Tahap Lelang dan Pasca Lelang

Pemberian jasa pralelang oleh Balai Lelang didasarkan padaperjanjian antara Balai Lelang dengan pemilik barang, yangmengatur termasuk tetapi tidak terbatas pada: 50 a. besaran imbalan jasa dari pemilik barang kepada Balai Lelang; b. cara pembayaran imbalan jasa; dan c. pembagian uang jaminan wanprestasi.

2. Tahap Lelang dan Pasca Lelang

Secara hukum Balai lelang swastatidak diperkenankan untuk melaksanakan lelang eksekusi, namun disebabkan peranan balai lelang pada tahap pra lelang secara praktek menyebabkan balai lelang swasta juga memiliki peran dalam pelaksanaan lelang eksekusi hak tanggungan, kegiatan balai lelang swasta ini meliputi menyelenggarakan lelang dihadapan Pejabat Lelang dan menjaga kelancaran pelaksanaan lelang. Balai Lelang dalam kedudukannaya sebagai pemohon dan kuasa pemilik barang dapatmengadakan perjanjian perdata dengan Pejabat Lelang Kelas II mengenaipelaksanaan lelang dan imbalan jasa Pejabat Lelang Kelas II. Balai Lelang menyelenggarakan kegiatan pasca lelang yang meliputi: 51 1 pengaturan pengiriman barang; 2 pengurusan balik nama barang yang dibeli atas nama Pembeli; danatau 50 Lihat Peraturan Menteri Keuangan No. 176PMK.062010 tentang Balai Lelang, Pasal 17 ayat2. 51 Ibid, Pasal 19 ayat 1 Universitas Sumatera Utara 3 jasa lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang- undangan. Balai Lelang Swasta dalam waktu 1 satu tahun harus melaksanakan lelang minimaldua kali, tidak termasuk lelang tidak ada peminat, lelang atas barang milik BalaiLelang sendiri dan lelang atas barang milik pemegang saham, direksi atau pegawaiBalai Lelang yang bersangkutan. 52 Balai Lelang swastasebagai lembaga yang turut dalam proses penyelengaraan lelang harus mengajukanpermohonan pelaksanaan lelang secara tertulis kepada Pejabat Lelang Kelas IIdisertai dokumen persyaratan lelang yang bersifat umum dan khusus. 53

C. Tanggung Jawab Balai Lelang Swastadalam Pelaksanaan Lelang Eksekusi Hak Tanggungan

Dalam hal disuatu wilayah jabatan Pejabat Lelang tidak ada Pejabat Lelang Kelas II, Balai Lelangmengajukan permohonan lelang kepada Kepala KPKNL setempat.Pejabat Lelang Kelas II adalah adalah orang yang khusus diberi wewenangoleh Menteri Keuangan untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang ataspermohonan Balai Lelang selaku kuasa dari Pemilik Barang yang berkedudukan diKantor Pejabat Lelang KelasII. Pihak kreditur menyerahkan objek jaminan debitur yang telah wanprestasi kepada Balai Lelang Swasta, berbagai objek jaminan tersebut pada umumnya adalah objek jaminan yang telah diikat oleh hak tanggungan. Dalam hal ini, disebabkan 52 Ibid, Pasal 20. 53 Lihat lebih lanjut Ibid, Pasal 15 ayat 2 Universitas Sumatera Utara Balai Lelang Swasta tidak bisa melaksanakan lelang eksekusi hak tanggungan, maka Balai Lelang Swasta bertindak sebagai kuasa pemegang hak tanggungan untuk melakukan kegiatan-kegitan persiapan pelaksanaan lelang. Berdasarkan Pasal 5 dan 6 Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor PER-03KN2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Lelang maka terdapat dokumen yang persayaratan umum dan khusus dalam pelaksanakan lelang eksekusi, berbagai dokumen ini biasanya dipersiapan oleh Pemohon lelang Bank bersama- sama dengan Balai lelang swasta yang bekerjasama dengannya, untuk selanjutnya berbagai persyaratan tersebut diajukan bersamaan dengan pengajuan permohonan lelang eksekusi kepada Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang. Balai Lelang Swasta melaksanakan penyelenggaraan lelang objek Hak Tanggunganterhadap jaminan hutang atas nama debitur berdasarkan perjanjian kerjasama penggunaan jasa Balai lelang swasta oleh pihak Kreditur, dalam hal ini bank. Bank melaksanakan lelang sebagai upaya untuk menekan NPL non performence loan pada Bank itu sendiri. Keadaan kredit pada Bank diatur sebagaimana termuat dalam SK Direksi Bank BI No. 30267KEPDIR tanggal 27 Februari 1998 tentang Kualitas Aktiva Produktif. Pasal 4 surat tersebut menggolongkan kredit dalam 5 kategori lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan macet. Konsekuensi dari Balai Lelang yang tidak dapat melaksanakan lelang eksekusi hak tanggungan menyebabkan munculnya alternatif penjualan secara lelang sukarela Hak Tanggungan. Penjualan secara sukarela inidapat dilakukanapabila para Universitas Sumatera Utara pihak yaitu kreditur dan debitur sepakat, kemudian diikuti dengan pencabutan hak tanggungan dengan seterusnya Balai Lelang Swasta mengajukan permohonan lelang kepada Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II. Balai Lelang Swasta dapat dimanfaatkan oleh bank-bank swasta sebagai sarana pelelangan benda jaminan kredit milik debitur yang kreditnya telah jatuh tempo dan macet. Hal ini disebabkan ketentuan perundang-undangan jelas menentukan bahwa penjualan secara lelang oleh balai lelang hanya dapat dilakukan atas permintaan pemilik barang, sedangkan pihak bank bukanlah pemilik barang jaminan tersebut.Memang benar bank bukan pemilik benda tersebut, akan tetapi sebagaimana dikatakan di muka bahwa permintaan penjualan secara lelang benda jaminan adalah atas permintaan debitur setelah terjadi kesepakatan dengan kreditur, atau atas kehendak kreditur yang disepakati oleh debitur sebagai pemilik benda jaminan. 54 Pendapat demikian juga dikatakan oleh para advokat pengacara dengan tambahan pendapat bahwa selama kredit belum mencapai kategori macet kreditur dan debitur dapat mengadakan kesepakatan untuk menjual benda jaminan secara lelang sukarela. Berdasar kesepakatan inilah kreditur menyarankan debitur untuk berhubungan dengan Balai Lelang Swasta guna mengajukan permohonan penjualan secara lelang atas benda miliknya yang dijaminkan. 55 54 RMJ. Koosmargono, Penjualan Lelang Oleh Balai Lelag Swasta Untuk Mengatasi Kredit Bermasalah, tesis, Semarang: UNDIP, 2000, hal. 135 55 Ibid, hal. 136 Universitas Sumatera Utara Beberapa menambahkan bahwa penjualan objek Hak Tanggungan boleh saja dilaksanakan melalui Balai Lelang Swasta asal dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku dan memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh perundang-undangan. Seperti misalnya selama kredit yang dijamin dengan benda yang akan di jual itu belum memasuki tahap kredit macet, selain itu permohonan penjualan secara lelang sukarela diajukan oleh debitur setelah tercapai sepakat dengan krediturnya. 56 Mengingat masalah kredit macet yang merupakan risiko yang normal terjadi dalam usaha perbankan dan jumlahnya semakin tahun semakin meningkat, tentunya perlu penyelesaian secepatnya, maka permintaan penjualan barang agunan dari perbankan juga akan semakin banyak. Bahwa setiap penjualan secara lelang yang dilakukan oleh Balai Lelang Swasta dilaksanakan di hadapan pejabat lelang yang merupakan pejabat umum dari Kantor Lelang Negara. Berdasarkan hal itu, maka sudah selayaknya jika Balai Lelang Swasta diberi wewenang melelang objek Hak Tanggungan. 57 Beradasarkan hal tersebut diatas, sangat diperlukan pembukaan ruang gerak Balai Lelang Swasta yang lebih luas dalam pelaksanaan Lelang Eksekusi Hak Tanggungan, Kondisi ini dapat didasarkan dari terbukanya peluang dari masyarakat untuk membuka usaha jasa pelelangan, namun lebih jauh lagi sebagai perwujudan dari tanggung jawab masyarakat dalam upaya mengatasi dan atau membantu 56 Ibid, hal. 136 57 Herry Kasmidi dalam Ibid, hal. 137 Universitas Sumatera Utara penyelesaian kredit bermasalah yang merupakan masalah yang akan dan terus timbul dalam dunia perbankan tanah air. Perkembangan peraturan perundang-undangan di bidang ekonomi, nampaknya cukup kondusif dan memungkinkan terjadinya perluasan kegiatan di bidang lelang, terbukti antara lain UUHT memilih cara lelang sukarela sebagai salah satu prinsip dalam penjualan aset debiturnya. Apabila konsep lelang sukarela benar- benar dapat diterapkan dengan baik, bukan tidak mungkin akan meringankan penanganan kredit macet yang jumlahnya makin besar. 58 58 Sutardjo dalam Ibid, hal. 138. Pelaksanaan lelang benda jaminan dapat dilakukan melalui Balai Lelang Swasta jika lelang tersebut merupakan lelang sukarela. Lelang sukarela dalam hal ini dapat terjadi bilamana kreditor dan debitor sepakat satu sama lain untuk melelang benda jaminan. Khusus dalam praktek perbankan, kesepakatan ini dapat diadakan pada saat bank merasakan pembayaran utang mulai tidak lancar. Dengan perkataan lain setelah kredit masuk kategori bermasalah, maka bank segera menghubungi debitor untuk mengadakan perjanjian penjualan benda jaminan melalui Balai Lelang Swasta. Dari pendapat-pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa penjualan objek Hak Tanggungan dapat dilakukan secara lelang sukarela melalui Balai Lelang Swasta akan tetapi hanya dapat dilakukan jika: Universitas Sumatera Utara 1. Hal tersebut dilakukan sebelum kredit atas nama debitur memasuki tahap macet berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat 4 SK Direksi Bank Indonesia No. 30267KEPDIR tanggal 27 Februari 1998 tentang Kualitas Aktiva Produktif. 2. Permohonan lelang diajukan oleh debitur sebagai pemilik benda jaminan, setelah mendapat saran dari kreditur berdasarkan kesepakatan di antara mereka. Dengan perkataan lain, Balai Lelang Swasta dapat bertindak sebagai kuasa pemilik barang dapat bertindak sebagai pemohon lelang atau Penjualobjek Hak Tanggungan secara lelang sukarela sepanjang tidak menyalahi kedua hal tersebut di atas, mengingat yang dilelang adalah objek Hak Tanggungan, menjadi pertanyaan kemudian adalah lelang sukarela melalui Balai Lelang Swasta tersebut dapat dikategorikan eksekusi atau tidak. Terlepas dari hal-hal tersebut, meskipun penjualan lelang sukarela objek Hak Tanggungan melalui Balai Lelang Swasta adalah atas kesepakatan kreditur dan debitur, akan tetapi dalam melakukan negosiasi pihak kreditur sebagai pihak yang kuat dapat saja memaksakan kehendaknya untuk menjual objek Hak Tanggungan. Dengan mengingat pengertian eksekusi yaitu suatu upaya paksaan untuk merealisasi hak, maka penjualan secara sukarela objek Hak Tanggungan oleh Balai Lelang Swasta juga dapat disebut sebagai eksekusi. Akhirnya, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 21 PMK Nomor 176 PMK.062010 tentang Balai Lelang disebutkan Balai Lelang bertanggung jawab terhadap gugatan perdata danatau tuntutan pidana yang timbul akibat kegiatan Universitas Sumatera Utara usahanya. Untuk itu selayaknyalah setiap Balai lelang swasta harus benar-benar melakukan pemeriksaan secara menyeluruh terkait persyaratan legal dokumen agunan lelang untuk meminimalisir tuntuntan yang mungkin muncul akibat pelaksanaan lelang. Kondisi besarnya tanggung jawab balai lelang swastasebagaimana disebutkan sebelumnya sebenarnya harus diimbangi dengan perluasan kegiatan jasa balai lelang secara hukum dengan mencantumkan peran yang secara tegas dari Balai Lelang dalam pelaksaaan lelang eksekusi hak tanggungan. Perluasan kewenangan ini tidak saja diharapkan untuk lebih merangsang tumbuhnya kegiatan usaha di sektor jasa lelang ini, dari sisi lain juga dapat memunculkan peran serta masyarakat untuk menekan angka kredit yang bermasalah sebagai salah satu masalah dalam dunia perbankan tanah air. Universitas Sumatera Utara 56

BAB III MEKANISME LELANG EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DALAM

PENYELESAIAN KREDIT MACET MELALUI BALAI LELANG SWASTA PADA PT. BALAI LELANG SUKSES MANDIRI

A. Hak Tanggungan 1. Pengertian Hak Tanggungan

Adanya unifikasi hukum barat yang tadinya tertulis, dan hukum tanah adatyang tadinya tidak tertulis kedua-duanya lalu diganti dengan hukum tertulis sesuaidengan ketetapan MPRS No.IIMPRS1960 yang intinya memperkuat adanyaunifikasi hukum tersebut. Sebelum berlakunya UUPA, dalam hukum perdata dikenal lembaga- lembagahak jaminan atas tanah yaitu: jika yang dijadikan jaminan tanah hak barat, sepertiHak Eigendom, Hak Erfpacht atau Hak Opstal, lembaga jaminannya adalahHipotik, sedangkan Hak Milik dapat sebagai obyek Credietverband. Dengandemikian mengenai segi materilnya mengenai Hipotik dan Credietverband atastanah masih tetap berdasarkan ketentuan-ketentuan KUHPerdata dan Stb 1908No. 542 jo Stb 1937 No. 190 yaitu misalnya mengenai hak-hak dan kewajibanyang timbul dari adanya hubungan hukum itu mengenai asas-asas Hipotik,mengenai tingkatan- tingkatan Hipotik janji-janji dalam Hipotik danCredietverband. 59 Dengan berlakunya UUPA UU No.5 Tahun 1960 maka dalam rangkamengadakan unifikasi hukum tanah, dibentuklah hak jaminan atas tanah 59 Sri Soedewi Masjehoen, Hak Jaminan Atas Tanah, Liberty: Yogyakarta, 1975, hal. 6 Universitas Sumatera Utara baruyang diberi nama Hak Tanggungan, sebagai pengganti lembaga Hipotik danCredietverband dengan Hak milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunansebagai obyek yang dapat dibebaninya Hak-hak barat sebagai obyek Hipotik danHak Milik dapat sebagai obyek Credietverband tidak ada lagi, karena hak-haktersebut telah dikonversi menjadi salah satu hak baru yang diatur dalam UUPA.Munculnya istilah Hak Tanggungan itu lebih jelas setelah Undang-UndangRI Nomor 4 Tahun 1996 telah diundangkan pada tanggal 9 April 1996 yangberlaku sejak diundangkannya Undang-Undang tersebut. Menurut Kamus Bahasa Indonesia, tanggungan diartikan sebagai barangyang dijadikan jaminan, sedangkan jaminan itu sendiri artinya tanggungan atas pinjaman yang diterima.Dalam penjelasan umum UU No. 4 tahun 1996 angka 6 dinyatakan bahwaHak Tanggungan yang diatur dalam Undang-Undang ini pada dasarnya adalahHak Tanggungan yang dibebankan pada Hak atas tanah. Namun pada kenyataannya seringkali terdapat benda-benda berupa bangunan, tanaman dan hasil karya yang secara tetap merupakan satu kesatuan dengan tanah yangdijadikan jaminan tersebut. Uraian di atas Hak Tanggungan sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Hak Tanggunganinitidak dimaksudkan untuk memberikan pengaturan tentang Hak Tanggungan atasbenda-benda tetap lain selain dari pada tanah.Apabila membahas pengertian Hak Tanggungan, maka banyak pendapatyang dikemukakan, diantaranya pengertian Hak Tanggungan menurut St. RemySyahdeni menyatakan bahwa Undang- Undang Hak Tanggunganmemberikan definisi yaitu Hak Tanggunganatas tanah Universitas Sumatera Utara beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang selanjutnyadisebut Hak Tanggungan. 60 Sedangkan menurut E. Liliawati Muljono, yang dimaksud dengan Hak Tanggungan adalah Hak Jaminan yang dibebankan pada hak atas tanahsebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pokok Agraria berikut atau tidakberikut benda- benda lain yang merupakan satu-kesatuan dengan tanah itu, untukpelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepadaKreditur tertentu terhadap Kreditur yang lain. 61 1. Hak Tanggungan mempunyai sifat hak didahulukan, yakni memiliki kedudukan yang diutamakan bagi kreditur tertentu terhadap krediturlain droit de preference dinyatakan dalam pengertian Hak Tanggungan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 angka 1 UndangundangNomor 4 Tahun 1996: Dari kedua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Hak Tanggunganadalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikankedudukan yang diutamakan kepada Kreditur yang lain. Apabila mengacu beberapa Pasal dari Undang-Undang Nomor 4Tahun 1996, maka terdapat beberapa sifat dari Hak Tanggungan.Adapun sifat dari hak tangggungan adalah sebagai berikut: “Hak jaminan yang dibebankan pada hakatas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5Tahun 1960 tentang Peraturan 60 St. Remy Sjahdeni, Hak Tanggungan, Asas-Asas Ketentuan-Ketentuan Pokok dan Masalah Yang dihadapi Oleh Perbankan, Bandung: Alumni, 1999, hal. 10 61 Eugenia Liliawati Mulyono, Tinjauan Yuridis Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Dalam Kaitannya Dengan Pemberian Kredit oleh Perbankan, Jakarta: Harvarindo, 2003, hal. 2. Universitas Sumatera Utara Dasar Pokok-Pokok Agraria berikut atautidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-krediturlainnya”, Penjelasan umum Undang-UndangNomor 4 Tahun 1996 pada angka 4 menyatakan: “Bahwa apabila debitur cidera janji, kreditur pemegang haktanggungan berhak menjual melalui pelelengan umum tanah yangdijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undanganyang bersangkutan, dengan hak mendahulu daripadakreditur-kreditur yang lain. Kedudukan yang diutamakan tersebutsudah barang tentu tidak mengurangi prefensi piutang- piutangNegara menurut ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku”. 2. Hak Tanggungan mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi Hak Tanggungan mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi menurut Pasal 2 ayat 1 Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1996, menentukan: “Hak Tanggungan mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi ,kecuali jika diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat 2, dan juga di dalam Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, menentukan: “Apabila Hak Tanggungan dibebankan pada beberapa hak atas tanah, dapat diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan, bahwa pelunasan hutang yang dijamin dapat dilakukan dengan cara angsuran yang besarnya sama dengan nilai masing-masing hak atas tanah yang merupakan bagian dari objek Hak Tanggungan,yang akan dibebaskan dari Hak Tanggungan tersebut, sehingga kemudian Hak Tanggungan itu hanya membebani sisa objek Hak Tanggungan untuk menjamin sisa hutang yang belum dilunasi”. 3. Hak Tanggungan mempunyai sifat membebani berikut atau tidak berikut benda-benda yang berkaitan dengan tanah.Hak Tanggungan dapat dibebankan selain atas tanah juga berikut benda-benda yang berkaitan dengan tanah Universitas Sumatera Utara tersebut sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996, menentukan bahwa Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagimana yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu,…. Hak Tanggungan dapat saja dibebankan bukan saja pada hak atas tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan, tetapi juga berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut. 62 4. Hak Tanggungan mempunyai sifat accessoir Hak Tanggungan menurut sifat accessoir dijelaskan dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 angka 8 menentukan bahwa, “Hak Tanggungan menurut sifatnya merupakan ikutan atau accessoir pada suatu piutang tertentu, yang didasarkan pada suatu perjanjian hutang piutang atau perjanjian lain, maka kelahiran dan keberadaannya ditentukan oleh adanya piutang yang dijamin pelunasannya” Lebih lanjut Hak Tanggungan mempunyai sifat accessoir dinyatakan dalam Pasal 10 ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, menentukan bahwa: “Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan hutang tertentu yang dituangkan di 62 Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Bandung: Alfabeta, 2003, hal. 26. Universitas Sumatera Utara dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian hutang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian lain yang menimbulkan hutang tersebut”. Kemudian dalam Pasal 18 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 menentukan: “Hak Tanggungan hapus karena hapusnya hutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan.” Perjanjian pembebanan Hak Tanggungan bukan merupakan perjanjian yang berdiri sendiri. Keberadaannya adalah karena ada perjanjian lain yang disebut perjanjian induk. Perjanjian induk bagi perjanjian Hak Tanggungan adalah perjanjian hutang piutang yang menimbulkan hutang yang dijamin. Dengan kata lain, perjanjian pembebanan Hak Tanggungan adalah pejanjian accessoir. 5. Hak Tanggungan mempunyai sifat dapat diberikan lebih dari satu hutang Hak Tanggungan dapat menjamin lebih dari suatu hutang dinyatakan dalam Pasal 3 ayat 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 , menentukan: “Hak Tanggungan dapat diberikan untuk suatu hutang yang berasal dari satu hubungan hukum atau untuk satu hutang atau lebih yang berasal dari beberapa hubungan hukum.” 6. Hak Tanggungan mempunyai sifat tetap mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek tersebut berada Hak Tanggungan mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek Hak Tanggungan itu berada berdasarkan Pasal 7 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 menentukan: “Hak Tanggungan tetap mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek tersebut berada”. Universitas Sumatera Utara Dengan demikian Hak Tanggungan tidak akan hapus sekalipun objek Hak Tanggungan itu berada pada pihak lain. 7. Hak Tanggungan mempunyai sifat dapat beralih dan dialihkan Hak Tanggungan dapat beralih dan dialihkan sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, menentukan: “Jika piutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan beralih karena cessie, subrogasi,pewarisan,atau sebab-sebab lain, Hak Tanggungan tersebut ikut beralih karena hukum kepada kreditur yang baru.” Hak Tanggungan dapat beralih dan dialihkan karena mungkin piutang yang dijaminkan itu dapat beralih dan dialihkan. Ketentuan bahwa Hak Tanggungan dapat beralih dan dialihkan yaitu dengan terjadinya peralihan atau perpindahan hak milik atas piutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan tersebut atau Hak Tanggungan beralih karena beralihnya perikatan pokok. 63 8. Hak Tanggungan mempunyai sifat pelaksanaan eksekusi yang mudah Menurut Pasal 6 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996, menentukan: “Apabila debitur cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek Hak Tanggungandi bawah kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut”. 63 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Hak Tanggungan, Jakarta:Prenada Media, 2005, hal. 105 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan sifat ini, jika debitur cidera janji maka kreditur sebagai pemegang Hak Tanggungan tidak perlu memperoleh persetujuan dari pemberi Hak Tanggungan, juga tidak perlu meminta penetapan dari pengadilan setempat apabila akan melakukan eksekusi atas Hak Tanggungan yang menjadi jaminan hutang. Pemegang Hak Tanggungan dapat langsung mengajukan permohonan kepada kepala kantor lelang untuk melakukan pelelangan objek Hak Tanggungan yang bersangkutan.

2. Objek Hak Tanggungan