislatif merupakan salah satu cara berpartisipasi dalam proses politik. Pekerja sosial generalis dapat melakukan
banyak cara untuk mempengaruhi perubahan pada level-makro. Pekerja sosial dapat terlibat dalam pendaftaran pemilih,
pelaksanaan pemilihan, atau proses penghitungan suara, atau juga pengawasan penghitungan suara. Klien pekerja sosial
seringkali merupakan kelompok yang memiliki catatan minim dalam partisipasi politik. Memilih juga merupakan suatu cara
dasar bagi klien untuk mengeluarkan pendapatnya. Beri peluang sebesar mungkin bagi kelompok-kelompok klien untuk
dapat berpartisipasi dalam pemilihan umum. Pekerja sosial tidak boleh tabu berpolitik.
Pekerja sosial juga dapat terlibat dalam kampanye sosial baik lokal, daerah, maupu nasional. Atau terlibat dalam
223
aktifitas-aktifitas lainnya seperti, mendistribusikan material kampanye, berbicara atas nama calon yang akan dipilih, dan
memasang media kampanye yang tepat. Atau juga pekerja sosial dapat menulis artikel di media-media publik
menyuarakan pendapatnya tentang kriteria calon legislatif yang ideal atau pemimpin yang peduli terhadap masyarakat kurang
mampu, yang membela kaum yang lemah, yang bersih, jujur, yang mampu bersikap adil baik secara sosial dan ekonomi.
Advokasi legislatif merupakan suatu aktifitas penting bagi pekerja sosial generalis yang peduli akan hukum dan
kebijakan-kebijakan yang akan mempengaruhi klien dan lembaga-lembaga pelayanan sosial tempat profesi pekerjaan
sosial berpraktek. Aktifitas penting lainnya yang dapat dilakukan yang berpihak dan membela kepentingan atau hak-
hak dari populasi-populasi kelompok rentan tertentu: kaum disabilitas, kaum perempuan, anak-anak, para senior lajut usia,
kaum miskin ekonomi dan sumber, dan banyak lagi.
G. Aksi Sosial Social Action