Pola Kaderisasi Partai Golongan Karya Kotamadya Pematangsiantar (Studi Etnografi Antropologi Politik tentang Kekuasaan)

(1)

“POLA KADERISASI PARTAI GOLONGAN KARYA

KOTAMADYA PEMATANGSIANTAR PROVINSI

SUMATERA UTARA”

(Studi Etnografi Antropologi Politik Tentang Institusi Kekuasaan)

SKRIPSI

Diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Disusun Oleh: TAUPIK AZHARI

Nim: 080905041

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan oleh : Nama : TaupikAzhari

NIM : 080905029 Departemen : Antropologi

Judul : Pola Kaderisasi Partai Golongan Karya Kotamadya Pematangsiantar (Studi Etnografi Antropologi Politik tentang Kekuasaan)

Medan, September 2014

Dosen Pembimbing Ketua Departemen Antropologi

DR. R. Hamdani Harahap, M.Si

NIP. 196402271989031003 NIP. 196212201989031005 Dr. Fikarwin Zuska

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

NIP. 196805251992031002 Prof. Dr. Badaruddin, M.Si


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERNYATAAN ORIGINALITAS

Pola Kaderisasi Partai Golongan Karya Kotamadya Pematangsiantar (Studi Etnografi Antropologi Politik tentang Kekuasaan)

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah disajikan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan di sini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap meninggalkan gelar kesarjanaan saya.

Medan, September 2014 Penulis


(4)

ABSTRAK

Taupik Azhari. 2014. Pola Kaderisasi Partai Golongan Karya Kotamadya Pematangsiantar (Studi Etnografi Antropologi Politik tentang Kekuasaan),

Medan. Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 127 halaman, 9 tabel, 7 gambar.

Seiring dengan mudahnya kader berpindah partai atau disebut dengan kutu loncat serta dengan memanfaatkan nama besar seseorang yang dijadikan kader partai dalam hal rekrutmen legislatif. Ini menandakan bahwasanya partai mengalami kemunduran dalam menciptakan kader yang loyal, militan dan radikal. Kejadian ini hampir terjadi disemua partai politik di Indonesia. Penelitian ini memfokuskan pada permasalahan perkaderan Partai Golkar Pematangsiantar yang dapat dirumuskan dalam sebuah rumusan masalah “Bagaimana Pola Kaderisasi Partai Golkar Kotamadya Pematangsiantar?. Tujuan umum penelitian ini diantaranya adalah untuk menggambarkan kondisi internal partai Golkar dalam hal mencetak kader yang memiliki loyalitas yang tinggi, berbakti kepada masyarakat serta mampu membangun regenerasi yang baik.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif. Proses pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara dan studi dokumen. Proses pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan model “Observasi Partisipasi” dimana peneliti merupakan bagian langsung dari internal partai Golkar. Wawancara dilakukan juga kepada alumni partai Golkar.

Berdasarkan data yang dikumpulkan diketahui bahwa Partai Golkar Pematangsiantar melakukan perkaderan dengan pola-pola yang dihasilkan dari keputusan munas yang dikembangkan menjadi kemampuan berpikir partai Golkar Yang melakukan perkaderan berjenjang dari tingkat kelurahan, tingkat kecamatan, tingkat kotamadya/kabupaten, tingkat provinsi sampai tingkat nasional.

Faktor penentu dalam hal perkaderan adanya hubungan kekeluargaan yang mampu mendongkrak seseorang menjadi seorang kader tanpa harus mengikuti pola perkaderan yang telah ditetapkan oleh Partai Golkar. Didalam tubuh partai Golkar Pematangsiantar, faktor religi merupakan faktor utama yang menyebabkan perbedaan sehingga menimbulkan faksi.


(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah, puja dan puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang selalu memberikan rahmat, hidayah dan pertolongan-Nya kepada penulis hingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam juga penulis panjatkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah memberikan suri teladan yang baik bagi umat manusia. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam proses penulisan skripsi ini baik dari awal hingga akhir. Pertama sekali penulis ingin menghaturkan terima kasih yang paling tulus kepada kedua orang tua, ayahanda tercinta Misdi dan terutama ibunda tersayang Suryati yang telah memberikan kasih sayang terbaik di dunia dan pantang menyerah dalam membesarkan, mendidik dan menyekolahkan penulis hingga mampu menulis tulisan ini dalam rangkaian skripsi.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Fikarwin Zuska selaku Kepala Departemen Antropologi FISIP USU, yang telah membuat kebijakan dan pengarahan terbaik kepada seluruh mahasiswa Antropologi dan juga selaku dosen wali yang telah banyak memberikan dorongan semangat dan saran kepada penulis mulai dari awal hingga akhir perkuliahan dan Bapak Drs. Agustrisno, M.SP. selaku Sekretaris Departemen Antropologi FISIP USU, yang juga telah memberikan motivasi kepada seluruh mahasiswa Antropologi. Terima kasih yang sangat besar juga saya sampaikan kepada Bapak Wan Zulkarnain, S.Sos, M.Si., selaku dosen pembimbing penulis sekaligus saudara yang telah memberikan waktu, arahan dan bimbingan, serta motivasi kepada penulis hingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Terima kasih juga kepada segenap Dosen Antropologi FISIP USU yang telah memberikan ilmu terbaik selama masa perkuliahan. Tak lupa pula terima kasih kepada staf administrasi Departemen Antropologi FISIP USU yakni ‘Kak Nur dan ‘Kak Sofie yang banyak membantu dalam penyelesaian administrasi.

Dalam kesempatan ini, penulis juga ingin mengucapkan rasa terima kasih yang besar kepada Abangda Syaiful Amin yang mau berbagi waktu bagi penulis serta meluangkan waktunya mempermudah memberikan data Partai. Terima kasih bang atas saran dan waktu serta sambutan hangat di setiap kesempatan.

Selanjutnya penulis juga ingin mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada Khadijah Hariyati Nst semoga tidak terjadi kesalahan dalam penulisan nama, seseorang yang selama setahun terakhir menjadi lebih dari sekadar teman dan sahabat dalam berbagi kasih, sayang, cinta, dan harapan. Cukup melihatnya tertawa saja penulis sudah bahagia. Dan kepada dua sahabat penulis yang pernah menjadi orang dekat yaitu Bastian Tambunan dan Enggi Bulu. Terakhir kepada semua teman-teman mahasiswa di Departemen Antropologi, terkhusus kepada M. Fajri Pasaribu, Haris Lukman, Rizki Ananda, Enggi, Balok, Thia, Nessya, Agus, wahyu, Adit, terima kasih kawan atas semua waktu, ilmu, dan pengalaman yang telah kita lalui. Kepada teman-teman stambuk 08 yang lain Riko, Junius, Kalvin, Lias, Putri, Harni, Hardi, Sylvia, Santa Simamora, Santa Panjaitan, Sari, Ria,


(6)

Donald, Ramles, Ita, Radinton, Helen, dan semua teman-teman di antropologi yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, terima kasih sebesar-besarnya kepada kalian, semua memori tentang perjalanan hidup kita di kampus tak akan pernah penulis lupakan.

Akhir kata penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Masukan, saran dan perbaikan dari semua pihak sangat dibutuhkan untuk perbaikan ke depan. Oleh karena itu, penulis akan menerima dengan rendah hati segala masukan dan saran yang diberikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan berharga bagi pengembangan disiplin Antropologi. Terima kasih.

Medan, September 2014 Penulis


(7)

RIWAYAT HIDUP

Taupik Azhari, lahir pada tanggal 28 Maret 1988 di Pematangsiantar. Anak ketiga dari Misdi dan Suryati. Riwayat pendidikan penulis, menjalani pendidikan sekolah dasar di SDN 122396 Pematangsiantar (1994-2000). Kemudian melanjutkan pendidikan SLTP di SLTPN 2 Kotamadya Pematangsiantar (2000-2003) dan MAN Pematangsiantar (2003-2006), SUMUT. Terakhir pada tahun 2008, penulis mengikuti pendidikan sarjana (S-1) di Departemen Antropologi FISIP USU. Selama perkuliahan penulis aktif di beberapa organisasi baik intra maupun ekstra kampus. Di antaranya pernah menjadi Anggota INSAN periode 2008-2009, Anggota Biro Kajian Sosial Masyarakat (KSM) HMI FISIP USU periode 2009-2010, dan Wakil Seketaris Umum Bidang Penelitian dan Pengembangan HMI FISIP USU. Penulis juga pernah mengikuti Latihan Kader 1 HMI FISIP USU. Pernah menjabat Kepala Bidang Penelitian Pengembangan di Satuan Mahasiswa Pemuda Pancasila. Diluar, Penulis merupakan Anggota Muda Partai Golongan Karya masih aktif hingga sekarang.

Email yang bisa dihubungi:


(8)

KATA PENGANTAR

Pada saat ini permasalahan pengkaderan partai politik mengalami degradasi yang sangat memprihatinkan, hal ini dapat dilihat dengan mudahnya seorang kader partai dapat berpindah partai. Sekarang ini partai politik tidak mampu mencetak kader yang memiliki sikap loyal terhadap partainya,disamping itu juga ketika momen Pemilu partai berbondong-bondong mencari artis yang memiliki populeritas yang tinggi untuk menaikkan nama partai tersebut. Hal ini terjadi pada semua partai yang ada di Indonesia termasuk Partai Golongan Karya.

Partai Golkar merupakan Partai yang sangat identik dengan zaman Orde baru dimana Golkar merupakan pemenang di semua Pemilu pada zaman Orde baru. Akan tetapi hancurnya rezim Orde baru berdampak signifikan terhadap kemunduran partai golkar hal ini tergambarkan dengan hasil pemilihan umum di tahun 1999-2004.

Dari tahun ketahun partai Golkar mencoba memperbaiki tubuh partai tersebut dengan membangun pengkaderan berbasis masyarakat sampai pada tingkat kelurahan. Partai Golkar memilki struktur berjenjang dari Nasional, Provinsi, Kota/Kabupaten, sampai tingkat Kelurahan. Penelitian skripsi ini mencoba untuk menggambarkan pola pengkaderan yang dilakukan oleh Partai Golkar Pematangsiantar.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat terhadap pengembangan keilmuan Antropologi serta memberikan pengetahuan kepada berbagai pihak yang berkepentingan terutama mahasiswa-mahasiswa Antropologi. Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengaharapkan saran, masukan serta pendapat dari berbagai pihak untuk penyempurnaan tulisan ini ke depan. Atas semua kritik dan saran penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, September 2014 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN……….i

PERNYATAAN ORIGINALITAS……….ii

ABSTRAK ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

RIWAYAT HIDUP ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL………xii

DAFTAR GAMBAR……….xiii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Tinjauan Pustaka ... 15

1.3. Rumusan Masalah ... 28

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 29

1.5. Sistematika Penulisan ... 30

1.6. Metode Penelitian ... 31

1.6.1. Sifat dan Pendekatan Penelitian ... 31

1.6.2. Teknik Pengumpulan Data ... 33

1.6.3. Teknik Analisa Data ... 35

1.7. Pengalaman Peneliti ... 36

BAB II. GAMBARAN UMUM PEMATANGSIANTAR 2.1. Mengenal Kotamadya Pematangsiantar ... 39

2.1.1. Sejarah Kotamadya Pematangsiantar ... 39

2.1.2. Geografis, Administratif dan Kondisi Fisik ... 43

2.1.3. Demografi ... 47

2.1.4. Keuangan dan Perekonomian Daerah ... 50

2.1.5. Tata Ruang Wilayah ... 52

2.1.6. Sosial dan Budaya ... 55

BAB III. PARTAI GOLONGAN KARYA 3.1. Partai Golongan Karya ... 60

3.1.1 Sejarah Partai Golongan Karya ... 60

3.2 Partai Golongan Karya Pematangsiantar ... 85

3.2.1 Sejarah Partai Golongan Karya Pematangsiantar ... 85

3.2.2 Struktur Kepengurusan Partai Golongan Karya ... 89

3.2.3 Internal Partai Golkar Siantar ... 90

3.2.4 Sumber Dana Partai Golkar Pematangsiantar ... 93

3.2.5 Penjaringan Bakal Calon Legislatif partai Golkar ... 96


(10)

BAB IV. POLA KADERISASI PARTAI GOLONGAN KARYA PEMATANGSIANTAR...103

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 119 5.2. Saran ... 123

DAFTAR PUSTAKA ... 125 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Table 1 : Daerah Aliran Sungai (DAS) ... 44

Tabel 2 : Luas Wilayah Per Kecamatan dan Kelurahan ... 45

Tabel 3 : Jumlah Penduduk & KepadatanPenduduk Tahun 2012-2017 ... 48

Tabel 4 : Komposis menurut Etnis Penduduk ... 49

Tabel 5 : Realisasi APBD Tahun 2009-2011 (Jutaan Rupiah) ... 50

Tabel 6 : Ringkasan Anggaran Sanitasi dan Belanja Modal Sanitasi per Penduduk Tahun 2009 -2011 ... 51

Tabel 7 : Hierarkhi Kota, Peran dan Fungsinya ... 53

Table 8 : Jumlah Perguruan Tinggi (PT) Tahun 2010 ... 56


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Lambang Golkar ... 85

Gambar 2 : Faksi Musda ... 92

Gambar 3 : Skema Kerangka Berpikir Mengenai Dana Partai ... 96

Gambar 4 : Karakterdes PG Siantar Di Siantar Marihat ... 110

Gambar 5 : Peresmian Orientasi Fungsionaris ... 112

Gambar 6 : Pelantikan Pengurus POKKAR kelurahan toba dan kelurahn Kristen. ... 114


(13)

ABSTRAK

Taupik Azhari. 2014. Pola Kaderisasi Partai Golongan Karya Kotamadya Pematangsiantar (Studi Etnografi Antropologi Politik tentang Kekuasaan),

Medan. Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 127 halaman, 9 tabel, 7 gambar.

Seiring dengan mudahnya kader berpindah partai atau disebut dengan kutu loncat serta dengan memanfaatkan nama besar seseorang yang dijadikan kader partai dalam hal rekrutmen legislatif. Ini menandakan bahwasanya partai mengalami kemunduran dalam menciptakan kader yang loyal, militan dan radikal. Kejadian ini hampir terjadi disemua partai politik di Indonesia. Penelitian ini memfokuskan pada permasalahan perkaderan Partai Golkar Pematangsiantar yang dapat dirumuskan dalam sebuah rumusan masalah “Bagaimana Pola Kaderisasi Partai Golkar Kotamadya Pematangsiantar?. Tujuan umum penelitian ini diantaranya adalah untuk menggambarkan kondisi internal partai Golkar dalam hal mencetak kader yang memiliki loyalitas yang tinggi, berbakti kepada masyarakat serta mampu membangun regenerasi yang baik.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif. Proses pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara dan studi dokumen. Proses pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan model “Observasi Partisipasi” dimana peneliti merupakan bagian langsung dari internal partai Golkar. Wawancara dilakukan juga kepada alumni partai Golkar.

Berdasarkan data yang dikumpulkan diketahui bahwa Partai Golkar Pematangsiantar melakukan perkaderan dengan pola-pola yang dihasilkan dari keputusan munas yang dikembangkan menjadi kemampuan berpikir partai Golkar Yang melakukan perkaderan berjenjang dari tingkat kelurahan, tingkat kecamatan, tingkat kotamadya/kabupaten, tingkat provinsi sampai tingkat nasional.

Faktor penentu dalam hal perkaderan adanya hubungan kekeluargaan yang mampu mendongkrak seseorang menjadi seorang kader tanpa harus mengikuti pola perkaderan yang telah ditetapkan oleh Partai Golkar. Didalam tubuh partai Golkar Pematangsiantar, faktor religi merupakan faktor utama yang menyebabkan perbedaan sehingga menimbulkan faksi.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Eksistensi partai politik atau parpol di Indonesia sebagai organisasi politik menunjukkan perkembangan yang kian meningkat baik secara kwalitas dan kwantitas. Selaras dengan perkembangannya, parpol memerlukan sistem yang modern sehingga menghasilkan organisasi politik yang bisa survive dan bertahan dikancah perpolitikan nasional yang kini menjadi prioritas baru diberbagai parpol. Demi tercapainya sebuah hasil yang diinginkan untuk memuaskan kebutuhan akan tetap survive dan bertahan tadi, maka berbagai alternatif pun dihalalkan. Orientasi sebuah parpol ke depan adalah menciptakan icon parpol yang populer untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat, sehingga diharapkan kepada masyarakat untuk memilih kader dari parpol tersebut, apabila ada pemilihan legisliatif. Umumnya dijumpai bahwa sebuah parpol kurang memperhatikan kinerja dan kemampuan yang dimiliki seorang kader. Parpol lebih condong mencari kader yang sudah punya nama dan berpengaruh terlebih utama ketimbang kualitasnya. Tentu saja hal ini sah di mata hukum terkait jelas sekali diatur dalam UUD 1945 dalam pasal 28E yang berbunyi: Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Juga Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik pasal 14 poin pertama dan dua menyebutkan bahwa “ Warga negara Indonesia dapat menjadi anggota parpol jika ia sudah atau pernah menikah dan menyetujui AD dan ART”.


(15)

Fenomena sekarang ini banyak jumpai artis-artis yang diusung oleh Parpol menduduki jabatan sebagai pemimpin daerah seperti Dede Yusuf dan Dedi Mizwar. Disamping itu beberapa nama artis seperti Eko Patrio, Angel Lelga menjadi caleg DPR RI dari PPP, Axel anak dari Ayu Azhari akan mewakili PAN, Ridho Irama akan mewakili PKB, Edo Kondoligit mewakili PDIP, Irwansyah dan Jamal Mirdad akan mewakili Gerindra, Vena Melinda masih mewakili Partai Demokrat1

Selain itu, ditemukan juga permasalahan kader parpol yang dengan gampangnya berpindah-pindah partai dalam badan politik nasional istilah ini disebut dengan kutu loncat. Hal ini juga menggambarkan tentang pencitraan buruk bagi parpol ditingkat nasional seperti kader partai Golkar Dr. H. Yuddy Chrisnandi yang dulunya menjabat sebagai Ketua Ormas DPP MKGR, 2005-2010, sekarang telah berpindah ke Partai Hanura dan menjabat sebagai Ketua DPP bidang pemenangan pemilu.

. Jika dicermati secara detail bahwasanya peranan pengkaderan parpol saat ini sudah tidak lagi melahirkan kader-kader yang unggul dan berkompeten, kebanyakan dari parpol merekrut kader secara instan.

2

Ruhut Sitompul dari partai Golkar ke Demokrat, Dede Yusuf dari PAN ke Demokrat, Ali Mochtar Ngabalin dari PBB ke Golkar, Basuki Tjahaja ( ahok ) dari Golkar pindah ke Gerindra.

(akses tanggal 15 november 2013)


(16)

Terjadinya kutu loncat di berbagai partai saat ini baik di parpol Golkar, Demokrat, NasDem, Hanura, PPP dan parpol lainnya menunjukkan lemahnya sistem pengkaderan kepartaian di hampir semua partai politik. Lemahnya sistem perkaderan ini terjadi karena partai yang ada masih mengedepankan kepentingan pribadi dan golongan ketika ada pemilihan umum atau pemilihan ketua partai dalam maraih jabatan kepemimpinan sehingga terbentuk sebuah faksi politik didalamnya. Yang menang akan mengganti seluruh pengurus yang kalah meski yang bersangkutan berpengalaman namun karena berbeda dukungan membuat seluruh komponen harus dirombak demi menghindari konflik yang berakhir pada kudeta.

Orang yang kemudian didepak dalam kepengurusan berada di pinggiran membuat dirinya menjadi tidak punya lagi kewenangan.Dengan kondisi demikian pihak yang terdepak hanya memilih diam karena lemah, melawan karena seimbang atau harus loncat ke partai lainnya. Jika kebetulan partai lain menawarkan posisi strategis maka secara otomatis akan memilih lompat dari pada tinggal dikandang sendiri namun pada akhirnya terkerdilkan sebab tak ada posisi dan kewenangan yang jelas.

Loncat dari partai yang lain merupakan bentuk pertahanan diri dari serangan, kehancuran dan kekalahan. Jika seseorang diserang dan merasa terancam dengan serangan tersebut maka dia akan meninggalkan kondisi itu dengan mencari suasana baru. Pindahnya seseorang ke partai lain juga banyak disesbabkan karena partainya sudah tidak lagi menggembirakan untuk konteks yang lebih besar dari pada hancur maka lebih baik mencari partai baru.


(17)

Fenomena kutu loncat terjadi disebabkan kader- kader di suatu partai tidak memiliki ideologi jelas. Partai tanpa kejelasan ideologi dalam proses pembentukan kader secara otomatis tidak memiliki tanggung jawab kepartaian, tanggung jawab moral sehingga perjuangannya hanya untuk memenangkan kepentingannya. Jika kepentingan di partainya tidak terjawab maka terpaksa memilih partai lainnya.

Proses rekrutmen dan pola kaderisasi partai sangat lemah, hampir semua partai politik tidak memiliki sistem rekrutmen calon legislatif dan para pengurusnya, hanya karena terkenal, artis yang bisa mendulang suara maka seseorang sudah bisa masuk ke dalam partai tersebut padahal kebiasaan seperti ini akan merusak tatanan dan urusan perkaderan dan rekrutmen partai. Partai tidak lagi memiliki standar rekrutmen dalam menggaet kader dengan tetap mengedepankan proses, tidak bisa sekedar seseorang masuk tanpa melalui perkaderan dan tahapan yang jelas.

Perkaderan di suatu partai terjadi secara instan, seseorang bisa masuk menjadi caleg, bupati hanya karena popolaritas, ketokohan dan kedekatan dengan pimpinan partai padahal itu sudah tidak sejalan dengan urusan dasar perkaderan.Perkaderan di suatu partai harus menjadi dasar bahwa semua calon anggota dewan harus melewati fase kepengurusan, fase perjuangan di partai, fase pendidikan di partai agar jika terpilih benar-benar bisa bertanggungjawab ke partai dan bangsa.


(18)

Kutu loncat di partai hanya bisa di atasi jika ada sistem perkaderan di setiap partai dengan menerapkan proses ideologisasi, kemudian di setiap partai harus ada tahapan perkaderan sehingga kader- kadernya terbentuk secara mental dan intelektual untuk bertanggungjawab ke rakyat.

Sehingga para kader-kader yang berpindah ke partai lain tidak menunjukkan sikap loyalitas, militansinya kepada partai sesuai dengan apa yang diungkapakan oleh Niccolò Machiavelli dalam buku the prince Sang Penguasa “menjelaskan bahwasanya manusia bersifat pragmatis dan melakukan tindakan hanya berdasarkan kepentingan saja.”

Partai politik hadir di tengah-tengah masyarakat bertujuan untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan program-program yang disusun berdasarkan ideologi tertentu. Cara yang digunakan oleh suatu partai politik dalam sistem demokrasi untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan ialah ikut serta dalam pemilihan umum.Partai politik agar memperoleh eksistensi dalam sistem politik, partai politik harus bersaing dalam pemilihan umum untuk memperoleh suara dari masyarakat dan mendapat kursi di parlemen.

Rekruitmen politik atau representasi politik memegang peranan penting dalam sistem politik suatu negara. Karena proses ini menentukan orang-orang yang akan menjalankan fungsi-fungsi sistem politik negara itu melalui lembaga-lembaga yang ada. Oleh karena itu, tercapai tidaknya tujuan suatu sistem politik yang baik tergantung pada kualitas rekruitmen politik. Kehadiran suatu partai politik dapat dilihat dari kemampuan partai tersebut melaksanakan fungsinya.


(19)

Salah satu fungsi yang terpenting yang dimiliki partai politik adalah fungsi rekruitmen politik.

Partai Golongan Karya (Partai Golkar), sebelumnya bernama Golongan Karya (Golkar) dan Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar), adalah sebua akhir pemerintahan Preside menandingi pengar perkembangannya, Sekber GOLKAR berubah wujud menjadi Golongan Karya yang menjadi salah satu organisasi peserta Pemilu. Dalam Pemilu 1971, salah satu pesertanya adalah Golongan Karya yang tampil sebagai pemenang sampai dengan tahun 1998.

Setelah pemerintahan Soeharto selesai dan reformasi bergulir, proses demokratisasi di Indonesia pasca orde baru telah menghasilkan desain sistem politik yang sangat berbeda secara signifikan dengan desain yang dianut selama masa orde baru. Reformasi prosedural dan kelembagaan yang walau dilakukan secara bertahap, telah mengubah landasan berpolitik secara sangat radikal, sehingga Akbar Tandjung yang terpilih sebagai ketua umum di era itu kemudian mati-matian mempertahankan partai tersebut. Di bawah kepemimpinan Akbar, Golkar berubah wujud menjadi Partai Golkar. Saat itu Golkar juga mengusung citra sebagai Golkar baru.Upaya Akbar Tandjung tak sia-sia, dia berhasil mempertahankan Golkar dari serangan eksternal dan krisis citra.


(20)

Pada Munas VII Partai Golkar yang dianggap sebagai Munas paling panas dalam sejarah perjalanan Golkar terjadi pertarungan memperebutkan posisi Ketua Umum setidaknya melibatkan tiga kelompok besar, yaitu kelompok struktural, kelompok tradisional dan kelompok saudagar. Kelompok stuktural terdiri dari jajaran pengurus DPP Partai Golkar di bawah kepemimpinan Akbar Tanjung, Kelompok tradisional terdiri dari atas beberapa Ormas pendiri Golkar, khususnya SOKSI dan Kosgoro yang memberikan dukungan kepada Wiranto. Sedangkan kelompok Saudagar, yang diwakili oleh Surya Paloh, kemudian berkoalisi mendukung Jusuf Kalla.Kelompok ini memiliki modal financial yang paling besar dalam menggalang dukungan, selain Surya Paloh dan Jusuf Kalla, beberapa aktor penting pendukung koalisi ini adalah Aburizal Bakrie, Agung Laksono, Muladi, Sri Sultan Hamengkubuwono X, dan Ginanjar Kartasasmitha. Pada Munas ini terpilih Jusuf Kalla menjadi Ketua Umum Partai Golkar.3

1. Perubahan “Tri Sukses” menjadi “Catur Sukses” dengan menempatkan secara khusus program perkaderan sebagai salah satu “sukses” yang harus diraih dalam program “Catur Sukses”. Ini berarti,

Dalam Munas VIII di Pekanbaru, Aburizal Bakrie terpilih sebagai ketua umum menggantikan Jusuf Kalla.

Pada masa kepemimpinan Abu Rizal Bakrie partai Golkar fokus pada masalah kaderisasi sesuai dengan hasil Rapimnas tanggal 17-19 Oktober 2010. Setidaknya, ada tiga indikator keseriusan Partai GOLKAR di bidang kaderisasi :

3


(21)

sukses kaderisasi tidak lagi menjadi subordinasi Sukses Konsolidasi, sebagaimana yang dianut selama ini.

2. Dalam struktur kepengurusan Partai GOLKAR, mulai tingkat pusat hingga desa/kelurahan dan organisasi sayap pemuda dan perempuan, terdapat seorang ketua yang secara khusus membidangi kaderisasi dan keanggotaan.

3. Rapimnas I tahun 2010 telah menetapkan “Tahun 2011 sebagai Tahun Kaderisasi”.4

Refleksi Perkaderan

Pemilu 1999 dengan multi-party system merupakan Pemilu I setelah pemerintahan Orde Baru tumbang tahun 1998. Pelajaran penting dari Pemilu 1999, Partai GOLKAR mengalami proses kristalisasi dan secara alamiah menyeleksi kader – kadernya yang setia dan militan.

Sistem perkaderan Partai GOLKAR dan kekuasaan yang dimiliki selama 30 tahun, ternyata tidak melahirkan kebanggaan bagi kader – kadernya dan gagal melahirkan kader – kader tangguh dengan loyalitas, kemampuan dan daya tahan tinggi menghadapi tekanan dan situasi yang mencekam dan begitu cepat berubah. Jika Partai GOLKAR kehilangan suara lebih dari 300 persen pada Pemilu 1999, merupakan indikasi cukup kuat bahwa sistem apapun yang ada di Partai GOLKAR selama puluhan tahun, tidak mampu mengikat anggota dan kadernya secara kelembagaan dan ideologis.


(22)

Kesalahan sistem perkaderan Partai GOLKAR selama ini karena Partai GOLKAR sangat memanjakan para kadernya dengan materi, jabatan dan kekuasaan. Situasi seperti ini hanya melahirkan kader – kader pragmatis. Jika tidak mendapatkan yang diinginkannya, mereka mencari – cari alasan menyalahkan Partai GOLKAR, bahkan pindah ke partai lain. Hal ini terjadi sampai sekarang, misalnya di sejumlah Pilkada dan pemilu legislatif yang lalu. Selain itu, target perkaderan Partai GOLKAR tidak jelas dan ambigu, pelaksanaannya tidak efektif dan tidak maksimal. Kegiatan perkaderan dianggap sebagai rutinitas-konstitusional. Yang penting sudah dilaksanakan.

Jadi, sistem perkaderan Partai GOLKAR sangat longgar dan lemah, terutama secara ideologis. Ada sejumlah gejala yang bisa menggambarkan lemahnya sistem perkaderan Partai GOLKAR dan inilah wajah perkaderan Partai GOLKAR sesungguhnya :

a. Siklus perkaderan tidak jelas. Kurikulum, silabus dan target out-put perkaderan yang achemestry dengan kebutuhan jangka panjang partai. b. Sistem perkaderan Partai GOLKAR tidak berorientasi pada tujuan (by

obyective), tapi sekedar mengejar target jumlah orang yang ikut perkaderan (by process). Perkaderan yang berorientasi pada proses, sifatnya sangat pragmatis, kuantitatif dan tidak memiliki nilai strategis-ideologis.

c. Keterbatasan sumber daya manusia di bidang perkaderan. Orang – orang yang dilibatkan dalam kegiatan perkaderan (Korbid, LPK,


(23)

instruktur/penceramah) tidak dalam kapasitas dan kompetensi yang tepat.

d. Tidak ada standar keinstrukturan dan standar kualitatif-ideologis bagi instruktur, in-put dan out-put perkaderan Partai GOLKAR.

e. Tidak ada proporsionalitas bagi peserta pendidikan kader. Tiap orang bisa mengikuti perkaderan, tidak perduli di jenjang perkaderan seperti apa dan untuk kualifikasi anggota seperti apa. Acap terjadi, seseorang yang belum pernah ikut Diklat, tiba – tiba mengikuti Diklat Karsinal provinsi bahkan nasional. Yang lebih parah, orang yang baru beberapa saat menjadi anggota Partai GOLKAR dan belum pernah ikut Diklat, tiba tiba menjadi peserta Diklat Instruktur.

f. Tidak maksimalnya peran kelembagaan dalam pengelolaan perkaderan, tidak adanya standar evaluasi, monitoring dan tindaklanjut aktifitas perkaderan, tidak ada konsistensi dalam penugasan kader di jabatan – jabatan politis – strategis, seperti kepala daerah dan anggota legislatif.

g. Tidak ada konsistensi pelaksanaan standar pendayagunaan potensi kader. Banyak anggota yang tidak pernah mengikuti perkaderan, tiba – tiba bisa menjadi pengurus harian di partai dan duduk di legislatif. Yang lebih parah, kemarin terdaftar sebagai pemimpin sebuah partai, tapi hari ini malah menjadi pimpinan di Bidang Pemenangan Pemilu Partai GOLKAR. Terlalu murah harga kualifikasi kader dan jabatan –


(24)

jabatan di Partai GOLKAR bagi orang – orang yang punya duit dan kekuasaan.

h. Materi kegolkaran (mata pelajaran dan waktu yang digunakan) di setiap jenjang dan bentuk perkaderan ternyata porsinya sangat kecil, sementara materi dan waktu yang digunakan tidak sama. Bagi partai sebesar dan setua Partai GOLKAR, dengan porsi mata pelajaran kegolkaran yang sangat minim, sangat tidak relevan dengan situasi dan kebutuhan partai ke depan. Apa yang bisa dieksplor oleh para kader di desa, kecamatan dan kabupaten/kota jika dalam pendidikan mereka hanya mendapat dua sesi kegolkaran selama 90 menit, atau Diklat Karsinal Provinsi yang hanya punya tiga sesi kegolkaran, masing – masing 60 menit (Pedoman Perkaderan 1998 – 2004 dan 2004 – 2009).

Sebagai sebuah Partai nasional, Struktur organisasi Partai Golkar mengikuti struktur pemerintahan yang ada di Indonesia yang memilki tingkatan dari pusat sampai tingkat daerah begitupun dengan partai Golkar juga memilki tingkatan yang sama. Hanya saja pada partai Golkar untuk tingkat pusat disebut dengan Dewan Pimpinan Pusat (DPP), daerah tingkat I atau Propinsi disebut Dewan Piempinan Daerah I (DPD I), daerah tingkat II atau Kabupaten/Kotamadya disebut Dewan Pimpinan Daerah II (DPD II).

Salah satu perwakilan partai Golkar di daerah adalah Dewan Pimpinan Daerah I (DPD I) Partai Golkar Sumatera Utara. DPD I Golkar Sumut menaungi beberapa DPD II Partai Golkar seperti DPD II Partai Golkar Tebing Tinggi, DPD


(25)

II Partai Golkar Pematangsiantar, DPD II Partai Golkar Simalungun dan beberapa daerah tingkat II lainnya.

Partai Golongan Karya Pematangsiantar yang saat ini dipimpin oleh ketua yang bernama Mangatas Silalahi, SE. Sekretaris partai dipegang Syaiful Amin Lubis, ST. Sedangkan Lembaga Pengelola Kaderisasi (LPK) Golkar Pematangsiantar periode 2011-2015, dengan Ketua Marli Suryatama.Partai Golkar di bawah kepemimpinan Mangatas Silalahi lebih memfokuskan pada permasalahan pengkaderan partai. Walaupun partai ini memiliki banyak kader dan juga simpatisan, tidak membuat partai lupa akan fungsi nya yaitu rekruitmen kader partai. Dia juga meminta kepada para pengurus agar tampil baik di tengah-tengah masyarakat, termasuk untuk menjaga citra Partai Golkar. Lanjutnya, dengan revitalisasi itu dapat meningkatkan intensitas pengurus, khususnya pengurus harian.

Dalam harian metro siantar ketua pernah mengucapkan “Saya meminta loyalitas penuh dari seluruh pengurus, karena tanpa kerjasama dan solidaritas yang baik, partai tidak akan menang, begitu juga sebaliknya. Sehingga target 30 persen dapat tercapai pada Pemilu 2014 mendatang. Saya Yakin, para pengurus dapat melahirkan semangat baru dan memupuk rasa kebersamaan,”.5

Mangatas juga berharap, seluruh pengurus DPD II PG Siantar, termasuk pengurus kecamatan, kelurahan, dan organisasi pendukung, seperti SOKSI,


(26)

MKGR, Kosgoro dan sebagainya, termasuk para kader agar melakukan kerjasama yang baik, sehingga dapat bersinergis untuk memaksimalkan kinerja PG dalam rangka pemenangan Pemilu 2014.

“Yang terpenting, seluruh kader PG harus berprilaku simpatik dan santun untuk merebut simpati masyarakat di Kota Pematangsiantar. Termasuk peka terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat,” sebutnya. Mangatas juga yakin dan percaya, PG akan keluar menjadi pemenang pada 2014 di Kota Pematangsiantar. Dalam rapat pleno diperluas tersebut, Sekretaris DPD II Partai Golkar, Syaiful Amin Lubis ST menyampaikan perlunya revitalisasi itu mengingat kepengurusan yang sudah berjalan dua tahun, ada hambatan dalam mengkonsolidasikan pengurus, khususnya para Wakil Ketua, dan pengurus harian.

Menurut Syaiful Amin Lubis ST, Ketua DPD II PG berkeinginan ‘mesin’ PG di Siantar dapat berjalan sesuai dengan hasil Musyawarah Nasional (Munas) beberapa waktu lalu di Pekan Baru, Riau. “PG merupakan partai modern, dengan menerapkan sistem matrik, dimana berfungsinya tugas-tugas wakil ketua yang ada di kepengurusan.Kita berharap, revitalisasi ini menciptakan kepengurusan yang kuat dalam bekerja membantu Ketua DPD II,” ucapnya.

Syaiful menambahkan, ke depan program atau agenda PG akan direferensikan sesuai tugas dan fungsi para wakil ketua. Hal ini sesuai dengan tujuan revitalisasi untuk lebih memberdayakan para wakil ketua. Dalam revitalisasi kepengurusan DPD II PG Pematangsiantar ini, ada sejumlah pengurus


(27)

baru, baik di posisi wakil ketua, wakil sekretaris, wakil bendahara, ketua bagian, dan anggota.6

Akan tetapi dinamika sebuah partai tidaklah semulus dengan prediksi seseorang yang berdiri di dunia impian, harapan dari seorang pemimpin pastilah menjalankan partai dengan kenyamanan bukan dengan segala kekisruhan yang terjadi,seperti Musyawarah Daerah DPD Tingkat II Partai Golkar Kota Pematang Siantar, Sumatera Utara, berlangsung ricuh. Kekesalan itu dilampiaskan dengan membanting kursi di ruangan rapat.Suasana nyaris kisruh sehingga jalannya musda terpaksa dihentikan panitia.7

Kekesalan seorang kader partai tidaklah semestinya dengan membuat kerisuhan dengan membantingkan kursi, tindakan ini bukanlah mencerminkan gambaran seorang kader yang sudah menjalani basic training yang panjang tentunya. Dan sering terjadi keributan ketika masa pencalonan calon legislative dimana kader partai yang loyal dan bertanggung jawab selama beberapa tahun di kesampingkan dan digantikan dengan kader-kader instan seperti terjadi di daerah Simalungun, terjadi konflik antara ketua kecamatan dengan ketua Golkar, dugaan adanya intrik suap dan menyuap sehingga kader Golkar yang pantas dan layak di buang dari bakal calon legislative.

tanggal 15 November 2013)


(28)

Menurutnya, pernyataan tersebut dianggap mencederai Partai Golkar seutuhnya. Sebab selama ini, partai berlambang pohon beringin itu memiliki visi Catur Sukses Golkar, meliputi konsolidasi, kaderisasi untuk mencari simpatisan sebanyak-banyaknya, kekaryaan berbuat untuk daerahnya masing-masing pada kepentingan masyarakat luas dan menyukseskan pemilu 2014.

“Dengan pernyataan Janter yang menginginkan agar saya keluar, merupakan fenomena buruk partai karena visi kaderisasi ini telah gagal.Berarti Janter sudah mencederai Golkar. Soalnya dia meminta saya pindah partai, sementara Golkar, sesuai visinya, ingin terus menambah kader.8

Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan.

Dari persoalan yang di diskripsi oleh Partai Golkar Pematangsiantar, maka permasalahan pengkaderan ini boleh dilakukan penelitian sebagai salah satu syarat untuk menempuh gelar sarjana di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik.

1.2. Tinjauan Pustaka

9

Antropologi adalah bahasa Yunani yang berasal dari kata anthropos dan logos. Anthropos berarti manusia dan logos berarti ilmu. Objek dari antropologi adalah manusia di dalam masyarakat suku bangsa, kebudayaan dan prilakunya. Ilmu pengetahuan antropologi memiliki tujuan untuk

9


(29)

mempelajari manusia dalam bermasyarakat suku bangsa, berperilaku dan berkebudayaan untuk membangun masyarakat itu sendiri.

Antropologi Politik sebagai salah satu spesialis ilmu Antropologi, membahas pendekatan antropologi terhadap gejala-gejala politik dalam kehidupan manusia. Pembahasan meliputi teori-teori mengenai perwujudan politik dalam kehidupan manusia serta sistem politik pada masyarakat sederhana dan modern. Selain itu juga membahas pendekatan antropologi terhadap gejala-gejala politik dalam kehidupan manusia, termasuk yang tidak terkategori sebagai gejala-gejala politik yang berkaitan dengan lembaga-lembaga politik formal/pemerintah dalam masyarakat modern. Dengan demikian, cakupan pembahasan meliputi pula berbagai gejala politik dan organisasi sosial dalam komuniti-komuniti masyarakat perdesaan/non-masyarakat kompleks.

Kaitan antara Ilmu Antropologi dengan ilmu politik yaitu ilmu antropologi memberikan pengertian-pengertian dan teori-teori tentang kedudukan serta peranan satuan-satuan sosial budaya yang lebih kecil dan sederhana. Mula-mula Antropologi lebih banyak memusatkan perhatian pada kehidupan masyarakat dan kebudayaan di desa-desa dan dipedalaman. Namun semenjak Antropologi di kontemporerkan maka semua yang lini kehidupan yang ada aktifitas manusia dapat dikaji oleh ilmu Antropologi.

Ruang lingkup atau batasan yang menjadi "ruang sentuhan" antara disiplin antropologi dan ilmu politik. Pengertian dasar mengenai kedua disiplin ini akan memudahkan perumusan mengenai ruang lingkup antropologi politik.


(30)

Pendekatan-pendekatan antropologi politik melalui pemahaman atas kedua aspek ini, suatu kajian dapat secara subyektif menyatakan diri memakai pendekatan antropologi politik atau secara obyektif ke dalam subdisiplin ini.

Secara tersirat dari istilah yang dipergunakan yaitu antropologi politik, subdisiplin ini menempati wilayah kajian yang menjembatani disiplin antropologi dengan ilmu politik. Ruang jembatan tersebut diisi dengan titik-titik persentuhan dalam teori, konsep maupun metodologi dan pendekatan yang dipergunakan. Dalam hal teori dan konsep, hubungan tersebut dapat berupa "hubungan antara struktur dan masyarakat dengan struktur dan tebaran kekuasaan dalam masyarakat" tersebut. Jadi dapat dikatakan bahwa jika antropologi merupakan kajian atas struktur masyarakat dan pranata sosial, dan ilmu politik secara umum memfokuskan kajiannya dalam aspek kekuasaan, maka kajian antropologi politik berusaha menghubungkan kedua ilmu tersebut menjadi satu wilayah kajian.

Antropologi telah pula berpengaruh dalam bidang metodologi penelitian ilmu politik, salah satu pengaruh yang amat berguna dan terkenal serta kini sering dipakai dalam ilmu politik ialah metode peserta pengamat. Penelitian semacam ini memksa sarjana ilmu politik untuk meniliti gejala-gejala kehidupan sosial “dari dan dalam” masyarakat yang menjadi obyek penelitiannya.

Pembahasan dalam antropologi politik bisa berisi beraneka macam persoalan yang berkaitan dengan deskripsi dan analisa tentang sistem (struktur, proses, dan perwakilan) yang terdapat dalam masyarakat yang dianggap "primitif". Lebih jauh lagi, dapat didefninisikan bahwa antropologi politik


(31)

merupakan pendekatan antropologi dalam mempelajari proses-proses dan struktur-struktur politik yang dilakukan melalui metode kajian kasus yang intensif maupun melalui kajian perbandingan lintas budaya.10

Dalam buku “ Primitive Culture” E.B. Taylor mendefinisikan kebudayaan sebagai hal yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adapt-istiadat, kebiasaan serta kemampuan-kemampuan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Menurut Koentjaningrat (1985) kebudayaan adalah keseluruhan ide-ide, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Definisi lebih singkat terdapat pada pendapat Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi Kebudayaan merupakan tejemahan dari istilah culture dari bahasa Inggris. Kata culture berasa dari bahasa latin colore yang berarti mengolah, mengerjakan, menunjuk pada pengolahan tanah, perawatan dan pengembangan tanaman dan ternak. Upaya untuk mengola dan mengembangkan tanaman dan tanah inilah yang selanjutnya dipahami sebagai culture, sementara itu kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta, buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi. Kata buddhi berarti budi dan akal. Kamus besar Bahasa Indonesia mengartikan kebudayaan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budaya) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat – istiadat.


(32)

(1964), menurut mereka kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.11

1. Sistem Religi.

Bila disimak lebih seksama, definisi Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi lebih menekankan pada aspek hasil material dan kebudayaan. Sementara Koentjaraningrat menekankan dua aspek kebudayaan yaitu abstrak (non material) dan konkret (material). Pada definisi Koentjaraningrat, tampak bahwa kebudayaan merupakan suatu proses hubungan manusia dengan alam dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah. Dalam proses tersebut manusia berusaha mengatasi permasalahan dan tantangan yang ada dihadapannya.

Terlepas dari perbedaan yang ada di antara pendapat di atas.Tampak bahwa belajar merupakan unsur penting dari pengertian kebudayaan.Seperti terlihat pula pada definisi kebudayaan menurut Kroeber (1948). Menurutnya, kebudayaan adalah keseluruhan realisasi gerak, kebiasaan, tata cara, gagasan, dan nilai-nilai yang dipelajari dan diwariskan, serta perilaku yang ditimbulkannya.

Koentjaraningrat(1985)menyebutkan ada tujuh unsur-unsur kebudayaan. Ia menyebutnya sebagai isi pokok kebudayaan. Ketujuh unsur kebudayaan universal tersebut adalah :

2. Sistem Organisasi Masyarakat 3. Sitem Pengetahuan

11


(33)

4. Sistem Mata Pencaharian Hidup dan Sistem – Sistem Ekonomi 5. Sistem Teknologi dan Peralatan

6. Bahasa 7. Kesenian

Dalam kepustakaan antropologi ada beberapa istilah yang digunakan untuk menyebut satu aspek dari kebudayaan yang mengatur penyusunan manusia dalam kelompok-kelompok yang tercakup di dalam masyarakat, Istilah yang dipergunakan oleh banyak ahli antropologi untuk membatasi pengertian tersebut adalah organisasi sosial. Herskovits mengatakan bahwa organisasi sosial itu meliputi lembaga-lembaga yang menetapkan posisi dari laki-laki dan perempuan di dalam masyarakat, dan karenanya melahirkan relasi antar masyarakat. Kategori ini terbagi dalam 2 kelas lembaga-lembaga, yaitu lembaga-lembaga yang timbul dari kekerabatan, lembaga-lembaga yang berkembang dari asosiasi bebas di antara individu-individu.

Struktur kekerabatan meliputi keluarga dan pengembangannya sampai kelompok-kelompok seperti klan. Asosiasi bebas yang tidak dibangun atas dasar kekerabatan meliputi berbagai-bagai bentuk dari pengelompokan berdasarkan sex, umur dan dalam arti yang lebih luas, struktur sosial itu juga meliputi relasi sosial yang mempunyai karakter politik yang berdasarkan atas daerah tempat tinggal dan status, studi mengenai organisasi sosial menurut Herskovits meliputi studi tentang prinsip-prinsip berkelompok berdasarkan kekerabatan dan organisasi politik.


(34)

Ahli antropologi lain yaitu W.H.R. Rivers,dalam Harsojo(1967) melihat organisasi sosial sebagai proses yang menyebabkan individu disosialisasikan dalam kelompok. Ia berpendapat, bahwa dia dapat juga mengganti studi mengenai organisasi sosial menjadi studi tentang social groupings, dan bagian-bagian dari fungsi sosial yang mengiringi pengelompokan itu. Ia mengatakan bahwa ruang lingkup penyelidikan mengenai organisasi sosial meliputi struktur dan fungsi dari pada kelompok. Adapun fungsi tersebut dapat dibagi dalam dua bagian:

1. Fungsi yang berhubungan antara kelompok dengan kelompok dan 2. Fungsi yang bermacam-macam dari pada kelompok sosial itu adalah

pranata-pranata sosial.

Raymond Firth, dalam Harsojo(1967), mengemukakan arti yang khusus bagi konsep organisasi sosial. Dalam bukunya “elements of social organization”, dia mengemukakan bahwa Antropologi sosial menyelidiki “human social process comparatively”. Dengan proses sosial disini dimaksudkan operasi dari kehidupan sosial, cara bagaimana aksi dan existensi dari pada manusia hidup itu mempengaruhi manusia lain yang hidup dalam suau relasi tertentu.

Dalam penyelidikan mengenai relasi sosial apakah istilah ini digunakan dalam rangka pengertian tentang masyarakat, kebudayaan atau community, dapatlah dibedakan antara struktur, fungsi dan organisasinya. Dalam hubungan ini Firth melihat pengertian mengenai struktur sosial itu sebagai pola-pola ideal, sedang organisasi sosial dilihatnya sebagai aktivitas konkrit. Ide tentang organisasi ialah bahwa ada sejumlah orang yang menjalankan suatu pekerjaan


(35)

dengan aksi yang direncanakan bersama. Organisasi adalah satu proses sosial dan pengaturan aksi berturut- turut konform dengan tujuan yang dipilih. Organisasi sosial adalah penyusunan dari relasi sosial yang dilakukan dengan jalan pemilihan dan penetapan.

Menurut Parson(1953): individu mendapatkan akses ke jenjang status peranan yang lebih tinggi karena prestise yang di dapat sangat penting berupa ganjaran materi dan lainnya yang lebih besar. Sekurang-kurangnya dalam masyarakat demokratis persaingan ini relatif terbuka karena orang memiliki kesempatan yang masuk akal untuk melakukan yang terbaik bagi masyarakat. Tatanan yang dibangun secara fungsional untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, serta di tempatkan pada tempatnya secara kompeten dan qualified.12

Menurut Redcliffe Brown organisasi politik adalah organisasi yang melaksanakan aktifitas sosial yang menyangkut penjagaan keteraturan dan stabilitas masyarakat dalam suatu wilayah tertentu, dengan menggunakan kekuasaan dan kalau perlu kekerasan secara absah.13

Partai politik dalam era modern dimaknai sebagai suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuannya adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.

12

Saifuddin,Achmad(2005). Antropologi Kontemporer Cetakan I. Jakarta: Kencana.

13


(36)

Sehingga dapat didefinisikan bahwa tujuan manusia berpolitik adalah mencari kekuasaan yang memiliki pengertian :

a. Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku (Miriam Budiardjo,2002)

b. Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang memengaruhi (Ramlan Surbakti,1992).14

c. Menurut Hume kekuasaan hanyalah kemampuan untuk menimbulkan akibat-akibat terhadap orang atau barang.

d. Menurut MG. Smith kekuasaan sebagai kemampuan untuk bertindak secara efektif terhadap orang atau barang, dengan mempergunakan cara-cara yang berkisar dari bujukan ( persuasi ) sampai kekerasan. e. Menurut Weber kekuasaan adalah kemampuan yang terdapat pada

aktor, didalam konteks hubungan sosial tertentu, memerintah sebagaimana yang dikehendakinya sendiri.15

14

Budiardjo, Miriam (1998); Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta:Gramedia 15


(37)

Dilihat dari pengertian tersebut, ada beberapa unsur penting yang ada dalam partai politik, yaitu: orang-orang, ikatan antara mereka hingga terorganisir menjadi satu kesatuan, serta orientasi, nilai, cita-cita, tujuan dan kebijaksanaan yang sama.

Beberapa pengertian partai politik menurut ahli Partai politik adalah sarana politik yang menjembatani elit-elit politik dalam upaya mencapai kekuasaan politik dalam suatu negara yang bercirikan mandiri dalam hal finansial, memiliki platform atau haluan politik tersendiri, mengusung kepentingan-kepentingan kelompok dalam urusan politik, dan turut menyumbang political development

sebagai suprastruktur politik.

Dalam rangka memahami Partai Politik sebagai salah satu komponen Infra Struktur Politik dalam negara, berikut beberapa pengertian mengenai Partai Politik, menurut beberapa ahli :

1. Carl J. Friedrich: Partai Politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasan pemerintah bagi pemimpin Partainya, dan berdasarkan penguasan ini memberikan kepada anggota Partainya kemanfaatan yang bersifat ideal maupun materil.

2. R.H. Soltou: Partai Politik adalah sekelompok warga negara yang sedikit banyaknya terorganisir, yang bertindak sebagai satukesatuan politik, yang dengan memanfaatkan kekuasan memilih, bertujuan menguasai pemerintah dan melaksanakan kebijakan umum mereka.


(38)

3. Sigmund Neumann: Partai Politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis Politik yang berusaha untuk menguasai kekuasan pemerintah serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan melawan golongan-golongan lain yang tidak sepaham.

4. Miriam Budiardjo: Partai Politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama dengan tujuan memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya), dengan cara konstitusional guna melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.

5. Georges Balandier: Partai Politik adalah alat utama modernisasi, karena sifatnya sebagai inisiatif elit modernis, karena organisasinya yang memberikan kontak lebih erat dengan komunitas ketimbang yang di milki oleh negara.16

Adapun beberapa fungsi partai Poltik adalah :

1. Partai sebagai sarana komunikasi politik. Partai menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat. Partai melakukan penggabungan kepentingan masyarakat (interest aggregation) dan merumuskan kepentingan tersebut dalam bentuk yang teratur (interest articulation). Rumusan ini dibuat sebagai koreksi terhadap kebijakan penguasa atau usulan kebijakan yang disampaikan kepada penguasa untuk dijadikan kebijakan umum yang diterapkan pada masyarakat.

16


(39)

2. Partai sebagai sarana sosialisasi politik. Partai memberikan sikap, pandangan, pendapat, dan orientasi terhadap fenomena (kejadian, peristiwa dan kebijakan) politik yang terjadi di tengah masyarakat. Sosialisi politik mencakup juga proses menyampaikan norma-norma dan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya. Bahkan, partai politik berusaha menciptakan image (citra) bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum.

3. Partai politik sebagai sarana rekrutmen politik. Partai politik berfungsi mencari dan mengajak orang untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai.

4. Partai politik sebagai sarana pengatur konflik. Di tengah masyarakat terjadi berbagai perbedaan pendapat, partai politik berupaya untuk mengatasinya. Namun, semestinya hal ini dilakukan bukan untuk kepentingan pribadi atau partai itu sendiri melainkan untuk kepentingan umum.

Pada penelitian ini akan membahas tentang pola kaderisasi partai golkar sehingga sebelum kita membahas terlalu jauh alangkah lebih baiknya kita paham dalam pengertian pola.

Pola adalah bentuk atau model (atau, lebih abstrak, suatu set peraturan) yang bisa dipakai untuk membuat atau untuk menghasilkan suatu atau bagian dari sesuatu, khususnya jika sesuatu yang ditimbulkan cukup mempunyai suatu yang


(40)

sejenis untuk pola dasar yang dapat ditunjukkan atau terlihat, yang mana sesuatu itu dikatakan memamerkan pola.17

Menurut AS. Hornby (dalam kamusnya Oxford Advanced Learner’s Dictionary) dikatakan bahwa “Cadre is small group of people who are specially

chosen and tarined a particular purpose“. Jadi pengertian kader adalah

“Sekelompok orang yang terorganisir secara terus menerus dan akan menjadi tulang punggung bagi kelompok yang lebih besar“. Hal ini dapat dijelaskan, Pertama, seorang kader bergerak dan terbentuk dalam organisasi, mengenal aturan-aturan permainan organisasi dan tidak bermain sendiri sesuai dengan selera pribadi. Kedua, seorang kader mempunyai komitmen yang terus menerus (permanen), tidak mengenal semangat musiman, tapi utuh dan istiqomah (konsisten) dalam memperjuangkan dan melaksanakan kebenaran. Ketiga, seorang kader memiliki bobot dan kualitas sebagai tulang punggung atau kerangka yang mampu menyangga kesatuan komunitas manusia yang lebih besar. Jadi fokus penekanan kaderisasi adalah aspek kualitas. Keempat, seorang keder memiliki visi

Partai politik memiliki wadah bagi orang-orang untuk berproses dan belajar sehingga rekruitmen politik inilah yang akan melahirkan kader-kader partai politik tersebut.

17


(41)

dan perhatian yang serius dalam merespon dinamika sosial lingkungannya dan mampu melakukan ” social engineering”.18

1. Bagaimanakah pola kaderisasi di Partai Golkar khususnya di daerah Kotamadya Pematangsiantar ?

Di Indonesia banyak sekali partai-partai yang berkembang pada zaman sekarang. Partai-partai lama yang bertahan sampai sekarang adalah Partai Golkar, Partai PDI-P, Partai PPP. Yang menjadi sorotan dari peneliti adalah Partai Golkar terutama dalam hal kaderisasinya.

1.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penelitian ini adalah penelitian yang berfokus pada kaderisasi Partai Golongan Karya yang terjadi di Kotamadya Pematangsiantar.Mengingat kajian ini menggunakan pendekatan struktural sebagai salah satu ciri khas antropologi dalam menggambarkan objek studinya, maka gambaran penilitian tentang Partai Golkar ini akan tergambar dalam serangkaian pertanyaan penelitian yang mencakup:

2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi proses kaderisasi partai Golkar di daerah Pematangsiantar ?

3. Faktor apakah yang paling dominan dalam mempengaruhi proses pencalonan kader menjadi calon anggota legislatif ?

18

http://www.marxists.org/indonesia/archive/guevara/1962-Kader.htm (diakses pada tanggal 10 desember 2013)


(42)

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Setiap penelitian tentunya memiliki tujuan dan manfaat yang sangat penting, karena melalui tujuan dan manfaat itulah, maka suatu penelitian dapat di mengerti dan di pahami. Tujuan dari penelitian ini salah satunya adalah untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan kuliah S1 pada Departemen Antropologi FISIP USU. Kemudian penelitian ini juga bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana pola pengkaderan yang dilakukan oleh DPD II Partai Golkar Pematangsiantar.

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah dan mengembangkan wawasan keilmuan khususnya Antropologi. Kemudian penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam proses pengkaderan suatu partai politik. Secara lebih rinci, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaaat untuk para mahasiswa agar dapat mengetahui pola pengkaderan suatu partai khususnya Partai Golkar di Pematangsiantar sehingga para mahasiswa dapat menggunakan pengetahuan tersebut untuk berpartisipasi dalam dunia politik. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi partai golkar pematangsiantar sebagai referensi dalam memperbaiki mekanisme pola pengkaderan.


(43)

1.5. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun dalam lima bab. Bab pertama adalah pembahasan mengenai latar belakang masalah dari penelitian ini. Kemudian tinjauan pustaka yang berisi teori dan konsep yang mendukung penelitian ini. Selanjutnya pembahasan rumusan masalah yang disusul dengan tujuan dan manfaat dari penelitian ini. Dua bagian terakhir adalah pembahasan mengenai sistematika penulisan dan metode penelitian yang berisi tentang pengalaman penelitian.

Pada bab kedua berisi hal-hal yang menyangkut kondisi umum Kota Pematangsiantar dan sejarah partai golkar baik secara umum maupun secara kedaerahan.

Pada bab ketiga berisi tentang pembahasan polakaderisasi DPD II partai Golkar pematangsiantar.

Pada bab keempat akan dibahas hal-hal mengenai pola partai golkar di ranah pengkaderan sehingga menghasilkan kader-kader yang berkarakter serta menghasilkan kader-kader yang di bangun untuk dijadikan seseorang menjadi pemimpin yang akan merebut posisi-posisi di pemerintahan.

Selain itu bab ini juga berisi tentang politik uang yang dilakukan anggota-anggota partai Golkar dalam hal politik untuk mengambil posisi pemerintahan tersebut.

Bab terakhir atau bab kelima berisi tentang kesimpulan yang bisa diambil dari bab-bab sebelumnya mengenai pola pengkaderan yang terjadi di tubuh partai Golkar Kotamadya Pematangsiantar. Bab ini juga berisi saran-saran yang


(44)

diperlukan dan diharapkan bisa menjadi masukan bagi para pihak yang berkepentingan terhadap penulisan skripsi ini.

1.6. Metode Penelitian

1.6.1. Sifat dan Pendekatan Penelitian

Penelitian adalah suatu tindakan seseorang yang dilakukan sistematis dan mengikuti aturan-aturan metodologi, misalnya: observasi, dikontrol dan berdasarkan pada teori yang dapat diperkuat dengan gejala yang ada.

Penelitian yang akan dilakukan ini tentunya mempunyai metode yang akan digunakan. Metode penelitian adalah cara-cara dan prosedur yang dilakukan untuk mengumpulkan data secara bertanggung-jawab sesuai dengan masalah yang diteliti dan disiplin ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Menurut Gunnar Myrdal: “etos ilmu pengetahuan sosial adalah mencari kebenaran ‘objektif’.

Penelitian ini bersifat deksriptif dengan menggunakan metode kualitatif untuk menggambarkan bagaimana pola pengkaderan yang dilakukan oleh Partai Golkar di Pematangsiantar. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat, penelitian yang bersifat deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan frekuensi atau penyebaran suatu gejala hubungan tertentu antar suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.

Dalam penelitian ini, tentunya akan bersifat etnografi pula, karena untuk mendeskripsikan fenomena di lapangan, pastinya banyak hal yang dapat harus dipahami dalam proses mendeskripsikannya. Etnografi merupakan pekerjaan


(45)

mendeskripsikan suatu kebudayaan.Tujuan utama aktifitas ini adalah memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandang penduduk asli.Sebagaimana dikemukakakn oleh Malinowski, tujuan etnografi adalah memahami sudut pandang penduduk asli, hubungannya dengan kehidupan, untuk mendapatkan pandangannya mengenai dunianya. Oleh karena itu, penelitian etnografi melibatkan aktifitas belajar mengenai dunia orang yang telah belajar melihat, mendengar, berbicara, berfikir, dan bertindak dengan cara yang berbeda. Tidak hanya mempelajari masyarakat, etnografi berarti lebih daripada belajar dari masyarakat.

Di dalam penelitian ini, ada 2 jenis data yang digunakan yaitu data primer dan data skunder.Data primer adalah data yang diperoleh dari lapangan melalui observasi dan juga melalui wawancara. Sedangkan pada data sekunder, hanyalah sebagai pelengkap untuk melengkapi data primer yaitu data yang diperoleh dari karangan-karangan ilimiah ataupun dokumen-dokumen yang berasal dari media massa internet, data dari pemerintahan, partai politik dan sebagainya.

Penelitian ini juga menggunakan pendekatan struktural yang memiliki arti suatu metode atau cara pencarian terhadap suatu fakta yang sasarannya tidak hanya ditujukan kepada salah satu unsur sebagai individu yang berdiri sendiri di luar kesatuannya, melainkan ditujukan pula kepada hubungan antar unsurnya. Struktural merupakan keseluruhan yang bulat, yaitu bagian-bagian yang membentuknya tidak dapat berdiri sendiri di luar struktural itu.


(46)

1.6.2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini diperlukan data yang valid dan objektif sehingga dibutuhkan suatu teknik pengumpulan data yang tepat. Pada kesempatan ini peneliti menggunakan kombinasi tiga teknik pengumpulan data, yaitu :

a. Observasi Partisipasi

Observasi merupakan suatu teknik pengumpulan data melalui pengamatan terhadap gejala yang terjadi pada objek yang diteliti. Panca indera manusia adalah alat utama yang digunakan untuk menangkap segala gejala yang diamati. Hasil dari gejala yang ditangkap oleh panca indera tersebut dapat dicatat untuk kemudian dianalisis oleh peneliti untuk menjawab masalah penelitian. Tujuan utama pengamatan adalah untuk mencatatkan atau mendeskripsikan prilaku objek serta memahaminya dan akhirnya menjadi sebuah kesimpulan awal.Informasi dan data pada penelitian ini salah satunya didapat dari observasi partisipasi yang dilakukan untuk melihat secara langsung proses dinamika Partai Golkar, Tidak hanya itu selama proses pengumpulan data melalui observasi, saya juga terlibat dan ikut serta dengan aktivitas partai. Secara operasional teknik pengumpulan data yang berupa observasi partisipasi tidaklah bisa dipisahkan dengan teknik pengumpulan data yang berupa wawancara mendalam.

b. Wawancara Mendalam

Didalam penelitian ini, peneliti akan mencoba mengumpulkan data melalui teknik wawancara. Wawancara ataupun interview adalah suatu percakapan yang memiliki pertanyaan yang sudah terstruktur (formal) dan dengan maksud tertentu antara pewawancara atau yang sering disebut dengan interviewer dengan informan


(47)

yaitu orang yang memberikan jawaban atas pertanyaan yang diberikan. Wawancara yang akan dilakukan yakni melakukan Tanya jawab secara langsung dan terbuka dengan individu ataupun kelompok yang akan diteliti.

Tujuan melakukan wawancara dalam penelitian adalah guna mendapatkan keterangan secara lisan dari informan atau sering juga disebut dengan responden.Responden adalah seseorang yang diwawancarai dan diharapkan memberikan respon atas pertanyaan terstruktur yang diajukan. Sedangkan informan adalah seseorang yang diwawancarai dan diharapkan memberikan keterangan ataupun informasi mengenai hal-hal yang ingin diketahui oleh si peneliti. Ada beberapa tipe informan seperti informan pangkal, informan kunci, dan juga informan biasa. Dalam penelitian antropologi, biasanya menggunakan istilah informan ini kepada orang-orang yang memberikan keterangan ataupun informasi.

Wawancara yang dilakukan peneliti nantinya dilakukan melalui percakapan-percakapan biasa dan sederhana. Meskipun percakapan biasa yang dilakukan, peneliti tetap mengarahkan percakapan pada fokus pertanyaan penelitian. Teknik wawancara ini dilakukan agar komunikasi antara subjek peneliti dengan peneliti diharapkan agar tidak membuat subjek peneliti itu merasa bosan. Selain itu, teknik ini dilakukan bertujuan untuk memperkuat data yang sebelumnya didapat dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti.19

19


(48)

Dalam penelitian ini nantinya peneliti akan menggunakan beberapa alat pendukung guna mengumpulkan data. Selain pedoman wawancara, yang mana peneliti juga akan menggunakan alat perekam serta kamera digital untuk mempermudah saat mengumpulkan data. Penggunaan alat ini bertujuan untuk mencegah tidak terangkumnya data sewaktu melakukan wawancara, yang disebabkan oleh kurang jelasnya informasi yang ditangkap oleh panca indera.

c. Studi Pustaka

Studi pustaka merupakan teknik mengumpulkan data-data tertulis yang berkaitan dengan maslah penelitian. Yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, prasasti, buku, agenda, majalah, dan sebagainya.

1.6.3. Teknik Analisa Data

Untuk menjawab rumusan masalah dipergunakan analisis data deskriptif dengan pendekatan etnografis. Pada dasarnya seluruh analisis melibatkan suatu cara berfikir yang berujung pada pengujian sistematis terhadap sesuatu untuk menentukan bagian-bagianya, serta hubungan bagian-bagian itu dengan keseluruhannya. Data yang diperoleh dalam proses penggalian data dianalisis secara kualitatif. Ini artinya setiap perkembangan data diperoleh ditampilkan dalam laporan penelitian menurut kronologis waktu secara naratif. Dengan model ini, maka kegiatan analisis data sudah mulai dilakukan pada saat–saat awal pengumpulan data lapangan.

Data yang sudah dikumpulkan diatur secara berurutan, diorganisasikan ke dalam satu pola, atau dikatagorikan dan diuraikan ke dalam satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema budaya dan dapat dirumuskan dalam narasi yang


(49)

menjelaskan fenomena yang dikaji. Selanjutnya, data yang sudah diperoleh tersebut dikonfirmasi menurut validitas, sumber dan temanya yang kemudian diinterpretasikan. Pengkonfirmasikan data dimaksudkan untuk menentukan data-data yang dirasa kurang valid terhadap hal demikian data-data tersebut akan direduksikan. Sedangkan keseluruhan data yang dimiliki akan diinterpretasikan dan dinarasikan sebaik mungkin, dengan harapan dapat memahami dengan sebaik-baiknya data yang diperoleh, sehingga pada gilirannya dapat menjawab permasalahan tentang kaderisasi partai politik Golongan Karya.

1.7. Pengalaman Peneliti

Ketika pertama kali mengajukan judul skripsi saya tertarik dengan penelitian tentang partai Golkar Pematangsiantar bertepatan saya juga merupakan anggota muda partai Golkar. Pada awal mengajukan judul menghadap Ketua Departemen Antropologi FISIP USU, saya mendapatkan banyak pertanyaan tentang referensi buku baik Antropologi Politik maupun dasar pemikiran Machiovelli dalam bukunya I’ll Priciple sehingga judul saya pun diterima untuk dijadikan skripsi dan beliau menyarankan dalam mengerjakan skripsi tunjukkanlah dirimu sebagai mahasiswa Antropologi bukan Mahasiswa Politik karena kajian ini sebagian besar dilakukan oleh Mahasiswa Politik. Inilah saran Ketua Departemen Antropologi yang selalu saya ingat dan dalam penelitian ini bukan semata hanya mencari data saja akantetapi dapat menunjukkan pendekatan antropolog dalam mengkaji partai politik dengan pemahaman simbol atau dari sudut pandang berbeda dari yang biasanya. Pada saat penentuan siapa yang


(50)

menjadi dosen pembimbing, saya memilih beliau untuk menjadi dosen pembimbing skripsi saya. Karena beliau banyak membimbing skripsi maka saya diajukan ke bu Emmi untuk menjadi doping saya. Ketika diawal mengantarkan surat saya melihat kondisi Bu Emmi yang sangat memprihatinkan tetapi beliau masih memilki semangat untuk membimbing saya. Dan akhirnya pembimbing saya pun ditukar dengan Bapak Wan Zulkarnaen.

Sebenarnya penelitian saya mengenai Partai Golkar bukanlah hal yang susah mendapatkan informasinya, hal ini disebabkan koordinasi antara AMPG dengan Golkar sangatlah baik selain itu banyak informasi diberikan Sekjen Golkar sehingga menambah wawasan dan pengetahuan saya tentang berpartai.

Selain daripada itu banyak tetangga saya yang juga berperan aktif di partai tersebut sehingga hal ini tidaklah sulit dalam mendapatkan informasi yang saya ingin dapatkan, sebenarnya kendala dalam pengerjaan skripsi ini terletak di saya, karena saya baru menyadari pengerjaan skripsi haruslah dilakukan dengan focus sehingga konsentrasi tidak terpecah. Dalam kajian ilmu antropologi, memang seorang peneliti diarahkan untuk memiliki rapport yang baik dengan para informan dalam melakukan penelitian.Ketika bertanya masalah kaderisasi saya tinggal bertanya kepada Kabid Pembinaan Anggota atau Kaderisasi.

Banyak perbedaan antara melakukan penelitian ke masyarakat umum dengan Orang-Orang yang ada di Partai, hal ini karena di Partai, struktur organisasi menjadikan seseorang itu memilki kekuasaan dan kewenangan dalam hal proses berpartai. Selamat untuk ketua Golkar Bapak Mangatas Silalahi karena beliau terpilih menjadi anggota DPRD II Pematangsiantar. Berbicara mengenai


(51)

orang-orang di partai ini sangatlah ramah dan sangat baik dalam proses penulisan skripsi saya ini.


(52)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1. Mengenal Kotamadya Pematangsiantar 2.1.1. Sejarah Kota Pematangsiantar

Kota Pematangsiantar yang kini menjadi daerah asal yang ditakuti di Indonesia ini, ternyata menyimpan banyak cerita. Kota yang telah dibangun jauh hari sebelum Belanda datang ini, dulunya berbentuk kerajaan, yakni Kerajaan Siantar, yang dipimpin oleh dinasti Damanik, dengan Raja Sangnaualuh sebagai pewaris terakhirnya. Berkedudukan di pulau Holing, kerajaan ini terbagi atas beberapa daerah yang kelaka akan menjadi daerah hukum.

1. Pulau Holing, pusat dari kerajaan Siantar, kelak berubah menjadi Kampung Pematang.

2. Siantar Bayu yang kemudian berubah menjadi Kampung Pusat Kota. 3. Suhi Kahean dibagi menjadi beberapa daerah hukum, yaitu Kampung

Sipinggol-pinggol, Kampung Melayu, Martoba, Sukadame dan Bane. 4. Suhi Bah Bosar juga menjadi daerah hukum yang terbilang luas, yaitu

Kampung Kristen, Karo, Tomuan, Pantoan, Toba dan Martimbang.

Hingga saat ini, yang menjadi persoalan adalah masalah penetapan hari lahi lahir Raja Sangnawaluh sebagai hari jadi Siantar, namun bila dikritisi lagi, Siantar telah ada jauh hari sebelum Raja terakhir Siantar tersebut lahir. Bahkan, Siantar


(53)

telah tergabung di Kerajaan Maropat yang berdiri pada abad 13 Masehi, dan Raja Sangnawaluh adalah Raja Ketujuh Siantar yang kemudian menandatangani Perjanjian Pendek dengan Belanda yang berbuntut pada penguasaan Belanda atas Siantar. Hingga kini, Hari Jadi Siantar diperingati setiap 24 April, terhitung sejak tahun 1871.

Pematangsiantar telah berulangkali berganti bentuk, dalam artian, beberapa kali mengalami penggantian form. Pada tahun 1907, sejak controleur Belanda dipindahkan ke Siantar dari Perdagangan, Siantar ramai dikunjungi oleh pendatang baru, termasuk orang Cina, yang mendiami Kampung Melayu dan Timbang Galung. Warga Siantar harus berbangga hati, sebab ternyata, sejak 1917, kerajaan ini telah diberikan hak otonom dan mempunyai Dewan, dan berubah menjadi Geemente. Namun kedatangan Jepang ke Siantar, kemudian menghapuskan system Dewan dan mengganti menjadi Siantar Estate. Pasca kemerdekaan, Siantar berubah menjadi Kota Kabupaten Simalungun yang dipimpin rangkap oleh bupati Simalungun.

Berdasarkan UU No.1/ 1957 berubah menjadi Kota Praja Penuh dan dengan keluarnya Undang-undang No.18/ 1965 berubah menjadi Kota, dan dengan keluarnya Undang-undang No. 5/ 1974 tentang-Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah berubah menjadi Kota Daerah Tingkat II Pematangsiantar sampai sekarang.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.35 Tahun 1981 Kota Daerah Tingkat II Pematangsiantar terbagi atas empat wilayah kecamatan yang terdiri atas


(54)

29 Desa/Kelurahan dengan luas wilayah 12,48 km² yang peresmiannya dilaksanakan oleh Gubernur Sumatera Utara pada tanggal 17 Maret 1982.

Kecamatan-kecamatan tersebut yaitu:

• Kecamatan Siantar Barat

• Kecamatan Siantar Timur

• Kecamatan Siantar Utara

• Kecamatan Siantar Selatan

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 15 tahun 1986 tanggal 10 Maret 1986 Kota Daerah Tingkat II Pematangsiantar diperluas menjadi 6 wilayah kecamatan, dimana 9 desa/Kelurahan dari wilayah Kabupaten Simalungun masuk menjadi wilayah Kota Pematangsiantar, sehingga Kota Pematangsiantar terdiri dari 38 desa/kelurahan dengan luas wilayah menjadi 70,230 km²

Kecamatan-kecamatan tersebut yaitu:

• Kecamatan Siantar Barat

• Kecamatan Siantar Timur

• Kecamatan Siantar Utara

• Kecamatan Siantar Selatan

• Kecamatan Siantar Marihat


(55)

Selanjutnya, pada tanggal 23 Mei 1994, dikeluarkan kesepakatan bersama Penyesuaian Batas Wilayah Administrasi antara Kota Pematangsiantar dan Kabupaten Simalungun. Adapun hasil kesepakatan tersebut adalah wilayah Kota Pematangsiantar menjadi seluas 79,9706 km². Pada tahun 2007, diterbitkan 5 Peraturan Daerah tentang pemekaran wilayah administrasi Kota Pematangsiantar yaitu:

 Peraturan Daerah No.3 tahun 2007 tentang Pembentukan Kecamatan Siantar Sitalasari

 Peraturan Daerah No.6 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kecamatan Siantar Marimbun

 Peraturan Daerah No.7 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kelurahan Bah Sorma

 Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kelurahan Tanjung Tongah, Nagapitu dan Tanjung Pinggir

 Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007 tetang Pembentukan Kelurahan Parhorasan Nauli, Sukamakmur, Marihat Jaya, Tong Marimbun, Mekar Nauli dan Nagahuta Timur

Dibangun secara klasik, Siantar, dilihat secara rumus secara geografis, menurut walikota Hulman Sitorus, terbilang sulit untuk membangun industri. Namun, hal ini tidak membatasi kota tua ini untuk berkembang dan maju. Kota terbesar kedua setelah Medan di Sumatera Utara ini, memiliki letak strategis, yaitu


(56)

menjadi transit wisata –untuk mencapai Danau Toba, maka dari Medan harus melalui kota ini.

Ditinjau dari kenyamanan, kota ini terbilang cukup aman, nyaman dan tertib, melihat masyarakat yang berasal dari berbagai lapisan social dan agama, namun hidup berdampingan dalam damai. Agaknya kerukunan ini sudah diwarisi sejak kota ini masih berbentuk kerajaan, mengingat bahwa Raja Sangnawaluh adalah sosok yang menghargai pluralisme, dan beliau tersebut adalah seorang Muslim pula.

Kota yang dibangun secara klasik ini, kini telah menjelma menjadi kota yang memiliki banyak kemajuan, yang dipengaruhi oleh populasi yang terdapat di dalamnya yang kian bertambah. Kini, kota mempersiapkan seabrek perbaikan di berbagai struktur, demi kemajuan kota.

2.1.2. Geografis, Administratif dan Kondisi Fisik

Kota Pematangsiantar secara geografis berada di bagian tengah Sumatera Utara, terletak pada garis 2° 53’ 20” Lintang Utara (LU) dan 99° 1’ 00” - 99° 6’ 35” Bujur Timur (BT) pada peta bumi. (Peta orientasi Kota Pematangsiantar dapat dilihat pada Peta 2.1.2). Kondisi topografi dan morfologi (kelerengan) yang ada di Kota Pematangsiantar hanya terdiri dari 2 morfologi yaitu datar dan landai sehingga dapat dikatakan relatif datar secara keseluruhan. Curah hujan rata-rata Kota Pematangsiantar pada tahun 2010 sebesar 269,08 mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 173 hari per tahun.


(57)

Berdasarkan kondisi eksisting Kota Pematangsiantar, Wilayah Kota Pematangsiantar dialiri oleh banyak sungai yang merupakan sumber air bagi penduduk untuk memenuhi kehidupan sehari-hari, seperti sumber air baku, irigasi pertanian, MCK maupun kebutuhan lainnya. Pola aliran sungai di wilayah Kota Pematangsiantar pada umumnya didominasi oleh pola aliran dendritik. Namun demikian, pada beberapa bagian, terutama di bagian selatan wilayah ini tampak pola aliran trelis. Pola aliran ini pada umumnya dikontrol oleh struktur geologi di samping jenis batuan dan topografi permukaan di daerah aliran.

Tabel 1 Daerah Aliran Sungai (DAS)

No Nama Sungai Kecamatan Klasifikasi Lintasan

1 Bah Bolon seluruh

wilayah Kota Besar Seluruh Kecamatan

2 Bah Kapul Siantar

Sitalasari Besar

Kec. Siantar Sitalasari dan Kec.Martoba

3 Bah Sibarang-barang

Siantar

Marimbun Besar

Kec.Siantar Selatan, Kec.Siantar Marimbun

4 Bah

Sigulang-gulang Siantar Utara Besar

Kec.Siantar Martoba, Kec. Siantar Utara, Kec. Siantar Siantar Barat

Sumber : RTRW Kota Pematangsiantar Tahun 2012-2032

Selain adanya sungai, di dalam suatu wilayah juga terdapat DAS (Daerah Aliran Sungai) ataupun WAS (Wilayah Aliran Sungai). DAS (Daerah Aliran Sungai) yang terdapat di Kota Pematangsiantar adalah DAS Bah Bolon. DAS (Daerah Aliran Sungai) ini pada dasarnya tidak hanya terdapat atau melalui Kota Pematangsiantar karena DAS (Daerah Aliran Sungai) ini terdiri dari beberapa


(58)

sungai yang terdapat di beberapa wilayah kabupaten di Sumatera Utara, yaitu Sungai Kuala Tanjung, Sungai Suka, Sungai Kiri, dan Sungai Bah Bolon.

Secara Administratif, Kota Pematangsiantar terletak di bagian tengah Propinsi Sumatera Utara dan dikelilingi Wilayah Kabupaten Simalungun. Kota Pematangsiantar terbagi atas 8 kecamatan dan 53 kelurahan dimana pusat pemerintahan terletak di Kecamatan Proklamasi. Luas wilayah administrasi Kota Pematangsiantar adalah 79,971 km2, yang terdiri dari 344RW dan 1.033RT. KecamatanSitalasari merupakan kecamatan terluas dengan luas sekitar 22,723 km2 atau sekitar 28,41 % luas Kota Pematangsiantar.

Tabel 2 Luas Wilayah Per Kecamatan dan Kelurahan

No Kecamatan

Luas (Km²) Kelurahan Luas (Km²) Persentase (%)

1 Siantar Marihat 7,825

1. Sukamaju 20,30

9,78 2. Pardamean 8,10

3. Sukaraja 171,00 4. BP. Nauli 233,52 5. Suka Makmur 36,70 6. Parhorasan Nauli 30,40 7. Mekar Nauli 282,48

2

Siantar Marimbun 18,006

1. Simarimbun 612,04

22,52 2. Nagahuta 259,60

3. Pematang

Marihat 162,80


(59)

5. Nagahuta Timur 147,40 6. Marihat Jaya 239,00

3 Siantar Selatan 2,020

1. Aek Nauli 27,00

2,53 2. Martimbang 49,50

3. Kristen 37,50

4. Toba 28,00

5. Karo 33,50

6. Simalungun 26,50

4 Siantar Barat 3,205

1. Sipinggol-pinggol 37,00

4,01

2. Teladan 36,00

3. Dwikora 25,50

4. Proklamasi 38,50 5. Timbang Galung 37,50 6. Simarito 42,00

7. Banjar 36,00

8. Bantan 68,00

5 Siantar Utara 3,650

1. Martoba 32,00

4,56

2. Melayu 37,00

3. Baru 25,00

4. Sukadame 51,00

5. Bane 117,00

6. Sigulang-Gulang 58,00

7. Kahean 45,00

6 Siantar Timur 4,520

1. Kebun Sayur 37,50

5,65

2. Tomuan 91,00


(60)

4. Siopat Suhu 187,00

5. Merdeka 23,00

6. Pardomuan 25,50

7. Asuhan 46,00

7 Siantar Martoba 18,022

1. Sumber Jaya 222,60

22,45 2. Nagapita 115,55

3. Pondok Sayur 293,90 4. Tambun Nabolon 383,00 5. Nagapitu 67,25 6. Tanjung Pinggir 504,50 7. Tanjung Tongah 215,40

8 Siantar Sitalasari

22,723

1. Bah Kapul 356,55

28,41

2. Gurilla 953,30

3. Setia Negara 464,00 4. Bukit Sofa 87,20 5. Bah Sorma 411,25

Jumlah 79,971 100

Sumber : Pematangsiantar dalam Angka 2013

2.1.3. Demografi

Penduduk Kota Pematangsiantar pada tahun 2012 mencapai 234.698 jiwa yang tersebar pada 8 (delapan) kecamatan, dimana Kecamatan Siantar Utara merupakan kawasan yang memiliki jumlah penduduk terbanyak dengan 46.423 jiwa, sementara Kecamatan Siantar Marimbun merupakan kawasan dengan jumlah penduduk terkecil, yaitu 14.642 jiwa. Adapun kepadatan penduduk tertinggi terjadi di Kecamatan Siantar Utara diikuti Siantar Barat dan Siantar


(61)

Timur yaitu masing-masing 12.719 jiwa/km2, 10.915 jiwa/km2 serta 8.508 jiwa/km2. Hal ini mengindikasikan bahwa kegiatan perdagangan dan jasa terkonsentrasi di ketiga kecamatan tersebut sedangkan di sisi lain kecamatan-kecamatan yang mengalami kepadatan penduduk sedang dan rendah merupakan area yang didominasi oleh permukiman maupun pertanian. Dari segi jenis kelamin, penduduk berjenis kelamin perempuan di Kota Pematangsiantar pada tahun 2010 berjumlah 120.137 jiwa dan penduduk laki-laki berjumlah 114.561 jiwa (sex ratio sebesar 95,36).Untuk mendapatkan gambaran keadaan wilayah perencanaan pada masa mendatang diperlukan proyeksi jumlah dan kepadatan penduduk sehingga dapat memperkirakan kebutuhan sarana dan prasarana. jumlah penduduk dan kepadatan penduduk (per kecamatan) dalam proyeksi 5 tahun ke depan dapat ditampilkan pada tabel berikut ini

Tabel 3 Jumlah Penduduk & KepadatanPenduduk Tahun 2012-2017

No Kecamatan

Luas Wilayah (km2)

Jumlah Penduduk (Jiwa)

Kepadatan Penduduk (Jiwa/km2)

2012 2017 2012 2017

1 Siantar Marihat 7.825 18.797 19.135 2.402 2.445

2

Siantar

Marimbun 18.006 12.745 12.267 708 681


(62)

4 Siantar Barat 3.205 46.525 50.435 14.516 15.736 5 Siantar Utara 3.650 49.305 53.736 13.508 14.722

6 Siantar Timur 4.520 42.254 45.692 9.348 10.109

7 Siantar Martoba 18.022 26.948 27.077 1.495 1.580

8

Siantar

Sitalasari 22.723 22.127 22.007 974 1.018

T o t a l 79.791 239.654 252.003 2.997 3.151

Sumber : RTRW Kota Pematangsiantar Tahun 2012-2032

Tabel 4 KOMPOSISI MENURUT ETNIS PENDUDUK

NO SUKU 1990 2000 2010

1 Batak Toba 46,38 % 50,12 % 38,51 %

2 Simalungun 15 % 9,10 % 5,11 %

3 Karo 1,30 % 3,11 % 2,44 %

4 Mandailing 5 % 3,15 % 5,03 %

5 Jawa 20,07 % 16, 27 % 27,73 %

6 Tionghoa/Cina 10,06 % 14,23 % 13,87 %

7 Dan Lain-lain 2,19 % 4,08 % 7,67 %

Sumber : Kota Madya Pematang Siantar Dalam Angka Tahun 2010

Perbandinagnjumlahpendudukberdasarkanetnismenunjukkanjumlahpendu dukberdasarkan agama berkisar 48% agama Islam dan 49% agama Kristen serta agama lain 3%.


(1)

orang yang memiliki integritas tinggi bagi kemajuan masyarakat, dan partai politik yang memiliki proyeksi kedepan guna mengangkat harkat dan martabat masyarakat. .

Secara garis besar pola pengkaderan partai Golkar secara esensi jika dilakukan secara efektif sangatlah baik karena pengakaderan yang baik akan menghasilkan kader-kader yang baik yang memilki militansi, loyalitas, dan radikal.

5.2 Saran

Dalam pandangan penulis terhadap Pola Kaderisasi Partai Golkar Pematngsiantar harus dilakukan perbaikan, dimana pendekatan yang dilakukan terhadap masyarakat diupayakan secara kontiniuitas dan di control serta di optimalkan, bukan hanya pada saat moment tertentu, yang mengisaratkan hubungan interaksi yang baik, antara partai politik (baik Caleg partai, pengurus, dan organisasi sayap dengan para konstituen ) kader simpatisan, atau masyarakat secara umum hanya di jalin pada saat adanya satu kepentingan politik yang ingin di capai oleh partai). Sehingga ini tentu nya menciptakan sikap apatisme bagi masyarakat, dalam melihat setiap aktor politik yang bertarung baik dalam Pemilu ataupun Pemilukada.

Selain daripada itu juga diharapkan kepada Pengurus Partai Golkar lebih peduli dengan pengkaderan di tingkat kelurahan, karena ujung tombak pengkaderan Partai Golkar berada pada tingkat kelurahan, hal itu di sebabkan karena pengurus tingkat kelurahan lah yang bersinggungan langsung dengan masyarakat umum. Jadi oleh karena itulah pengurus Golkar tingkat Kotamadya menjalankan program kerja sesuai dengan visi,misi,serta platform Golkar nasional.


(2)

Perubahan Pola pikir setelah mengikuti training pengkaderan yang berjenjang seharusnya dapat meminimalisir ketergantungan pertarungan politik dengan menggunakan uang. Selain daripada itu masyarakat hanyalah menjadi korban Money Politik yang menimbulkan efek berkelanjutan sehingga proses berkelanjutan ini dapat di perbaiki jika partai politik memberikan penyuluhan dan pendidikan politik yang baik yang dilakukan oleh Partai Politik secara berkelanjutan serta di butuhkan peran KPU untuk bersikap controlling terhadap proses Pemilihan Umum.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Balandier, Georges(1996); Antropologi Politik. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada. Budiardjo, Miriam(1998); Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta:Gramedia.

Claessen,H.J.M(1988);Antropologi Politik suatu Orientasi. Jakarta: Erlangga.

Irawan,prasetya(1999);Logika dan Prosedur Penelitian. Jakarta : PT. Repro International

Irianto, Sulistyowati (1997); “Konsep Kebudayaan Koentjaraningrat dan Keberadaannya dalam Paradigma Ilmu-Ilmu Sosial” dalam Masinambow (eds) Koentjaraningrat dan Antropologi di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Koentjaraningrat

(1990); Pengantar Ilmu Antropologi Cetakan ke delapan.Jakarta : Rineka Cipta

(1998); Sejarah Teori Antropologi II. Jakarta: Universitas Indonesia,

Margono, S. (2007); Metologi Penelitian Pendidikan Komponen MKDK.

Jakarta:PT.Rineka Cipta.

Riduwan (2004;) Metode Riset. Jakarta:PT.Rineka Cipta

Saifuddin,Achmad.F (2005);Antropologi Kontemporer Cetakan I. Jakarta: Kencana. Sarwono, Jonathan. (2006;)Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.

Yogyakarta: Graha Ilmu.


(4)

Soyomukti,Nuraini (2008); MetodePendidikan Marxis Sosialis. Jogjakarta; Ar-Ruzz Media.

Spradley, James. (1979); The Ethnographic Interview. New York: Holt, Rinehart and Winston.

Suyanto, Bagong dan Sutinah (2005);Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Kencana. Tandjung, Akbar (2007);. The Golkar Way. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. H. Anto Djawamaku; “Percehan Partai Politik, Pemberantasan Korupsi dan

Berbagai Masalah Politik Lainnya”; dalam Jurnal Analisis CSIS : Peran Masyarakat dan Demokrasi Lokal, Jakarta, Vol. 34, No.2, 2005, hal 126-127. Wawancara langsung dengan Sekjen Partai Golkar Pematangsiantar ( Syaiful Amin

ST)

Wawancara langsung dengan J. Purba seorang pengurus partai Golkar Pematangsiantar.

Wawancara langsung dengan Bendahara Partai Golkar Pematangsiantar (R. Pakpahan)


(5)

Sumber-sumber dari internet:

• http://politik.kompasiana.com/2013/05/26/fenomena-artis-menjadi-caleg-partai-politik-jangan-bodohi-rakyat-563170.html (di akses pada tanggal 15 november 2013).

• http://www.yiela.com/view/903401/loncatnya-yuddy-ke-hanura-diikuti-beberapa-kader-golkar ( diakses tanggal 15 november 2013).

• http://partaigolkar.or.id/golkar/sejarah-partai-golongan-karya/ (diakses tanggal 15 november 2013).

• http://www.metrosiantar.com/2012/partai-golkar-siantar-revitalisasi-kepengurusan/(diakses tanggal 15 November 2013).

• http://www.yiela.com/view/902880/musda-golkar-pematang-siantar-kisruh (diakses pada tanggal 15 November 2013).

http://www.metrosiantar.com/2013/ketua-dpd-golkar-dianggap-tak-profesional-visi-kaderisasi-telah-gagal/ (diakses pada tanggal 15 November 2013).

• http://duniapolitiku.blogspot.com/2010/02/antropologi-politik.html (diakses pada tanggal 15 November 2013).

• http://www.marxists.org/indonesia/archive/guevara/1962-Kader.htm (diakses pada tanggal 10 desember 2013)

• http://elsalarasati.wordpress.com/2010/01/07/makna-dan-fungsi-partai-politik-kini/(akses pada tanggal 15 November 2013).

• http://journal.uii.ac.id/index.php/Unisia/article/view/2704/2491 (diakses pada tanggal 10 Desember 2013)

• http://jurnal.rosid.net/menelisik-krisis-kaderisasi-partai/ (diakses pada tanggal 10 Desember 2013)


(6)

RIWAYAT HIDUP

Taupik Azhari, lahir pada tanggal 28 Maret 1988 di Pematangsiantar. Anak ketiga dari Misdi dan Suryati. Riwayat pendidikan penulis, menjalani pendidikan sekolah dasar di SDN 122396 Pematangsiantar (1994-2000). Kemudian melanjutkan pendidikan SLTP di SLTPN 2 Kotamadya Pematangsiantar (2000-2003) dan MAN Pematangsiantar (2003-2006), SUMUT. Terakhir pada tahun 2008, penulis mengikuti pendidikan sarjana (S-1) di Departemen Antropologi FISIP USU. Selama perkuliahan penulis aktif di beberapa organisasi baik intra maupun ekstra kampus. Di antaranya pernah menjadi Anggota INSAN periode 2008-2009, Anggota Biro Kajian Sosial Masyarakat (KSM) HMI FISIP USU periode 2009-2010, dan Wakil Seketaris Umum Bidang Penelitian dan Pengembangan HMI FISIP USU. Penulis juga pernah mengikuti Latihan Kader 1 HMI FISIP USU. Pernah menjabat Kepala Bidang Penelitian Pengembangan di Satuan Mahasiswa Pemuda Pancasila. Diluar, Penulis merupakan Anggota Muda Partai Golongan Karya masih aktif hingga sekarang.

Email yang bisa dihubungi: