Fakta-fakta sosial di dalam karya sastra ditelusuri untuk kemudian dibangkitkan hal-hal apa saja yang terkandung di dalam mozaik-mozaik
kehidupan masyarakat yang tersaji dalam karya sastra tersebut. Dengan memahami aspek-aspek kemasyarakatan di dalam sebuah karya sastra tentunya
akan melahirkan nilai-nilai penting yang secara sekilas tanpa melakuakan pendekatan tidak akan dapat terungkap begitu saja. Adanya analisis sosiologi
sastra memudahkan masyarakat sastra untuk lebih memahami dan mengambil pelajaran-pelajaran moral yang tersurat maupun pelajaran-pelajaran yang tersirat
di dalam karya sastra.
2.2 Landasan Teori
Penelitian ini menggunakan teori sosiologi sastra, dengan menggunakan teori ini diketahui dengan jelas penggambaran realitas kehidupan suatu
masyarakat di dalam sebuah karya sastra. Selain itu, dengan sosiologi sastra, karya sastra dapat dikaji dengan memfokuskan perhatian kepada segi-segi sosial
kemasyarakatan. Pedekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan oleh beberapa penulis disebut sosiologi sastra.
Menurut Damono 1984 : 3-4, pendekatan sosiologi ini pengertiannya mencakup berbagai pendekatan, masing-masing didasarkan pada sikap dan
pandangan teoritis tertentu, tetapi semua pendekatan itu menunjukkan satu ciri kesamaan, yaitu mempunyai perhatian terhadap sastra sebagai institusi sosial yang
diciptakan oleh sastrawan sebagai anggota masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Ian Watt Sapardi: 1978 dengan melihat hubungan timbal-balik antara sastrawan, sastra, dan masyarakat, membagi telaah sosiologi sastra ke dalam tiga
hal : 1 Konteks sosial pengarang, yakni menyangkut posisi sosial masyarakat
dan kaitannya dengan masyarakat pembaca, termasuk di dalamnya faktor-faktor sosial yang bisa mempengaruhi pengarang sebagai perseorangan di samping
mempengaruhi isi karya sastranya. 2 Sastra sebagai cermin masyarakat, yang ditelaah adalah sejauh mana
sastra dianggap sebagai pencerminan keadaan masyarakat. 3 Fungsi sosial sastra, dalam hal ini ditelaah berapa jauh nilai sastra
berkaitan dengan nilai sosial, berapa jauh nilai sastra dipengaruhi oleh nilai sosial, serta seberapa jauh pula sastra dapat berfungsi sebagai alat penghibur dan
sekaligus sebagai pendidikan bagi masyarakat pembaca. Konteks sastra sebagai cermin, menurut Vicomte de Donald dalam
Wiyono,1974:5 hanya merefleksikan keadaan pada saat tertentu. Istilah cermin ini akan merujuk pada berbagai perubahan dalam masyarakat. Dalam pandangan
Lowenthal Laurenson dan Swingewood 1972:16-17 sastra sebagai cermin nilai dan perasaan , akan merujuk pada tingkatan perubahan yang terjadi dalam
masyarakat yang berbeda dan juga cara individu menyosialisasikan diri melalui struktur sosial. Perubahan dan cara individu bersosialisasi biasanya akan menjadi
sorotan pengarang yang tercermin lewat teks. Cermin tersebut, menurut Stendal dapat berupa pantulan langsung segala aktivitas kehidupan sosial. George Lukacs
adalah tokoh sosiologi sastra yang mempergunakan istilah ”cermin” sebagai ciri
Universitas Sumatera Utara
khas dalam keseluruhan karya. Mencerminkan menurut George Lukacs berarti menyusun sebuah struktur mental. Sebuah novel tidak hanya
mencerminkan ”realitas” melainkan lebih dari itu memberikan kepada kita ”sebuah refleksi realitas yang lebih besar , lebih lengkap, lebih hidup, dan
lebih dinamik” yang mungkin melampaui pemahaman umum. Sebuah karya sastra tidak hanya mencerminkan fenomena individual secara tertutup melainkan lebih
merupakan sebuah ”proses yang hidup”. Menurut pandangan Wolf dalam Faruk, 1994: 3, sosiologi sastra
merupakan disiplin tanpa bentuk, tidak terdefenisikan secara baik, terdiri dari sejumlah studi-studi empiris dan berbagai percobaan pada teori yang agak lebih
general, yang masing-masing hanya mempunyai kesamaan dalam hal bahwa semuanya berurusan dengan hubungan sastra dengan masyarakat.
Rasionalisasi penelitian sosiologi sastra hadir dari Glickberg 1967: 75 bahwa” all literature, however fantastic or mystical in content, is animated by a
profound social cocern, and this is true of even the most flagrant nihilistic work”. Maksudnya apa pun bentuk karya sastra, baik bersifat fantasi atau pun mistis,
akan besar perhatiannya terhadap fenomena sosial. Karya tersebut bisa dikatakan tetap menampilkan kejadian-kejadian yang ada dalam masyarakat. Pendapat ini
jelas merepresentasikan bahwa seperti apa bentuk karya sastra fantastis dan mistis pun akan besar perhatiannya terhadap fenomena sosial.
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini peneliti mengarahkan penelitian terhadap isi karya sastra dengan menggunakan
Universitas Sumatera Utara
pendekatan teori sosiologi sastra yang memfokuskan pembahasan pada gambaran pendidikan yang terdapat di dalam novel Pincalang karya Idris Pasaribu.
2.3 Tinjauan Pustaka