Nilai Pendidikan Keluarga Konsep Pendidikan dalam Novel Pincalang Karya Idris Pasaribu .1 Pendidikan Formal

4.2.2 Nilai Pendidikan Keluarga

Keluarga merupakan tempat pertama bagi manusia melakukan pembelajaran mengenai kehidupan. Hubungan antara satu dengan yang lainnya di dalam keluarga haruslah terjalin dengan sangat baik guna mewujudkan suasana yang harmonis di dalamnya. Nilai-nilai pendidikan keluarga perlu diketahui sebagai pembelajaran dan pedoman bagi masyarakat di dalam berkeluarga. ”Semalam suntuk Amat tak tertidur. Selain menjaga Pincalang, dia juga harus awas menjaga gubuk. Di sana tidur istri dan ketiga anaknya. Sesekali bajak laut juga datang merompak gubuk-gubuk. Mereka menguras ikan asin yang sudah kering, kopra dan arang, lalu mereka larikan jauh ke tempat lain. Orang-orang siam selalu melakukan hal itu. Bukan hanya merompak, juga memerkosa perempuan yang ada di dalamnya, setelah suami mereka diikat atau disiksa. Pemerkosaan bukan hanya oleh seorang, tapi bisa bergantian digilir beberapa lelaki. Syahwat para pelaut memang tinggi, apalagi jika berbulan-bulan tak bertemu pasangan. Buas seperti ganasnya ombak.” Hal.20 Kutipan di atas menggambarkan tentang besarnya kecintaan seorang ayah bernama Amat terhadap istri dan anak-anaknya. Orang-orang yang Ia cintai tersebut senantiasa Ia jaga meski harus berkorban dengan tidak tidur. Amat tidak ingin diganggu perompak. Seorang ayah tentunya bertanggung jawab penuh bagi keselamatan keluarga yang telah dibinanya. Tanggung jawab tersebut diwujudkan oleh seorang Amat dengan pengawasan yang optimal terhadap keluarganya. Kutipan tersebut juga mengandung nilai pendidikan tentang bentuk sebuah tanggung jawab yang harus disanggupi oleh manusia terhadap keluarganya di dalam kehidupan. ”Aku belum punya pilihan apak, terserah apak sajalah”. Ayah Amat mengatakan dia melihat seorang perempuan muda yang cantik, pandai mengaji, rajin bekerja dan pintar mengurus adik-adiknya. Ayah si perempuan memiliki Jongkong satu buah dan Pincalang satu buah. Universitas Sumatera Utara Jongkong merupakan kapal yang mirip Pincalang, hanya saja ukurannya lebih besar dan buritannya tidak sama dengan haluan, tidak lancip. ”Bagaimana menurutmu ?” ”kalau apak bilang demikian, ya....aku mengikut, ” jawab Amat.” Patuh terhadap kedua orang tua tergambar dalam kutipan di atas. Memiliki seorang anak yang mampu menuruti keinginan orang tuanya memiliki kebanggaan tersendiri bagi orang tua. Setiap orang tua tetunya akan sangat memahami tentang pilihan yang baik untuk anaknya. Pertimbangan orang tua kerap selalu lebih baik daripada pertimbangan seorang anak. Patuh kepada orang tua adalah sikap yang patut untuk ditiru oleh siapa saja. ”Di atas Pincalang sudah dipersiapkan beras, garam dan kebutuhan dapur lainnya seperti anglo, kayu bakar dan arang, periuk dan kuali, serta panci. Setelah berada di atas Pincalang. Salah seorang dari tetua kampung sengaja memotong tali Pincalang yang tertambat, lalu setelah jangkar diangkat, Pincalang di dorong ke tengah laut. Beberapa orang laki-laki ikut naik ke atas Pincalang. Setelah layar kecil diangkat naik ke tiang, laki-laki yang ikut ke atas Pincalang langsung melompat ke laut, pertanda melepas pelayaran perdana suami-istri mengarungi lautan. Inilah filosofi hidup keluarga; mengarungi samudera luas dengan berbagai rintangan dan cobaan. Hujan. Angin. Petir. Badai. Ombak. Jika takut menerjang ombak, maka jangan lepaskan jangkar untuk berlayar.” Hal. 24 Kutipan di atas mengandung nilai pendidikan mengenai cobaan dalam kehidupan. Hujan, angin, petir, dan ombak dianalogikan pengarang sebagai sesuatu hal yang tidak mudah untuk diarungi dan hadapi oleh manusia. Dibutuhkan keteguhan hati dan penempatan sikap yang tepat terhadap kehidupan dan alam. Jangan pernah takut menghadapi cobaan kehidupan, karena orang-orang yang takut pada cobaan tersebut sebaiknya tidak usah meneruskan hidupnya. Hal itulah yang dimaksudkan oleh dari kedua kalimat terkahir ”jika takut menerjang ombak, maka jangan lepaskan jangkar untuk berlayar”. Dalam konteks ini dapat Universitas Sumatera Utara dilihat bahwa perjalanan kehidupan digambarkan sebagai perjalanan sebuah kapal yang akan mengarungi samudera. Jika takut mengarungi samudera, maka jangan lepaskan jangkar. Dalam artian, tidak melepaskan jangkar berarti sebuah kapal hanya akan tertambat di dermaga diam di tempat dan tidak melakukan perjalanan. Dalam kehidupan yang sebenarnya orang-orang yang berhenti atau memilih untuk terus melakukan perjalanan hidup adalah orang-orang yang tidak terdidik dan tidak lagi memiliki mimpi dan harapan untuk mencapai tujuan dari kehidupan itu sendiri. Sangat jelas dari hal di atas pengarang ingin menyampaikan nilai-nilai yang mendidik mengenai pandangannya terhadap kehidupan yang dapat mengubah dan dan memperbaiki sikap manusia ataupun masyarakat pembaca. ”Di belakangnya, Maryam mengikutinya. Untuk pertama kali. Amat menjadi imam bagi istrinya dan Maryam menjadi makmum bagi suaminya. Amat menutupnya dengan salam.Berdua mereka memanjatkan doa. Maryam menyalami Amat dengan takzim. Mencium jemari tangannya yang kelam. Shalat di tepi pantai dengan hembusan angin yang lembut biasa dilakukan para nelayan. Dikelilingi oleh laut biru dan hijaunya pepohonan serta debur riak –riak ombak yang menghempaskan diri ke pasir landai. Amat tersenyum menerima salam Maryam, istrinya. Dipeluknya Maryam dan diciumnya kedua pipinya.” Hal. 32 Kutipan di atas menggambarkan nilai pendidikan tentang sikap hormat seorang istri terhadap suami serta kasih sayang di antara keduanya yang diwujudkan dalam bentuk sikap sederhana yang memberi pengaruh positif di dalam kebersamaan keluarga tersebut. Cinta dan kasih sayang di antara keluarga terutama antara suami dan istri adalah hal yang harus diperbaharui setiap hari agar tidak muncul kejenuhan yang dapat berakibat buruk bagi hubungan antara suami dan istri dalam keluarga tersebut. Salah satu caranya adalah seperti yang dilakukan oleh tokoh Amat dan Maryam pada kutipan di atas, Maryam mencium Universitas Sumatera Utara tangan suaminya setelah melaksanakan ibadah solat, hal itu mengindikasikan sikap hormatnya yang tulus terhadap suaminya Amat. Amat memeluk dan mencium kedua pipi Maryam, hal tersebut dapat diartikan sebagai ungkapan bangga dan bahagia seorang suami terhadap istrinya. ”Minum, Gek. Ada pula goreng pisang. Pasti enak.” kata Maryam lembut. ”Kalau tangan kamu yang membuatnya pasti enak.” ”Dari mana tahu kalau belum dicicipi ?” ” Kamu pasti mengerjakannnya dengan sepenuh hatimu.” Hal. 73 Kutipan di atas mengajarkan tentang sesuatu yang dilakukan dengan sepenuh hati akan mendapatkan hasil akhir yang baik dan memuaskan. Begitu pula sebaliknya, hal-hal yang dikerjakan dengan setengah hati akan mendapatkan hasil yang kurang memuaskan pula. Kutipan di atas mengajarkan kepada masyarakat untuk selalu melakukan segala sesuatu dengan sepenuh hati agar mendapatkan hasil yang baik. ”Asal bumbunya cukup, pasti enak. Kamu harus belajar masak yang enak agar suamimu kelak tidak meninggalkanmu. Anak-anakmu juga merasakan betapa nikmatnya masakan seorang ibu,” nasihat ibu mertua Maryam sembari mengaduk-aduk gulai asam padeh di belanga.” Hal. 81 Kutipan di atas mengajarkan bahwa keterampilan memasak yang baik harus dimiliki oleh seorang istri, agar suaminya tidak berpaling darinya. Hal-hal sederhana seperti keterampilan memasak ternyata memiliki posisi penting dalam hubungan suami-istri. Hal itu tidak bisa diabaikan begitu saja, tentunya harus menjadi perhatian bagi seorang istri. Keterampilan memasak akan memberi sumbangsih yang cukup baik dalam menjaga keharmonisan kehidupan keluarga. Universitas Sumatera Utara ”Kau harus rajin belajar, Yung. Jangan bodoh seperti aku. Kalau kau pintar, kau akan jadi orang kaya dan senang,” nasihat Amat.” Hal. 107 Kutipan di atas mengandung nasihat dari seorang ayah kepada anaknya dalam sebuah keluarga untuk menjadi seorang yang pintar. Kepintaran tentunya akan banyak menjawab beragam tantangan kehidupan anak di masa yang akan datang. Salah satunya seperti terhindarnya dari kasus pembodohan. Dengan rajin belajar serta menjadi pintar dapat menghindarkan kita dari problematika kehidupan yang berhubungan dengan pembodohan yang merugikan diri kita sendiri serta keluarga. Nasihat yang baik tentunya juga terus-menerus diberikan oleh kedua orang tua kepada anaknya sebagai bahan pembelajaran bagi anak yang terkadang masih buta dengan persoalan masa depan. Nasihat yang baik seperti kutipan di atas akan mendukung perkembangan pola pemikiran anak untuk dapat melakukan hal-hal yang berguna untuk masa depannya agar lebih baik dan sesuai dengan yang diharapakan oleh orang tua.

4.2.3 Nilai Pendidikan Sosial