BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
2.1. Mengenal Kotamadya Pematangsiantar
2.1.1. Sejarah Kota Pematangsiantar
Kota Pematangsiantar yang kini menjadi daerah asal yang ditakuti di Indonesia ini, ternyata menyimpan banyak cerita. Kota yang telah dibangun jauh
hari sebelum Belanda datang ini, dulunya berbentuk kerajaan, yakni Kerajaan Siantar, yang dipimpin oleh dinasti Damanik, dengan Raja Sangnaualuh sebagai
pewaris terakhirnya. Berkedudukan di pulau Holing, kerajaan ini terbagi atas beberapa daerah yang kelaka akan menjadi daerah hukum.
1. Pulau Holing, pusat dari kerajaan Siantar, kelak berubah menjadi
Kampung Pematang. 2.
Siantar Bayu yang kemudian berubah menjadi Kampung Pusat Kota. 3.
Suhi Kahean dibagi menjadi beberapa daerah hukum, yaitu Kampung Sipinggol-pinggol, Kampung Melayu, Martoba, Sukadame dan Bane.
4. Suhi Bah Bosar juga menjadi daerah hukum yang terbilang luas, yaitu
Kampung Kristen, Karo, Tomuan, Pantoan, Toba dan Martimbang.
Hingga saat ini, yang menjadi persoalan adalah masalah penetapan hari lahir Siantar. Pemerintah kota Pematangsiantar telah sepakat menjadikan tahun
lahir Raja Sangnawaluh sebagai hari jadi Siantar, namun bila dikritisi lagi, Siantar telah ada jauh hari sebelum Raja terakhir Siantar tersebut lahir. Bahkan, Siantar
Universitas Sumatera Utara
telah tergabung di Kerajaan Maropat yang berdiri pada abad 13 Masehi, dan Raja Sangnawaluh adalah Raja Ketujuh Siantar yang kemudian menandatangani
Perjanjian Pendek dengan Belanda yang berbuntut pada penguasaan Belanda atas Siantar. Hingga kini, Hari Jadi Siantar diperingati setiap 24 April, terhitung sejak
tahun 1871.
Pematangsiantar telah berulangkali berganti bentuk, dalam artian, beberapa kali mengalami penggantian form. Pada tahun 1907, sejak controleur
Belanda dipindahkan ke Siantar dari Perdagangan, Siantar ramai dikunjungi oleh pendatang baru, termasuk orang Cina, yang mendiami Kampung Melayu dan
Timbang Galung. Warga Siantar harus berbangga hati, sebab ternyata, sejak 1917, kerajaan ini telah diberikan hak otonom dan mempunyai Dewan, dan berubah
menjadi Geemente. Namun kedatangan Jepang ke Siantar, kemudian menghapuskan system Dewan dan mengganti menjadi Siantar Estate. Pasca
kemerdekaan, Siantar berubah menjadi Kota Kabupaten Simalungun yang dipimpin rangkap oleh bupati Simalungun.
Berdasarkan UU No.1 1957 berubah menjadi Kota Praja Penuh dan dengan keluarnya Undang-undang No.18 1965 berubah menjadi Kota, dan
dengan keluarnya Undang-undang No. 5 1974 tentang-Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah berubah menjadi Kota Daerah Tingkat II Pematangsiantar
sampai sekarang.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.35 Tahun 1981 Kota Daerah Tingkat II Pematangsiantar terbagi atas empat wilayah kecamatan yang terdiri atas
Universitas Sumatera Utara
29 DesaKelurahan dengan luas wilayah 12,48 km² yang peresmiannya dilaksanakan oleh Gubernur Sumatera Utara pada tanggal 17 Maret 1982.
Kecamatan-kecamatan tersebut yaitu: • Kecamatan Siantar Barat
• Kecamatan Siantar Timur • Kecamatan Siantar Utara
• Kecamatan Siantar Selatan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 15 tahun 1986 tanggal 10 Maret 1986 Kota Daerah Tingkat II Pematangsiantar diperluas menjadi 6 wilayah
kecamatan, dimana 9 desaKelurahan dari wilayah Kabupaten Simalungun masuk menjadi wilayah Kota Pematangsiantar, sehingga Kota Pematangsiantar terdiri
dari 38 desakelurahan dengan luas wilayah menjadi 70,230 km²
Kecamatan-kecamatan tersebut yaitu: • Kecamatan Siantar Barat
• Kecamatan Siantar Timur • Kecamatan Siantar Utara
• Kecamatan Siantar Selatan • Kecamatan Siantar Marihat
• Kecamatan Siantar Martoba
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya, pada tanggal 23 Mei 1994, dikeluarkan kesepakatan bersama Penyesuaian Batas Wilayah Administrasi antara Kota Pematangsiantar dan
Kabupaten Simalungun. Adapun hasil kesepakatan tersebut adalah wilayah Kota Pematangsiantar menjadi seluas 79,9706 km². Pada tahun 2007, diterbitkan 5
Peraturan Daerah tentang pemekaran wilayah administrasi Kota Pematangsiantar yaitu:
Peraturan Daerah No.3 tahun 2007 tentang Pembentukan Kecamatan
Siantar Sitalasari
Peraturan Daerah No.6 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kecamatan Siantar Marimbun
Peraturan Daerah No.7 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kelurahan
Bah Sorma
Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kelurahan Tanjung Tongah, Nagapitu dan Tanjung Pinggir
Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007 tetang Pembentukan
Kelurahan Parhorasan Nauli, Sukamakmur, Marihat Jaya, Tong Marimbun, Mekar Nauli dan Nagahuta Timur
Dibangun secara klasik, Siantar, dilihat secara rumus secara geografis, menurut walikota Hulman Sitorus, terbilang sulit untuk membangun industri.
Namun, hal ini tidak membatasi kota tua ini untuk berkembang dan maju. Kota terbesar kedua setelah Medan di Sumatera Utara ini, memiliki letak strategis, yaitu
Universitas Sumatera Utara
menjadi transit wisata –untuk mencapai Danau Toba, maka dari Medan harus melalui kota ini.
Ditinjau dari kenyamanan, kota ini terbilang cukup aman, nyaman dan tertib, melihat masyarakat yang berasal dari berbagai lapisan social dan agama,
namun hidup berdampingan dalam damai. Agaknya kerukunan ini sudah diwarisi sejak kota ini masih berbentuk kerajaan, mengingat bahwa Raja Sangnawaluh
adalah sosok yang menghargai pluralisme, dan beliau tersebut adalah seorang Muslim pula.
Kota yang dibangun secara klasik ini, kini telah menjelma menjadi kota yang memiliki banyak kemajuan, yang dipengaruhi oleh populasi yang terdapat di
dalamnya yang kian bertambah. Kini, kota Pematangsiantar sedang mempersiapkan seabrek perbaikan di berbagai struktur, demi kemajuan kota.
2.1.2. Geografis, Administratif dan Kondisi Fisik