Strategi Pendidikan Character Building Dalam Proses Pendidikan Masyarakat Pinggiran Oleh Yayasan Peduli Karakter Bangsa (Studi Kasus: Sekolah Talitaku Kum Jl. Pabrik Tenun Gg. Cikditiro No.16 Medan Sumatera Utara)

(1)

STRATEGI PENDIDIKAN CHARACTER BUILDING DALAM PROSES PENDIDIKAN MASYARAKAT PINGGIRAN OLEH YAYASAN PEDULI

KARAKTER BANGSA

(Studi Kasus: Sekolah Talitaku Kum Jl. Pabrik Tenun Gg. Cikditiro No.16 Medan Sumatera Utara)

SKRIPSI Diajukan Oleh IRNA P PURBA

070901036

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK

MEDAN 2012


(2)

ABSTRAK

Selama ini merosotnya kualitas pendidikan nasional hanya terfokus pada persoalan untuk menyiapkan peserta didik agar mampu bersaing di era pasar global, sehingga yang disorot hanyalah dari hasil kelulusan (output) belaka. Sementara penanaman moral dan pencapaian tujuan pendidikan nasional untuk mampu mencetak generasi yang bukan hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga cerdas secara emosional dan spiritual menjadi terlupakan. Disinilah perlu adanya pembenahan dalam pembentukan moralitas pendidikan yang secara praksisnya termuat secara tersembunyi di dalam kurikulum (hidden curriculum). Sebagai Yayasan yang melakukan pelayanan masyarakat terkuhusus di bidang pendidikan bagi masyarakat pinggiran, maka Yayasan Peduli Karakter Bangsa mempelopori sebuah sistem pendidikan yang menekankan pembentukan karakter dan akhlak bagi anak-anak pinggiran di kota Medan melalui Yayasan Kristen Talita Kum

Yayasan ini telah membentuk sebuah model komprehensif pendidikan pra sekolah yang dapat diadopsi oleh masyarakat luas, terutama masyarakat miskin. Model ini adalah sebuah usaha untuk melakukan pendidikan karakter secara holistic yang melibatkan aspek “knowledge, felling, loving, dan acting”. Model ini telah diterapkan melalui kegiatan Komsel anak, Pemuridan anak, Champion Kids Camp, Parenting Life,dan komsel keluarga.

Dalam penelitian ini, penulis bertujuan untuk mengetahui bagimana strategi pendidikan karakter yang dilakukakan oeh Yayasan Peduli Karakter Bangsa dalam proses pendidikan bagi masyrakat pinggiran. Dimana penelitian ini dilakukan di Sekoah Kristen Talitakum yang didirikan oleh Yayasan Peduli Karakter Bangsa untuk masyarakat pinggiran. Dalam memperoleh data tersebut, penulis menggunakan metode penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif melalui teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Data- data dan informasi yang diperoleh dari lapangan diinterpretasikan melalui teknik analisa data.

Dari hasil Penelitian yang dilakukan sampai kepada interpretasi dan analisis data, dapat diketahui bahwa penerapan karakter di usia dini merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. Karena yang dunia perlukan saat ini bukan hanya orang pintar melainkan orang yang berkarakter. Dimana masyarakat pinggiran yang selama ini kurang mendapat perhatian dalam berbagai hal, terutama dalam pendidikan karakter untuk dapat melakukan mobilitas sosial di dalam kehidupan mereka. Oleh karena itu Yayasan Peduli Karakter Bangsa mengimplementasikan pendidikan karakter bagi masyarakat pinggiran. Dalam hal ini pendidikan karakter itu dapat didefinisikan sebagai sifat alami seseorang dalam merespons situasi secara bermoral, yang dimanifestasikan dalam tindakan nyata melalui tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati orang lain serta karakter mulia lainnya.


(3)

KATA PENGANTAR

Kemuliaan bagi Allah yang Esa yang Maha kasih dan adil. Oleh karena anugrah-Nya semata, saya dapat menyelesaikan tugas saya sebagai mahasiswa S1 di Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Saya sangat bersyukur oleh bimbingan-Nya melalui doa, firman dan dukungan orang-orang di sekeliling saya, Ia menyatakan kehendak-Nya dalam mengarahkan saya sebagai mahasiswa yang takut akan Allah.

Dalam pengerjaan skripsi ini, saya menyadari keterbatasan saya dalam hal pengetahuan, pengalaman dan kelemahan lainnya sebagai mahasiswa. Namun, itu tidak menjadi penghalang bagi saya untuk selalu berjuang memberikan yang terbaik sebagai mahasiswa. Saya menyadari penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari dukungan, doa dan kerja sama dari berbagai pihak, baik dukungan moral maupun materil. Oleh sebab itu, saya mengucapkan trimakasih kepada:

1. Kedua orang tua saya yaitu Bapak H.J Purba dan M. Saragih yang telah memberikan kasih sayang dan perhatian serta doa di dalam setiap keterbatasannya sebagai manusia, tetapi terus berusaha memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Demikian juga buat kedua adik saya Giska dan Sara.

2. Bapak Prof. Badarudin M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang juga pernah membimbing saya dalam memahami sosiologi.

3. Ibu Dra. Rosmiani, MA, selaku Seketaris Dekan dan dosen wali saya yang telah memberikan motivasi dan semangat dalam belajar. Beliau juga telah memberikan


(4)

banyak pemahaman dan mengajarkan banyak ilmu selama saya menjadi mahasiswa.

4. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si, selaku dosen pembimbing, dosen wali dan Ketua Departemen Sosiologi yang membantu saya dalam menyelesaikan skripsi. Beliau yang telah memberikan pengajaran yang sangat berarti selama saya menjadi seorang mahasiswa sehingga saya mengerti bagaimana seharusnya mahasiswa yang berprestasi yang tidak hanya menguasai teori, tetapi juga aplikasi di lapangan.

5. Bapak Drs. T. Ilham Saladin, M. SP selaku Seketaris Departemen dan Ketua Penguji dalam sidang ujian meja hijau saya yang telah memberikan apresiasi dan dukungan dalam penyelesaian skripsi saya.

6. Seluruh dosen pengajar Departemen Sosiologi yang telah membimbing saya selama saya menjadi mahasiswa.

7. Ketua Yayasan Peduli Karakter Bangsa Ibu Soramauli Tarigan, seluruh guru dan staff yang sudah banyak membantu penulis.

8. Seluruh pegawai departemen dan pendidikan yang membantu dan mendukung proses penyelesaian studi dalam urusan administrasi di Departemen dan Pendidikan.

9. Seluruh teman-teman mahasiswa Departemen Sosiologi, terkhusus stambuk 2007 terimakasih atas kebersamaannya., senior dan junior. Dan seluruh sahabat saya.

Medan, Desember 2011


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Perumusan Masalah ... 8

1.3Tujuan Penelitian ... 8

1.4Manfaat penelitian ... 8

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 8

1.4.2 Manfaat Praktis ... 9

1.5Definisi Konsep ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pendidikan Among Ki Hajar Dewantara ... 11

2.2 Peran Yayasan Peduli Karakter Bangsa dalam pemberdayaan masyarakat pinggiran ... 15

2.3 Tahap Perkembangan Anak oleh Herbert Mead ... 16

2.4 Pendidikan Nilai atau Karakter ... 18

2.5 Desentralisasi Pendidikan ... 20

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 23


(6)

3.3 Unit Analisis dan Informan ... 24

3.3.1 Unit Analisis ... 24

3.3.2 Informan ... 24

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 24

3.4.1 Data Primer ……….. 24

3.4.1.1 Wawancara ……….... 25

3.4.1.2 Observasi Partisipan ……….. 26

3.4.2 Data Sekunder ……… 26

3.5 Interpretasi Data... 26

3.6 Jadwal Kegiatan ... 28

3.7 Keterbatasan Penelitian ... 29

BAB IV PROFIL LEMBAGA 4.1 Profil Lembaga ... 30

4.1.1 Yayasan Peduli Karakter bangsa ... 30

4.1.2Latar Belakang Berdirinya Sekolah Talita Kum Oleh Yayasan Peduli Karakter Bangsa ... 33

4.1.3Struktur Organisasi Yayasan Peduli Karakter Bangsa ... 34

4.1.4 Sarana dan Prasarana Yayasan Peduli Karakter Bangsa ... 35

4.2 Karateristik Informan ... 36

4.2.1 Profil informan ... ……… 36

BAB V TEMUAN DAN INTERPRETASI DATA 5.1 Faktor Pendorong Pelayanan Masyarakat Pinggiran Oleh Yayasan Peduli Karakter Bangsa ... 58


(7)

5.2 Faktor Pendorong Munculnya Pendidikan Bagi Masyarakat Pinggiran Oleh Yayasan Peduli Karakter Bangsa ... 70 5.3 Proses Berkembangnya Pendidikan Masyarakat Pinggiran dan Sumber

Pendanaan Dalam Pengembangannya ... 76 5.4 Proses Terbentuknya Pendidikan Karakter ... 87 5.5 Jenis Karakter Yang Diterapkan Oleh Yayasan Peduli Karakter Bangsa

... 93 5.6 Guru Sebagai Pendidik Karakter ... 98 5.6.1 Menghidupi Visi dan Misi Pribadi ... 105 5.7 Proses Penerapan Pendidikan Karakter Oleh Yayasan Peduli Karakter

Bangsa ... 108 5.8 Hambatan Penerapan Pendidikan Karakter Oleh Yayasan Peduli

karakter Bangsa ... 115 5.9 Strategi Pendidikan Karakter dan Implementasinya Oleh Yayasan Peduli

Karakter Bangsa ... 120 5.10 Relevansi Pendidikan Among Dalam Pendidikan Karakter ... 132 BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan ... 139 6.2 Saran ... 140

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL


(9)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN SOSIOLOGI

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan di depan Panitia Penguji Skripsi Departemen Sosiologi

Hari : Tanggal :

Pukul :

Tempat :

Tim Penguji:

Ketua Penguji : ( )

Penguji I : ( )


(10)

ABSTRAK

Selama ini merosotnya kualitas pendidikan nasional hanya terfokus pada persoalan untuk menyiapkan peserta didik agar mampu bersaing di era pasar global, sehingga yang disorot hanyalah dari hasil kelulusan (output) belaka. Sementara penanaman moral dan pencapaian tujuan pendidikan nasional untuk mampu mencetak generasi yang bukan hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga cerdas secara emosional dan spiritual menjadi terlupakan. Disinilah perlu adanya pembenahan dalam pembentukan moralitas pendidikan yang secara praksisnya termuat secara tersembunyi di dalam kurikulum (hidden curriculum). Sebagai Yayasan yang melakukan pelayanan masyarakat terkuhusus di bidang pendidikan bagi masyarakat pinggiran, maka Yayasan Peduli Karakter Bangsa mempelopori sebuah sistem pendidikan yang menekankan pembentukan karakter dan akhlak bagi anak-anak pinggiran di kota Medan melalui Yayasan Kristen Talita Kum

Yayasan ini telah membentuk sebuah model komprehensif pendidikan pra sekolah yang dapat diadopsi oleh masyarakat luas, terutama masyarakat miskin. Model ini adalah sebuah usaha untuk melakukan pendidikan karakter secara holistic yang melibatkan aspek “knowledge, felling, loving, dan acting”. Model ini telah diterapkan melalui kegiatan Komsel anak, Pemuridan anak, Champion Kids Camp, Parenting Life,dan komsel keluarga.

Dalam penelitian ini, penulis bertujuan untuk mengetahui bagimana strategi pendidikan karakter yang dilakukakan oeh Yayasan Peduli Karakter Bangsa dalam proses pendidikan bagi masyrakat pinggiran. Dimana penelitian ini dilakukan di Sekoah Kristen Talitakum yang didirikan oleh Yayasan Peduli Karakter Bangsa untuk masyarakat pinggiran. Dalam memperoleh data tersebut, penulis menggunakan metode penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif melalui teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Data- data dan informasi yang diperoleh dari lapangan diinterpretasikan melalui teknik analisa data.

Dari hasil Penelitian yang dilakukan sampai kepada interpretasi dan analisis data, dapat diketahui bahwa penerapan karakter di usia dini merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. Karena yang dunia perlukan saat ini bukan hanya orang pintar melainkan orang yang berkarakter. Dimana masyarakat pinggiran yang selama ini kurang mendapat perhatian dalam berbagai hal, terutama dalam pendidikan karakter untuk dapat melakukan mobilitas sosial di dalam kehidupan mereka. Oleh karena itu Yayasan Peduli Karakter Bangsa mengimplementasikan pendidikan karakter bagi masyarakat pinggiran. Dalam hal ini pendidikan karakter itu dapat didefinisikan sebagai sifat alami seseorang dalam merespons situasi secara bermoral, yang dimanifestasikan dalam tindakan nyata melalui tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati orang lain serta karakter mulia lainnya.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah.

Pendidikan merupakan proses untuk meningkatkan, memperbaiki, mengubah pengetahuan, keterampilan dan sikap serta tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mencerdaskan kehidupan manusia melalui kegiatan bimbingan pengajaran dan pelatihan. Proses menunjukkan adanya aktivitas dalam bentuk tindakan aktif di mana terjadi suatu interaksi yang dinamis dan dilakukan secara sadar dalam usaha mencapai tujuan yang diinginkan. Oleh karena tindakan pendidikan selalu bersifat aktif dan terencana, maka pendidikan merupakan suatu perbuatan atau tindakan sadar agar terjadi perubahan sikap dan tata laku yang diharapkan yaitu pemanusiaan manusia yang cerdas, terampil, mandiri, berdisiplin, dan berakhlak mulia (M. Zainuddin 2008:11 )

Dalam arti lain pendidikan memiliki peranan yang sangat strategis dalam pembangunan suatu bangsa. Dapat kita lihat di berbagai Negara bagaimana kuatnya peran pendidikan yang dianggap juga sebagai sebuah sarana pengembangan sumber daya manusia dengan tingkat bangsa- bangsa yang ditunjukkan dari indikator ekonomi dan sosial budayanya. Oleh karena itu, pendidikan yang mampu memfasilitasi perubahan adalah pendidikan yang merata, bermutu, dan relevan dengan kebutuhan masyarakatnya. Ironinya saat ini pendidikan yang seharusnya menjadi kepedulian komponen bangsa hanya menjadi kepedulian komponen tertentu


(12)

Di Indonesia sendiri jika dilihat data pemerataan pendidikan dilihat dari data Depdiknas 2009, ada sekitar 2,2 juta anak usia wajib belajar, yakni 7-15 tahun, belum dapat menikmati pendidikan. Lebih jauh lagi untuk usia lebih tua, dimana terdapat 5,5 juta orang yang tak bersekolah untuk usia 16-18 tahun. Selanjutnya untuk usia 19-25 tahun, ada sekitar 20,7 juta orang yang tak mengenyam pendidikan tinggi . Jika dijumlahkan, maka sekitar 28,4 juta orang yang berusia 7-25 tahun, tidak bisa mengecap pendidikan. Adapun faktor penyebab tingginya jumlah anak yang tak sekolah, seperti sulitnya akses pendidikan, kurangnya kesadaran orangtua, dan faktor kesulitan ekonomi. Jika dikaji lebih dalam, maka faktor kesulitan ekonomilah penyebab utamanya. (<http://data.kompas//28juni2010 depdikanas//menggugat ketidakadilanpendidikan.htm>)

Dari data diatas bangsa Indonesia sedang berada pada titik kulminasi menentukan akan berhasil atau tidak pergumulannya menggapai cita- cita untuk memajukan kesejahteraan bersama, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian, dan keadilan sosial yang fungsi dan tujuan pendidikan di dalam pembukaan UUD 1945. Pemerintah Indonesia akhirnya melakukan upaya yang dapat mengantarkan rakyat menjadi suatu bangsa yang cerdas. Oleh karena itu berbagai kebijakanpun dikeluarkan pemerintah untuk menggenapi fungsi dan tujuan pemerintah Negara Indonesia di bidang pendidikan. Serta mengatasi krisis pendidikan yang melanda Indonesia saat ini, guna mengekang angka buta huruf ataupun merosotnya sumber daya manusia yang ada.


(13)

mengakibatkan terjadinya pergeseran penyelenggaraan pemerintah dari sentralisasi ke desentralisasi yang ditandai dengan pemberian otonomi yang luas dan nyata kepada daerah dalam waktu seketika. Pemberian otonomi ini dilaksanakan berdasarkan prinsip- prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, berkeadilan, dan memperhatikan potensi serta keanekaragaman daerah, dengan titik sentral otonomi pada tingkat wilayah yang paling dekat dengan rakyat, yaitu kabupaten dan kota. Hal yang lebih esensial dari otonomi adalah semakin besarnya tanggung jawab daerah yang mengurus tuntas segala permasalahan yang tercakup di dalam pembangunan masyarakat di daerahnya, termasuk bidang pendidikan.

Salah satu prinsip otonomi daerah adalah bahwa pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi Negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat, propinsi, dan daerah, serta antardaerah. Oleh karena itu, perlu diciptakannya mekanisme yang harmonis diantara para “stakeholders” pendidikan. Dengan telah ditetapkannya UU No.22/1999 dan PP No.25/2000, maka menjadi jelas pembagian kewenangan di bidang pendidikan dan kebudayaan antara pemerintah, propinsi, dan kabupaten/kota.

Dengan ikut berubahnya sentralisasi pendidikan ke desentralisasi pendidikan tidak bisa dihindari jika ada kesalahan dan kemunduran, di bidang pendidikan akibat pelaksanaan desentralisasi tersebut. Oleh karena itu, desentralisasi perlu dilakukan secara hati- hati dan bertahap, karena menyangkut mutu pendidikan, menjamin tersedianya anggaran yang memadai untuk pendidikan, dan menumbuhkan keberpihakan pengambilan keputusan di daerah kepada bidang pendidikan. Apalagi


(14)

ekonomi, karena jangkauan permasalahan begitu besar dan dilatar belakangi pergeseran system pendidikan dari sentralisasi ke desentralisasi maka dilakukanlah strategi baru dalam menjawab semua tantangan tersebut yaitu pendidikan berbasis masyarakat. Tujuan pendidikan berbasis masyarakat adalah:

(1) membantu pemerintah dalam memobilisasi sumber daya lokal dan meningkatkan peranan masyarakat untuk mengambil bagian yang lebih besar dalam perencanaan dan pelaksanaan pendidikan pada semua tingkat, jenis, dan jalur pendidikan;

(2) merangsang terjadinya perubahan sikap dan persepsi tentang rasa kepemilikan masyarakat terhadap sekolah, rasa tanggung jawab, kemitraan, toleransi, dan kekuatan multikultural;

(3) mendukung prakarsa pemerintah dalam meningkatkan dukungan masyarakat terhadap sekolah, khususnya orang tua dan masyarakat melalui kebijakan desentralisasi; (4) membantu mengatasi putus sekolah khususnya dari pendidikan dasar. (Dr.Fasli Jalal dan Dedi Supriadi,2001:200)

Sejalan dengan meningkatkan minat terhadap pendidikan berbasis masyarakat, pemerintah terus- menerus dituntut untuk mengembangkan kebijakan yang sesuai dalam bidang ini. Rentangan pilihan kebijakan yang dapat ditempuh oleh pemerintah amatlah luas, antara lain berikut ini. Pertama, memberikan kebebasan seluas- luasnya kepada masyarakat dalam iklim yang Laissez Fraire. Pemerintah membuka kesempatan yang luas kepada masyarakat untuk melibatkan diri dalam berbagai bentuk pendidikan tanpa ada campur tangan atau kontrol dari pemerintah. Kedua, melakukan pengaturan tentang keterlibatan masyarakat dalam pendidikan.


(15)

Pengaturan ini dilakukan baik pada tingkat nasional (melalui instrument Pereaturan Pemerintah) atau tingkat local ( melalui Peraturan Daerah) yang menyangkut batas- batasan rambu- rambu, standar, lain- lain. Ketiga memberikan subsidi dan dukungan. Keempat, reformasi aturan. (Dr.Fasli Jalal dan Dedi Supriadi,2001:181)

Dilatarbelakangi oleh kebijakan tersebut maka muncul kelompok- kelompok independen yang terlibat di dalam pengadaan pendidikan bagi masyarakat. Tetapi mereka melihat ada hal yang rancu dalam kebijakan yang dihasilkan pemerintah. Mereka menganggap bahwa kebijakan yang dihasilkan ataupun yang dibentuk oleh pemerintah tersebut kurang aplikatif bila diterapkan pada masyarakat pinggiran atau masyarakat kumuh yang dikategorikan sebagai masyarakat miskin jika dilihat dari segi waktu dan kondisi sosial mereka . Masyarakat miskin dapat kita pahami ketika melihat ;

1. Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar

2. Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi.

Di kota Medan jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan terbilang banyak. Berdasarkan data Badan Pusat Stastik (BPS) Kota Medan diketahui sebanyak 11,34 persen penduduk Kota Medan masih hidup di bawah garis


(16)

kemiskinan. Fenomena kemiskinan masih dijumpai di berbagai wilayah, yang tersebar di seluruh kecamatan dan kelurahan yang ada di Kota Medan khususnya Medan bagian Utara (Medan Deli, Medan Labuhan, Medan Marelan dan Medan Belawan) merupakan kantong kemiskinan terbesar (37,19%) dari keseluruhan penduduk miskin dengan kondisi yang bervariasi. Data SUSENAS tahun 2004, memperkirakan penduduk miskin di kota Medan tahun 2004 berjumlah 7,13% atau 32.804 rumah tangga atau 143.037 jiwa.

(http://openlibrary.org/b/OL16994384M/Analisis Kemiskinan Kota Medan berdasarkan Karakteristik Sosial microform)

Berdasarkan identifikasi tersebut, maka beberapa kelompok independen berdiri memberikan pendidikan murah bahkan gratis bagi masyarakat pinggiran untuk mendukung pendidikan Indonesia yang menjadi masalah yang sangat memprihatinkan saat ini. Mereka juga berupaya melahirkan model dan strategi pendidikan yang lebih aplikatif dan relevan bagi masyarakat miskin atau pinggiran untuk melengkapi sistem pendidikan yang sudah ada. Salah satu kelompok yang terlibat dalam upaya penyediaan pendidikan masyarakat di daerah pinggiran adalah Yayasan Peduli Karakter Bangsa. Kelompok ini tidak melewatkan kesempatan yang diberikan pemerintah lewat kebijakan pendidikan berbasis masyarakat. Dilatarbelakangi oleh rasa prihatin terhadap keadaan masyrakat kumuh yang ada di kota medan khususnya daerah Pabrik Tenun, dimana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai pemulung, dan tukang becak. Masyarakat di daerah tersebut mengalami kesulitan untuk mendapatkan akses pendidikan di sekolah negeri maupun swasta dikarenakan biaya pendidikan saat ini begitu mahal. Maka Yayasan


(17)

Peduli Karakter Bangsapun mendirikan sebuah sekolah yang diberi nama Talita Kum, dengan visi dan misi Menolong masyarakat pra sejahtera keluar dari kemiskinan dengan membangun generasi berpendidikan dan menjadi komunitas yang berkarakter menuju Indonesia baru.

Yayasan Peduli Karakter Bangsapun memberikan pendidikan gratis dan inovasi dalam system pendidikan yang mereka tawarkan kepada masyarakat pinggiran, tanpa harus keluar dari sistem pendidikan yang sedang berjalan di Indonesia. Tetap mengikuti kurikulum yang sedang berlaku tetapi memberikan beberapa inovasi agar relevan dan kontributif bagi masyarakat kumuh atau masyarakat pinggiran.

Dari uraian di atas terlihat bagaimana lembaga independen berdiri dan memberikan sarana pendidikan murah bahkan gratis bagi masyarakat miskin atau pinggiran, ditengah keadaan ekonomi yang saat ini tidak stabil dan biaya pendidikan yang begitu mahal. Ditambah lagi inovasi pendidikan yang mereka tawarkan sehingga kontributif bagi masyarakat pinggiran. Hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian selain itu masalah ini layak diteliti, karena belum ada penelitian sebelumnya yang membahas tentang pendidikan masyarakat pinggiran dengan mengangkat judul Strategi Model Pendidikan Character Building Dalam Proses Pendidikan Masyarakat Pinggiran oleh Yayasan Peduli Karakter Bangsa. (Studi Deskriptif Sekolah TALITA KUM, Jl. Pabrik Tenun Gg. CikDitiro No.16, Medan).


(18)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut dan berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan, maka perumusan masalah dalam penelitian :

1. Apa yang menjadi latar belakang Yayasan Peduli Karakter Bangsa melakukan pendidikan bagi masyarakat pinggiran?

2. Bagaimana strategi model Pendidikan character building dalam proses pendidikan masyarakat pinggiran oleh Yayasan Peduli Karakter Bangsa?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka yang menjadi tujuan yang diharapkan dan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah Untuk melihat seberapa jauh strategi model pendidikan character bulding yang dikembangkan Yayasan peduli Karakter bangsa tersebut dapat memberi kontribusi positif dalam memberdayakan masyarakat pinggiran dalam kaitannya dengan usaha pembangunan bangsa.

1.4 Manfaat penelitian

Setelah mengadakan penelitian ini, diharapkan manfaat penelitian ini berupa: 1.4.1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada peneliti dan juga kepada pembaca mengenai strategi character bulding yang dilakukan oleh Yayasan Peduli Karakter Bangsa terhadap pendidikan masyarakat pinggiran sehingga dapat memberikan sumbangan bagi


(19)

pengembangan teori ilmu-ilmu social khususnya ilmu Sosiologi Pendidikan. Selain itu diharapkan juga dapat memberikan kontribusi kepada pihak yang memerlukannya.

1.4.2. Manfaat praktis

Hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penulis melalui penelitian ini, menambah referensi dari hasil penelitian dan juga dijadikan rujukan bagi peneliti berikutnya yang ingin mengetahui lebih dalam lagi terkait dengan penelitian sebelumnya dan juga dapat memberikan sumbangan kepada Yayasan Peduli Karakter Bangsa di Jalan Pabrik Tenun Medan.

1.5 Defini Konsep

1. Masyarakat Pinggiran adalah kumpulan manusia tinggal di suatu wilayah kumuh dan memiliki pendapatan yang relative sangat rendah. Dalam penelitian ini masyarakat pinggiran yang dimaksud adalah masyarakat pinggiran yang ada di daerah Pabrik Tenun Medan sumatera Utara.

2. Pendidikan Masyarakat Pinggiran adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran bagi masyarakat yang kurang mampu atau pinggiran agar masyarakat pinggiran dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.


(20)

didirikan dengan memperhatikan persyaratan formal yang ditentukan dalam undang-undang. Dimana Yayasan ini bergerak dalam pendidikan bagi masyarakat pinggiran.

4. Daerah pinggiran adalah daerah yang sifatnya kumuh tidak beraturan yang terfapat di kota atau perkotaan. Daerah slum umumnya dihuni oleh orang-orang yang memiliki penghasilan sangat rendah, terbelakang, pendidikan rendah, jorok, dan lain sebagainya. Daerah dalam penelitian ini adalah daerah rel kereta api Pabrik tenun yang banyak dihuni oleh masyarakat kurang mampu yang terlibat dalam pendidikan yang diberikan oleh Yayasan Peduli Karakter Bangsa.

5. Character Building adalah pembangunan karakter, dalam penelitian ini dimana pendidikan yang ditawarkan bagi masyarakat pinggiran oleh Yayasan peduli Karakter Bangsa adalah pendidikan yang lebih berbasis kepada pembangunan nilai, budi pekerti, atau moral. Dengan menjadikan 46 karakter Yesus di dalam Alkitab sebagai salah satu karakter yang menjadi panutan bagi pendidikan karakter. Indikator pembnagunan karakter dapat dilihat tercapai atau tidaknya dari kebiasaan anak yang berubah kearah yang lebih positif dan berguna bagi dirinya, keluarganya dan lingkungannya. 6. Strategi Pendidikan Karakter adalah menyelingkan pendidikan nilai

dalam setiap pelajaran, melakukan motivasi- motivasi yang membentuk karakter anak baik di dalam kelas maupun di luar kelas, guru sebagai pendidik harus menghidupi karakter yang diajarkan terlebih dahulu sehingga nilai yang dibagikan tidak hanya sebatas ilmu pengetahuan.


(21)

BAB II Tinjauan Pustaka

2.1 Sistem Pendidikan Among Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara, pendidik asli Indonesia melihat manusia memiliki daya jiwa yaitu cipta, karsa dan karya. Pengembangan manusia seutuhnya menuntut pengembangan semua daya secara seimbang. Pengembangan yang terlalu menitikberatkan pada satu daya saja akan menghasilkan ketidakutuhan perkembangan sebagai manusia. Beliau mengatakan bahwa pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual belaka hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya.

Menurut Ki Hajar Dewantara (Tilaar, H.A.R, 2008 Kebijakan Pendidikan Hal. 51) pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak- anak. Adapun tujuannya adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Batasan atau rumusan di atas adalah batasan atau rumusan menurut ahli ilmu pengetahuan yang membahas perilaku manusia terhadap manusia. Pada dasarnya rumusan-rumusan itu ada yang memberi tekanan pada kegiatan orang dewasa dan ada yang memberi tekanan pada kehidupan setiap orang dewasa, dan ada yang member tekanan pada kehidupan setia orang. Namun dengan berkembangnya Teori Pendidikan Seumur Hidup sejak tahun 1960-an, dan pemahaman akan kegiatann fundamental manusia dalam mengembangkan dirinya, maka arti atau makna pendidikan terikat pada ‘waktu sekarang’ dan dapat dilihat dari


(22)

1. Sudut orang dewasa susila: “Pendidikan adalah bantuan, pengaruh orang dewasa susila kepada orang belum dewasa susila tertuju ke pendewasaan diri orang belum dewasa susila”.

2. Sudut orang belum dewasa susila: “Pendidikan adalah penggunaan bantuan dari orang dewasa susila oleh belum dewasa susila demi pendewasan dirinya” 3. Sudut interaksi keduanya : “Pendidikan adalah kegiatan interaksi orang

dewasa susila dan orang belum dewasa susila demi pendewasaan orang yang belum dewasa susila

Ki Hadjar Dewantara juga membedakan antara sistem “Pengajaran” dan “Pendidikan”. Menurutnya pengajaran bersifat memerdekakan manusia dari aspek hidup lahiriah (kemiskinan dan kebodohan). Sedangkan pendidikan lebih memerdekakan manusia dari aspek hidup batin (otonomi berpikir dan mengambil keputusan, martabat, mentalitas demokratik). Manusia merdeka itu adalah manusia yang hidupnya secara lahir dan batin tidak tergantung kepada orang lain, akan tetapi ia mampu bersandar dan berdiri di atas kakinya sendiri. Artinya sistem pendidikan itu mampu menjadikan setiap individu hidup mandiri dan berani berpikir sendiri atau memakai istilah Kant, sapere aude (Muhammad Nur Wangid, 135 Sistem Among Pada Masa Kini: Kajian Konsep dan Praktik Pendidikan ). Dalam arti luas maksud pendidikan dan pengajaran adalah bagaimana memerdekakan manusia sebagai anggota dari sebuah persatuan (rakyat). Kemerdekaan yang dimaksud adalah kemerdekaan yang bersifat dewasa dan menjunjung tinggi nilai-nilai hidup bersama. Oleh karena itu, setiap orang merdeka harus memperhatikan dan menyesuaikan diri dengan lingkungan di mana ia hidup. Dalam hal ini harus menyadari bahwa setiap


(23)

individu juga memiliki hak yang sama seperti dirinya yang juga berhak menuntut kemerdekaannya.

Dalam masyarakat, pimpinan kebijaksanaan dengan laku ‘Tutwuri Handayani. ‘Among’ (mengemong) berarti memberi kebebasan kepada anak didik dan guru akan bertindak bila tindakan anak didik membahayakan keselamatan dirinya. Dalam keadaan biasa pimpinan harus tegas, anak didik harus tunduk pada pimpinan yang berlaku, kedudukan pimpinan diatas peraturan yang berlaku. Sistem ‘among’ adalah cara pendidikan yang dilakukan Tamansiswa yaitu mewajibkan para pamong agar mengikuti dan mementingkan kodrat pribadi anak didik dengan tidak melupakan pengaruh-pengaruh yang melingkunginya (hand out Taman Siswa).

Metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah dan asuh (care and dedication based on love). Yang dimaksud dengan manusia merdeka adalah seseorang yang mampu berkembang secara utuh dan selaras dari segala aspek kemanusiaannya dan yang mampu menghargai dan menghormati kemanusiaan setiap orang. Oleh karena itu bagi Ki Hajar Dewantara pepatah ini sangat tepat yaitu “Educatethe head, the heart, and the hand”.

Guru yang efektif memiliki keunggulan dalam mengajar (fasilitator); dalam hubungan (relasi dan komunikasi) dengan peserta didik dan anggota komunitas sekolah; dan juga relasi dan komunikasinya dengan pihak lain (orang tua, komite sekolah, pihak terkait); segi administrasi sebagai guru; dan sikap profesionalitasnya. Sikap-sikap profesional itu meliputi antara lain: keinginan untuk memperbaiki diri dan keinginan untuk mengikuti perkembangan zaman. Maka penting pula


(24)

menjaga harga diri dalam melaksanakan pekerjaan, dan keinginan untuk melayani masyarakat. Dalam kaitan dengan ini penting juga performance/penampilan seorang profesional: secara fisik, intelektual, relasi sosial, kepribadian, nilai-nilai dan kerohanian serta mampu menjadi motivator. Singkatnya perlu adanya peningkatan mutu kinerja yang profesional, produktif dan kolaboratif demi pemanusiaan secara utuh setiap peserta didik.)

Oleh karena itu boleh dapat disimpulkan bahwa sistem ‘among’ adalah suatu sistem yang berjiwa kekeluargaan dan bersendikan dua asas yaitu:

a. Kodrat alam, sebagai syarat mencapai kemajuan dengan secepat-cepatnya dan sebaik-baiknya.

b. Kemerdekaan, sebagai syarat untuk menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir-batin anak, agar dapat memiliki pribadi yang kuat.

Menurut Ki Hajar Dewantara Pendidikan berlangsung dalam tiga lingkungan yang disebut “Tri pusat Pendidikan” yaitu:

1. Lingkungan keluarga: terutama mengenai budi pekerti, keagamaan dan kemasyarakatan secara informal.

2. Lingkungan sekolah: mengenai ilmu pengetahuan, kecerdasan dan pengembangan budi pekerti secara formal.

3. Lingkungan masyarakat: pengembangan keterampilan, latihan kecakapan, dan pengembangan bakat secara non formal. (hand out Tamansiswa)


(25)

2.2 Peran Yayasan Peduli Karakter Bangsa dalam pemberdayaan masyarakat pinggiran

Menurut Horton dan Hunt, peran (role) adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang memiliki suatu status. Berbagai peran yang tergabung dan terkait pada satu status ini oleh Merton dinamakan perangkat peran (role set). Dalam kerangka besar, organisasi masyarakat, atau yang disebut sebagai struktur sosial, ditentukan oleh hakekat (nature) dari peran-peran ini, hubungan antara peran-peran tersebut, serta distribusi sumberdaya yang langka di antara orang-orang yang memainkannya. Masyarakat yang berbeda merumuskan, mengorganisasikan, dan memberi imbalan (reward) terhadap aktivitas-aktivitas mereka dengan cara yang berbeda, sehingga setiap masyarakat memiliki struktur sosial yang berbeda pula. Bila yang diartikan dengan peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang dalam suatu status tertentu, maka perilaku peran adalah perilaku yang sesungguhnya dari orang yang melakukan peran tersebut. Perilaku peran mungkin berbeda dari perilaku yang diharapkan karena beberapa alasan. (Janah, Lailia Fatkul. 2009. Teori Peran (Online). Tersedia:

Teori peran adalah perspektif dalam sosiologi dan psikologi sosial yang menganggap sebagian besar kegiatan sehari-hari menjadi pemeran dalam kategori sosial (misalnya ibu, manajer, guru). Setiap peran sosial adalah seperangkat hak, kewajiban, harapan, norma dan perilaku seseorang untuk menghadapi dan memenuhi. Model ini didasarkan pada pengamatan bahwa orang berperilaku dengan cara yang


(26)

dapat diprediksi, dan bahwa perilaku individu adalah konteks tertentu, berdasarkan posisi sosial dan faktor lainnya.

Dalam penelitian ini, untuk mencapai tujuannya sebagai agen sosial, maka Yayasan Peduli Karakter Bangsa melakukan pendekatan bertahap untuk menarik simpati masyarakat terhadap pemberdayaan masyarakat yang sedang mereka bentuk melalui peran- peran sosial yang dapat membuka diri masyarakat ataupun kepercayaan masyarakat terhadap pemberdayaan yang mereka lakukan. Sehingga peran yang mereka lakukan mampu membendung resistensi masyarakat yang sudah kehilangan kepercayaan terhadap peran- peran lembaga apapun yang bertujuan untuk menolong kehidupan mereka yang berada di bawah garis kemiskinan

.

2.3 Tahap Perkembangan Anak oleh Herbert Mead

Mead sangat tertarik pada asal- usul diri. Ia melihat percakapan isyarat sebagai latar belakang bagi diri, tetapi hal itu tidak menyangkut diri, karena dalam percakapan semacam itu orang tidak menempatkan dirinya sebagai objek. Mead menurut asal- usul diri melalui dua tahap dalam perkembangan masa kanak- kanak. 1. Tahap Bermain ( Play Stage )

Dalam tahap ini anak- anak mengambil sikap orang lain tertentu untuk dijadikan sikapnya sendiri. Mead memberikan contoh seorang anak yang bermain India- Indianan”: “ini berarti bahwa anak itu mempunyai sekumpulan stimuli tertentu yang dalam dirinya sendiri muncul respon yang juga muncul dalam diri orang lain,


(27)

dan mempunyai stimuli untuk menjawab Indian”. Akibat dari permainan ini, sang anak menjadi subjek dan objek dan mulai mampu membangun diri. Tetapi, itu adalah diri terbatas karena anak hanya dapat mengambil peran orang lain yang berbeda dan terpisah. Di dalam tahap ini mereka belum memahami pengertian yang lebih umum dan terorganisir mengenai diri mereka sendiri.

2. Tahap Permainan ( Game Stage )

Ini diperlukan agar manusia dapat mengembangkan diri menurut makna istilah itu sepenuhnya. Dalam tahap ini anak harus mengambil peran orang lain manapun yang terlibat dalam permainan. Lebih lanjut, peran yang berlainan ini harus mempunyai hubungan nyata satu sama- lain. Dengan kata lain, dalam permainan ini anak telah berani mengambil peran, mereka berani bersaing dan terlibat dalam suatu permainan.

3. Generalized Other

Orang lain yang digeneralisir adalah sikap seluruh komunitas atau, dalam contoh permainan baseball di atas, adalah sikap tim secara keseluruhan. Kemampuan untuk mengambil peran umun orang lain adalah penting bagi diri sendiri. Dimana orang mampu untuk mengevaluasi diri mereka sendiri dari sudut pandang orang lain yang digeneralisir dan bukan sekedar dari sudut pandang orang lain yang terpisah- pisah, sehingga memungkinkan adanya pemikiran abstrak dan objektivitas. ( George Rirzer 2008: 282)


(28)

Dalam penelitian Guru harus benar- benar memahani kehidupan anak. Sehingga peran guru sebagai pendidik karakter dapat terpenuhi dengan baik. Oleh sebab itu guru harus memahami tahap perkembangan anak didiknya. Sudahkah mereka benar- benar melewati ketiga tahap ini dengan baik. Sehingga pendidikan karakter yang diajarkan dan diterapkan dapat berjalan dengan seimbang. Tidak sekedar berlangsung di dalam lingkungan sekolah saja tetapi juga lingkungan di luar sekolah.

2. 4 Pendidikan Nilai atau Karakter

Tujuan pendidikan adalah pembentukan sikap ataupun tingkah laku seseorang. Pemikir seperti Smith ( 1996) dan Spranger (1928) menyebutkan bahwa nilai- nilai mewarnai sikap dan tindakan individu. Di samping itu, nilai juga erat kaitannya dengan perhatian akan hidup serta kebudayaan, karena sistem ini merupakan kumpulan dari nilai- nilai kebudayaan. Oleh sebab itu, pendidikan harus membantu peserta didik untuk mengalami nilai- nilai dan menempatkannya secara integral dalam keseluruhan hidup mereka.

Di samping itu, perlu disadari bersama bahwa pendidikan nilai itu bukan sesuatu yang hanya ditambahkan melainkan justru merupakan sesuatu yang hakiki dalam seluruh proses pendidikan. Terlebih lagi bila diingat bahwa arus materialisme dan konsumerisme secara global terus mengikis nilai- nilai luhur dari kehidupan manusia, tidak hanya tinggal di kota- kota besar, bahkan sudah menyentuh desa- desa yang terplosok sekalipun. Oleh sebab itu, pendidikan, dewasa ini sungguh menghadapi tantangan yang luar biasa berat. Ada empat langkah yang harus


(29)

ditempuh agar pendidikan nilai berdaya guna, yaitu:

1. Para pendidik terlebih dahulu harus tahu dan jelas dengan akal budinya memahami dengan hatinya nilai- nilai apa saja yang akan diajarkan ( entah yang tersembunyi di balik setiap bidang studi atau nilai-nilai kemanusian lainnya). 2. Para pendidik mentransformasikan nilai-nilai tersebut kepada peserta didik

dengan sentuhan hati dan perasaan, melalui contoh-contoh konkret dan sedapat mungkin teladan si pendidik sehingga peserta didik dapat melihat dengan mata kepala sendiri alangkah baiknya nilai itu. Metode yang dapat ditempuh misalnya Problem solving, metode VCT ( Value Clarification Technique), dan lain-lain. 3. Langkah selanjutnya adalah membantu peserta didik untuk menginternalisasikan

nilai-nilai tersebut tidak hanya dalam akal budinya, tetapi terutama dalam hati sanubari si peserta didik sehingga nilai-nilai yang dipahaminya menjadi bagian dari seluruh hidupnya. Dalam tahap ini diharapkan peserta didik merasa memiliki dan menjadikan nilai tersebut sebagai sifat dan sikap hidupnya.

4. Peserta didik yang telah memiliki sifat-sifat atau sikap hidup sesuai dengan nilai-nilai tersebut didorong dan dibantu untuk mewujudkan atau mengungkapkannya dalam tingkah laku hidup sehari-hari.

Proses atau langkah- langkah di atas memang membawa konsekuensi bahwa seorang pendidik betul- betul harus dapat diteladani, baik kata- kata maupun perbuatan dan tingkah lakunya. Keteladanan akan meyakinkan peserta didik bahwa nilai- nilai yang disampaikan memang baik dan benar untuk dhayati dan diamalkan, Memberi teladan atau contoh apa yang diajarkan dalam kehidupan sehari- hari


(30)

bukanlah soal yang mudah bagi para pendidik. Namun, tanpa member teladan tidak ada gunanya mengajarkan nilai-nilai pada peserta didik. (Koesoema,2009:78-79)

2.4 Desentralisasi pendidikan

Memasuki pelaksanaan otonomi daerah di era reformasi, kewenangan pemerintah pusat dalam mengurus dan mengatur tugas pemerintahan telah mengalami perubahan. Pemerintah pusat tidak lagi bersifat sentralis, tidak sedikit urusan yang didelegasikan kepada pemerintah daerah. Urusan pemerintah yang didelegasikan kepada pemerintah Kabupaten/ Kota termasuk bidang pendidikan, yang sebelum diberlakukannya UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan diamendemen UU No. 32 Tahun 2004, pemerintah pusat sebagai perencana dan sekaligus pelaksana semua urusan dan kegiatan di seluruh wilayah negara. Berbeda dengan sebelum diberlakukannya Undang- Undang ini, di mana kewenangan pemerintah daerah dalam bidang pendidikan sangat terbatas, kalau tidak dapat dikatakan tidak ada sama sekali.

Menyimak isi undang- undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom serta Undang- undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah tersebut, dapat disimpulkan bahwa fokus pelaksanaan otonomi daerah adalah di Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Untuk itu, sebagian besar sumber pembiayaan nasional akan dilimpahkan lebih banyak ke daerah sesuai dengan potensi dan kemampuan perekonomian daerah yang berbeda- beda. Kewenangan pemerintah


(31)

terbatas dengan dukungan sumber pembiayaan terbatas pula. Sementara itu peranan Daerah Provinsi sebagai daerah otonom maupun sebagai wilayah administrasi lebih terbatas dengan perimbangan sumber keuangan lebih sedikit.

Dalam situasi demikian, baik dari segi kewenangan maupun sumber pembiayaan di bidang pendidikan dan kebudayaan, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota akan memegang peranan penting terutama dalam pelaksanaannya. Ini perlu disadari karena semua masyarakat berharap dengan otonomi daerah layanan di bidang pendidikan khususnya dapat lebih memenuhi kebutuhan, lebih cepat, lebih efektif dan efisien, serta lebih menegakkan aparat yang bersih dan berwibawa.

Desentralisasi pendidikan merupakan upaya memindahkan tugas dan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan yang semuala terpusat ( sentralistik ) menjadi pendidikan yang berbasis kepentingan daerah atau masyrakat. Titik berat pelaksanaan desentralisasi pendidikan adalah lebih mengutamakan pada peningkatan peran dan partisipasi daerah termasuk masyarakat dalam rangka terselenggaranya pendidikan seperti apa yang diinginkan untuk dilaksanakan di daerah. Sehingga desentralisasi pendidikan menghasilkan otonomi.

Terkait dengan kelembagaan yang merupakan salah satu faktor penting bagi penyelenggaraan pendidikan dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah seperti dikemukakan di atas, maka pada tingkat pemerintahan kabupaten/ kota akan dibentuk dewan sekolah yang mengurus soal pendidikan dasar sampai pendidikan menengah atas yang ada di daerah. Dewan sekolah tersebut terdiri atas aparat pendidikan setempat, guru, orang tua siswa dan tokoh masyarakat merupakan salah satu faktor


(32)

Fakta menunjukkan sampai saat ini pendidikan yang diselenggarakan belum sepenuhnya memihak kepada masyarakat. Dengan kata lain, desentralisasi pendidikan yang tujuannya adalah pendemokratisasian masyarakat ( daerah ) untuk menyelenggarakan dan memutuskan yang menjadi urusan dan kepentingannya termasuk kebutuhan dan urusan pendidikan bagi masyarakat belum sepenuhnya tercapai. Hal ini dapat dibuktikan dengan semakin tingginya biaya pendidikan di semua jenjang, baik tingkat dasar, menengah maupun tingkat perguruan tinggi


(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Metode penelitian kualitatif merupakan metode yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh objek peneliti. Penelitian kualitatif juga diartikan sebagai pendekatan yang dapat menghasilkan data, tulisan, dan tingkah laku yang didapat dari yang diamati (Moelong, 2006; 6). Maka dalam hal ini peneliti akan menggambarkan tentang Strategi Model pendidikan character building dalam proses pendidikan masyarakat pinggiran oleh Yayasan Peduli Karakter Bangsa.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Jalan Pabrik Tenun Gg. Cikditiro No.16 Medan. Alasan pemilihan lokasi adalah karena Jalan Pabrik Tenun merupakan tempat berdirinya sekolah Talita Kum yang didirikan oleh Yayasan Karakter Perduli Bangsa, yang dimana yayasan ini adalah pusat pendidikan bagi masyarakat pinggiran, sehingga mempermudah dalam mengakses data yang diperlukan.


(34)

3.3 Unit Analisis Dan Informan 3.3.1 Unit Analisis

Salah satu cara atau karakteristik dari penelitian social adalah menggunakan apa yang disebut “Unit of Analysis”. Hal ini dimungkinkan, karena setiap objek penelitian memiliki ciri dalam jumlah yang cukup luas seperti karakteristik individu tentunya meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, status social, dan tingkat pengahsilan. Ada sejumlah unit analisis yang lajim digunakan pada kebanyakan penelitian social yaitu: individu, kelompok, organisasi, social, artefak (Dnandjaja, 2005:31). Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah Guru, Kepala sekolah, Pemilik Yayasan, siswa, dan orangtua siswa.

3.3.2 Informan

Informan adalah orang-orang yang menjadi sumber informasi dalam penelitian. Adapun yang menjadi informan yang menjadi subjek penelitian ini adalah Pemilik Yayasan, Guru, dan Kepala Sekolah Yayasan Peduli Karakter Bangsa, siswa, dan orangtua siswa yang memperoleh dampak dari pendidikan karakter yang diberikan Yayasan Peduli Karakter Bangsa.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

3.4.1. Data Primer

Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari sumber informan yang ditemukan di lapangan. Adapun langkah- langkah dalam


(35)

pengumpulan data primer ini adalah dengan cara:

3.4.1.1. Wawancara

Wawancara disebut juga metode interview. Metode wawancara merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara. (Burhan, Bungin, 2007:108) Salah satu bentuk wawancara yang dipakai dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam (dept interview). Wawancara mendalam yang dimaksudkan adalah percakapan yang sifatnya luwes, terbuka, dan tidak baku. Intinya adalah, peneliti akan mengadakan pertemuan yang berulang kali secara langsung dngan informan, dengan harapan informan dapat mengungkap informasi atau data yang diharapkan dengan datanya sendiri. Wawancara ini dilakukan untuk memperoleh data secara mendetail tentang inovasi pendidikan yang ditawarkan Yayasan Peduli Karakter Bangsa, sehingga kontributif dengan keadaan masyarakat pinggiran dan apa yang melatar- belakangi Yayasan Peduli Karakter Bangsa mendirikan Sekolah bagi masyarakat pinggiran dengan mengadopsi daerah Pabrik Tenun yang ada di kota medan.


(36)

Observasi Partisipan adalah engumpulan data melalui observasi terhadap objek pengamatan dan langsung hidup bersama, merasakan, serta berada dalam aktivitas kehidupan onjek pengamatan. Dengan demikian, pengamat betul- betul menyelami kehidupan objek pengamtan dan bahkan tidak jarang pengamat kemudian mengambil bagian dalam kehidupan budaya yang diteliti (Bungin,2008). Data yang diperoleh dari observasi ini terdiri dari rincian tentang model pendidikan karakter yang dilakukan, bagaimana cara penerapan pendidikan karakter bagi anak pinggiran dan bagaimana hasil pendidikan karakter yang dilakukan terhadap perilaku anak. Hasil observasi ini kemudian dituangkan dalam bentuk catatan lapangan. 3.4.2. Data Sekunder

Data Sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder yaitu dengan mengumpulkan data dan mengambil informasi dari beberapa literatur diantaranya adalah : buku-buku referensi, dokumen majalah, jurnal, internet, yang dianggap relevan dengan masalah yang diteliti. Oleh karena itu, sumber data sekunder diharapkan dapat berperan membantu mengungkap data yang diharapkan, membantu member keterangan sebagai pelengkap dan bahan pembanding. ( Bungin, 2001:129).

3.5 Interpretasi Data

Bogdan dan Biklen (Maleong, 2006:248) menjelaskan interpretasi data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,


(37)

memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskan, membuat ikhtisarnya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dipelajari, dan memutuskan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang diceritakan kepada orang lain.

Data-data yang diperoleh dari lapangan akan diatur, diurutkan, dikelompokkan ke dalam kategori, pola atau uraian tertentu. Di sini peneliti akan mengelompokan data-data yang diperoleh dari hasil wawancara yang selanjutnya akan dipelajari dan ditealah secara seksama agar diperoleh hasil atau kesimpulan yang baik.


(38)

3.7 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian ini terutama disebabkan kerena terbatasnya kemampuan dan pengalaman yang dimiliki oleh peneliti untuk melakukan kegiatan penelitian ilmiah.

Selain itu keterbatasan waktu yang dimiliki oleh para informan. Informan sibuk dengan pekerjaannya masing- masing sebagai guru, staff, penatua, pemulung, tukang becak, dan lain- lain. Sehingga waktu untuk wawancara di siang hari sangat sedikit dilakukan karena itu pemilihan waktu pada sore hari, atau di waktu- waktu istirahat para guru. Karena pada malam hari para informan sudah beristirahat setelah kelelahan melakukan aktivitasnya.


(39)

BAB IV

PROFIL LEMBAGA DAN PROFIL INFORMAN

4. 1 Profil Lembaga

4.1.1 Yayasan Peduli Karakter Bangsa

Yayasan Peduli Karakter Bangsa adalah sebuah yayasan yang didirikan karena dilatarbelakangi oleh krisis yang melanda bangsa Indonesia tahun 1997, yang telah mengakibatkan penderitaan di masyarakat diantaranya kehilangan pekerjaan, anak-anak putus sekolah, kesehatan yang semakin memburuk. Melihat keadaan yang memprihatinkan di berbagai kota medan. Di dorong oleh tanggung jawab sebagai warga Negara Indonesia untuk turut serta dalam rangka memulihkan keadaan bangsa, maka dimulai dari mengadakan pelayanan kerohanian, pendidikan dan kesehatan di berbagai tempat yang ada di kota Medan.

Namun karena melihat pelayanan tersebut dalam membangun dan menyalurkan bantuan ke masyarakat, membutuhkan wadah formal untuk memudahkan pelayanan dan kerjasama dengan Lembaga dan Struktur Masyarakat, maka dibentuklah Yayasan Peduli Karakter Bangsa, yang bergerak dibidang sosial kemanusiaan tanpa membedakan suku, ras dan agama. Dengan struktur kepengurusan:

Ketua : Soramuli M. Tarigan.SE

Sekretaris : Hotmaida Sinaga, Amd Farmasi Bendahara : Tiurmawati Damanik


(40)

Dan Badan Hukum :

Belgiana T.Y. Hutapea, SH, Sp.N Natoris

Jl. Pabrik Padi No 12 ( Sekip ) Telp (061) 4149148 Nomor Akta : 27

Tanggal : 18 Agustus 2006 NPWP : 01.974.729.4-121.000

Adapun yang menjadi tujuan atau MOTTO dari Yayasan Peduli Karakter Bangsa ini adalah: “Membangun Karakter Mempersiapkan Generasi” Dengan Visi dan Misi “Menolong masyarakat pra sejahtera keluar dari kemiskinan dengan membangun generasi berpendidikan dan menjadi komunitas yang berkarakter menuju Indonesia baru”

Adapun aktifitas yang telah dan sedang dikerjakan oleh Yayasan Peduli Karakter Bangsa hingga saat ini adalah

1. Program Pendidikan anak pra sejahtera yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Saat ini Yayasan Peduli Karakter Bangsa telah menaungi 2 jenjang pendidikan yaitu Program Pendidikan Anak Taman Kanak- Kanak TALITA KUM yang telah terdaftar di Departemen Pendidikan Nasional dengan Nomor statistika Sekolah : 002076003032; No. SIO : 420/4462/Pr/07 dan Program Pendidikan Dasar Sekolah Dasar TALITA KUM yang juga telah terdaftar di Departemen Pendidikan Nasional dengan Nomor Statistika Sekolah : 104076003030; No. SIO : 420/12663/PPMP/09.


(41)

2. Mobile Clinic. Program ini bertujuan untuk menolong masyarakat pra sejahtera melalui pengobatan keliling yang dilakukan secara berkala. Hingga saat ini sudah 5 ( lima )daerah yang dilayani melalui pengobatan gratis. 3. Prolife, yang diprogramkan khusus untuk melayani wanita yang hamil diluar

nikah, program ini berjalan sejak tahun 2002.

Yayasan Peduli Karakter Bangsa memilih pendidikan bagi masyarakat miskin atau masyarakat pinggiran yang berdomisili di daerah rel kereta api Medan Skip Sumatera. Dengan mendirikan sebuah sekolah Talita Kum tepatnya di jalan Pabrik Tenun Gang Cikditiro nomor 16. Yayasan Peduli Karakter Bangsa memilih masyrakat pinggiran dikarenakan kurangnya perhatian pemerintah terhadap pendidikan masyarakat miskin terutama di daerah medan. Dengan mengadopsi daerah pabrik tenun yang jika dilihat dari data statistik merupakan salah satu daerah yang banyak dihuni oleh masyarakat yang kurang mampu di kota Medan.

Mengangkat Character Building ( pembangunan karakter) sebagai sebuah sebuah visi yang harus dicapai dalam pemberdayaan masyarakat khususnya bagian pendidikan. Yayasan Peduli Karakter Bangsa memilih pendidikan character building ( pembangunan Karakter ) karena mereka melihat pentingnya pendidikan karakter dalam dunia pendidikan saat ini, dikarenakan perkembangan zaman yang semakin cepat, globalisasi yang memberikan dampak yang sangat besar bagi banyak orang terutama bagi anak didik baik positif maupun negatif. Terutama bagi anak- anak yang kurang mendapatkan peran aktif orangtua dalam memberikan contoh positif ditambah lagi pendidikan yang tidak mampu dikecap karena keterbatasan ekonomi. Dengan


(42)

Peduli Karakter Bangsa memaksudkan pendidikan character building ( pembangunan karakter) sebagai salah satu situasi dimana subyek di didik dalam artian positif, mencoba mengafeksi berbagai tindakan moral, struktur kognitif, nilai, dan emosi pihak lain melalui wacana.

Bekerjasama dengan compassion yang merupakan sebuah organisasi yang memusatkan nilai yang menjunjung tinggi Integritas (Integrity), melakukan yang terbaik (Excellent), penatalayanan (Stewardship), dan harga diri (Dignity). Compassion berdiri sebagai pembela anak untuk membebaskan mareka dari kemiskinan rohani, ekonomi, sosial, dan jasmani serta memampukan mereka menjadi orang – orang yang dewasa yang mandiri dan bertanggung jawab. Didorong bekerja dengan sikap yang didasarkan pada Nilai- nilai inti ( Core Values ) seperti yang tertulis di atas. Dimana compassion akan menunjukkan teladan yang terbaik dalam pelayanan yang luas bagi anak yang berada dalam kemiskinan. Compassion akan menolong anak yang paling membutuhkan yang dapat dijangkau pada usia muda dan mengakhirinya dengan baik.

4.1.2 Latar Belakang Berdirinya Sekolah Talitakum oleh Yayasan Peduli Karakter Bangsa

Tepatnya pada tahun 2004, Ibu Sora Traigan memutuskan unutk membangun sekolah untuk anak- anak masyarakat pinggiran guna mencapai visi dan misi yang sudah ditetapkan melalui dunia pendidikan. Maka dengan keterbatasan biaya yang ada pada saat itu Ibu Sora dan team berkeliling mencari tanah yang kosong yang bisa dibangun sekolah, akhirnya Yayasan Peduli Karakter Bangsa menemukan tempat yang pada saat itu dijual dengan sangat murah tepatnya di jalan Pabrik Tenun Gg.


(43)

Cikditiro 16 Medan Skip keluran Sei Putih, tidak jauh dari daerah rel kereta api pabrik tenun yang sudah menjadi pusat pelayanan masyarakat sebelumnya tepatnya di jalan Danau Sipinggan Medan Skip. Memilih daerah yang tidak jauh dari daerah rel kereta api Pabrik Tenun, dikarenakan fokus pelayanan masyarakat yang sedang dilangsungkan adalah masyarakat pinggiran yang ada di daerah rel kereta api Pabrik Tenun, dengan status sosial kurang mampu dan rata- rata bekerja sebagai pemulung dan tukang becak. Juga agar murid- murid tidak terlalu jauh untuk bersekolah, dan mereka bisa dengan cepat memantau perkembangan anak di luar sekolah. Sekaligus melakukan pelayanan masyarakat lainnya untuk bisa membantu keluarga yang kurang mampu secara ekonomi terutama orangtua siswa- siswi yang bersekolah di Yayasan Peduli Karakter Bangsa. Ibu Sora menjual mobilnya untuk bisa membeli tempat itu dan mengagunkan surat tanahnya di Bank Panin yang sampai saat ini masih berjalan angsurannya, untuk bisa memulai pembangunan sekolah dasar buat anak- anak yang tidak mampu. Selama 3 (Tiga) tahun menunggu Sekolah Yayasan Kristen Talita Kum berdiri, akhirnya Sekolah Talitakum berdiri pada tahun 2007 dengan dimulai pada anak- anak usia 4-6 tahun untuk disekolahkan di taman kanak- kanak .

4.1.3 Sruktur Organisasi Yayasan Peduli Karakter Bangsa

Setiap organisasi di Indonesia pasti memiliki struktur ataupun bagan kepemimpinan yang bertanggung jawab di bidangnya masing- masing, guna kemajuan organisasi ataupun kejelasan secara hukum agar diterima sebagai sebuah organisasi. Struktur yang ada diisi dari tingkatatan ataupun peran yang paling atas sampai peran terbawah. Itu semua juga berfungsi untuk memudahkan kinerja yang


(44)

Sama halnya dengan Yayasan Peduli Karakter Bangsa, agar sah secara hukum maka Yayasan ini harus memiliki struktur organisasi yang jelas. Oleh karena itu kita dapat melihat bagaimana struktur kepemimpinan ataupun struktur organisasi Yayasan peduli Karakter Bangsa adalah sebagai berikut;

4.1.4 Sarana dan Prasarana Yayasan Pedili Karakter bangsa

Sarana dan Prasarana merupakan hal yang sangat penting untuk pencapaian suatu program atau kegiatan pembangunan. Suatu rencana yang disusun dengan baik, tanpa


(45)

didukung sarana dan prasarana yang baik dan memadai, maka tujuan dari perencanaan dalam suatu program atau kegiatan kemasyarakatan akan sulit tercapai. Untuk mendukung tugas pelayan kepadsa masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, maka Yayasan Peduli Karakter Bangsa yang terletak di jalan Pabrik Tenun, Gg. Cikditiro Medan mendirikan gedung sekolah yang diberikan nama Yayasan Kristen Talitakum untuk Sekolah Dasar (SD) dan Taman Kanak- kanak (TK). Tersedia berbagai sarana dan prasarana seperti ruangan kelas sebanyak 8 kelas, aula, lapangan olahraga, perpustakaan, kantor guru, ruang administrasi, kantor PPA (Pusat Pengembangan anak), kantin, dapur, kamar mandi, ruang kesehatan.

4.2 Karakteristik Informan

Dalam suatu penelitian, keberadaan informan tentunya elemen yang sangat penting dalam pengumpulan data, yang pastinya menjadi kunci utama dalam penulisan laporan penelitian ini. Penetapan di dalam pengambilan informan merupakan langkah yang harus dilakukan guna mendapatkan informasi akurat dan terjamin secara valid. Informan yang diambil oleh peneliti sebanya 9 orang. 1 orang diantaranya pendiri Yayasan Peduli Karakter Bangsa, 3 orang lagi menjabat sebagai Kepala sekolah dan staff pengajar, dan 3 orang lagi mewakili masyarakat yang bergabung dalam pendidikan yang ditawarkan Yayasan peduli Karakter Bangsa, dan 2 siswa yang belajar di Yayasan Peduli Karakter Bangsa. Oleh karena itu, berikut ini adalah karakteristik dan profil informan.

4.2.1 Profil Informan


(46)

Ibu sora Tarigan adalah ketua Yayasan Peduli Karakter Bangsa yang berada di Jl.Surau Gg. Cikditiro No. 16, Pabrik Tenun, sekaligus Penatua Gereja Kristen Baithani Blessing Comunity yang berada di jalan Setia Budi No. 170 bersama suami yang bernama bapak Ir. Hezron Purba. Sekarang ibu Sora berumur 47 dan beragama Kristen. Ibu Sora berasal dari suku Batak Karo dan telah cukup lama tinggal di kota medan. Dikaruniai 3 orang anak, 1 perempuan kelas 2 SMA dan 2 orang laki- laking masing- masing masih duduk di kelas 1 SMP dan 3 SMP. Ibu Sora Tarigan menyelesaikan pendidikan S-1 dengan gelar Sarjana Ekonomi.

Ibu Sora terpilih sebagai informan karena Ibu Sora adalah pendirikan Yayasan Peduli Karakter Bangsa pada tahun 2005 dengan menjadikan pendidikan sebagai aspek yang sangat perlu diperhatikan terkhususnya bagi masyarakat miskin yang ada di kota Medan. Pendidikan dianggap Ibu Sora sangat penting untuk diperhatikan, dengan mengangkat ungkapan Dirjen Pendidikan Tinggi, Sastro Soemantri Brodjonegoro pernah mengatakan bahwa :

“kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh penguasaan dan kuatnya ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Pendidikan mampu mengubah cara berpikir seseorang, semakin tinggi pendidikan kemungkinan besar cara berpikirnya juga semakin baik”.

Ibu Sora berkemuka, “Negara kita yang saat ini disebut sebagai negara yang sedang berkembang, sangat membutuhkan Sumber Daya Manusia yang berkualitas, baik itu secara intelektual maupun karakter. Saat ini banyak kita


(47)

temukan orang pintar namun tidak memiliki karakter yang benar. Untuk itu sangat dibutuhkan sistem pendidikan yang benar-benar dirancang untuk mencapai tujuan yang dinginkan yakni menghasilkan generasi yang berkarakter dan cerdas”. Didasarkan pada data yang ada pada Harian Sinar Indonesia Baru pernah memuat berita dengan headline:

“84 % Anak 4 – 6 Tahun Belum Dapat Layanan Pendidikan”. Keadaan ini sebagian besar berasal dari keluarga pra sejahtera. Disamping orang tuanya yang mungkin kurang antusias untuk

menyekolahkan anaknya, hal ini juga disebabkan oleh biaya pendidikan anak pra sekolah yang sangat tinggi. Situasi seperti ini

benar-benar sangat memprihatinkan, padahal menurut para ahli psikologi masa usia dini merupakan usia emas dimana kemampuan intelektual, emosional dan spritual manusia sangat cepat berkembang bila dirangsang dan dilatih dengan baik.”

Dilatarbelakangi oleh beban terhadap anak- anak yang kurang mampu, ibu Sora akhirnya mengadopsi daerah rel kereta api pabrik tenun sebagai salah satu daerah yang perlu diperhatikan pendidikannya. Dengan mendirikan sebuah Yayasan yang diberi nama YPKB ( Yayasan Peduli Karakter Bangsa) dan mendirikan sebuah sekolah yang di beri nama TALITA KUM untuk mewujudkan visi dan misinya yaitu, “menciptakan generasi berkarakter”. Adapun system belajar yang dipakai oleh Yayasan Peduli Karakter Bangsa


(48)

yang diselingkan di dalam setiap pelajaran. Ibu sora mengatakan bahwa bangsa kita tidak kekurangan orang pintar tetapi orang berkarakter. Sudah banyak orang pintar di Indonesia tetapi mereka menggunakan kepintaran mereka untuk kepentingan diri mereka sendiri, bahkan sampai merugikan banyak orang. Oleh karena itu Ibu sora berpikir bahwa sangat perlu untuk mengajarkan anak tentang karakter sejak mereka kecil, agar mereka mengerti. Apalagi anak-anak pra-sejahtera ini berasal dari keluarga yang memang tidak banyak mengajarkan tentang nilai-nilai dan aturan. Sehingga mereka menjadi anak-anak yang kasar, liar, dan tidak ada aturan. Padahal setiap mereka jika dibina dengan baik dan digali potensinya, mereka memiliki kemampuan dan potensi yang sama dengan anak-anak yang ada diluar mereka.

2. Ibu Hotmaida Sinaga ( Sekretaris/ koordinator/ Guru Talita Kum ) Ibu Hotmaida adalah sekretaris, merangkap juga sebagai koordinator dan guru di sekolah Talita Kum. Ibu Hotmaida Sinaga berusia 31 tahun ( belum menikah ) beragama Kristen Protestan dan berasal dari suku Batak, tinggal di jalan Pembangunan Gg. Rukun No.23. Latar belakang pendidikan Ibu Hotmaida sebagai D-3 ( Diploma 3) Farmasi Sari Mutiara, dan sekarang sedang menyelesaikan Strata satu ( S-1 ) di Universitas Prima Indonesia. Ibu Hotmaida melakukan pelayanan masyarakat bersama Talita Kum sejak dia masih duduk di bangku kuliah. Sejak awal pelayanan masyarakat dirintis Ibu Hotmaida sudah terlibat, kurang lebih 12 tahun.

Ibu Hotmaida tertarik untuk melakukan pelayanan masyarakat dikarenakan beban hati untuk anak- anak yang kurang mampu, dan Ibu


(49)

Hotmaida juga sangat ingin mengaplikasikan ilmunya untuk membantu masyarakat pinggiran dalam aspek kesehatan. Ibu Hotmaida mengatakan bahwa kehidupan masyarakat sangat memprihatinkan dan sangat perlu kita perhatikan. Mereka membutuhkan uluran tangan yang nyata untuk menolong mereka keluar dari kemiskinan, dan jalan satu- satunya adalah pendidikan lewat anak- anak mereka. Kami melakukan pelayanan fokus di bidang pendidikan terutama dari anak- anak, dikarenakan anak- anak adalah generasi penerus nantinya dan kami ingin anak- anak yang berasal dari masyarakat pinggiran juga berpikir bahwa mereka sama dengan anak- anak yang lain. Mereka memiliki peluang dan kesempatan yang sama, jika mereka mau diajar dan di didik terutama masalah karakter.

3. Ibu Tince Natalia ( Kepala Sekolah SD )

Ibu Tince Natalia adalah Kepala Sekolah untuk SD Talitakum sekaligus merangkap sebagai staf pengajar . Ibu Tince Natalia yang berusia 27 tahun ( belum menikah ) beragama Kristen dan berasal dari suku Jawa bertempat tnggal di Jl.Matahari Raya No.74. Ibu tince mengawali karirnya sebagai seorang pengajar sejak SD Talitakum mulai didirikan. Adapun hal yang membuat Ibu Tince tertarik menjadi pendidik bagi anak pra-sejahtera, adalah dikarenakan latar belakang pendidikannya sebagai Starata-1 dibidang Olahraga Universitas Medan. Selain itu kesukaan Ibu tince kepada anak-anak juga menjadi alasan buatnya untuk menjadi pendidik bagi anak pra-sejahtera. Visi dan Misi yang dimiliki oleh Ibu Tince secara Pribadi yaitu, ingin


(50)

diperdulikan supaya bisa berguna bagi diri mereka sendiri dan orang tua mereka.

Walaupun awal menjadi seorang pendidik Ibu Tince merasa kesulitan, dikarenakan anak-anak pra-sejahtera atau anak-anak pinggiran ini sangat berbeda dengan anak-anak yang berasal dari keluarga yang hidup dalam lingkungan yang baik. Anak-anak pinggiran sangat jorok dan itu sering sekali menimbulkan rasa jijik pada Ibu Tince. Selain itu sikap dan karakter anak-anak yang berasal dari keluarga yang tidak mampu ini sangat susah diatur, dan kasar. Ditambah lagi respon atau kerjasama dari orangtua yang sama sekali tidak ada dengan pihak sekolah, membuat Ibu Tince sangat kesulitan dalam menangani sikap atau karakter para anak didiknya.

Tetapi dikarenakan Visi dan Misi yang dimiliki oleh Ibu Tince secara Pribadi yaitu, ingin menjadikan anak-anak yang tidak mampu mengecap dunia pendidikan dan diperdulikan supaya bisa berguna bagi diri mereka sendiri dan orang tua mereka, membuat Ibu Tince semangat dalam mndidik anak-anak pra-sejahtera ini. Selain itu Ibu Tince juga ingin membuktikan kepada masyarakat luas. Bahwa tidak selamanya anak-anak yang berasal dari masyarakat kumuh itu bodoh atau tidak memiliki potensi. Mereka sama dengan anak-anak lain yang ada diluar lingkungan mereka saja, hanya saja kesempatan saja yang berbeda. Untuk mengatasi kesulitan tersebut Ibu Tince mencoba melakukan beberapa usaha untuk mengatasinya.

Dan sejauh ini sudah ada sedikit hasil yang sudah dilihat oleh Ibu Tince dari para anak didiknya seperti; anak-anak didiknya mulai memiliki


(51)

karakter yang benar ( tidak lagi berkata sia-sia atau bahasa kotor ), anak-anak didiknya juga sudah lebiih tau tentang kebersihan , intelektual semakin maju, lebih mandiri, dan secara spiritual juga terbangun. Dari anak didiknya juga sudah terlihat rasa percaya diri, satu sama lain saling terbuka dan saling berbagi lewat wadah interaksi kelompok yang dibuat oleh Ibu Tince.

4. Ibu Erni Hutajulu ( Kepala Sekolah TK dan Guru Bahasa Indonesia ) Ibu Erni Hutajulu adalah kepala sekolah TK sekaligus pengajar untuk SD Talitakum yang didirikan oleh YPKB untuk mendukung pendidikan bagi anak-anak pra-sejahtera. Ibu Erni berusia 37 tahun berasal dari suku Batak dan beralamat di Jl. Perwira 2 No.69. Ibu Erni pada dasarnya tdak memiliki hati atau minat dalam mendidik anak-anak. Tetapi ketika melihat keadaan anak-anak yang berasal dari keluarga yang tidak mampu dalam membiayai mereka di bidang pendidikan, Ibu Erni pun mulai membangun visi secara pribadi yaitu “ membangun sebuah generasi yang berintelektual, terutama bagi anak-anak yang berasal dari masyarakat kumuh.

Kesulitan yang dialami oleh Ibu Erni lebih kepada pola pikir atau cara pandang anak. Yang menurut Ibu Erni di latar belakangi oleh faktor ekonomi keluarga yang tidak mampu. Orangtua anak-anak yang berasal dari masyarakat pinggiran/kumuh menghabiskan waktu dengan sibuk mencari uang, untuk menutupi kebutuhan sehari. Sehingga tidak ada waktu untuk pendidikan bagi anak. Padahal dalam pendidikan anak peran orangtua sangat


(52)

lingkungan sosial anak, membentuk pribadi yang liar, kasar, dan tidak tau aturan bagi si anak.

Ibu Erni juga menyayangkan peran pemerintah yang kurang di implementasikan bagi kesejahteraan pendidikan anak-anak pra-sejahtera. Sudah hampir 5 tahun Yayasan Peduli karakter Bangsa berdiri, tetapi peran pemerintah baru terlihat hanya 2 kali. Itupun hanya dalam bentuk imunisasi bagi anak-anak yang ada disekolah Talitakum. Selanjutnya sampai saat ini belum ada bantuan langsung yang secara signifikan ataupun sustainable dilakukan oleh pemerintah untuk mendukung program kerja Yayasan Peduli Karakter Bangsa, dalam mendidik anak-anak yang kurang mampu.

Pemerintah justru sangat sibuk dengan berbagai hal yang dapat menghasilkan devisa bagi Negara tetapi tidak memikirkan bagaimana kesejahteraan masyarakatnya dikarenakan pendidikan yang sangat rendah. Kalaupun pemerintah mencanangkan anggaran buat pendidikan, tetapi justru yang menikmati sekolah-sekolah yang masih mampu.

Oleh karena itu untuk mengatasi beberapa kesulitan yang dialami oleh Ibu Erni, dia mulai berusaha mengubah karakter anak didiknya. Karena memang system pembelajaran yang dipakai oleh Sekolah talitakum dalam mendidik anak-anak pra-sejahtera adalah pengutamaan Character Building ( membentuk karakter). Dengan cara membuat aturan dalam kelas, nilai-nilai yang harus ditaati oleh murid-murid dengan konsekuensi disiplin apabila dilanggar. Dan diberitahukan secara pelan alasan kenapa sesuatu itu salah atau benar untuk dilakukan. Ibu Erni juga mengajarkan kepada anak didiknya


(53)

tentang tujuan yang harus mereka capai lewat motivasi-motivasi yang dapat membangun karakter yang benar dalam diri anak misalnya; masalah percaya diri.

5. Ibu Desi Natalia Sembiring ( Guru Bahasa Inggris )

Ibu Desi Natalia adalah salah seorang pengajar atau guru di Sekolah Talitakum. Ibu desi berusia 26 tahun tamatan Strata-1 sastra Inggris Universitas Medan. Ibu desi berasal dari Karo, beragama Kristen dan bertempat tinggal di Jl. Amaluhur No.25 Medan. Ibu Desi terlibat di dalam Yayasan Peduli Karakter Bangsa ini dikarenakan sejak dulu Ibu Desi suka meneliti kehidupan orang miskin dan suka berhubungan dengan masyarakat yang ada di daerah kumuh. Memiliki sebuah kesempatan untuk bisa menjadi pengajar di Sekolah Talitakum, yang memang mendidik anak-anak yang berasal dari keluarga tidak mampu memiliki tantangan pribadi bagi Ibu Desi.

Adapun kesulitan yang dialami oleh Ibu Desi sebagai pengajar adalah pola pikir anak yang tidak maju. Anak-anak yang berasal dari masyarakat kumuh cenderung tidak percaya diri dan merasalebih rendah dibanding anak-anak diluar lingkungannya. Anak-anak-anak masyarakat kumuh juga jorok dan tidak tahu mengurus diri mereka sendiri. Ditambah lagi di dalam kelas cara tangkap atau IQ anak yang lambat dikarenakan gizi yang kurang. Terlebih lagi adalah masalah kurikulum yang terus berubah. Pemerintah memakai Kurikulum KTSP yang lebih kearah intelektual tetapi karakter anak tidak menjadi sesuatu yang perlu diperhatikan. Ibu Desi merasa sistem KTSP


(54)

pembelajaran yang aplikatif sehingga tidak hanya berdampak bagi intelektual mereka, tetapi juga sikap dan kepribadian mereka ( karakter).

Selain itu sering sekali bobot kurikulum yang harus diikuti tidak sesuai dengan waktu dalam artinya kurikulum yang ditawarkan oleh pemerintah terlalu tinggi dan berat. Sementara daya tangkap anak-anak yang berasal dari masyrakat kumuh tidak sama dengan anak-anak yang berasal dari lingkungan keluarga yang memiliki didiplin hidup lebih baik. kurikulum yang diberikan terlalu berat untuk diikuti oleh anak-anak pra-sejahtera. Sementara sekolah harus mengikuti sistem pendidikan yang sudah diatur oleh Negara, sebagai lembaga yang sah secara hukum

Untuk mengatasi hal tersebut di dalam mengajar Ibu Desi mengambil point-point penting saja dari topik pelajaran yang akan diajarkan dan membuatnya sederhana supaya dapat diterima dengan mudah oleh anak didiknya. Dan memotivasi anak dengan mengatakan mereka mampu walaupun mereka harus mencoba beribu kali. Dan untuk mengatasi sikap kasar dan tidak bisa diatur dari anak, Ibu Desi memberi ilustrasi atau contoh sebuah kisah yang mampu member nilai-nilai yang bisa dibawa si anak kemanapun dia pergi.

6. Juliani Tarigan ( Orangtua Murid/ Penjaga Sekolah )

Ibu Juliani Tarigan adalah salah satu orangtua murid bernama Rido kelas 3 SD sekaligus sebagai penjaga sekolah Talitakum. Ibu Juliani Tarigan berusia 34 tahun, pendidikan terakhir Ibu Juliani Tarigan adalah SD ( Sekolah Dasar ). Ibu Juliani berasal dari suku Karo, beragama Kristen dan


(55)

bertempat tinggal di Jl. Pabrik Tenun No.16 Gg. Cikditiro Medan. Ibu Juliani Tarigan terlibat di dalam Yayasan Peduli Karakter Bangsa ini dikarenakan waktu itu ibu Juliani tidak memiliki tempat tinggal dan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhannya dan anaknya yang pada saat itu masih berusia 5 tahun. Sementara suami ibu Juliani Tarigan pergi mencari nafkah ke luar daerah dan tidak memberi kabar sampai saat ini. Yayasan Peduli Karakter Bangsa memberikan tempat tinggal dibelakang sekolah, dan memberi tanggungjawab kepada ibu Juliani Tarigan untuk menjaga sekolah dan kantin. Ibu Juliani Tarigan merasa sangat terbantu, ditambah lagi anaknya bisa bersekolah di sekolah yang didirikan oleh Yayasan Peduli Karakter Bangsa dengan biaya yang sangat murah.

Ibu Juliani sangat tau bahwa mendidik anak tanpa peran seorang ayah sangatlah berat. Tidak hanya memikirkan masalah ekonomi saja, tetapi juga bagaimana mengantikan peran ayah buat anaknya laki- laki yang butuh sosok kepemimpinan. Tetapi sejak anaknya mengecap pendidikan di Yayasan Peduli Karakter Bangsa, Ibu Juliani merasa banyak kemudahan. Karena sekolah banyak mendidik anaknya menjadi pemimpin yang berkarakter dari hal- hal kecil tanpa harus memandang latarbelakang siapa kamu. Memberikan kata- kata motivasi buat anaknya untuk maju dan menjadi sepeti apa yang dia impikan tanpa lepas dari pribadi yang tetap empati terhadap orang- orang yang disekelilingnya.


(56)

Rosanna Pandiangan berusia 34 tahun, pendidikan terakhir Rosanna Pandiangan adalah D3(Diploma 3) Agama. Ibu Rosanna berasal dari suku batak Toba, beragama Kristen dan bertempat tinggal di Jl. Pembangunan No.39 Helvetia Timur, Medan. Ibu Rosanna memiliki 2 orang anak yang bersekolah di TALITA KUM, anak yang pertama laki- laki berusia 9 tahun bernama Ishak (4SD) dan anak kedua perempuan berusia 8 tahun bernama Kristin (3SD). Ibu Rosanna bekerja sebagai Cleaning Servis di sebuah Sekolah dan kadang juga mau membantu membersihkan sekolah TALITA KUM. Suami ibu Rosanna sudah lama ditahan di sebuah Penjara yang ada dikota medan ( kasus dirahasiakan ), oleh karena itu Ibu Rosanna harus membiayai kedua anaknya sendirian. Ibu Rosanna terlibat di dalam Yayasan Peduli Karakter Bangsa ini dikarenakan waktu itu ibu Rosanna diajak untuk bergabung oleh teman- temannya yang memiliki masalah ekonomi yang sama dengannya. Ibu Rosanna merasa sangat dimudahkan dengan adanya pendidikan murah yang diberikan oleh Yayasan Peduli Karakter Bangsa, karena dia hanya perlu membayar 20% dari jumlah uang sekolah yang sebenarnya. Selain itu juga Yayasan Peduli Karakter Bangsa membantu mencarikan donatur untuk kedua anak Ibu Rosanna. Ada banyak perubahan karakter yang dilihat ibu rosanna dari anak- anaknya. Kalau dulu dia harus marah- marah dalam mengatur dan mengarahkan anaknya dalam beberapa hal, sekarang dia cukup membuat pilihan dan anaknya yang menentukan. Anak- anaknya juga bisa tanggap dan membuat pilihan yang benar dan alasan yang tepat untuk setiap pilihan yang mereka ambil.


(57)

8. Rukia Regar ( Orangtua Murid )

Ibu Rukia Regar adalah salah satu orangtua murid yang bernama Estetika ( 5SD). Ibu Rukia Regar berusia 45 tahun, pendidikan terakhir Rukia Regar adalah SMA (Sekolah Menengah Atas). Ibu Rukia berasal dari suku batak Toba, beragama Kristen dan bertempat tinggal di Jl. Pabrik Tenun No.27 Gg. Bersama, Medan. Ibu Rukia memiliki 4 orang anak. Anak yang pertama laki- laki berusia 16 tahun bernama Daniel (2 SMA), anak kedua perempuan berusia 15 tahun bernama Uli Artha (1 SMA), anak ketiga perempuan bernama Margaretha berusia 14 Tahun ( 2SMP ), dan yang terakhir bernama Estetika berusia 10 tahun sekarang sedang bersekolah di TALITA KUM kelas 5 SD. Ibu Rukia bekerja sebagai Cleaning Servis dan pengurus makanan bagi anak- anak di sekolah TALITA KUM. Suami Ibu Rukia bernama Halomoan Sinaga berusia 48 tahun, bekerja sebagai supir angkot.

Ibu Rukia merasa anaknya banyak berubah dari berbagai kebiasaan yang selama ini sangat susah untuk diingatkan olehnya. Anaknya sangat keras kepala, tidak bisa diatur dan kurang bisa menempatkan diri. Itu dikarenakan waktu yang kurang yang dia dan suaminya bisa berikan dalam mendidik anak- anaknya. Tetapi sejak masuk ke sekolah Talita Kum dan mengikuti beberapa waktu kelas dan pembinaan rohani, Ibu Rukia melihat perubahan yang positif dari anaknya Estetika. Estetika lebih menjadi anak yang dewasa dan tau menempatkan diri, bahkan kadang- kadang anaknya yang mengingatkannya


(58)

disampaikan di depan umum. Tetapi ibu Rukia juga mendapatkan pembinaan dari guru- guru Talita Kum untuk ikut berperan dalam pendidikan anak dan pertumbuhan karakter anak dalam kehidupan sehari- hari.

Selain itu dalam mendidik anak- anaknya yang sedang beranjak dewasa Ibu Rukia sangan banyak terbantu lewat penyuluhan- penyuluhan ataupun seminar yang sering diadakan oleh yayasan. Pembinaan rohani yang sering di ikuti juga banyak membantunya dalam merubah emosionalnya, krtika menghadapi situasi- situasi yang sering memaksanya bertindak di luar control dan akhirnya banyak melukai orang disekelilingnya dan tidak menjadi berkat buat anak- anaknya.

9. Gaslen Rajagukguk (orangtua murid)

Bapak Gaslen Rajagukguk adalah salah satu orangtua murid yang bernama Priyadi Rajagukguk ( 5SD). Bapak Gaslen Rajagukguk berusia 49 tahun, pendidikan terakhir Gaslen Rajaguguk adalah SMA (Sekolah Menengah Atas). Bapak Gaslen Rajaguguk berasal dari suku batak Toba, beragama Kristen dan bertempat tinggal di Jl. Pabrik Tenun No.15 Gg. Bersama, Medan. Bapak Gaslen Rajagukguk memiliki 6 orang anak. Anak yang pertama laki- laki berusia 17 tahun bernama Raya bekerja di pajak petisah sebagai penjual mie balap, anak kedua perempuan berusia 16 tahun bernama Desi (2 SMA), anak ketiga laki- laki bernama Somy berusia 14 Tahun ( 2 SMP ), dan yang keempat bernama Yuda berusia 13 tahun ( 1 SMP ), anak kelima bernama Priyadi Rajagukguk sekarang sedang bersekolah di TALITA KUM kelas 5 SD, dan anak terakhir bernama Eryanto berumur 8


(59)

tahun (3 SD ) bersekolah di TALITA KUM juga. Bapak Gaslen Rajagukguk bekerja sebagai supir angkot. Istri Bapak Gaslen Rajaguguk bernama Ningsih Sinaga berusia 45 tahun, bekerja sebagai Ibu rumah tangga.

Bapak Gaslen rajaguguk mengatakan dia sangat terbantu dengan kehadiran Yayasan Peduli Karakter Bangsa dalam pemberian sekolah murah kepada masyarakat yang kurang mampu. Selama ini Bapak Gaslen sangat susah dalam memenuhi kebutuhan sehari- hari ditambah lagi biaya pendidikan yang sangat tinggi. Keinginan Bapak Gaslen untuk menyekolahkan anaknya setinggi mungkin sangat besar, oleh karena itu walaupun dia bekerja hanya sebagai supir angkot dengan pendapatan yang sangat terbatas dia tetap mengutamakan pendidikan anaknya.

Beliau juga merasa sangat diberkati dengan banyaknya pelayanan yang dilakukan oleh yayasan dalam mebantu kehidupan keluarganya. Mereka tidak hanya mendapat bantuan secara dana tetapi juga secara spiritual, karena yayasan tidak pernah lupa memberikan motivasi- motivasi kepada keluarganya dalam berbagai bentuk acara yang sering diadakan. Sehingga keluarganya lebih rukun walaupun keadaan ekonomi yang sulit sering menjadi masalah dalam keluarga.

10. Dimaren Hutagaol (orangtua murid)

Bapak Dimaren Hutagaol adalah salah satu orangtua murid yang bernama Imanuel Hutagaol ( 5SD). Bapak Dimaren Hutagaol berusia 50 tahun, pendidikan terakhir Bapak Dimaren Hutagaol adalah SMA (Sekolah


(60)

beragama Kristen dan bertempat tinggal di Jl. Kuali No.83, Medan. Bapak Dimaren Hutagaol memiliki 7 orang anak. Bapak Dimaren Hutagaol bekerja sebagai tukang becak dan istrinya yang bernama Ibu Tioida ( 45 tahun) Sidabutar bekerja sebagai tukang cuci. Bapak Dimaren Hutagaol mengatakan dia sangat terbantu dengan kehadiran Yayasan Peduli Karakter Bangsa dalam pemberian sekolah murah kepada masyarakat yang kurang mampu. Dengan jumlah anak yang banyak dan pekerjaan yang sangat tidak cukup memenuhi kebutuhan secara penuh, Bapak Dimaren Hutagaol merasa sangat terbantu dengan kehadiran Yayasan Peduli Karakter Bangsa. Dia sangat berharap bahwa anak- anaknmya nanti tidak merasakan susahnya kehidupan yang dia rasakan saat ini. Walaupun sebanrnya secara kebutuhan Bapak Dimaren Hutagaol lebih membutuhkan bantuan secara finansial ataupun usaha. Tetapi dia juga bersyukur, setidaknya biaya sekolah yang murah mengurangi bebannya. Kerohanian keluarganya juga banyak terbantu dikarenakan guru sering rutin datang kerumah melakukan kunjungan dan berdoa untuk keluargsa beliau.

11. Juliana Manalu ( orangtua murid )

Ibu Juliana manalu adalah salah satu orangtua murid bernama Mariana Ginting kelas 2 SD . Ibu Juliana Manalu berusia 32 tahun, pendidikan terakhir Ibu Juliana manalu adalah SMP ( Sekolah Menengah Pertama ). Ibu Juliani berasal dari suku batak toba, beragama Kristen dan bertempat tinggal di Jl. Batu Tulis No.87 Medan. Ibu Juliana Manalu memiliki 6 orang anak. Anak yang pertama perempuan berusia 6 tahun


(1)

model pembelajaran berbasis portofolio, model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran aktif dll. Model-model ini harus dikuasai oleh guru. Sehingga guru dapat menerapkan sesuai dengan materi pelajaran dan guru selalu memberikan penanaman nilai-nilai tau karakter pada siswa.


(2)

Daftar Pustaka

Bungin, Burhan, 2001. Metode Penelitian Sosial. Surabaya: Airlangga University Press.

Bungin, Burhan, 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Media Group.

Dnandjaja.2005. Metode Penelitian Sosial.. Medan: Universitas Sumatera Utara Press.

Fasli Jalal, Supriadi Dedi, 2001. Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah. Jakarta. AdiCita.

Freire, Paulo.2002. Politik Pendidikan Kebudayaan, Kekuasaan dan Pembebasan. Yogyakarta. Research, Education and Dialogue bekerjasama dengan Pustaka Pelajar.

Koesoema, Doni.2009.Pendidik Karakter. Jakarta. Grasindo.

Meleong, Lexi. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Ritzer, George, dan J.Goodman, Douglas. 2007. Teori Sosiologi Modern : Jakarta: Kencana.

Robinson, Philip. 1986. “Sosiologi Pendidikan”. Jakarta: Rajawali. Tilaar, H.A.R. 2008 “Kebijakan Pendidikan”. Jakarta: Pustaka Belajar.

Wangid, Nur.M. 2009 “Sistem Among Pada Masa Kini: Kajian Konsep Dan Praktik Pendidikan”. Yogyakarta. Jurnal Pendidikan.

Zainuddin, M. 2008. “Reformasi Pendidikan ( Kritik Kurikulum dan Manajemen Berbasis sekolah)”. Yogyakarta: Pustaka Belajar


(3)

Sumber Internet

http://tmblessmedia28.KemiskinanDan Penurunan.html PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010 oleh BPS No. 45/07/Th. XIII, 1 Juli 2010 ( Diakses 30 september 2010, 12.30)

http://openlibrary.org/b/OL16994384M/AnalisisKemiskinanKotaMedan.htm

Kemiskinan Kota Medan berdasarkan Karakteristik Sosial microform. Oleh Deden Rukmana ( diakses 30 september 2010, 12.10 )

http://tmblessmedia28.wordpress.com/about/HukumYayasan.htm Konsekuensi Hukum Yayasan Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan oleh Robert Purba ( diakses 30 september 2010, 12.20 )

http://://Pendidikan%20Dan%20Kemiskinan.htm Anggaran Pendidikan yang Berpihak Kepada Masyarakat Miskin sumber Kompas Kamis, 27 November 2008 ( diakses 5 Oktober 2010, 14.05)

http://www.scribd.com/doc/16804489/ki-hajar-dewantara PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA TENTANG PENDIDIKAN, oleh Br. Theo Riyanto, FIC (diakses 24 februari 2011, 17.00)

(<http://data.kompas//28juni2010depdikanas//menggugat

ketidakadilanpendidikan.htm> Menggugat Ketidak adilan Pendidikan Oleh Jhon rivel Purba, ( diakses 25 Februari 2011 13.24)

Oleh Muhtadi ( diakses 12 september 2011, 00.57 ))

(Janah, Lailia Fatkul. 2009. Teori Peran (Online). Tersedia: pukul 14.5


(4)

PANDUAN WAWANCARA

Pewawancara

1. Profil Informan Nama : Umur : Jenis kelamin : Agama : Suku Bangsa : Pendidikan : Alamat : Status :

A. PERTANYAAN - Kepala Yayasan:

1. Bagaimana anda memandang masalah masyarakat miskin yang ada di kota Medan?

2. Mengapa anda tertarik melakukan pelayanan masyrakat? 3. Mengapa anda memilih daerah ini untuk di adopsi? 4. Apa saja bentuk bantuan yang sudah aanda berikan? 5. Mengapa anda tertarik pada dunia pendidikan? 6. Apa pendapat anda tentang Pendidikan? 7. Kapan anda mendiririkan sekolah ini?

8. Apa yang menjadi visi dan misi anda menjadikan Pendidikan sebagai salah satu aspek yang harus diperhatikan pada masyarakat pinggiran?

9. Bagaimana cara anda mengelola Yayasan ini?

10.Bagimana bentuk pencarian dana yang dilakukan oleh YPKB untuk meningkatkan kualitas sarana dan prasana pendidikan yang didirikan YPKB?


(5)

13.Bagaimana metode pengajaran yang dilakukan untuk mendidik anak-anak pinggiran?

14.Apakah metode tersebut sudah memberikan kontribusi yang positif? 15.Apa strategi yang anda pakai dalam menerapkan pendidikan tersebut?

16.Apakah ada kesulitan yang dialami dalam menjalankan misi dan visi pendidikan tersebut?

17.Bila ada, bagaimana anda menghadapi kesulitan tersebut?

18.Bagaimana cara anda mendekati masyarakat miskin untuk mau bekerjasama dalam membangun pendidikan bagi anak mereka?

19. Sejauh ini apa saja peran atau dukungan yang pernah atau sudah dilakukan Pemerintah setempat untuk Perkembangan YPKB ini dari segi pendidikannya? 20.Bagaimana kriteria masyarakat atau anak didik yang bisa bergabung dalam

pendidikan YPKB ini?

21.Sejauh ini bagaimana perkembangan pendidikan masyarakat kumuh yang dilakukan YPKB ini dilihat dari segi Visi dan misi yang ingin dicapai?

22. Sudah berapa jumlah anak yang terdaftar di sekolah talitakum yang didirikan YPKB ?

23.Apa – apa saja syarat yang dipakai untuk menjadi guru pembimbing bagi anak-anak pra-sejahtera di sekolah talitakum?

24.Anda tau bahwa pendidikan itu sangat mahal, apa yang memotivasi anda memnberikan pendidikan murah?

- PENGAJAR

1. Apa alasan anda bergabung dengan YPKB untuk menjadi seorang pengajar bagi anak masyarakat pinggiran?

2. Apa kesulitan yang anda hadapi dalam mendidik anak-anak yang berasal dari masyarakat pinggiran?

3. Bila ada, bagaimana cara anda mengatasi kesulitan tersebut?


(6)

5. Apa yang menjadi masalah yang utama dalam mendidik anak-anak pingiran tersebut?

6. Sejauh ini apa saja hasil yang sudah anda lihat terhadap pendidikan anak-anak pinggiran ( pra- sejahtera) tersebut?

- MASYRAKAT

1. Kapan anda pertama kali mengenal YPKB? 2. Mengapa anda bias bergabung dalam yayasan ini?

3. Apa saja syarat yang harus anda penuhi untuk tergabung dalam yayasan ini? 4. Sejauh ini apakah dampak positif yang anda dapat?

5. Apa- apa saja keuntungan yang anda dapatkan dengan kehadiran YPKB lewat sekolah Talita KUm di lingkungan anda?

6. Bagaimana pendapat anda tentang kehadiran yayasan ini?

B. CATATAN

1. Bagaimana kesan selama melakukan wawancara? 2. Bagaimana Respon Informan?

3. Bagimana situasi dan kondisi wawancara